Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MANAJEMEN PRODUKSI BENIH

SIFAT-SIFAT BIOLOGI INDUK IKAN UNTUK PEMBENIHAN IKAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Produksi Benih

Dosen Pengampu: Dr. Ir. Agoes Soeprijanto, MS.

Disusun oleh:

Vincentius Andra Wijayanto

185080507111012

B02

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tentang Sifat-Sifat Biologi Induk Ikan untuk Pembenihan Ikan
dengan baik dan benar. Makalah ini berisi mengenai berbagai sifat-sifat biologi ikan
dalam hal proses reproduksi dan prospek pembenihan ikan di masa depan. Penulis
menyadari bahwa makalah ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak, baik
dari dosen maupun lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin berterimakasih pada
pihak-pihak tersebut.

Di balik dari makalah yang disusun, penulis juga menyadari sepenuhnya


bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki makalah ini hingga sempurna.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk masyarakat
dalam hal pengetahuan pembenihan ikan, khususnya sivitas akademika FPIK UB
dan juga memberi inpirasi terhadap pembaca untuk bisa berwirausaha.

Sidoarjo, 19 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
1.1. Latar Belakang...........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3. Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................6
2.1. Pengertian Pembenihan Ikan......................................................................6
2.2. Sifat Biologi Ikan..........................................................................................7
2.2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)...............................................................7
2.2.2. Ikan Bubara atau Kuwe (Caranx spp.).....................................................9
2.2.3. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)..........................................................10
2.2.4. Ikan Gurami (Osphronemus goramy).....................................................12
2.2.5. Ikan Mas (Cyprinus carpio)....................................................................14
BAB III PENUTUP...................................................................................................16
3.1. Kesimpulan.................................................................................................16
3.2. Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)…………………………………8


Gambar 2. Perbedaan Kelamin Ikan Bandeng Jantan dan Betina……………………9
Gambar 3. Morfologi Ikan Kuwe (Caranx spp.)…………………………………………10
Gambar 4. Perbedaan Ikan Kuwe Jantan dan Betina………………………………….11
Gambar 5. Morfologi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)……………………………..11
Gambar 6. Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus goramy)…………………………..13
Gambar 7. Perbedaan Ikan Gurami Jantan dan Betina……………………………….14
Gambar 8. Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)………………………………………15
Gambar 9. Perbedaan Ikan Mas Jantan dan Betina…………………………………...16

4
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan jenis organisme yang sepanjang hidupnya berada di air.


Ikan memiliki sifat-sifat biologi yang unik, seperti menghasilkan jumlah telur yang
banyak, melakukan migrasi yang hidup di air laut, melakukan pemijahan dan
pembuahan di air tawar maupun sebaliknya, serta melakukan ruaya dalam
kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini, bisa dimanfaatkan untuk melakukan
budidaya ikan di luar dari habitat aslinya, salah satunya adalah dengan melakukan
pembenihan ikan. Pembenihan merupakan suatu tahapan dalam aktifitas budidaya
untuk menghasilkan benih yang digunakan pada segmen pembesaran ikan.
Pembenihan sangat penting bagi komoditas usaha ikan dalam meningkatkan nilai
ekonomi masyarakat Indonesia dan juga usaha konservasi ikan agar tidak terjadi
adanya kepunahan.
Agar bisa menguasai pembenihan ikan dengan baik dan benar,
dibutuhkan pemahaman lebih mengenai sifat-sifat biologi ikan yang ada pada air
tawar dan air laut karena tidak semua sifat biologi ikan tersebut tidak sama atau
berbeda. Ikan yang berbeda sifat biologi tentu membutuhkan strategi yang sesuai
untuk dilakukan teknik pembenihan ikan. Apabila strategi tersebut tepat dan
sesuai, maka hasil yang diharapkan akan berhasil dengan sempurna.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, terdapat rumusan masalah yang ada dalam

makalah ini, yaitu:

a. Apa yang dimaksud dengan pembenihan ikan?

b. Bagaimana sifat-sifat biologi bandeng, kakap putih, kuwe, gurami dan

ikan mas dalam hal reproduksi ikan?

1.3. Tujuan

Tujuan dibuat makalah ini adalah mengetahui pengertian dari


pembenihan ikan dan sifat-sifat biologi ikan yang ada di alam sehingga akan

5
mengetahui bagaimana ikan tersebut memijah, melakukan ruaya atau migrasi yang
merupakan dasar dari teknik pembenihan ikan untuk upaya agar memperoleh benih
ikan berkualitas tinggi tanpa ada kekurangan sama sekali.

