Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data Global Cancer Observatory 2018 dari World Health Organization


(WHO) menunjukkan kasus kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah
kanker payudara, yakni 58.256 kasus atau 16,7% dari total 348.809 kasus kanker.
Kanker serviks (leher rahim) merupakan jenis kanker kedua yang paling banyak
terjadi di Indonesia sebanyak 32.469 kasus atau 9,3% dari total kasus. Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, angka kanker payudara di Indonesia mencapai
42,1 orang per 100 ribu penduduk. Rata-rata kematian akibat kanker ini mencapai 17
orang per 100 ribu penduduk. Sementara itu, angka kanker serviks di Indonesia
mencapai 23,4 orang per 100 ribu penduduk. Rata-rata kematian akibat kanker
serviks mencapai 13,9 orang per 100 ribu penduduk.1,2.

Menurut Yayasan kanker Indonesia, saat ini kanker payudara menjadi


penyebab utama kematian dengan angka kematian sebesar 198.000 orang per
tahunnya. Diantaranya terdapat kasus 882,9 (per 100.000) yang berasal dari negara-
negara berkembang. Di Indonesia lebih dari 80% kasus kanker payudara ditemukan
berada pada stadium lanjut. Kanker payudara lanjut local saat ini masih menjadi
bagian terbesar (50-60%) dari penderita kanker yang datang ke poliklinik atau rumah
sakit di Indonesia. Di RSUP Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2014 distribusi
stadium klinis terbanyak adalah stadium III yaitu stadium III A 26.53% dan stadium
III B 48.98%3-6.
Penatalaksanaan kanker payudara meliputi pembedahan, radioterapi,
kemoterapi dan terapi hormonal. Kemoterapi adalah pengobatan dengan
menggunakan kombinasi obat-obatan yang bertujuan untuk menghancurkan atau
memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker. Saat ini kemoterapi merupakan
komponen yang sangat penting dalam penanganan kanker payudara 7. Kemoterapi
Neoadjuvan telah menjadi standar dalam penanganan kanker payudara stadium lokal
2

lanjut dan merupakan terapi pilihan pada kanker payudara stadium dini yang
operabel. Kemoterapi Neoadjuvan mempunyai banyak keuntungan dalam
penatalaksanaan kanker payudara, diantaranya adalah memberikan pilihan operasi
yang lebih baik dan dapat menilai respon kemoterapi 7-8.
Terapi Neoadjuvant memiliki empat tujuan dalam kanker payudara:
mengurangi volume tumor untuk mengoperasikan tumor yang awalnya tidak dapat
dioperasi, meningkatkan jumlah operasi konservatif, mengevaluasi kemosensitivitas
in vivo dan menganalisis manajemen mikrometastasis. 8 Perawatan Neoadjuvant
menyediakan pengaturan yang unik di mana kita dapat memonitor respon klinis,
patologis, proliferatif dan molekuler. Menggabungkan berbagai strategi seperti
pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan terapi endokrin telah berkontribusi besar
pada peningkatan kelangsungan hidup kanker payudara.8 selain itu terapi
neoadjuvant yang maju menyebabkan angka mortalitas menurun tajam, namun
kejadian relaps masih cukup sering terjadi9. Kejadian relaps sering dihubungkan
dengan meningkatnya risiko kematian tanpa memperhatikan jenis pengobatan10.
Konsesus St Gallen Tahun 2009 menyatakan bahwa Ki67 dapat menjadi
Biomarker potential untuk prognosis dan indikator kemoterapi pada kanker payudara
stadium lanjut.11 Konsesus St Gallen Tahun 2011 dan 2013 mendapatkan kesimpulan
penelitian pada 32 tahun terakhir Ki67 telah dievaluasi secara luas sebagai sebuah
prognostik dan atau prediktif pertanda kanker payudara dan tumor jenis lainnya.
Ki67 telah disarankan menjadi sebuah Biomarker untuk definisi dari luminal A dan
luminal B pada tumor.12-14 Bagaimanapun Biomarker kanker tetap belum terintegrasi
secara lengkap dalam mengambil keputusan klinis dan International Ki67 in Breast
Cancer Working Group pada Tahun 2011 melaporkan bahwa belum ditemukannya
cut off point yang ideal dalam praktik klinis pada nilai Ki67 sebagai Biomarker
kanker payudara2. Laporan terbaru mendapatkan bahwa fase kedua pada ring trial
Ki67 menemukan bahwa fitur pre-analitikal dan analitikal untuk imunohistokimia
pada Ki67 dapat dijadikan standar, pengujian platform tidak harus menggunakan uji
coba pada tubuh pasien dalam praktik klinisnya 13-14.
Ki67 merupakan antigen yang terkait erat dengan siklus sel dan mitosis,
shingga persentase Ki67 mewakili fraksi prolifratif kanker.10 Dimana Ki67
terekspresi pada semua fase siklus sel kecuali G0 dan pada puncak fase M, sehingga
3

