Anda di halaman 1dari 25

KONSEP ASKEP TRAUMA KEPALA

Disusun Oleh :
Andika rahmat (01180)
Mah boby yasir (0118067)

Dosen Pembimbing :
H.nasrul hadi purwanto.s,kep.ns.m.kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis
akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan mengucap
puji syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu dan akal
sehat sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
yang berjudul “konsep askep trauma kepala”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata
kuliah “kegawat daruratan”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.

Mojokerto, 13 oktober 2020

penulis
DAFTAR ISI
MAKALAH
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Tujuan khusus
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Trauma Kepala
2.2 Klasifikasi Trauma Kepala
2.2.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala
2.2.2 Keparahan Cedera Kepala
2.3 Etiologi Trauma Kepala
2.4 Manisfestasi Klinis Trauma Kepala
2.4.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala
2.4.2 Keparahan Cedera Kepala
2.5 Patofisiologi Trauma Kepala
2.6 Pathway
2.7 Penatalaksanaan Trauma Kepala
2.7.1 Medis (Kowalak, 2011)
2.7.2 Keperawatan (Kowalak, 2011)
2.8 Komplikasi Trauma Kepala
2.9 Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala
2.9.1 Komusio Serebri/Gegar otak
2.9.2 Kontusi Serebri
2.9.3 Hematoma Epidural
2.9.4 Hemartoma Subdural
2.9.5 Hematoma Intraserebral
2.9.6 Fraktur Tengkorak
2.10 Prognosis Trauma Kepala
BAB III KONSEP KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.3 Pemeriksaan Primer
3.1.4 Pemeriksaan Sekunder
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Trauma kepala umumnya digolongkan sebagai trauma tertutup dan terbuka.
Trauma tertutup atau trauma tumpul seperti yang sering disebut orang, merupakan
kejadian yang lebih sering ditemukan. Secara khas trauma tumpul terjadi ketika
kepala membentur benda keras atau ketika ada benda keras yang bergerak dengan
cepat dan membentur kepala. Pada keadaan ini, durameter masih utuh dan tidak ada
jaringan otak yang terbuka terhadap lingkungan luar. Sebagaimana disebutkan
namanya, trauma terbuka menunjukan adanya lubang pada kulit kepala, meningen,
atau jaringan otak termasuk dura meter, sehingga isi tengkorak terbuka terhadap
lingkungan luar. Pada trauma terbuka, risiko infeksi sangat tinggi (Kowalak, 2011).
Mortalitas akibat trauma kepala telah banyak berkurang seiring kemajuan
dibidang preventif, seperti penggunaan sabuk pengaman serta kantung udara. Respon
layanan kesehatan yang lebih cepat terhadap kejadian kecelakaan serta waktu untuk
membawa pasien yang lebih pendek dan penanganan pasien yang lebih baik.
Termasuk pengembangan pusat-pusat trauma disejumlah kawasan. Kemajuan dalam
teknologi penanganan trauma kepala juga telah meningkatkan keefektifan layanan
rehabilitasi bahkan pada pasien cedera kepala berat (Kowalak, 2011).
Akibat dari trauma kepala akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya
perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara
adekuat pasien cedera kepala dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran
perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali dan
merawat cedera otak juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun
makalah tentang konsep trauma kepala untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik trauma serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat.
Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti
angka kesakitan dan angka kematian akibat trauma ini dapat dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1.        Bagaimana konsep teori dari trauma kepala ?
2.        Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien trauma kepala ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Advance Nursing Praktice I pada program studi S-1 Keperawatan
di STIKES dian husada

1.3.2 s
Diharapkan Mahasiswa mampu :
1.    Untuk mengetahui konsep teori dari trauma kepala.
2.    Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien trauma kepala.

 
BAB II

TINJAUAN MATERI

A. Konsep teori cedera kepala


1. Definisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.Cedera otak primer
merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma. Cedera kepala
adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan
interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
2. Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor
lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi
berdasarkan faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah
penelitian dibatasi untuk orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian
(NINDS,2013).
Akibat trauma tergantung pada :
1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2) Akselerasi dan Deselerasi
3) Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
Sedangkan cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi
desakan benturan.
a. Lokasi benturan
b. Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak.
c. Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir
keluar ke hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan
CSS → infeksi →kejang.
Penyebab cedera kepala berat adalah:
1) Trauma tajam
2) Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
3) Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau
kedua-duanya.
3. Klasifikasi
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka  dapat kita lihat sebagai berikut:
1) Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta
seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2) Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau
amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
( bingung ).
3) Cedera kepala berat ( CKB )  jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada
istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak
tulang  tengkorak.
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema
cerebra.
Menurut jenisnya
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :
1) Gegar kepala ringan
2) Memar otak
3) Laserasi

Cedera kepala sekunder

1) Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :


2) Hipotensi sistemik
3) Hipoksia
4) Hiperkapnea
5) Udema otak
6) Komplikasi pernapasan
7) Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100
gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel
adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
5. Pathway
Pathway

6.