6
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pembenihan Ikan

Menurut Afriani (2016), menyatakan bahwa budidaya ikan sangat


berperan penting untuk lestarinya sumberdaya ikan. Untuk pengembangan budidaya
perairan bisa dilakukan dengan pembenihan ikan yang unggul. Pembenihan
merupakan titik awal dalam usaha pengembangan budidaya perairan, karena
merupakan kunci sukses usaha budidaya perairan. Kualitas benih yang baik akan
menjamin hasil produksi yang baik pula. Ketersediaan benih yang memadai baik dari
segi jumlah, mutu dan kesinambungannya harus dapat terjamin agar usaha
pengembangan budidaya dapat berjalan dengan baik. Hingga sekarang usaha
pembenihan masih menjadi faktor pembatas dalam pengembangan budidaya
perairan di Indonesia untuk organisme-organisme tertentu.

Menurut Akbarurrasyid, et al. (2020), berpendapat bahwa pembenihan


ikan merupakan suatu proses untuk menghasilkan benih ikan secara maksimal
dengan cara yang efektif dan efisien sehingga bisa dimanfaatkan untuk pembesaran
ikan, bisa dengan secara alami, semi buatan dan buatan. Apabila pembenihan yang
kurang tepat dapat menghambat proses pembenihan dan ketersediaan bibit ikan.
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
penerapan fungsi manajemen pembenihan ikan mulai dari proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan, serta mempelajari tingkah laku ikan saat proses
reproduksi.

Pembenihan ikan merupakan suatu proses untuk menghasilkan benih


ikan dengan berkualitas baik dan efektif serta merupakan titik awal dalam usaha
budidaya ikan. Namun sampai saat ini terdapat hambatan dalam proses
pembenihan ikan karena rendahnya pemahaman mengenai sifat biologi ikan,
khususnya pemijahan ikan. Apabila belum mengetahui sifat biologi ikan tersebut,
maka usaha pembenihan ikan yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Untuk itu
akan dijelaskan sifat-sifat biologi pada ikan berikut ini.

7
2.2. Sifat Biologi Ikan

2.2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng


(Google Image, 2021)

Ikan bandeng merupakan ikan yang bersifat euryhaline yang dapat


beradaptasi pada salinitas yang luas, mampu hidup di perairan tawar, payau dan
laut. Sukardi, et al. (2017), juga menjelaskan bahwa habitat ikan bandeng banyak
ditemukan di Samudra Hindia serta Samudra Pasifik dengan cara hidup yang
bergerombol dan banyak ditemukan di perairan sekitar pulau-pulau dengan dasar
karang. Ikan bandeng pada masa muda hidup di laut selama 2-3 minggu, kemudian
berpindah ke rawa-rawa bakau daerah payau. Setelah dewasa, ikan bandeng
kembali ke laut untuk berkembang biak. Siklus hidup pada ikan bandeng menurut
Aisyah, et al. (2018) meliputi

 Fase awal yaitu pemijahan yang terjadi di laut terbuka pada


kedalaman 10-40 m,
 Fase larva berkembang di pantai 2-3 minggu kemudian, dan
 Fase juvenil dengan ekosistem perairan yang lebih kompleks
seperti pantai, muara sungai, mangrove, laguna, dan rawa, hingga
sungai dan danau.

Biologi reproduksi ikan bandeng dialam sebenarnya belum banyak


diketahui, namun demikian telur ikan bandeng telah diketahui bersifat pelagik dan
setelah menetas larva-larva ikan bandeng akan terbawa arus hanyut ke daerah
pantai memasuki muara-muara sungai dan tambak. Daya apung merupakan faktor
penting dalam proses penyebaran dan penetasan telur ikan bandeng. Daya apung

8
ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat jenis telur dan air dan salah satu faktor
penting yang mempengaruhinya adalah salinitas. Pada telur ikan bandeng memiliki
toleransi salinitas yang cukup luas sama halnya dengan sifat yang dimiliki oleh
induknya. Telur yang mengapung memiliki kualitas lebih baik dari telur yang
tenggelam serta salinitas di atas 23 ppt hingga 30 ppt merupakan salinitas yang
optimum untuk penetasan telur ikan bandeng (Karina et al., 2012). Menurut Yuniar
(2017), telur ikan bandeng biasanya berukuran kecil dengan garis tengah 0,3 – 0,5
mm, fekunditasnya biasanya mencapai 100.000 – 300.000 butir dan tingkat
kepedulian induknya kecil (negative parental care).

