FIQH MUAMALAH 1
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
FAKULTAS SYARIAH
1
KATA PENGANTAR
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................4
A. Latar belakang...........................................................................................4
B. Rumusan masalah............................ ........................................................ 5
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 6
A. Kesimpulan ...............................................................................................15
B. Saran .........................................................................................................15
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap manusia yang lahir di dunia ini pasti saling membutuhkan orang
lain, aka selalu melakukan tolong–menolong dalam menghadapi berbagai
kebutuhan yang beraneka ragam, salah satunya dilakukan dengan cara berbisnis
atau jual beli. Jual beli merupakan interaksi sosial antar manusia yang berdasarkan
rukun dan syarat yang telah di tentukan. Jual beli diartikan “al-bai’,al-Tijarah dan
al-Mubadalah”. Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar
barang atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah
pihak sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat.1
1
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.
69.
4
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian jual beli ?
2. Apa dasar hukum jual beli?
3. Apa rukun dan syarat jual beli?
4. Apa objek jual beli?
5. Apa Macam-macam akad dalam jual beli?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli
2. Untuk mengetahui hukum jual beli
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat jual beli
4. Untuk mengetahui objek jual beli
5. Untuk mengetahui Macam-macam akad dalam jual beli
BAB II
PEMBAHASAN
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam bahasa Arab
5
digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira’ (beli). 2Secara
etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan barang, kata bai’
yang artinya jual beli termasuk kata bermakna ganda yang bersebrangan, seperti
hal-halnya kata syira’.3
a. Ulama Hanafiyah
Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak)
dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya
menurut cara yang khusus.
b. Ulama Malikiyah Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas
selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan atau suatu perikatan
tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan atau kenikmatan. Perikatan
adalah akad yang mengikat kedua belah pihak. Sesuatu yang bukan manfaat ialah
bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk).
c. Imam Syafi'i
Jual beli yaitu pada prinsipnya, praktik jual beli itu diperbolehkan apabila
dilandasi dengan keridhaan (kerelaan) dua orang yang diperbolehkan mengadakan
jual beli barang yang diperbolehkan.
Jual beli adalah Pertukaran harta dengan harta (yang lain) untuk saling
menjadikan milik.
6
atau memindahkan hak milik dengan adanya penggantinya dengan cara yang
dibolehkan.
a. Al Qur'an
ايه الذ ينءامنواالتاكلوا امولكلم بينما بالبطااالن تكون الحجرة عن تراض مبكلم
4
Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hlm.69
5
Quraish Shihab, Op.Cit, hlm. 721
7
b. As Sunnah
Hadits lain yang berkenaan dengan jual beli adalah Dari Ibn Abbas bahwa
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT,jika mengharamkan
sesuatu,Dia juga mengharamkan harganya .” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibn
Hibban, al Baihaqi, ath-Thabrani dan ad-Daraquthni).6
c. Landasan Ijma
Para ulama fiqih dari dahulu sampai sekarang telah bersepakat bahwa jual
beli itu diperbolehkan, jika di dalamnya telah terpenuhi rukun dan syarat.
Alasannya karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Alasan inilah yang kemudian dianggap penting, karena
dengan adanya transaksi seseorang dapat dengan mudah memiliki barang yang
diperlukan dari orang lain.Selain itu,berdasarkan dasar hukum sebagaimana
penjelasan di atas bahwa jual beli itu hukumnya adalah mubah,yang artinya jual
beli itu diperbolehkan asalkan didalamnya memenuhi ketentuan yang ada dalam
jual beli. Oleh karena itu, praktik jual beli yang dilakukan manusia sejak masa
Rasulullah SAW, hingga saat ini Menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan
disyariatkannya jual beli.7
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,sehingga jual
beli itu dpat dikatakan sah oleh syara’. Dalam menentukan rukun jual beli terdapat
6
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, penerjemah Achmad
Sunarto, Cetakan Pertama, Pustaka Amani, Jakarta, 1995, hlm. 303
7
Sayid Sabiq, Op.Cit, hlm. 46
8
perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli
menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab qabul, ijab adalah ungkapan
membeli dari pembeli, dan qabul adalah ungkapan menjual dari penjual. Menurut
mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua
belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.Akan tetapi, karena unsur
kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak
kelihatan,maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua
belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan
qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.8Akan tetapi
jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang Dibeli, dan
nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli,Bukan rukun jual beli.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun Jual beli yang dikemukakan
jumhur ulama diatas sebagai berikut :
Syarat-syarat orang yang berakad Para ulama fiqh sepakat bahwa orang
yang melakukan akad jual beli Itu harus memenuhi syarat, yaitu :
1) Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus Memiliki
akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli Dengan keadaan
sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang Belum berakal dan orang
gila, hukumnya tidak sah.
2) Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak Dipaksa
pihak manapun.
