Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN LIQUID DAN SEMISOLID

SALEP

Disusun Oleh :

FARMASI V B
KELOMPOK 2

Restu Roby Islmiaty (17010153)


Siti Diba Mayasari (18010138)
Suhaeriyah (18010139)
Syifa Rahmawati (18010140)
Wa Ode Reska (18010142)
Yola Yolanti (18010143)
Yulia Anisa Rosadi (18010144)

Dosen Pembimbing :
Achmad Marsam D.,M.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR
2021
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada
kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi
dalam 4 kelompok: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep
obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Ansel, 1995).
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk
kulit dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4
kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep
yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan
salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut :
1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album
(petrolatum), parafin liquidum. Vaselin album adalah golongan lemak mineral
diperoleh dari minyak bumi,titik cair sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak
berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya sejumlah kecil komponen air dapat
dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak
mengering dan tidak berubah dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup.
Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai bahan emolien.
2. Dasar salep serap
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafin hidrofilik
dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream)
yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae ialah
lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar dioleskan,
mudah mengikat air. Adeps lanae hyrosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan
aqua 25-27%.
Dasar salep berminyak terdiri dari minyak hidrofob seperti vaselin, paraffin
cair, minyak tumbuhan, silicon. Sifat dasar salep ini: tidak mengandung air,
hidrofob, tidak larut air, tidak tercuci oleh air. Dasar salep absorbsi
meliputi minyak hidrofil seperti adeps lanae, hidrofilik petrolatum. Dua tipe
dasar salep absorbsi: dasar salep anhidrus dapat menyerap air dan membentuk
emulsi A/M. (Voigt, 1994).
Hanya sejumlah komponen kecil berair dapat dicampurkan ke dalamnya.
Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama
sebagai emolien, dan sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah
dalam waktu lama (Anonim, 1995).
Dasar salep serap dapat dibagi dalam 2 kelompok: dasar salep yang dapat
bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik
dan lanolin anhidrat), dan emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga
bermanfaat sebagai emolien (Anonim, 1995).
3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air mudah dicuci dari kulit. Beberapa
bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini
daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain adalah dapat diencerkan
dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik
(Anonim, 1995).
4. Dasar salep larut dalam air
Disebut juga kelompok dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen
larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar
salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak
larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini
lebih tepat disebut gel (Anonim, 1995).
Pemilihan dasar salep tergantung beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan,
sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan
sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang
ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang
cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep
yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar
salep yang mengandung air (Anonim, 1995).

1.2 Dosis Bahan Aktif


BAB II.

ISI

2.1 Monografi Bahan

1. Chloramphenicol (FI V 684)


Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang,
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam
propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.
Khasiat : Anti Bakteri dan Anti Biotik
2. Adeps Lanae (FI V 760)
Pemerian : Masa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua
kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol
panas, mudah larut dalam eter dan dalam kloroform
Khasiat : Basis salep, Zat tambahan
3. Vaselin Flavum
Pemerian : kuning atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada 0ºC.
Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene , dalam
karbon disulfide, dalam kloroform, larut dalam heksana dan dalam sebagian
besar minyak lemak dan minyak atsiri, sukar larut dalam etanol dingin dan etanol
panas dan dalam etanol mutlak dingin.
Jarak lebur : antara 38ºC dan 60ºC
Stabilitas : bila terkena cahaya, menyebabkan warna vaselin menjadi
pudar dan menghasilkan bau yang tidak enak.
Inkompatibilitas : vaselin kuning merupakan bahan inert dengan sedikit
inkompatibilitas.
Fungsi : zat tambahan, sebagai emolien dalam basis salep.
Wadah dan penimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Handbook Of Pharmaceutical Exipients Halaman 421 – 422
4. Paraffin liquid Parafin (FI III : 475)

Nama resmi : Paraffinum liquidum

Nama lain : Parafin cair


Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95 %), larut

dalam klorofrm Pdan dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai fase minyak

5. Cethyl Alkohol

Nama Resmi :     Alcoholum Cetylicum


Rumus Molekul  :     C16H34O
Berat Molekul :     242,44
Pemerian :    Serpihan putih licin, graul, atau kubus putih, bau
khas lemah,rasa lemah

 Kelarutan  :    Tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam  
eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.