Gambar 2. Perbedaan Kelamin Ikan


Bandeng Jantan dan Betina (Google
Image, 2021)

2.2.2. Ikan Bubara atau Kuwe (Caranx spp.)

9
Gambar 3. Morfologi Ikan Kuwe
(Google Image, 2021)
Menurut Dharma (2018), menyatakan bahwa ikan kuwe hidup pada
perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang, termasuk spesies
benthopelagic. Ikan kuwe memiliki panjang tubuh 60-110 cm, hidup pada kedalaman
12 m dan sering ditemukan pada laut tropis dan sub tropis. Selain itu, Maherung et
al., (2018) juga mengemukakan bahwa ikan kuwe melakukan migrasi di daerah
pasang surut mengikuti naik-turunnya air pasang yang bertujuan untuk mencari
makan, melindungi diri dari predator dan memijah. Bentuk gigi canine pada rahang
atas dan bawah menjadi ciri khas kelompok ikan karnivora yang memakan ikan dan
crustasea berukuran kecil. Ikan kuwe juga efisien memanfaatkan makanan serta
mampu hidup dalam kondisi yang cukup padat serta memiliki laju pertumbuhan yang
lebih tinggi.

Menurut Usman, et al. (1996), mengemukakan bahwa pada berbagai


jenis ikan kuwe didapatkan variasi kematangan gonad terjadi pada bulan Oktober-
April. atau November-April. Perpaduan antara faktor genetik dan lingkungan akan
memberikan variasi umur dan ukuran ikan untuk mencapai kematangan gonad.
Umumnya, ikan pelagis terutama ikan kuwe akan melakukan pemijahan pada saat
kondisi lingkungan mendukung keberhasilan fertilisasi dan kelangsungan hidup
larva, biasanya benih ikan kuwe ukuran 4-7 cm dapat diperoleh sepanjang tahun,
namun puncaknya terjadi sekitar bulan Maret-Mei. Fekunditas ikan kuwe bisa
berkisar antara 500-1300 butir/g. Fekunditas ikan kuwe secara otomatis disesuaikan
melalui metabolisme yang mengadakan reaksi terhadap perubahan persediaan
makanan dan menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan, seperti ukuran pada
umur tertentu demikian juga ukuran dan jumlah telur atau siklus pemijahan dalam
satu tahun. Dharma (2018), menjelaskan bahwa initial feeding pada larva ikan yang
mana terjadi setelah proses penyerapan yolksac berakhir yaitu selama 32,0 - 46,5
jam, sebelum oil globule habis terserap serta mulai terlihat bukaan awal mulut larva.
Larva ikan kuwe yang baru menetas, posisi oil globule (OG) terletak lebih ke arah
anterior pada yolk sac. Kandungan kuning telur atau cadangan makanan sangat

10
berhubungan dengan saat pemberian pakan awal pada larva untuk melanjutkan
kehidupannya. Proses untuk mendapatkan nutrisi eksogen memerlukan waktu yang
tepat, yaitu pada saat cadangan makanan belum habis teserap secara menyeluruh.

Gambar 4. Perbedaan Ikan Kuwe


Jantan dan Betina (Google Image,
2021)

2.2.3. Ikan
Kakap Putih (Lates
calcarifer)

Gambar 5. Morfologi Ikan Kakap Putih


(Google Image, 2021)

Menurut Cahyani (2019), kakap putih dapat hidup di daerah laut yang
berlumpur, berpasir, serta di ekosistem mangrove. Ikan kakap yang hidup di laut
lebih besar ukurannya dibandingkan yang hidup di air payau atau di air tawar. Kakap
putih akan menuju daerah habitat aslinya jika akan memijah yaitu pada salinitas 30 –
32 ppt. Semakin bertambah ukuran larvanya maka ikan kakap putih tersebut akan
beruaya ke air payau. Habitat ikan kakap berada di sungai, danau, muara, dan
perairan pesisir. Ikan kakap putih di alam memakan krustase dan ikan-ikan kecil.