sangat tepat digunakan sebagai Biomarker proliferasi tumor.10 Pada kanker payudara
dengan high risk memiliki ekspresi Ki67 yang lebih tinggi, sehingga akan
mempunya prognosis yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang
memberikan gambaran ekspresi Ki67 yang lebih rendah.15 Kanker payudara juga
menggambarkan Ki67 yang tinggi dengan interpretasi low untuk kadar Ki67<15%;
intermediate untuk kadar Ki67 16%-30% dan high untuk kadar>30%.15

Penelitian sistematik yang dilakukan oleh Luporsi et al 16 mendapatkan hasil


evaluasi tidak hanya tentang pembelajaran Ki67 berdasarkan hasil klinis, tetapi juga
sebagai metode pertimbangan seperti kriteria remark 17. Simon et al mendapatkan
hasil dari sistematika review yang menentukan level of evidence (LoE) pada berbagai
variasi dari data klinis pada studi percobaan kanker payudara, peran Ki67 dapat
dilakukan sebagai prognostic marker18. Dua pengaturan yang berbeda pada
perbedaan performa Ki67 untuk mempredikti respon kemoterapi, Ki67 telah secara
signifikan dapat dihubungkan dengan respon klinis ataupun patofisiologi pada 7 dari
9 penelitian 19-20.

Peninjauan sistematik yang dilakukan oleh Luporsi et al melaporkan bahwa


Ki67 untuk LoE pada II B berhubungan dengan neoadjuvant respon16. Pada
pengaturan kedua, penelitian tentang prediksi evaluasi survival pada respon terapi
neoadjuvan. Pada kasus ini, peran Ki67 sebagai respon kemoterapi versus tanpa
kemoterapi telah di observasi dan mendapatkan dan terdapat hubungan yang
signifikan dengan hubungan korelasi kuat antara peran Ki67 sebagai Biomarker
dengan evaluasi survival pada respon terapi neoadjuvant dan adjuvant 16-17. Oleh
karena itu, berbeda dengan situasi neoadjuvant, peran prediktif untuk Ki67 belum
tentu dapat ditetapkan dalam uji kemoterapi adjuvant. 18

Fasching et al menunjukkan dalam uji klinis kohort bahwa tidak mungkin


untuk menentukan cut off point "terbaik", hanya karena cut off point memiliki
banyak kinerja yang sama, tetapi Fasching mendapatkan nilai cut-off > 13% sel
kanker bernoda positif, Ki67 ditemukan sebagai prediktor independen untuk
pathological complete response (pCR) (OR 3,5; 95% CI, 1,4, 10.1) dan untuk
kelangsungan hidup secara keseluruhan (HR 8.1; 95% CI, 3.3 s/d 20.4 ) dan
4

kelangsungan hidup bebas penyakit jauh (HR 3.2; 95% CI, 1.8 s/d 5.9) 19. Sejalan
dengan Fasching et al, Yerushalmi et al menemukan penjelasan yang memungkinkan
bahwa efek prognostik negatif pada pasien yang tidak diobati atau tidak merespons
dan efek prediksi positif dalam pengaturan neoadjuvan memiliki arah yang
berlawanan, dan efek ini akan saling overlay dalam pengaturan neoadjuvan, ketika
menggunakan endpoint survival 20.