7. Manifestassi klinis
Perdarahan yang sering ditemukan
1) Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat
di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
 Penurunan tingkat kesadaran
 Nyeri kepala
 Muntah
 Hemiparesis
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular
 Penurunan nadi
 Peningkatan suhu
2) Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut
terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2
minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :

 Nyeri kepala
 Bingung
 Mengantuk
 Menarik diri
 Berfikir lambat
 Kejang
 Udem pupil
3) Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya
pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran
 Komplikasi pernapasan
 Hemiplegia kontra lateral
 Dilatasi pupil
 Perubahan tanda-tanda vital
4) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran
 Hemiparese
 Dilatasi pupil ipsilateral
 Kaku kuduk
8. Pemeriksaan penunjang

 CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,


determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
 MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
 Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
 Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
 X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
 BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
 PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
 CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
 ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
 Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
 Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
9. Penatalaksanaan
Konservatif:

 Bedrest total
 Pemberian obat-obatan
 Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
10. Komplikasi
1) Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang
mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk
membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan
trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada
jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat
pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau
terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan
otak irreversible, kematian.
2) Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak
dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit
neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy.
Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak
punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.
3) Kebocoran cairan cerebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6 % pasien
dengan cidera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi
kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbai dapat
mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko meningitis yang
meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih
kontoversial. Otorea atau rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau
meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.
4) Fistel Karotis-Kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi
diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang
paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
5) Diabetes Incipidus
Dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar
volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. Vasopresin
arginin (pitressin) 5 – 10 unit intravena, intramuscular, atau subkutan setiap 4 – 6
jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 – 4 mg setiap 12 jam,
diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam, dan
volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung
pada berat ringannya hipernatremia.
6) Kejang Pascatrauma
Dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk kejang
lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan
pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan
epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala
tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan
intrakranial ayau fraktur depresi.
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
- Indentitas :
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
- Keluhan utama : cedera
Pengkajian primer
1) Airway/jalan nafas
bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu,pertahankan
tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang  collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan
nafas,maka pasien harus diintubasi.
2) Breathing/pernafasan
tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker
O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga
saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung  bahkan
terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg
serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahli anestesi.
3) Circulation/sirkulasi
otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan
menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang  jalur intravena
yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan
eksaserbasi edema.
4) Disability
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, Tingkat kesadaran / GCS
( < 15 ).
5) eksposure
Pengkajian sekunder
1) riwayat kesehatan sekarang :
 Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
 Confulsi
 Muntah
 Dispnea / takipnea
 Sakit kepala
 Wajah simetris / tidak
 Lemah
 Luka di kepala
 Paralise
 Akumulasi sekret pada saluran napas
 Adanya liquor dari hidung dan telinga
 Kejang
2) riwayat kesehatan lalu
haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun
penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
3) riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
4) Pola aktivitas ssehari-hari
Aktifitas dan istirahat
Gejala :  merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda  :  -     Perubahan kesadaran, letargi
-     hemiparese
-     ataksia cara berjalan tidak tegap
-     masalah dlm keseimbangan
-     cedera/trauma ortopedi
-     kehilangan tonus otot
Sirkulasi
Gejala : -   Perubahan tekanan darah atau normal
-    Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg
diselingi   bradikardia disritmia
Integritas ego