11
Ikan kakap putih lebih suka memangsa jenis-jenis ikan yang berukuran lebih kecil
dari pada ukuran tubuh ikan tersebut. Kebiasaan makan ikan kakap putih yaitu
dengan berdiam diri menunggu pakan atau makanan mendekati dirinya. Kebiasaan
makan juga mempengaruhi kecepatan konsumsi pakan. Selain dari kualitas protein,
kebiasaan makan pada ikan juga sangat menentukan jumlah konsumsi pakan,
kecepatan dalam mengkonsumsi pakan sehingga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan.

Ikan kakap putih dewasa secara seksual ditemukan di mulut sungai


dan di daerah pantai di mana salinitas dan kedalaman masing-masing berkisar
antara 30-32 ppt dan 10-15 m. Larva yang baru menetas (berumur 15-20 hari atau
0,4-0,7 cm) terdistribusi di sepanjang pantai muara air payau, sedangkan larva 1 cm
dapat ditemukan di badan air tawar seperti sungai, kanal, daerah terendam sisi
sungai dan sebagainya. Dalam kondisi alami, kakap putih tumbuh di air tawar dan
bermigrasi ke lebih banyak air garam untuk pemijahan. Ikan dewasa dan ikan remaja
memiliki perilaku teritorial, dan migrasi bersifat musiman. Spesies hidup di daerah
tropis yang toleran terhadap suhu dari 15° hingga 40°C (Haque et al., 2019)

Menurut Ridho dan Patriono (2016), menyatakan bahwa selama proses


reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad.
Umumnya berat gonad pada ikan betina adalah 10-25 % sedangkan pada ikan
jantan adalah 5-10%. Faktor umur, ukuran serta faktor lingkungan yang dominan
mempengaruhi perkembangan gonadnya seperti suhu dan makanan, selain itu
adalah periode cahaya (fotoperiode) dan musim. Periode penyinaran yang rendah
dan suhu yang tinggi dapat mempercepat pematangan gonad. Sistem reproduksi
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) termasuk hermaprodit. Ikan dikatakan
hermaprodit apabila gonad ikan mempunyai jaringan jantan dan jaringan betina atau
dapat dikatakan ikan yang menghasilkan spermatozoa dan ovum. Sistem reproduksi
ikan kakap putih dapat mengalami perubahan kelamin dari jantan menjadi betina
yang disebut “protandry hermaprodit”. Namun, tidak ditemukan ikan kakap putih
berjenis kelamin betina karena dipengaruhi oleh faktor ukuran dan berat tubuh ikan
serta habitat atau kondisi perairannya. Ikan kakap putih akan mengalami perubahan
jenis kelamin menjadi betina terjadi pada berat tubuh ikan berkisar 2-4 kg. Ukuran
biologi minimal induk jantan yang matang adalah 1,4 kg dengan panjang 45 cm dan

12
induk betina 1,5 kg dengan panjang 47 cm. Mayunar dan Slamet (2000),
menjelaskan bahwa pemijahan ikan kakap putih terjadi dalam dua musim yaitu
Januari-Mei dan Oktober-Desember dengan puncaknya pada bulan Maret dan
Desember. Telur yang dihasilkan dari pemijahan ikan tersebut berkisar 6,4-43,8 juta
butir atau 1,2-3,2 juta untuk setiap induk betina. Telur memiliki diameter antara 756-
832 µm dan gelembung minyak 167-259 µm, sedangkan derajat pembuahan dan
penetasan telur adalah 46,7%-98,7% dan 20,5%-92,0%. Waktu yang dibutuhkan
telur dari pembuahan sampai menetas adalah 12-15 jam pada suhu air 27 ° -30° C
dan salinitas 30-32 ppt.

2.2.4. Ikan Gurami (Osphronemus goramy)

Gambar 6. Morfologi Ikan Gurami


(Google Image, 2021)

Habitat ikan gurami berada pada air tawar sampai sedikit air yang
bersalinitas, berair jernih dan dasar kolam yang kurang lumpurnya. Lokasi
pemeliharaan bisa dilakukan pada ketinggian 50-400 m diatas permukaan laut
dengan suhu 24-28° C sekurang-kurangnya 75 cm. Pertumbuhan ikan gurami
cenderung lambat yang dikarenakan faktor biologis dan lingkungan. Untuk
pertumbuhan pH-nya berkisar antara 7-8 yang cenderung netral (Sitepu, 2016).