Stabilitasa :    Dalam asam, basa, cahaya dan udara stabil


Inkompatibilitas :    Agen pengoksidasi kuat

6. Nipasol (Propil Paraben)


Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
95%, dalam 3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol, dalam 40 bagian
minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksi.
Fungsi : zat tambahan, sebagai pengawet.
Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.
Inkompatibilitas : magnesium alumunium silikat, magnesium trisilikat, oksida
besi kuning.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 713 ; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Halaman 526 – 528
7. Butyl Hidroksi Toluen (BHT)
Pemerian : hablur padat, putih, bau khas lemah.
Kelarutan : tidak larut dalam air, dalam propilenglikol, dalam kloroform
dan dalam eter.
Berat molekul : 220, 35 gram/ mol.
Fungsi : zat tambahan, sebagai antioksidan.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : kondisi paparan cahaya, kelembaban, dan panas
menyebabkan pelunturan dan hilangnya aktivitas BHT. BHT harus disimpan
dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : tidak cocok dengan bahan pengoksidasi kuat seperti
permanganat dan peroksida karena ada reaksi dari zat asam karbol, yang dapat
menyebabkan hilangnya aktivitas dan pembakaran.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 157 - 158 ; Handbook
Of Pharmaceutical Exipients Edisi 4 Halaman 75 – 76.
8. Acid Salicyl (FI Edisi III hal.56)
Nama resmi : Acidum salicylicum
Nama lain : Asam salisilat
Rumus molekul : C7H6O3
Berat molekul : 138,12
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk putih, hampir tidak
berbau, rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dalam 4 bagian etanol (95%) P,
mudah larut dalam kloroform P, dan dalam eter P, larut dalam larutan
ammonium asetat P, dinatrium hydrogen fosfat P, helium sitrat P dan natrium sitrat P.
Penyimpanan : Dalam wadah terbaik baik
9. Sulfur Praecipitatum
Sinonim : Belerang Endapan
Titik lebur : -72º C
Pemerian : Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus; warna
kuning pucat; tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam
karbon disulfida; sukar larut dalam minyak zaitun; praktis
tidak larut dalam etanol.
Stabilitas : Stabil, polimerisasi berbahaya tidak akan terjadi, hindari suhu
tingga, nyala api terbuka, pengelasan, merokok dan sumber
penyalaan.
Inkompabilita : Sulfur incompatible dengan sejumlah bahan kimia namun
s tidak terbatas pada klorat, nitrat, karbida, halogen, fosfor dan
logam berat. Ketidak cocokan ini dapat mengakibatkan
kebakaran, reaksi yang tidak terkontrol, kelepasan gas
beracum atau ledakan.
pH : pH antara 4,2 – 6,2
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
kegunaan : skabisida
2.2 Tabel formulasi

Formula 1

Komponen Bahan Kadar Skala Lab


Chloramphenicol 1% 1.5 gr
Adeps lanae 6% 9 gr
Paraffin liquid 40% 60 gr
Cetyl alcohol 2.5% 3.75 gr
Nipasol 0.01% 0.015 gr
BHT 0.01% 0.015 gr
Vaselin flavum Add 150 gr

Formula 2

Komponen Bahan Kadar Skala Lab


Asam salisilat 2% 2 gr
Sulfur 4% 4 gr
Paraffin liquid 10% 10 gr
BHT 0.01% 0.01 gr
Vaselin flavum Add 100 gr