Gejala                 : Perubahan tingkah laku atau kepribadian


Tanda                 :  Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
                              bingung, depresi
Eliminasi
Gejala                 :  Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
Makanan/cairan
Gejala                 :  Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda                 : Muntah,gangguan menelan
Neurosensori
Gejala                 : 
- Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran
- Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain
lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda               : -     Perubahan kesadran bisa sampai koma
                          -     Perubahan status mental
                          -     Perubahan pupil
                          -     Kehilangan penginderaan
                          -     Wajah tdk simetris
                          -     Genggaman lemah tidak seimbang
                          -     Kehilangan sensasi sebagian tubuh
Nyeri/kenyamanan
Gejala ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda :  Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg
hebat,merintih
Pernafasan
Tanda :  Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,mengi
Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : 
-     Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
-     Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya
aliran cairan dari telin ga atau hidung
-     Gangguan kognitif
-     Gangguan rentang gerak
-     Demam
4) Pemeriksaan fisik
Kepala:
 Inspeksi = kebersihan rambut lihat adanya ketombe, kutu, warna rambut,penyebaran,
cek luka, trauma kepala
 Palpasi = apa ada nyeri tekan
wajah
 Inspeksi = wajah tampak gelisah, meringis
 Palapsi = ditulang pipi apakah ada edema, ada luka/tidak, nyeri tekan/ tidak
Mata
 Inspeksi = kesimetrisan mata, konjungtiva anemis/ tidak, sclera anikterik/ ikterik,
bentuk ukuran diameter pupil isokor/anisokor, reflek pupil terhadap cahaya miosis/
midriasis.
Hidung
 Inspeksi = kesimetrisan, keberssihan hidung, ada polip/tidak, apa ada pernafasan
cuping hidup, ada secret/ tidak.
 Palpasi = ada nyeri tekan/ tidak, apa ada benjolan
Mulut
 Inspeksi = bentuk simetris atau tidak, mukosa bibir lembab/tidak, kebersihan mulut
dan gigi baik/tidak, kebersihan lihah, apa ada stomatitis, ada caries, ada gigi
berlubang/ tidak.
Telinga
 Inspeksi = kesimetrisan, kebersihan telinga, apa ada kemerahan, apa ada lesi lihat
adanya serumen/ benda asing didalam, ada pus/tidak, tes ketajaman pendengaran.
 Palpasi = ada nyeri tekan, ada benjolan/tidak
Leher
 Inspeksi = apa ada edema, apa ada lesi, apakaha ada cedera cervikal
 Palpasi = periksa kelenjar limpe apakah ada pembengkakan, apa ada pelebaran vena
jugularis, apa ada bembesaran kelenjar tiroid.
Dada
Inspeksi (paru & jantung) :
Bentuk thorak : simetris
Jumlah nafas : <22 xmnt
Pola nafas : abnormal
Pengembangan dada : adanya otot bantu nafas
Pulsasi :
Palpasi (paru & jantung)
Nyeri :
Krepitasi
Iktus cordis :
Irama jantung : aritmia,disritmia
Auskultasi (paru & jantung)
Bunyi nafas : bronchial, bronkovesikuler
Bunyi nafas abnormal : ronkhi wheezing
Bunyi Jantung : abnormal
Kelainan bunyi jantung : BJ III BJ IV
Perkusi (paru & jantung)
Paru : hipersonor, pekak
Abdomen
 Inspeksi : simetris atau tidak, ada luka atau tidak, lebab tidak, ada pembengkakan
tidak
 Auskultasi : jumlah peristaltic usus
 Perkusi :hipertimpany atau timpani
 Palpasi : nyeri tekan atua tidak, adanya pembesaran hepar limpa atau tidak
Ekstremitas
 Inspeksi = periksa ada edema pada tibia, periksa tendon achiles,
2. diagnose

1.      Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma kepala).


2.      Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.

3.      Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.

4.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.

5.      Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.