Menurut Yuniar (2017), menyatakan bahwa ikan gurami akan memijah


di perairan dengan air jernih, tenang dan mengalir kecil sehingga suplai oksigen
terlarut juga akan terpenuhi. Proses pemijahan biasanya berlangsung selama dua
hari setelah sarang selesei dibuat, dapat terjadi sore hari sekitar pukul 13.00 – 17.00
hingga menjelang malam. Induk jantan akan membuntuti ikan betina lebih dari satu

13
dan menciumi bagian ventral ikan betina, hingga melakukan gerakan bergulingan,
menghadang dari depan dalam satu kali siklus pemijahan. Sebelumnya, induk jantan
akan mempersiapkan sarang berupa anyaman dari rumput-rumput kering, hingga
membentuk seperti sarang burung. Ketika menjelang pemijahan ikan jantan akan
melakukan kegiatan perayuan pada ikan-ikan betina yang sudah matang gonad,
setelah itu induk betina akan menutupi sarang dengan rumput kering dan menjaga di
depan sarang. Pada saat menjaga calon anaknya ini, induk betina akan mengipas-
ipaskan sirip terutama sirip ekornya ke arah sarang dan gerakan ini akan
meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Jumlah telur yang dihasilkan
saat pemijahan adalah 100.000 butir/kg BB.

Gambar 7. Perbedaan Ikan Gurami


Jantan dan Betina (Google Image,
2021)

2.2.5. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Gambar 8. Morfologi Ikan Mas (Google


Image, 2021)

14
Menurut Alminiah (2015), habitat ikan mas berada pada perairan yang
cukup deras (perairan lotik). Ikan mas dapat hidup di daerah dengan ketinggian 150-
600 m diatas permukaan laut dan bersuhu 25-30° C. Ikan mas juga bisa hidup di
perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas 25-30%. Ikan mas tergolong
jenis omnivore yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik berasal dari
hewan maupun tumbuhan yang berukuran kecil seperti serangga. Tetapi, makanan
utamanya adalah tumbuhan dan hewan yang terdapat di dasar dan tepi perairan.

Menurut Ramadan dan Sari (2018), menyatakan bahwa ikan mas


memijah pada pukul 22.00 sampai menjelang subuh ditandai dengan aktifitas induk
jantan yang mengejar induk betina. Induk betina akan mengeluarkan telur menjelang
tengah malam pada kakaban dan waring dan diikuti oleh induk jantan yang
mengeluarkan cairan sperma berwaran putih. Jumlah telur ikan mas yang
dikeluarkan bisa sebanyak 109.890 butir dengan nilai Fertilization Rate (FR) sebesar
91,73%. Telur ikan mas akan menetas apabila didukung oleh berbagai faktor, seperti
kematangan gonad pada induk ikan dan kualitas air. Suhu optimal pada penetasan
telur ikan mas adalah 26-28° C. Telur ikan mas yang menetas diperkirakan sebanyak
75000 butir dengan nilai Hatching Rate (HR) didapatkan sebesar 74,4%. Persentase
penetasan ikan secara normal berkisar antara 50- 80%.

Gambar 9. Perbedaan Ikan Mas Jantan


dan Betina (Google Image, 2021)

15
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah pembenihan merupakan


suatu proses untuk menghasilkan benih ikan dengan berkualitas baik dan efektif
serta merupakan titik awal dalam usaha budidaya ikan. Namun, kebanyakan
pembudidaya yang bergerak di bidang perbenihan masih terdapat hambatan karena
masih belum mengetahui sifat-sifat biologi ikan sehingga berdampak pada kualitas

16
benih ikan. Pemahaman mengenai sifat-sifat biologi ikan perlu dilakukan sebagai
wawasan tambahan bagi pembudidaya ikan.

Ikan-ikan seperti kakap putih, kuwe, bandeng, gurami dan mas memiliki
perbedaan sifat biologi ikan. Pada umumnya, ikan jantan maupun betina akan
mematangkan gonad hingga siap memijah, dengan cara melakukan pembuahan
telur oleh sperma hingga menetas menjadi larva. Larva ikan tersebut memperoleh
makanannya dari yolksac dan setelah itu mencari makanannya dari lingkungan yang
ada. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan larva hingga benih adalah kondisi
biologis dan lingkungan.