2.3 Perhitungan Bahan

a. Perhitungan formula 1
Chloramphenicol = 1/100 x 150 gr = 1.5 gr
Adeps lanae = 6/100 x 150 gr = 9 gr
Paraffin liquid = 40/100 x 150 gr = 60 gr
Cetyl alcohol = 2.5/100 x 150 gr = 3.75 gr
Nipasol = 0.01/100 x 150 gr = 0.015 gr
BHT = 0.01/100 x 150 gr = 0,015 gr
Vaselin flavum = 150 gr – 74.28 gr = 75.72 gr

b. Perhitungan formula 2
Asam salisilat = 2/100 x 100 gr = 2 gr
Sulfur = 4/100 x 100 gr = 4 gr
Paraffin liquid = 10/100 x 100 gr = 10 gr
BHT = 0.01/100 x 100 gr = 0.01 gr
Vaselin flavum = 100 gr – 16.01 gr = 83.99 gr

2.4 Cara Kerja


Formula 1
 Timbang semua bahan
 leburkan paravin liq + etil alcohol + nipasol + adeps lanae + ¼ bagian vaselin
flavum ad larut dan homogen
 gerus chloramfenikol sampai homogen
 tambahkan ½ bagian vaselin flavum dan gerus homogen (m2)
 tambahkan hasil peleburan pada massa minyak kedalam (m2) hasilnya
menjadi (m3)
 tambahkan ½ sisa vaselin flavum ke (m3) gerus sampai homogen
 lakukan evaluasi

Formula 2

 siapkan alat dan timbang semua bahan


 masukan asam salisilat ke dalam mortar tetesi dengan etanol secukupnya
 tambahkan ½ bagian vaselin flavum gerus ad homogen
 tambahkan sulfur gerus ad homogen
 tambahkan paraffin liq.+ bht gerus ad homogen
 tambahkan ½ sisa vaselin flavum, gerus ad homogen
 lakukan evaluasi
Skema Kerja

Formula 1

Lebur paraffin liq+etil


alc+nipasol+adeps lanae+1/4
bag.vaselin flavum ad larut
dan homogen
Timbang semua bahan

Hasil dari Gerus


leburan fase chloramfenikol ad
minyak halus

Tambahkan ½
vaselin flavum Tambahkan
pada gerusan hasil
chloramfenikol leburan
fase minyak

Hasil salep
Tambahkan ½
chloramfenikol
sisa vaselin
siap dilakukan
flavum
evaluasi

Formula 2
Larutkan
asam
salisilat
dengan
Timbang semua
etanol
secukupnya

Tambahkan ½
Tambahkan
vaselin flavum,
sulfur gerus ad
gerus homogen
homogen

Tambahkan
Tambahkan ½ sisa
paraffin liq+BHT,
vaselin flavum
gerus ad homogen
gerus ad homogen

Hasil salep
dimasukan
dalam Lakukan Evaluasi
beaker
glass

2.5 Hasil Evaluasi


1. Uji pH
Formula 1 = 6
Formula 2 = 6

2. Uji daya sebar

Formula 1 Formula 2
Mudah dalam pengaplikasian Mudah dalam pengaplikasian
Mudah menyebar Mudah menyebar
Butuh proses waktu penyerapan Butuh proses waktu penyerapan

3. Tipe salep
Salep kloramfenikol : M/A
Salep asam salisilat : M/A

4. Uji viskositas
Formula 1 (spindel no. 4/64)
Speed 0.3 = 1.5 x 20000 = 30000 mPa’s
Speed 0.6 = 2.5 x 10000 = 25000 mPa’s
Speed 1.5 = 3.5 x 4000 = 14000 mPa’s
Speed 3 = 10 x 2000 = 20000 mPa’s
Speed 6 = 11.5 x 1000 = 11500 mPa’s
Speed 12 = 13.5 x 500 = 6700 mPa’s
Speed 30 = 16 x 200 = 3200 mPa’s
Speed 60 = 19.5 x 100 = 1950 mPa’s

Formula 2
Speed 0.3 = 7 x 20000 = 140000 mPa’s
Speed 0.6 = 16.5 x 10000= 165000 mPa’s
Speed 1.5 = 18.5 x 4000 = 74000 mPa’s
Speed 3 = 21.5 x 2000 = 43000 mPa’s
Speed 6 = 31 x 1000 = 31000 mPa’s
Speed 12 = 51 x 500 = 25500 mPa’s
Speed 30 = 64 x 200 = 12800 mPa’s
Speed 60 = 84 x 100 = 8400 mPa’s
2.6 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum kali ini, didapatkan hasil :
1. Pada percobaan pertama pembuatan salep memiliki pH pada formula 1
dan formula 6.
2. Pada salep kloramfenikol memiliki sifat M/A dan Salep asam salisilat :
M/A
3. Pada fomula 1 dan formula 2 sama sama memiliki daya sebar yang sama.
BAB III.
ISI

3.1 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan membuat 2
formula yakni salep kloramfenikol dan salep asam salisilat. Dari komponen yang
tertera dalam formula diatas untuk formula 1 menggunakan zat aktif
kloramfenikol yang berkhasiat sebagai antibiotik, sedangkan untuk formula 2
dengan bahan aktif asam salisilat yang berkhasiat sebagai keratolitik, antifungi.
kedua formula ini masing-masing menggunakan vaselin flavum sebagai basis
krim.
Selanjutnya setelah sediaan unguentum jadi, kami melakukan beberapa
pengujian diantaranya uji pH, uji daya sebar, uji tipe salep, dan uji viskositas.
Pada pengujian pH kedua formula sama-sama menghasilkan pH 6 dan hal ini
sesuai dengan pH kulit yaitu 4,2-6,5. kesesuaian pH kulit dengan pH sediaan
topikal mempengaruhi penerimaan kulit terhadap sediaan. sediaan topikal yang
ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar
apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa. kedua yaitu uji daya sebar, pada
kedua formula tersebut setelah dilakukan uji daya sebar didapatkan hasil
diantaranya mudah pada saat pengaplikasian, mudah menyebar namun proses
penyerapannya membutuhkan waktu lama, hal ini dikarenakan menggunakan
basis salep vaselin yang termask jenis basis salep lemak. hal inilah yang membuat
tipe salep ini merupakan tipe salep M/A atau O/W. Dan terakhir pengujian
viskositas yang bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari sediaan salep tersebut
dimana menggunakan spindel no.4/64.
Dalam pembuatan salep sebaikmya disesuaikan antara cara pembuatan dan
bahan-bahanyang akan digunakan dalam formulasi sediaan, penggunaan vaselin
sebagai bahan basis membutuhkan pemanasan terhadap vaselin tersebut, hal ini
dikarenakan vaselin merupakan bahan basis salep yang berwujud agak padat
sehingga apabila digerus akan sulit bercampur dengan bahan aktif dan bahan
tambahan lainnya dan bentuk sediaan pun akan kurang bagus karena tidak
homogen. tujuan vaselin dipanaskan terlebih dahulu untuk mempermudah proses
penggerusan dalam lumpang agar didapat sediaan yang homogen.

3.2 Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
 Pada uji pH kedua formula menghasilkan pH 6
 Kedua sediaan salep ini memiliki tipe salep ialah M/A atau O/W
 Pada pengujian viskositas menggunakan jarum spindel no. 4/64.
DAFTAR ISI

Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta.Gadjah Mada University press.

Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.Departemen Kesehatan  RI

Anonim.1997.Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan  RI

Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Farida


Ibrahim. US press : Jakarta
I.      URAIAN TUGAS KELOMPOK
Nama Tugas
Yulia anisa rosadi Membuat laporan modul 7 bagian isi sampai
pembahasan
Restu roby islamiaty Membuat laporan modul 7 bagian latar belakang,
monografi bahan

Anda mungkin juga menyukai