Secara biologis, stres adalah faktor fisik, mental, atau emosional yang menyebabkan
ketegangan tubuh atau mental. Stres dapat bersifat eksternal (dari lingkungan, psikologis,
atau situasi sosial) atau internal (penyakit, atau dari prosedur medis). Stres dapat memulai
respons "fight or flight", reaksi kompleks dari sistem neurologis dan endokrinologis. Pada
stres akut, terjadi serangkaian perubahan pada sistem saraf, kardiovaskular, endokrin, dan
sistem imun. Perubahan ini merupakan respons stres adaptif dalam jangka pendek. Respons
stres adaptif menyebabkan yang pertama, hormon stres dilepaskan untuk membuat simpanan
energi tersedia untuk digunakan segera oleh tubuh. Kedua, energi dialihkan ke jaringan yang
menjadi lebih aktif selama stres, terutama otot dan otak. Sel-sel sistem kekebalan juga
diaktifkan dan bermigrasi ke "battle stations". (Schneiderman et al., 2005)
Selain peningkatan ketersediaan dan redistribusi energi, respons stres akut mencakup
aktivasi sistem kekebalan. Sel-sel sistem kekebalan bawaan (misalnya makrofag dan sel NK),
garis pertahanan pertama, berangkat dari jaringan limfatik dan limpa dan memasuki aliran
darah, untuk sementara meningkatkan jumlah sel kekebalan yang beredar (yaitu,
leukositosis). Dari sana, sel-sel kekebalan bermigrasi ke jaringan yang paling mungkin
mengalami kerusakan selama konfrontasi fisik (misalnya, kulit). Setelah berada di "battle
stations", sel-sel ini berada dalam posisi mengandung mikroba yang dapat masuk ke tubuh
melalui luka dan dengan demikian memfasilitasi penyembuhan. (Schneiderman et al., 2005)
Tingkat stres di antara populasi lansia ini dapat berdampak negatif pada kesehatan dan
kesejahteraan mereka. Penelitian lain di tempat lain telah menunjukkan efek stres, yang
menunjukkan bahwa stres secara langsung akan mempengaruhi status mental dan fisik di
antara lansia. Lebih lanjut, ketika populasi lansia mengalami kesehatan fisik dan mental yang
buruk, mereka akan lebih cenderung memiliki kecemasan. Penyakit kronis dan masalah
ekonomi adalah penyebab utama stres di antara orang tua. Selain itu, stres dan kecemasan
jangka panjang juga dapat menyebabkan depresi dan kecenderungan bunuh diri di kalangan
lansia. Studi di Korea Selatan dan Denmark menemukan bahwa tingkat stres yang lebih
tinggi dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi. (Seangpraw et al., 2020)
Azizah, R dan R. D. Hartatnti. 2016. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Kualitas
Hidup Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Pekalongan. The 4 th
University Research Coloqium. 261- 278.
Schneiderman, N., Ironson, G. and Siegel, S., 2005. Stress and Health: Psychological,
Behavioral, and Biological Determinants. Annual Review of Clinical Psychology, 1(1),
pp.607-628.
Seangpraw, K., Auttama, N., Kumar, R., Somrongthong, R., Tonchoy, P. and Panta, P.,
2020. Stress and associated risk factors among the elderly: a cross-sectional study from rural
area of Thailand. F1000Research, 8, p.655.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7122445/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2568977/