A4 - Project Paper Uas Metpen..
A4 - Project Paper Uas Metpen..
Oleh :
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
DAFTAR ISI
COVER 1
DAFTAR ISI 2
ABSTRAK 3
ABSTRACT 4
BAB I PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 7
1.3 Tujuan Umum 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Penuaan 8
2.2 Stres 9
2.2.1 Fisiologi Stres 9
2.2.2 Stres pada Usia Lanjut 10
2.3 Oral Squamous Cell Carcinoma 11
2.4 Beta Endorphine Transplantation 12
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 13
BAB IV METODE PENELITIAN 14
BAB V HASIL 15
BAB VI PEMBAHASAN 18
BAB VII PENUTUP 21
7.1 Kesimpulan 21
7.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
2
POTENSI BETA ENDORPHINE TRANSPLANTATION SEBAGAI STRESS-
RELIEF TERHADAP PROGRESIVITAS ORAL SQUAMOUS CELL
CARCINOMA (OSCC) PADA USIA LANJUT
Fitrul Azmi Eka F1., Zhafira Nur Aini S1., Hana Ai A1., Rika Fitri A1
1
Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga
ABSTRAK
Latar Belakang: Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC) adalah kanker ganas
yang paling umum terjadi pada rongga mulut serta paling sering terjadi pada
orang dewasa dan usia lanjut. Progresivitas OSCC pada pasien lanjut usia sangat
berhubungan dengan tingkat stres yang dialami. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa pasien dengan kanker mulut seringkali memiliki tingkat stres
kronis yang tinggi yang menghasilkan ukuran tumor yang lebih besar dan
pertumbuhan OSCC yang lebih invasif. BEP transplan merupakan salah satu
terobosan yang digunakan untuk mengaktifkan sistem opioid endogen untuk
regulasi stres dan fungsi neuroimun dengan menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Tujuan: Menganalisis potensi beta endorphin transplantation sebagai stress-
relief terhadap progresivitas Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC) pada usia
lanjut. Metode: Melakukan analisis pada berbagai jurnal pada database Google
Scholar, NCBI, PubMed, dan ResearchGate. Kriteria jurnal yang dianalisis adalah
tipe literature review dan research yang merupakan jurnal terbitan tahun 2011 –
2020. Hasil: Transplantasi beta-endhorpin dapat mengaktifkan sistem opioid
endogen untuk regulasi stres dan fungsi neuroimun yang baik sehingga
progresivitas kanker dapat dihambat, hal ini dikarenakan sitotoksisitas dari sel
natural killer (NK) tidak akan terganggu oleh produk neurohormonal dari stres.
Kesimpulan: Berdasarkan analisis jurnal dan telaah yang telah dilakukan, beta-
endorphine (BEP) transplantation berpotensi sebagai stress-relief terhadap
progresivitas Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC) pada usia lanjut.
3
POTENTIAL OF BETA ENDORPHIN TRANSPLANTATION AS A
STRESS-RELIEF TO ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA (OSCC)
PROGRESSIVITY IN THE ELDERLY
Fitrul Azmi Eka F1., Zhafira Nur Aini S1., Hana Ai A1., Rika Fitri A1
1
Undergraduate student, Faculty of Dental Medicine Airlangga University
ABSTRACT
4
BAB I
PENDAHULUAN
Oral Squamous Cell Carcinoma (OSCC) adalah kanker ganas yang paling
umum terjadi yang meliputi 80-90% kasus dari malignant neoplasms pada rongga
mulut. Meskipun kejadian kanker sangat bervariasi di seluruh dunia, dapat
dipastikan bahwa rongga mulut merupakan lokasi paling umum ke-6 hingga ke-9
sebagai tempat terjadinya kanker, tergantung pada sebagian negara. Kendati
demikian dari kejadian rata-rata ini, dapat mewakili lokasi paling umum terutama
yang terjadi di Asia Tenggara. OSCC merupakan kanker yang paling sering
terjadi pada orang dewasa dan usia lanjut dengan persebaran <41 tahun (3%), 41 –
60 tahun (46%), 61 – 80 tahun (41%), dan >80 tahun (10%). OSCC terdistribusi
pada perbatasan lidah (37%), gingiva (20%) dan pada dasar mulut (19%). (Pires
et al., 2013)
5
perkembangan. Selama kondisi stres, sumbu HPA diaktifkan, diikuti dengan
pensinyalan, pembentukan, dan pelepasan hormon adrenokortikotropik yang
merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan CAT (adrenalin, noradrenalin).
Mediator stres lain seperti glukokortikoid (misalnya kortisol) berperan dalam
pertumbuhan dan metastasis kanker. (Kruk et al., 2019)
Perawatan kanker saat ini berfokus pada pengangkatan fisik tumor dan
penghancuran sel-sel pemisah dengan jalan pembedahan dan radioterapi. Terapi
radiasi dan kemoradiasi apabila perlu dapat dilakukan pasca operasi. Terapi ini
merupakan pengobatan alternatif dan bukanlah pengobatan utama, selain itu terapi
ini tidak diperkenankan dilakukan secara terus menerus karena selain
menghancurkan sel kanker juga akan menghancurkan sel-sel normal tubuh. Hal
ini menyebabkan banyak efek samping seperti rambut rontok dan mual, serta
dapat melemahkan pertahanan tubuh terhadap patogen serta tumor. Tubuh bisa
mengenali dan membunuh sel-sel kanker dengan sendirinya melalui pengawasan
kekebalan tubuh. Sel tumor akan mengekspresikan antigen yang tidak ada dalam
sel-sel normal. Sel-sel kekebalan tubuh dapat mengenali antigen asing ini dan
kemudian menghancurkannya. Prosedur transplantasi sel Beta-endorphin (BEP)
untuk mengobati kanker sangat berpotensi karena memanfaatkan dan
mengoptimalkan sistem pertahanan tubuh sendiri untuk mengontrol proliferasi
sel-sel abnormal. (Zhang et al., 2015)
6
terutama sel NK dan makrofag serta menghambat pertumbuhan dari sel
karsinogen dan metastasis sel kanker (Sarkar et al., 2012).
7
3. Bagi masyarakat umum : hasil penelitian ini dapat menambah
wawasan masyarakat umum mengenai kanker mulut dan
pengobatanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Penuaan adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh semua manusia
yang diberi karunia umur yang panjang. Menurut WHO, seseorang dikatakan
lanjut usia apabila telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada tahap ini manusia
akan mengalami suatu proses yang disebut dengan aging process (proses
penuaan). Proses ini ditandai dengan terjadinya perubahan, baik perubahan fisik
maupun perubahan mental. (Nauli et al., 2014)
Proses penuaan melibatkan dua faktor utama, yakni faktor intrinsik yang
berasal dari dalam tubuh yang terjadi secara alamiah dan sejalan dengan waktu.
Proses biologis/ genetic clock yang berperan dalam menentukan jumlah
multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati
diyakini sebagai penyebab penuaan intrinsik. Serta faktor ekstrinsik yang berasal
dari luar tubuh yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti paparan sinar
matahari yang terus menerus, polusi, kebiasaan merokok, nutrisi yang buruk, serta
8
radikal bebas. Radikal bebas dapat memberikan dampak yang besar terhadap
penuaan karena dapat menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat terjadi
ketika terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang dipicu
oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan atau kelebihan produksi
radikal bebas. Pada saat produksi ROS (Reactive Oxygen Species) meningkat,
maka kontrol protektif tidak akan mencukupi sehingga terjadi kerusakan oksidatif.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel,
jaringan hingga ke organ tubuh dan mempercepat proses penuaan dan munculnya
berbagai macam penyakit diantaranya stroke, asma, diabetes melitus, radang usus,
dan lainnya. (Ardhie, 2011)
2.2 Stres
9
dapat memodulasi peran estrogen dalam potensiasi respons stres akut. (Chu et al.,
2020)
Aktivasi sumbu HPA menyebabkan pelepasan corticotropin-
releasing hormone (CRH) dari neuron di inti paraventrikular (PVN) hipotalamus.
CRH bekerja pada kelenjar pituitari untuk melepaskan hormon
adrenokortikotropik (ACTH), yang merangsang korteks adrenal untuk
mengeluarkan hormon glukokortikoid, seperti kortisol, ke dalam sirkulasi.