6.      Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

 3. intervensi
Diagnose Rencana keperawatan
No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan napas
gangguan Setelah dilakukan tindakan 1.    O : Observasi TTV
neurologis (mis., keperawatan selama 2x24 2.    O : Monitar aliran oksigen
trauma kepala) diharapkan pola napas 3.    N : Buka jalan napas dengan
kembali efektif tekhnik chin lift atau jaw thrust
Dengan KH: 4.    N : Posisikan pasien untuk
1.   Kedalaman inspirasi dalam memaksimalkan ventilasi
kisaran normal (RR : 16-24 5.    N : Masukkan alat
x/menit) nasoparyngeal airway atau
2.   Kepatenan jalan napas oropharyngeal airway
dalam kisaran normal, klien6.    E : Informasikan pada pasien
tidak merasa tercekik, tidak dan keluarga tentang teknik
ada suara nafas abnormal relaksasi untuk memperbaiki
3.   Frekuensi dan irama pola nafas
pernapasan dalam keadaan 7.    C : Kolaborasi dengan dokter
normal dalam pemberian terapi obat dan
pemberian oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan 1.   O : Obsersavi TTV
gangguan keperawatan selama 1x24 2.   O : Monitor status hidrasi (mis.,
mekanisme jam diharapkan kekurangan membrane mukosa lembab
regulasi volume cairan teratasi. denyut nadi adekuat, dan
Dengan KH: tekanan darah ortostatik)
1.   Mempertahankan urine 3.   N : Berikan cairan IV
output sesuai dengan usia 4.   N : Pertahankan catatan intake
dan BB dan output yang akurat
2.   Tidak ada tanda-tanda 5.   E : Dorong pasien dan keluarga
dehidrasi, elastisitas turgor untuk menambah intake oral
kulit baik, membran misalnya minum
mukosa lembab, tidak rasa 6.   C : Kolaborasi pemberian cairan
haus yang berlebihan IV
3.   TTV dalam batas normal
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan selama …. 1.    O : Monitor EKG, adakah
perubahan diharapkan penurunan curah perubahan segmen ST
frekuensi jantung jantung teratasi 2.    O : Monitor TTV
Dengan KH: 3.    N : Atur periode latihan dan
1.      Tekanan darah sistol dan istirahat untuk menghindari
diastol dalam kisaran kelelahan
normal (110/70-120/80 4.    N : Evaluasi adanya nyeri dada
mmHg) 5.    O : Anjurkan untuk
2.      Denyut nadi perifer dalam menurunkan stress
kisaran normal (60-100 6.    C : Kolaborasi untuk
x/menit) menyediakan terapi antiaritmia
3.      Denyut jantung apikal sesuai kebijakan unit (mis., obat
dalam kisaran normal (16- antiaritmia, kardioversi, atau
24 x/menit) defibrilasi)
4.      Tidak ada penurunan
kesadaran
4 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
nyaman nyeri b.d keperawatan selama …. 1.    O : Lakukan pengkajian nyeri
gejala terkait Diharapkan rasa nyaman secara komprehensif
penyakit kembali 2.    N : Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3.    N : Kontrol lingkungan yang
1.    Mengontrol nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(mengetahui penyebab seperti suhu ruangan,
nyeri, mengetahui cara pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) 4.    E : Ajarkan tentang teknik non
2.   Rasa nyaman tidak farmakologi
terganggu 5.    C : Kolaborasi dengan dokter
3.   Mengontrol gejala nyeri pemberian analgetik
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Irigasi kandung kemih
eliminasi urine b.d keperawatan selama …. 1.   O : Lakukan penilaian kemih
penyebab multipel diharapkan gangguan yang komprehensif
eliminasi urine teratasi 2.   N : Siapkan peralatan irigasi
Dengan KH: yang steril, dan pertahankan
1.      Jumlah urin tidak terganggu tekhnik steril setiap kali
2.      Warna urin tidak terganggu tindakan
3.      Tidak ada darah dalam urin 3.   N : Bersihkan sambungan
4.      Intake cairan dalam rentang kateter atau ujung Y dengan
normal kapas alcohol
4.   N : Catat jumlah cairan yang
digunakan, karakteristik cairan,
jumlah cairan yang keluar
5.   E : Ajarkan pasien atau
keluarga  untuk mencatat urin
6.   C : Kolaborasi dengan dokter
dengan penberian obat
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas
b.d keperawatan selama …. 1.   O : Monitor respon fisik, emosi,
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi social dan spiritual
antara suplai dan aktivitas teratasi 2.   N : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen Dengan KH: mengidentifikasi aktivitas yang
1.  Berpartisipasi dalam mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa disertai 3.   E : Bantu pasien dan keluarga
peningkatan ttv untuk mengidentifikasi
2.  Hemoglobin, hematocrit, kekurangan dalam beraktivitas
glukosa darah, serum 4.   C : Kolaborasi dengan Tenaga
elektrolit darah tidak Rehabilitasi Medik dalam
terganggu merencanakan program terapi
3.  Mampu melakukan yang tepat
aktivitas sehari-hari secara
mendiri
4. evaluasi
1) Pola pernafasan teratasi
2) Volume cairan terpenuhi
3) Penurunan curah jantung teratasi
4) Nyeri pasien berkurang
5) Eliminasi urin teratasi
6) Intoleransi aktivitas teratasi
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik,
intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan
yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma. Penyebab dari
trauma kepala yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh,
Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, dan Kejahatan dan tindak kekerasan.
Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum yaitu terjadi penurunan kesadaran,
nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya
tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi
pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi otak.
          Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv, adanya
perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat pembedahan.
          Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan dan
dilanjut dengan intervensi keperawatan.
B. Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah
agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang berhubungan
dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai trauma kepala karena di dalam
makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:


Salemba Medika.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Engram, B. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai