Anda di halaman 1dari 19

STEP 7

1. Jelaskan apa saja langkah-langkah untuk menilai jalan nafas ?

LISTEN:
 Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi
larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea (stridor ekspirasi)
 Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan
napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan


nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya
kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini
maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk
membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan
yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda
tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-
finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya,
menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga
mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara napas
tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapat
dilakukan :
 Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan
telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung
 Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu
menarik tangan ke arah belakang atas.

 Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara
memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam
atas.

Sumber :
Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Napas. FK UI, Jakarta, 2010.
A = AIRWAY MANAGEMENT (Pengelolaan Jalan Nafas)
Tujuan: Membebaskan jalan nafas untuk menjamin pertukaran gas/ udara secara
normal. Gangguan jalan nafas dapat diketahui dengan cara:
- Look (L) : Melihat pergerakan nafas (adanya pengembangan dada)
- Listen (L) : Mendengar aliran udara pernafasan
- Feel (F) : Merasakan adanya udara pernafasan
 Tanda-tanda Objektif adanya Sumbatan Jalan Nafas

1. Lihat (Look) : Lihat apakah penderita agitasi atau kesadarannya menurun.


Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hyperkarbia. Sianosis menunjukkan adanya hipoksemia karena kurangnya
oksigenasi, yang dapat dilihat pada kuku dan sekitar mulut. Lihat adanya retraksi
dan penggunaan otot-otot tambahan, apabila ada ini merupakan bukti tambahan
adanya gangguan jalan nafas.
2. Dengar (Listen) : Adanya suara-suara abnormal, seperti suara mendengkur
(snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor) memberi
gambaran adanya sumbatan parsial pada faring atau laring. Suara parau
(hoarseness, dysphonia) menunjukkan adanya sumbatan di laring. Penderita yang
melawan dan berkata-kata kasar (gaduh-gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan
jangan dianggap karena mabuk.
3. Raba (Feel) : Tentukan lokasi trakea dengan cara meraba, apakah
posisinya ditengah

2. Jelaskan langkah-langkah primary survey ?

A (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang
dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk pada mulut korban
2. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup
farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan
jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu
(Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan
napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah
tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat
melakukan manuver lainnya.
Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):
a. tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong
dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati
diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat.
Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010).
c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)
pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya
tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).
o Non surgical
 Endotrakeal intubasi
 Orotrakeal
 Nasotrakeal


o Surgical
 Krikotiroidotomi
 trakeostomi

B ( BREATHING ) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi
napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong
harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik
Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara
melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat
ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer,
2009).
Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010).

2. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan
melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang
dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2
kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah
1,5–2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 16–17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari
korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.
C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan
meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari
tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher
sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau
kiri kira–kira 1–2 cm, raba dengan lembut selama 5–10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan
korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan
jika bernapas pertahankan jalan napas.
2. Melakukan bantuan sirkulasi
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat
diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik
60–80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung
(cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai
dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya
tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

D (DEFRIBILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu
terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac
arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut
dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini
sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator)
yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut
Automatic External Defibrilation, dimana alat
tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau
tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada
penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan
sirkulasi saja
I. Disability (Neurologic Evaluation)
During the primary survey a basic neurological assessment is made, known by the
mnenomic AVPU (alert, verbal stimuli response, painful stimuli response, or
unresponsive). A more detailed and rapid neurological evaluation is performed at the
end of the primary survey. This establishes the patient's level of consciousness, pupil
size and reaction, lateralizing signs, and spinal cord injury level.
The Glasgow Coma Scale is a quick method to determine the level of consciousness,
and is predictive of patient outcome. If not done in the primary survey, it should be
performed as part of the more detailed neurologic examination in the secondary
survey. An altered level of consciousness indicates the need for immediate
reevaluation of the patient's oxygenation, ventilation, and perfusion
status. Hypoglycemia and drugs, including alcohol, may influence the level of
consciousness. If these are excluded, changes in the level of consciousness should be
considered to be due to traumatic brain injury until proven otherwise.

II. Exposure / Environmental control


The patient should be completely undressed, usually by cutting off the garments. It is
imperative to cover the patient with warm blankets to prevent hypothermia in the
emergency department. Intravenous fluids should be warmed and a warm
environment maintained. Patient privacy should be maintained.