8
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007, hlm. 7
9
3) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya Seorang
tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan Sebagai penjual
sekaligus sebagai pembeli.
9
Hendi Suhendi, Op. Cit, hal. 75.
10
30Ghufron A. Masadi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002,
hal. 143.
11
Hendi Suhendi, Op. Cit, hal.76.
10
b) Ditinjau dari segi obyeknya jual beli dibedakan menjadi empat macam:
1) Bai’al-muqayadhah
Jual beli barang dengan barang, atau yang lazim disebut dengan
barter. Seperti menjual hewan dengan gandum.
2) Ba’i al-muthlaq
Jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual
barang dengan tsaman secara mutlaq, seperti dirham, dolar atau rupiah.
3) Ba’i al-sharf
4) Ba’i as-salam
Dalam agama Islam, seluruh kegiatan jual beli memiliki tata cara atau
akadnya tersendiri. Tanpa akad ini, kegiatan jual beli tersebut tidaklah sah.
Macam-macam akad jual beli dalam Islam diartikan sebagai keinginan seseorang
untuk melakukan kegiatan jual beli yang datang dari keinginannya sendiri tanpa
campur tangan atau paksaan orang lain.13
12
Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, 141.
13
By :Ulil Amri Syah macam-macam akad dan penerapannya dalam lembaga keuangan syariah
11
Macam-macam akad jual beli ini juga dilihat sebagai ikatan ijab kabul
antara penjual dan pembeli untuk melakukan kegiatan jual beli tersebut agar
sesuai dengan syariat dalam agama Islam.
1. Murabahah
Akad jenis ini menekankan pada harga jual dan keuntungan yang
disepakati kedua belah pihak. Selain itu, jumlah dan jenis produknya akan
diperjelas secara detail. Nantinya, produk akan diserahkan ketika akad
diselesaikan. Di mana, pembeli bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau
tunai.
2. Salam
3. Istishna’
4. Mudharabah
Akad ini mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal dengan
pengelola modal. Nantinya, kedua belah pihak ini akan membagi hasil keuntungan
dari usaha yang dilakukan. Jika ada kerugian, hanya pemilik modal yang
menanggung kerugiannya.
5. Musyarakah
12
Akad ini dilakukan kedua pemilik modal atau lebih yang menghimpun
modalnya untuk proyek atau usaha tertentu. Nantinya, pihak pengelolanya akan
ditunjuk dari salah satu pemilik modal tersebut. Biasanya, akad ini dilakukan
untuk proyek yang modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan
sebagian lainnya dimodali nasabah.
6. Wadi’ah
Akad ini dilakukan ketika salah satu pihak menitipkan produk untuk pihak
kedua. Akad ini cukup sering dilakukan oleh pihak bank dalam produk
rekening giro.
7. Wakalah
Akad ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak
dengan pihak lain. Bank syariah biasa menerapkan akad ini dalam pembuatan
Letter of Credit, penerusan permintaan, atau pembelian barang dari luar negeri
(L/C Import).
8. Ijarah
Akad ini mengatur persewaan barang yang mengikat pihak yang berakad
dan dilakukan ketika barang yang disewa memberikan manfaat. Biasanya,
penerapan akad dalam bank syariah ini adalah cicilan sewa yang terhitung sebagai
cicilan pokok untuk sebuah harga barang. Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa
bisa membeli barang yang dicicilnya tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan
oleh bank syariah.
9. Kafalah
Akad ini lebih menekankan pada jaminan yang diserahkan oleh satu pihak
ke pihak lainnya. Hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu (advance
payment bond), garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun partisipasi
tender (tender bond).
10. Hawalah
13
Akad ini mengatur pemindahan utang maupun piutang dari pihak satu ke
pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah kepada nasabah
yang ingin menjual produknya kepada pembeli dalam bentuk giro mundur atau
biasa disebut Post Dated Check.
11. Rahn
Rahn adalah akad gadai yang dilaksanakan penggadai barang kepada pihak
lain. Biasanya penggadai akan mendapatkan uang sebagai ganti dari barang yang
digadainya. Akad ini biasa diterapkan jika ada pembiayaan yang riskan dan perlu
jaminan tambahan.
12. Qardh
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.Kita dalam melakukan transaksi jual
beli harus memperhatikan rukun dan syarat yang berlaku di agama islam supaya
jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.radenintan.ac.id/1609/3/BAB_II_r
evisi.pdf&ved=2ahUKEwjdkv7nwcjvAhWvxTgGHalXASkQFjABegQIDRAG&
usg=AOvVaw3l6elMb3aSrZz6sGYslzvU
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ajaib.co.id/macam-macam-akad-jual-beli-
yang-perlu-
diketahui/&ved=2ahUKEwjEsN6dwsjvAhVZyzgGHWtfDUwQFjABegQIAxAF
&usg=AOvVaw3SthWpfPufqfJ0MzBSjCBU
16