Berdasarkan latar belakang, pentingnya marker Ki67 dalam penanganan


kanker payudara dan penelitian sebelumnya. Dengan pertimbangan kasus kanker
payudara di Palembang cukup banyak dan paling banyak ditemukan pada stadium
lanjut lokal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Ki67 pre
kemoterapi neoadjuvant pada pasien kanker payudara stadium III B di Rumah Sakit
Umum Moehammad Hoesin Palembang.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan Ki67 pre kemoterapi neoadjuvant dengan mortalitas


pada pasien kanker payudara stadium III B di Rumah Sakit Umum Moehammad
Hoesin Palembang?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan Ki67 pre kemoterapi neoadjuvant dengan mortalitas


pada pasien kanker payudara stadium III B di Rumah Sakit Umum Moehammad
Hoesin Palembang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar Ki67 pre kemoterapi neoadjuvant pada penderita karsinoma


payudara stadium III B di Rumah Sakit Umum Dr. Moehammad Hoesin
Palembang.
2. Menilai luaran (mortalitas) respon kemoterapi neoadjuvant pada pasien kanker
payudara stadium III B di Rumah Sakit Umum Moehammad Hoesin.
5

3. Mendapatkan cut off point kadar Ki67 pre kemoterapi yang dapat dipakai untuk
menentukan risiko relatif pada pasien kanker payudara III B di Rumah Sakit
Umum Moehammad Hoesin.
4. Membandingkan kadar Ki67 pre kemoterapi neoadjuvant pada pasien yang
meninggal dan hidup Rumah Sakit Umum Moehammad Hoesin.

4.1. Manfaat Penelitian

4.1.1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah informasi tentang


hubungan kadar Ki67 pre kemoterapi neoadjuvant dengan mortalitas pada pasien
kanker payudara stadium III B di Rumah Sakit Umum Moehammad Hoesin
Palembang dan memperluas kesempatan untuk melakukan penelitian lanjutan lain
yang bermanfaat di masa depan.

4.1.2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan untuk bahan pertimbangan dalam memberikan terapi


neoadjuvant pada penderita karsinoma payudara stadium III B

4.1.3. Manfaat Sosial

Sebagai dasar dan panduan pemberian konseling terhadap pasien karsinoma


payudara stadium III B dimasa mendatang
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Payudara

2.1.1 Insiden Kanker payudara

Merupakan keganasan tersering dan menjadi penyebab utama


kematian pada wanita di seluruh dunia, dengan jumlah lebih dari 1.000.000
kasus setiap tahun. Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker
payudara. Ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling
banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru
kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika
Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita
terdiagnosa kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karenanya.
The US Centre for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan
bahwa pada akhir 2009, sejumlah 215.990 wanita di Amerika Serikat di
diagnosis sebagai kasus baru kanker payudara, dan 40.580 wanita di Amerika
meninggal karena penyakit ini pada akhir tahun. Kesempatan kanker
berkembang dengan pesat sangat tergantung umur, semakin tua usia semakin
cepat kanker berkembang 7.

2.1.2. Faktor Risiko

Penyebab terjadinya KPD belum diketahui secara pasti. Ada berbagai


faktor yang diduga dan beberapa diantaranya sudah dibuktikan ada kaitan
dengan kejadian KPD diantaranya adalah jenis kelamin, umur, riwayat
keluarga, kelainan genetik, ras, hormon, radiasi, kegemukan dan faktor
diet.20.

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis kanker payudara ditegakkan dengan triple diagnosis yang


meliputi pemeriksaan klinis, radiologis dan patologis. Pemeriksaan klinis
7

dilakukan dengan anamnesis yang menyeluruh dan palpasi payudara serta


kelenjar getah bening lokoregional24-26. Pemeriksaan radiologi yang
disyaratkan adalah mamografi bilateral dan USG payudara. Magnetic
resonance imaging (MRI) payudara tidak diperlukan sebagai prosedur rutin,
dipertimbangkan dalam kasus tertentu misalnya, karena jaringan payudar
yang padat pada perempuan muda, dalam kasus kanker payudara familial
yang terkait dengan mutasi BRCA, dicurigai terdapat beberapa fokus tumor,
khususnya pada kasus kanker payudara tipe lobular21-23.

Diagnosis pasti didasarkan pada pemeriksaan histopatologi yang


didapatkan dari spesimen biopsi core atau biopsi insisi. Diagnosis patologis
akhir harus dibuat sesuai dengan klasifikasi patologis saat ini, menganalisa
semua jaringan yang diambil termasuk status kelenjar limfe aksila (jumlah
node), infiltrasi kapsuler dan level kelenjar yang terkena dampak21-23.

2.1.4. Gambaran Histopatologis Kanker Payudara

Histopatologis KPD dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang berasal


dari duktus dan lobulus dan berdasarkan sifatnya, yaitu bersifat insitu dan
invasif. gambaran histopatologis KPD yang paling sering ditemukan adalah
invasif duktal karsinoma, sedangkan Invasif lobular karsinoma menempati
tempat kedua terbanyak (5 – 10 % dari seluruh KPD). Selain itu juga ada
type histopatologis yang lain: karsinoma tubular, karsinoma mucinosum,
dll27. Untuk KPD dipakai klasifikasi histologik berdasarkan WHO 27.
Histological Classification of Breast Tumors:

1.Non-Invasive carsinoma : a. Non-Invasive ductal carsinoma


b. Lobular carsinoma in situ
2. Invasive carsinoma a.Invasive ductal carsinoma
: - Papillobular carsinoma
- Solid-tubular carsinoma
- Scirrhous carsinoma
b. Special types
- Mucinous carsinoma
- Medullary carsinoma
- Invasive lobular carsinoma
- Adenoid cystic carsinoma
- Squamous cell carcinoma
8

- Spindle cell carsinoma


- Apocrine carsinoma
- Carsinoma with cartilaginous and or osseous
metaplasia
- Tubular carsinoma
- Secretory carsinoma
- Others c. Paget’s disease.

2.1.5. Subtipe kanker payudara dan Respons Kemoterapi

Penentuan status reseptor estrogen (ER), reseptor progesteron (PR) dan


reseptor HER2 adalah wajib, dan penentuan status KI-67 harus
dipertimbangkan. Pemeriksaan tersebut berguna dalam menentukan subtype
kanker payudara, yang akan dipertimbangkan dalam rencana penatalaksanaan
selanjutnya21-23.

Kanker payudara adalah penyakit klinis heterogen. Tumor dengan


histologis yang sama mungkin memiliki prognosis yang berbeda dan
mungkin memiliki respons terapi yang berbeda. Perbedaan perilaku klinis ini
karena perbedaan molekul tumor dengan histologis yang sama. Teknologi
DNA microarray dapat mengungkapkan perbedaan molekul tersebut.
Klasifikasi molekul kanker payudara berdasarkan profil ekspresi gen baru-
baru ini diusulkan 25.

Para peneliti mengidentifikasi satu set gen 'intrinsik gen set' yang
menyumbang banyak perbedaan molekuler kanker payudara dan melakukan
analisis cluster hirarkis untuk mengidentifikasi subkelompok kanker dengan
profil ekspresi gen terpisah. Berdasarkan konsensus St. Gallen 2011,
pembagian subtype kanker payudara dapat dilihat pada Tabel 2.1. 25.

Tabel 2.1. Pembagian subtype kanker payudara25

Sub Intrinsik Definisi


Luminal A ER dan/atau PgR(+), HER2(-), Ki-67 low (<14%)
Luminal B1 ER dan/atau PgR(+), HER2(-), Ki-67 high
Luminal B2 ER dan/atau PgR(+), HER2(+), Any Ki-67
HER2 over-expression ER dan PgR (-), HER2(+)
9

Basal-like Triple negative ducta (bukan tipe meduler atau adenoid


cystic)

Analisis subtipe intrinsik terhadap respons kemoterapi, tidak terdapat


perbedaan respons kemoterapi antara pasien dengan luminal 14 (23,7%), her2
15 (25,4%) dan tripel negatif 12 (20,3%) pada penderita kanker payudara
yang responsif terhadap neoadjuvan kemoterapi berbasis anthrasiklin, dengan
nilai p = 0,125 (p>0,05). Ini berarti pada penelitian ini subtipe bukan
merupakan faktor prediktif terhadap respons kemoterapi neoadjuvan berbasis
anthrasiklin28. Penelitian Silver (2010), mendapatkan angka respons lengkap
patologis (pCR) pada subtipe Basal-like sebesar 45%, Her-2 sebesar 45%,
sedangkan tumor luminal memiliki tingkat pCR sebesar 6%, tidak ada pCR
pada subtipe normal like27.