2.2.3.5. Posisi Pemulihan (Recovery Position)


Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation).
Urutan tindakan recovery position meliputi:
a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas
b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien
c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong,
sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong

Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah
aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala
(Resuscitation Council UK, 2010).
BASIC LIFE SUPPORT (BLS) PRIMARY SURVEY
Assess Action
Airway Buka airway menggunakan teknik non-
- Apakah jalan napasnya terbuka? invasif (headtilt-chinlift / jaw thrust tanpa
mengextensikan kepala jika duiduga
trauma).
Breathing Look, listen, and feel. Jika tak ada napas,
- Apakah respirasinya adekuat? beri 2x bantuan napas. Beri sekitar 1 detik
setiap bantuan napas. Setiap bantuan napas
harus membuat dada korban terangkat.
Jangan melakukan ventilasi terlalu cepat
atau terlalu banyak (volume).
Circulation Periksa pulsasi a. Carotis (dewasa) atau a.
- Apakah ada pulsasi? Femoralis / a. brachialis (infant) paling tidak
5 detik tapi tidak lebih lama dari 10 detik.
Defibrillation Siapkan shock jika ada indikasi. Ikuti segera
- Jika pulsasi tidak ada, periksa bila setiap shock dengan CPR, mulai dengan
ada irama yang shockable maka kompresi dada.
gunakan defibrillator atau AED
(Automated External Defibrillation)
Sumber : ACLS Provider Manual. AHA, 2006

3. Bagaimana patofisiologi dari sumbatan jalan nafas ?


 Penyebab sumbatan yg sering kita jumpai adalah dasar lidah, palatum
mole, darah atau benda asing yg lain. Dasar lidah sering menyumbat
jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot lidah
dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari
dinding belakang faring. hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam
posisi fleksi.
 Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang
tidak dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yg tidak sadar dapat
menyumbat jalan nafas. Penderita yg mendapat anestesi atau tidak, dapat
terjadi laringospasme an ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan
nafas atas pada penderita stupor atau koma yg dangkal.
 Sumbatan nafas juga dapat trjdi pad jalan nafas baigian bawh, dan ini
terjadi sebagai akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi mukosa,
masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam paru.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I.
Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)

Apa perbedaan hipoxy dan hipoksemia ?


Derajat hypoxia dan penanganan ?
Patofisiologi retraksi ?

4. Apa saja macam-macam sumbatan jalan nafas ?


Sumbatan jalan nafas total
 Tidak terdengar suara nafas atau tdk terasa adanya aliran udara lwt
hidung atau mulut.
 Adanya retraksi pada daerah supraklavikula & sela iga
 Dada tidak mengembang pd wkt inspirasi
 Bila dilakukan inflasi paru biasanya mengalami kesulitan wlpn dgn
teknik yg benar.

Sumbatan jalan nafas partial


 Terdengar aliran udara yg berisik
 Kadang-kadang disertai retraksi
 Bunyi melengking  laringospasme
 Bunyi seperti org kumur  sumbatan benda asing
Dr. Soenarjo Sp.An,KIC., Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat

5. Apakah interpretasi dari E3V4M5 dan mengapa terjadi


penurunan kesadaran ?
1) Skor 14-15 : compos mentis
2) Skor 12-13 : apatis
3) Skor 11-12 : somnolent
4) Skor 8-10 : stupor
5) Skor < 5 : koma