Langkah pertama dalam meningkatkan aktivitas kortisol adalah interaksi CRH
dengan reseptornya CRH-R1 dan CRH-R2. CRH-R1 adalah reseptor kunci untuk
pelepasan ACTH sebagai respons terhadap stres dan diekspresikan secara luas di
otak pada mamalia. CRH-R2 diekspresikan terutama di jaringan perifer. Cortisol
releasing hormone binding protein (CRH-BP) mengikat CRH dengan afinitas
yang lebih tinggi daripada CRH ke reseptornya. CRH-BP diekspresikan di liver,
kelenjar pituitari, otak, dan plasenta. Peran CRH-BP sebagai pengontrol
bioavailabilitas CRH didukung oleh penelitian yang menemukan 40 hingga 60%
CRH di otak diikat oleh CRH-BP. Dalam paparan stres, ekspresi CRH-BP
meningkat dengan cara yang bergantung pada waktu, yang dianggap sebagai
mekanisme umpan balik negatif untuk mengurangi interaksi CRH dengan CRH-
R1. Kadar kortisol serum menggambarkan kadar kortisol total tubuh, yang mana
80% terikat pada cortisol binding globulin (CBG) dan 10% terikat pada albumin.
Kortisol tak terikat, aktif secara biologis. (Chu et al., 2020)
10
menunjukkan efek stres, yang menunjukkan bahwa stres secara langsung akan
mempengaruhi status mental dan fisik di antara lansia. Lebih lanjut, ketika
populasi lansia mengalami kesehatan fisik dan mental yang buruk, mereka akan
lebih cenderung memiliki kecemasan. Penyakit kronis dan masalah ekonomi
adalah penyebab utama stres di antara orang tua. Selain itu, stres dan kecemasan
jangka panjang juga dapat menyebabkan depresi dan kecenderungan bunuh diri di
kalangan lansia. Studi di Korea Selatan dan Denmark menemukan bahwa tingkat
stres yang lebih tinggi dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi. (Seangpraw
et al., 2020)
Menurut J. P. Shah dan Z. Gil, kanker rongga mulut adalah kanker paling
umum keenam di dunia. Lebih dari 90% dari semua kanker mulut adalah
karsinoma sel skuamosa (SCC). Kanker jenis ini terjadi di berbagai belahan dunia.
Di Indonesia, prevalensi kasus OSCC menyumbang 3 – 20% dari seluruh kasus
kanker, dan kematian pasien antara 2,4% – 3,57% dan 76,3% berada pada kanker
stadium lanjut. Lebih dari 90% kasus kanker di daerah kepala dan leher adalah
OSCC. OSCC berkembang di rongga mulut dan orofaring dan dapat terjadi karena
banyak penyakit. Namun, merokok dan minuman beralkohol masih merupakan
faktor risiko yang paling umum. Di negara-negara Asia Selatan, smokeless
tobacco dan budaya inang adalah penyebab utama yang terkait dengan OSCC.
Mutasi gen juga dapat menyebabkan perkembangan kanker rongga mulut dan
orofaring. Namun, tidak ada gen spesifik yang diidentifikasi di OSCC. (Bugshan
and Farooq, 2020)
OSCC memiliki dampak yang lebih besar pada pria daripada wanita
dengan perbandingan P : W = 1.5 : 1, dengan kemungkinan penyebab karena lebih
banyak pria daripada wanita yang melakukan kebiasaan berisiko tinggi (seperti
merokok dan konsumsi alkohol). Probabilitas terjadinya OSCC meningkat dengan
lamanya paparan faktor risiko, dan peningkatan usia meningkatkan perkembangan
mutagenesis terkait usia dan perubahan epigenetik lebih lanjut. (Feller and
Lemmer, 2012)
11
OSCC dapat memiliki banyak bentuk klinis yang mirip dengan
leukoplakia, leukoplakia verrucous, eritro-leukoplakia, atau eritroplakia dan pada
akhirnya dapat berkembang menjadi ulkus nekrotik dengan batas yang tidak
teratur. Ketika trauma terjadi, OSCC lebih mudah berdarah dan seringkali menjadi
infeksi sekunder superfisial. OSCC biasanya tidak menimbulkan rasa sakit kecuali
jika terinfeksi secara sekunder. Lesi besar dapat mengganggu fungsi bicara,
mengunyah atau menelan. (Feller and Lemmer, 2012)
Diagnosis lesi yang mencurigakan biasanya dimulai dengan pemeriksaan
mulut rutin, termasuk evaluasi klinis dan palpasi mukosa mulut di bawah
pencahayaan dental chair. Kemampuan mendiagnosis OSCC secara dini sangat
penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita yang tinggi. Salah
satu metode yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis OSCC adalah
vital staining atau pewarnaan vital dengan toluidine blue (TB), yang merupakan
metode yang dikenal untuk mengidentifikasi lesi premaligna dan maligna juga
direkomendasikan sebagai bagian dari evaluasi klinis jaringan mukosa mulut,
terutama pada pasien yang berisiko tinggi. (Givony, 2020)
Perawatan yang paling umum untuk mengobati kanker rongga mulut bisa
bersifat non-invasif, seperti terapi radiasi. Dalam banyak kasus, dapat bersifat
invasif, seperti pembedahan, yang biasanya merupakan pengobatan pilihan yang
pertama. Radioterapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
kemoterapi untuk mengobati tumor primer (initial tumor). Terapi kombinasi ini
dapat digunakan sebagai terapi neoadjuvan, yang akan mengurangi ukuran tumor
sebelum operasi awal. Radioterapi juga dapat digunakan sebagai terapi adjuvan,
yang akan meningkatkan efisiensi pengobatan awal, sehingga memperpanjang
tingkat kelangsungan hidup, mengurangi perubahan kemungkinan kambuh, dan
bahkan memperbaiki gejala kanker mulut stadium lanjut. (Givony, 2020)
Radioterapi memiliki beberapa kelemahan utama seperti xerostomia,
osteoradionecrosis, mucositis dan pengobatan dalam durasi panjang pada pasien
usia muda tidak dianjurkan. Metode pengobatan kanker mulut seperti
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi berdampak besar pada kualitas.
Kehidupan pasien, dan karena lokasinya dianggap berisiko tinggi dan menarik
(Givony, 2020)
12
2.4 Beta-Endorphin (BEP) Transplantation
13
transplantasi neuron BEP berfungsi mengaktifkan sistem opioid endogen untuk
regulasi stres dan fungsi neuroimun yang menunjukkan hasil yang menjanjikan.
14
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
HPA Axis
β-endorphine
ACTH (BEP)
Adrenal Adrenaline
Noradrenaline
Glukokortikoid Kortisol +
+
Progresivitas OSCC
-
Sistem imun
BEP Transplant
15
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual
Pasien lanjut usia yang menderita OSCC dengan disertai peningkatan stres
akan menyebabkan pengaktifan sumbu HPA. Sumbu HPA yang aktif akan
menyebabkan terjadinya pelepasan hormon adenokortikotropik (ACTH) sehingga
merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan adrenalin dan noradrenalin. Selain
itu, ACTH juga merangsang mediator stres glukokortikoid yaitu kortisol sehingga
mengalami peningkatan. Sumbu HPA yang aktif juga mempengaruhi BEP
menjadi menurun. Terjadinya pelepasan ACTH dan penurunan BEP ini dapat
menyebabkan peningkatan progresivitas kanker OSCC. Melalui terapi BEP
transplant, sistem imun dapat mengalami peningkatan sehingga progresivitas
OSCC dapat ditekan.
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
17
BAB V
HASIL
Jumlah
Kategori
Artikel/ Gambaran Singkat
Pencarian
Jurnal
Menurut J. P. Shah dan Z. Gil, kanker rongga mulut adalah kanker paling
umum keenam di dunia. Lebih dari 90% dari semua kanker mulut adalah
karsinoma sel skuamosa (SCC). Kanker jenis ini terjadi di berbagai belahan dunia.
Di Indonesia, prevalensi kasus OSCC menyumbang 3 – 20% dari seluruh kasus
18
kanker, dan kematian pasien antara 2,4% – 3,57% dan 76,3% berada pada kanker
stadium lanjut. Lebih dari 90% kasus kanker di daerah kepala dan leher adalah
OSCC. OSCC merupakan kanker yang paling sering terjadi pada orang dewasa
dan usia lanjut dengan persebaran <41 tahun (3%), 41 – 60 tahun (46%), 61 – 80
tahun (41%), dan >80 tahun (10%). OSCC terdistribusi pada perbatasan lidah
(37%), gingiva (20%) dan pada dasar mulut (19%). (Pires et al., 2013; Bugshan
and Farooq, 2020)
Perubahan hormonal dan sistem imun tubuh akibat stres kronis dan kondisi
perilaku lainnya dapat mempengaruhi perkembangan dan progresivitas kanker.
Pasien dengan kanker mulut seringkali memiliki tingkat stres kronis yang tinggi.
Juga ditemukan bahwa stres kronis menghasilkan ukuran tumor yang lebih besar
dan pertumbuhan OSCC yang lebih invasif. (Daniel et al., 2011; Zhang et al.,
2020)
Menurut (Zhang et al., 2014) penggunaan transplantasi neuron BEP
berfungsi mengaktifkan sistem opioid endogen untuk regulasi stres dan fungsi
neuroimun yang menunjukkan hasil yang menjanjikan. BEP tidak hanya
menghambat respon stres dari hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) melalui
interaksi dengan corticotrophin-releasing hormone (CRH) dalam paraventricular
nucleus (PVN) tetapi juga menghambat sympathetic nervous system (SNS) dan
mengaktifkan sistem saraf parasimpatis melalui persarafan di PVN di mana
molekul BEP ini berikatan dengan reseptor δ- dan μ-opioid untuk memodulasi
neurotransmisi neuron di autonomic nervous system autonomic nervous system
(ANS). (Zhang et al., 2014; Sarkar et al., 2012)
19
BAB VI
PEMBAHASAN
20
pertumbuhan yang terkait dengan perkembangan dan progresivitas kanker.
(Daniel et al., 2011; Zhang et al., 2020)
21
dan μ-opioid untuk memodulasi neurotransmisi neuron di autonomic nervous
system autonomic nervous system (ANS). (Zhang et al., 2014)
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sarkar et al., 2012) pada model
hewan tikus dengan teknik yang digunakan dalam penelitiannya
mentransplantasikan sel b-endorphin, dimana sel b- endorphin asli dibedakan
dengan neuronal stem cells secara in vitro dan kemudian ditransplantasikan ke
paraventricular nucleus (PVN) di lokasi dimana neuron b-endorfin endogen
melakukan kontak sinaptik. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Zhang et
al., 2014) pada model hewan coba tikus b-endorphin neuron yang
ditransplantasikan langsung ke dalam hipotalamus dapat menekan kanker yang
diinduksi oleh karsinogen dan hormon pada berbagai jaringan dan dapat
mencegah pertumbuhan dan metastasis tumor melalui aktivasi sistem imun tubuh
bawaan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sarkar et al., 2012) yang dilakukan
pada model hewan menyatakan bahwa pengurangan stres tubuh melalui
transplantasi b-endorphin di otak mengurangi pertumbuhan dan perkembangan
kanker pada kanker payudara dan prostat. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan
dengan mengubah fungsi ANS (autonomic nervous system) yang mengarah pada
aktivasi imunitas bawaan dan menurunnya tingkat inflamasi dan anti-inflamasi
rasio sitokin. Sedangkan, menurut (Zhang et al., 2014) penggunaan transplantasi
neuron BEP berfungsi mengaktifkan sistem opioid endogen untuk regulasi stres
dan fungsi neuroimun yang menunjukkan hasil yang menjanjikan.
Dengan regulasi stress dan fungsi neuroimun yang baik maka progresivitas
kanker dapat dihambat, hal ini dikarenakan sitotoksisitas dari sel natural killer
(NK) tidak akan terganggu oleh produk neurohormonal dari stres. Sehingga
penggunaan BEP transplan ini tidak hanya bisa diterapkan pada pasien dengan
kanker payudara saja, melainkan sangat mungkin dilakukan pada pasien dengan
jenis kanker lain seperti OSCC.
22
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Ardhie, AM., 2011. Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah
Penuaan. Medicinus. 24 (1).
Azizah, R. dan Hartatnti, RD., 2016. Hubungan antara Tingkat Stres dengan
Kualitas Hidup Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Wonopringgo Pekalongan. The 4 th University Research Coloqium,
pp.261-278.
Bugshan, A. and Farooq, I., 2020. Oral squamous cell carcinoma: metastasis,
potentially associated malignant disorders, etiology and recent
advancements in diagnosis. F1000Research, 9, p.229.
Bernabé, D., Tamae, A., Biasoli, É. and Oliveira, S., 2011. Stress hormones
increase cell proliferation and regulates interleukin-6 secretion in human
oral squamous cell carcinoma cells. Brain, Behavior, and Immunity,
25(3), pp.574-583.
Feller, L. and Lemmer, J., 2012. Oral Squamous Cell Carcinoma: Epidemiology,
Clinical Presentation and Treatment. Journal of Cancer Therapy, 03(04),
pp.263-268.
Givony, S., 2020. Oral squamous cell carcinoma (OSCC) an overview. Journal of
Medical Sciences, 8(13), pp.67-74.
Shah, J. and Gil Z., 2009. “Current Concepts in Management of Oral Cancer-
Surgery,”. Oral Oncology, 45(4), pp. 394-401.
Kruk, J., Enein, B., Bernstein, J. and Gronostaj, M., 2019. Psychological Stress
and Cellular Aging in Cancer: A Meta-Analysis. Oxidative Medicine and
Cellular Longevity, pp.1-23.
Nauli, F., Yuliatri, E., Savita, R., 2014. Hubungan Tingkat Depresi dengan
Tingkat Kemandirian dalam Aktivitas Sehari Hari pada Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Tembilahan Hulu. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 09(2).
24
Pires, F., Ramos, A., Oliveira, J., Tavares, A., Luz, P. and Santos, T., 2013. Oral
squamous cell carcinoma: clinicopathological features from 346 cases
from a single Oral Pathology service during an 8-year period. J Appl
Oral Sci., 21(5), pp.460 - 467.
Prima, A., Pangastuti, H., Settiyarini, S., 2020. Karakteristik Demografi dan
Kondisi Kesehatan sebagai Prediktor Stress pada Pasien Kanker. Jurnal
Keperawatan, 4(01).
Sarkar, D., Murugan, S., Zhang, C. and Boyadjieva, N., 2012. Regulation of
Cancer Progression by -Endorphin Neuron. Cancer Research, 72(4),
pp.836-840.
Sarkar, D., Zhang, C., Murugan, S., Dokur, M., Boyadjieva, N., Ortiguela, M.,
Reuhl, K. and Mojtehedzadeh, S., 2011. Transplantation of -Endorphin
Neurons into the Hypothalamus Promotes Immune Function and
Restricts the Growth and Metastasis of Mammary Carcinoma. Cancer
Research, 71(19), pp.6282-6291.
Seangpraw, K., Auttama, N., Kumar, R., Somrongthong, R., Tonchoy, P. and
Panta, P., 2020. Stress and associated risk factors among the elderly: a
cross-sectional study from rural area of Thailand. F1000Research, 8,
p.655.
Sprouse-Blum, A., Smith, G., Sugai, D., Parsa, F., 2010. Understanding
endorphins and their importance in pain management. Hawaii Med J.,
69(3), pp.70-71.
Thunström, A.O., Mossello, E., Åkerstedt, T., Fratiglioni, L. and Wang, H., 2015.
Do levels of perceived stress increase with increasing age after age 65? A
population-based study. Age and Ageing, 44(5), pp.828-834.
Uyainah, A., Bahar, A., Pramantara, D., Wahyudi, E., Harimurti, K., Legiawati,
L., Laksmi, P., Kuswardhani, R., Setiati, S., 2015. Management of Frailty
as a New Geriatric Giant: How to Deal with Dilemmatic Health Problems
in Elderly Patient. Perhimpunan Gorontologi Medik Indonesia : Jakarta.
Zhang, B., Wu, C., Chen, W., Qiu, L., Li, S., Wang, T., Xie, H., Li, Y., Li, C., Li,
L., 2020. The stress hormone norepinephrine promotes tumor progression
25
through β2-adrenoreceptors in oral cancer. Archives of Oral Biology,
113, p.104712.
Zhang, C., Murugan, S., Boyadjieva, N., Jabbar, S., Shrivastava, P. and Sarkar,
D., 2014. Beta-Endorphin Cell Therapy for Cancer Prevention. Cancer
Prevention Research, 8(1), pp.56-67.
Zhang, C., Murugan, S., Boyadjieva, N., Jabbar, S., Shrivastava, P. and Sarkar,
D., 2015. Beta-endorphin cell therapy for cancer prevention. Cancer
Prev Res (Phila), 8(1), pp.56-67.
Zhang, M., A. Simon, M. and Dong, X., 2014. The Prevalence of Perceived Stress
among U.S. Chinese Older Adults. AIMS Medical Science, 1(1), pp.40-
56.
26