Penelitian Luangdilok (2014), respons lengkap patologis (pCR) pada


subtipe triple negatif sebesar 19.2%, Her-2 sebesar 24.2%, sedangkan tumor
luminal A sebesar 4.4% dan luminal B 9.7%. Penelitian pada 102 pasien
KPD, pCR didapatkan pada16 (15,7%) pasien. pCR sesuai dengan subtipe
yang berbeda adalah sebagai berikut: luminal A, 0 dari 20 (0%), luminal B, 2
dari 23 (8,7%), HER2+ 4 dari 18 (22,2%), dan triple-negative, 10 dari 41
(24,4%) (p = 0,041)24.

2.1.6. Stadium klinis dan status penampilan

Sistem staging tumor memberikan informasi tentang sejauh mana


penyebaran tumor, yang dapat digunakan untuk memandu penatalaksanaan
penyakit dan memberikan perkiraan prognosis pasien. Kriteria staging kanker
payudara yang digunakan saat ini adalah dengan menggunakan sistem
stadium TNM21-23. Ada beberapa sistem untuk penentuan stadium kanker
payudara, diantara yang sering dipakai adalah sistem TNM. Penentuan
stadium ini penting untuk rencana terapi dan meramalkan prognosis 23. Sistem
yang biasa digunakan untuk menggambarkan stadium adalah sistem TNM
dari American Joint Committee On Cancer (AJCC)25. Klasifikasi stadium
10

kanker berdasarkan stadium T, N, dan M 25. Tabel 2.1. Klasifikasi Tumor


Primer dan Tabel 2.2. Klasifikasi Limfonidi berdasarkan klasifikasi TNM.

Tabel 2.2. Klasisfikasi Tumor primer berdasarkan TNM22

Klasifikasi Tumor Primer Deskripsi


Tis Insitu
T1 Diameter ≤ 2 cm
Ti mic Diameter ≤ 0,1 cm
T1a Diameter ≤ 0,1 – 0,5 cm
T1b Diameter ≤ 0,5 – 1 cm
T1c Diameter ≤ 1 – 2 cm
T2 Diameter tumor terbesar anatara 2-5 cm
T3 Diameter tumor terbesar >5cm
T4 Tumor dengan perluasan langsung ke dinding dada
atau kulit
T4a Dinding dada
T4b Udem/ulserasi kulit atau nodul satelit kulit
T4c Keduanya 4a dan 4b
T4d Karcinoma inflamatori

Tabel 2.3. Klasifikasi Status Limfonidi berdasaekan TNM26

Status Limfonidi Deskripsi


N1 kelenjar limfe aksila mobile
N2a kelenjar limfe aksila terfiksir
N2b kelenjar limfe Mamaria interna
N3a kelenjar limfe aksila ≥ 10 atau LN infraclavicular
N3b LN axila atau > 3LN axila dan LN mamaria interna
N3c kelenjar limfe Supraklavikula Metastase jauh
Mx metastase tidak diketahui
11

M0 Tidak ada bukti metastase jauh


M1 Ada bukti metastase jauh Untuk membuat rencana terapi
yang tepat, diperlukan penetapan stadium klinis

Berdasarkan klasifikasi TNM, stadium kanker payudara adalah seperti pada Tabel
2.3.