3.2. Saran

Saran dari pemaparan makalah ini adalah perlu dilakukan penambahan


referensi lebih banyak lagi mengenai berbagai spesies ikan agar bisa mengetahui
banyak hal bagaimana ikan tersebut melakukan beruaya dan memijah serta
mengetahui habitat ikan tersebut berada.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, D. T. (2016). Peranan pembenihan ikan dalam usaha budidaya ikan. Warta


Dharmawangsa, (49).
Aisyah, A. A., Umar, C., Triharyuni, S., dan Husnah, H. (2018). DINAMIKA
POPULASI DAN LAJU PEMANFAATAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI
WADUK SEMPOR, JAWA TENGAH. BAWAL Widya Riset Perikanan
Tangkap, 10(1), 29-38.
Akbarurrasyid, M., Nurazizah, S., dan Rohman, F. S. (2020). Manajemen
pembenihan ikan mas (Cyprinus carpio) marwana di Satuan Pelayanan

17
Konservasi Perairan Daerah, Purwakarta, Jawa Barat. Journal of Aquaculture
and Fish Health, 9(1), 30-37.
Alminiah, A. (2015). Pengendalian ektoparasit pada benih ikan mas (Cyprinus carpio
L.) dengan penambahan garam dapur (NaCl) di Balai Benih Perikanan
Plalangan Kalisat Kabupaten Jember.
Cahyani, D. G. F. 2019. Efektivitas pemberian pakan mandiri terhadap laju
pertumbuhan benih kakap putih Lates Calcarifer (Bloch, 1790) yang dipelihara
dalam bak terkontrol. [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Dharma, T. S. (2019). TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN KUWE (Caranx ignobilis,
FORSSKALL) DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA
LAUT DI DAERAH PESISIR. Prosiding Seminakel, 1(1).
Google Image. 2021. https://www.google.com (Diakses pada tanggal 22 Februari
2021).
Haque, M. A., M. I. Hossain, S. A. Uddin and P. K. Dey. 2019. Review on
distribution, culture practices, food and feeding, brood development and
artificial breeding of seabass, Lates Calcarifer (Bloch 1790): Bangladesh
perspective. Research in Agriculture, Livestock and Fisheries. 6 (3): 405-414.
Karina, S., Rizwan, R., dan Khairunnisak, K. (2012). Pengaruh salinitas dan daya
apung terhadap daya tetas telur ikan bandeng, Chanos-chanos. DEPIK Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 1(1).
Maherung, S., Bataragoa, N. E., dan Salaki, M. S. (2018). Ukuran dan Kebiasaan
Makan Ikan Kwee (Caranx spp) di Daerah Intertidal Sekitar Laboratorium
Basah FPIK Unsrat Likupang. Jurnal Ilmiah Platax, 6(1), 6-11.
Mayunar, M., dan Slamet, B. (2017). MONITORING MUSIM, FEKUNDITAS DAN
KUALITAS TELUR IKAN KAKAP PUTIH, Lafes calcarifer DARI HASIL
PEMIJAHAN ALAMI DALAM KELOMPOK. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 6(1), 54-58.
Ramadhan, R., dan Sari, L. A. (2018). Teknik Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus
carpio) Secara Alami di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Air
Tawar (UPT PBAT) Umbulan, Pasuruan. Journal of Aquaculture and Fish
Health, 7(3), 124-132.
Ridho, M. R. dan Enggar Patriono. 2016. Aspek reproduksi ikan kakap putih (Lates
calcarifer Block) di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional
Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains. 18 (1): 1-7
SITEPU, L. L. E. (2016). EFEK PERENDAMAN EKSTRAK Spirulina platensis
SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT DAN HITUNG
JENIS LEUKOSIT IKAN GURAME (Osphronemus goramy) YANG DIINFEKSI
BAKTERI Aeromonas hydrophila (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Sukardi, S., Yanto, S., dan Kadirman, K. (2020). PENGARUH WARNA CAHAYA
LAMPU DAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA TERHADAP
RESPONS BENIH IKAN BANDENG (Chanos–Chanos forskal) dan BENIH

18
IKAN NILA (Oreochromis niloticus). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 3,
242-250.
Usman, U., Pongsapan, D. S., dan Rachmansyah, R. (2017). BEBERAPA ASPEK
BIOLOGI REPRODUKSI DAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN KIIWE
(CARANGIDAE) DI SBLAT MAKASAR DAN TELUK AMBON. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 2(3), 12-17.
Yuniar, I. (2017). Biologi Reproduksi Ikan. Surabaya: Hang Tuah University Press

19

Anda mungkin juga menyukai