Tingkat kesadaran

 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

6. Interpretasi pemeriksaan Tekanan darah 100/60 mmHg ?


Penurunan oksigen dalam darah  hipoksia (jaringan kekurangan oksigen)  aliran darah ke
jaringan diperlama (agar jaringan mendapat pasokan oksigen lebih banyak )  venous return
turun  stroke volume menurun  Tekanan darah menurun
Mekanisme hypotensi
Volume darah menurun → penurunan tekanan pengisian sirkulasi rata-rata→ penurunan
aliran balik darah vena ke jantung→ curah jantung menurun→ hypotensi
Mekanismetakikardia
Perdarahan→ volume darah menurun→ aliran darah ke jantung
sedikit→simpatik→meningkatkan kontraksi dan daya konduksi jantung→takikardia
RR naik
Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah  perangsangan kemoreseptor (glomus
karotikum dan glomus aortikum)  perangsangan pusat pernafasan  RR naik
 Tachypnea  kemungkinan akibat dari hipoksia
 Tachypnea  dapat disebabkan nyeri atau ketakutan, namun harus selalu diingat kemungkinan
gangguan jalan nafas yang dini.
 Nyeri dan Dangkal  trauma langsung ke thorak dapat mematahkan iga dan menyebabkan rasa
nyeri pada saat bernafas, sehingga pernafasan menjadi dangkal dan selanjutnya hipoksemia.
 Pada penderita trauma kemampuan system respiratorik dalam menyediakan oksigen yang adekuat
dan pelepasan karbondioksida akan terganggum ini di karenakan:
 Hipoventilasi, akibat hilangnya penggerak usaha bernafas, yang biasanya disebabkan
penurunan fungsi neurologis
 Hipoventilasi akibat adanya obstruksi aliran udara pada jalan nafas atas atau bawah
 Hipoventilasi akibat penurunan kemampuan paru untuk mengembang
 Hipoksia akibat penurunan absropsi oksigen melalui membrane alveolar-kapiler
 Hipoksia akibat penurunan aliran darah ke alveoli
 Hipoksia akibat ketidakmampuan udara untuk mencapai alveolus, biasanya karena terisi
oleh air atau debris
 Hipoksia pada tingkat selular akibat penurunan aliran darah ke sel jaringan
 HIPOVENTILASI  PENUMPUKAN KARBONDIOKSIDA  ASIDOSIS METABOLISME
ANAEROBIK  KERUSAKAN SEL  KEMATIAN

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

7. Interpretasi denyut jantung 115x/menit ?


Obstruksi jalan nafas Berkurangnya oksigen di dalam darah
(hipoksemia)  Hipoksia ( di jaringan otot – otot
pernafasan,otak,jantung,dll)  tubuh mengkompensasi dengan
dua cara yaitu,meningkatkan Frekuensi napas menjadi lebih
cepat daripada keadaan normal yang tujuannya untuk
mempertahankan perfusi oksigen dan meningkatkan frekuensi
nadi untuk mempertahankan suplai darah ke jaringan yang
membawa O2 jika keadaan ini berlangsung lama ( tidak di
tangani dengan cepat) selama 3 – 4 menit  menyebabkan
kelelahan pada otot-otot pernapasan mengakibatkan
terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas CO2
darah dan jaringan  Gas CO2 yang tinggi  akan
mempengaruhi susunan saraf pusat ( medulla oblongata ),
dengan menekan pusat napas henti napas (respiratory arrest).
Otot jantung juga membutuhkan oksigen untuk berkontraksi
agar darah dapat dipompa keluar dari jantung ke seluruh
tubuh. Dengan Berhentinya napas  maka oksigen tidak ada
sama sekali di dalam tubuh  jantung tidak dapat berkontraksi
 akibatnya terjadi keadaan yang disebut henti jantung (cardiac
arrest).
(Sumber: Agenda gawat darurat jilid 2, Rab,T)

8. Interpretasi RR 28X/menit dan SpO2 96 % ?


NN SpO2 : 95 % - 100 %  pada pasien SpO2 96 % 
meningkatkan RR dan denyut nadi sebagai kompensasi.
SpO2 : Estimasi tingkat kejenuhan dari O2 diukur dengan pulse
oxymetri untuk hypoxia.
90 - <95 %  hipoksia ringan sedang
85 - <90 %  hipoksia sedang berat
<85 %  hipoksia mengancam jiwa
NN RR : 16 – 24x/menit
Obstruksi jalan nafas  hypoxia  meningkatakan frekuensi
nafas  RR naik
9. Interpretasi pemeriksaan fisik (gurgling, epistaksis, edem
periorbita) ?
Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka
lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah
dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari
cairan-cairan).

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

10. Apa saja suara nafas tambahan akibat hambatan jalan nafas ?
Tergantung penyebab :
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka
lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka
mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda
tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti
di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari
yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-
cairan).
c. Crowing : stridor. suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan
maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

11. Bagaimana cara pemeriksaan kesadaran dengan GCS dan


AVPU ?
6) Skor 14-15 : compos mentis
7) Skor 12-13 : apatis
8) Skor 11-12 : somnolent
9) Skor 8-10 : stupor
10)Skor < 5 : koma

Tingkat kesadaran

 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong

12. Apa indikasi pemasangan pulse oxymetri ?


13. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan tindakan Triple
Airway Manuver ?
14. Bagaimana pengelolaan jalan nafas ?
15. Apa komplikasi dari sumbatan jalan nafas ?

Anda mungkin juga menyukai