Tabel 2.4. Pengelompokan stadium kanker payudara26

Stage T N M Deskripsi
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T0 N1mi M0 T1 N1mi M0
IIA T0 N1 M0 T1 N1 M0 T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3N1M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0
IIIC Any T N3 M0
IV Any T Any N M1

Stadium klinis kanker payudara ini dapat ditemukan setelah dilakukan


pemeriksaan fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfonodi regional dan
pemeriksaan radiologi untuk melihat kemungkinan matastase jauh. Kepentingan
penentuan stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan meramalkan
prognosis25. Status penampilan sangat penting dalam menentukan toleransi terhadap
penatalaksanaan kanker payudara. Status penampilan yang lazim digunakan saat ini
adalah Karnofsky 21-23.

2.1.7. Penanganan Kanker Payudara


12

Penanganan kanker payudara dilakukan secara multidisiplin yang melibatkan


ahli bedah, ahli radiologi, ahli patologi, ahli onkologi dan radiasi. Penanganan
dilakukan dengan mengintegrasikan terapi lokoreginal dan sistemik sesuai dengan
urutan penanganan sesuai stadium penyakit. Kemungkinan kanker herediter harus
digali, jika diperlukan dilakukan tes genetik, konseling genetik dan prosedur
profilaksis26.

2.1.7.1 Pembedahan

Pembedahan merupakan modalitas utama pada penanganan kanker payudara


stadium dini dan merupakan terapi tambahan pada kanker payudara stadium lanjut.
Perubahan yang paling signifikan dalam pembedahan adalah dari maksimal tolerans
kearah operasi minimal efektif, dari mastektomi radikal kepada lumpectomy disertai
dengan diseksi kelenjar limfe selektif. Dua perkembangan ini memiliki dampak yang
besar pada peningkatan kualitas hidup, namun tetap tidak mengubah statistik
kematian26.

2.1.7.2. Sistemik

Selama ini kanker payudara diperlakukan seolah-olah semua kanker payudara


adalah penyakit yang sama. Dengan berkembangnya teknik immunohistokimia dan
biologi molekuler, kanker payudara dapat dibagi menjadi lima subtipe yang berbeda
berdasarkan biologi tumor. Hal ini mengubah tatacara dalam penanganan kanker
payudara 28.

Kemoterapi pada kanker payudara stadium dini menurunkan risiko


kekambuhan bagi semua wanita yang diobati, tapi manfaat dalam kelangsungan
hidup hanya pada wanita usia muda. Saat ini, terapi adjuvan diberikan kepada semua
individu dengan kanker payudara. Beberapa pengobatan ditargetkan untuk kanker
payudara subtipe tertentu. Inhibitor aromatase ditargetkan pada kanker payudara ER
positif, monoklonal antibodi Trastuzumab ditargetkan pada kanker payudara HER2
positif28.
13

2.1.7.3. Radiasi

Saat ini terapi radiasi digabungkan dengan operasi konservasi payudara


sudah menjadi standar penanganan kanker payudara stadium dini. Terapi tersebut
terbukti dapat menurunkan angka kematian akibat kanker payudara28.

2.1.8. Faktor prognostik

Faktor prognostik adalah karakteristik pasien atau tumor yang dapat


digunakan untuk menilai prognosis awal, membantu dalam menilai manfaat suatu
pengobatan. Faktor prediktif adalah karakteristik pasien atau tumor yang dapat
digunakan untuk memprediksi respons tumor terhadap pengobatan yang diberikan.
Kedua aspek tersebut harus dijadikan pertimbangan ketika mengevaluasi pasien yang
baru didiagnosis kanker payudara untuk merumuskan pengobatan yang terbaik27,29.

Beberapa karakteristik tumor memiliki makna prognostik yang penting dan


perlu dipertimbangkan ketika merancang sebuah strategi pengobatan yang optimal
untuk masing-masing pasien. Faktor usia, ukuran tumor, status kelenjar getah bening
aksila merupakan prediktor penting dari kekambuhan penyakit dan kelangsungan
hidup. Sebanyak 70%-80% pasien dengan status node-negatif bertahan 10 tahun,
prognosis memburuk dengan meningkatnya jumlah kelenjar getah bening yang
positif29.

Tipe histologis, reseptor estrogen (ER) dan status reseptor progesteron (PR)
juga merupakan faktor prediktif keberhasilan pengobatan. Pasien dengan reseptor
hormonalpositif lebih rendah angka kekambuhanya dan kelangsungan hidupnya
lebih lama dibandingkan dengan tumor reseptor hormonal negatif. HER2 - neu (C-
erb B2), gen supresor tumor p53 dan bcl-2 saat ini sedang diteliti manfaatnya sebagai
faktor prediktif dan prognostik pengobatan kanker payudara27,29.

2.2. KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

2.2.1 KEMOTERAPI

Pemahaman mendalam tentang biologi tumor dan subtipe tumor telah


memberikan kemajuan dalam pengobatan kanker, selain pengobatan konvensional
14

seperti operasi, radiasi dan kemoterapi, berkembang pula targeting terapi. Walaupun
telah ada kemajuan dalam terapi kanker, kemoterapi masih tetap merupakan
komponen penting dari pengobatan kanker30.

Kemoterapi dapat menyebabkan massa tumor mengalami penyusutan dengan


cepat, namun kanker payudara bisa kambuh lagi dan metastasis jauh dikemudian
hari, hal ini disebabkan oleh adanya kemoresistensi. Kemoterapi dalam pengaturan
neoadjuvan dan adjuvan sudah secara luas diberikan untuk pengobatan kanker
payudara. Namun, disamping keberhasilannya, banyak kejadian resistensi terhadap
agen kemoterapi saat ini30.

2.2.2 INDIKASI KEMOTERAPI

Beberapa karakteristik pasien dan tumor merupakan indikasi membutuhkan


kemoterapi diantaranya adalah ukuran tumor, jenis histopatologi, grading tumor, dan
subtipe intrinsik. Status kelenjar getah bening aksila dan ekspresi reseptor hormon
juga penting untuk dipertimbangkan. Usia pasien, komorbiditas dan status
penampilan mereka memainkan peran penting dalam menentukan perlu tidaknya
diberikan kemoterapi30.

2.2.3 FUNGSI KEMOTERAPI

Kemoterapi neoadjuvan telah ditetapkan sebagai strategi pengobatan standar


untuk pasien tidak hanya pada kanker payudara lokal lanjut tetapi juga pada stadium
dini. Strategi ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan keuntungan penurunan
radikalitas operasi dan menyediakan informasi mengenai respons tumor terhadap
obat kemoterapi. Pasien yang mencapai respons patologis lengkap (pCR) pada NAC
juga memiliki prognosis jangka panjang yang menguntungkan dalam subtipe kanker
payudara tertentu. Biomarker mampu memprediksi pCR pada pengobatan
neoadjuvant pada pasien kanker payudara. Variabel konvensional seperti ukuran
tumor, status nodal dan derajat keganasan tidak berkorelasi dengan kepekaan
terhadap jenis obat kemoterapi tertentu31-32.

Tujuan dari kemoterapi adalah untuk meningkatkan hasil pengobatan, yang


diwakili oleh kelangsungan hidup secara keseluruhan (overall survival / OS) dan
15

periode bebas penyakit (disease free survival / DFS). Dengan demikian, satu-satunya
cara mengevaluasi pengobatan adalah dengan mengumpulkan data jangka panjang
pasca operasi, tetapi hal ini akan memakan waktu yang sangat lama, mungkin
mengambil setidaknya 10 tahun32.

Untuk mengatasi masalah ini, efek dari pengobatan sebenarnya dapat


dievaluasi berdasarkan temuan respons patologis pada kemoterapi neoadjuvan.
Respons kemoterapi, yaitu apakah atau tidak pasien telah memperoleh pCR, telah
disahkan sebagai pengganti penanda kelangsungan hidup jangka panjang, meskipun
signifikansi pCR mungkin berbeda-beda di antara subtipe kanker payudara luminal
dan lainnya32.

2.2.4 EVALUASI KEMOTERAPI

Penilaian perubahan massa tumor sangat penting dalam evaluasi klinis dari
terapi kanker. Penyusutan ukuran tumor (respons obyektif) dan waktu untuk
pengembangan perkembangan penyakit adalah target penting dalam uji klinis
kanker. Penilaian respons terhadap kemoterapi neoadjuvant dapat diklasifikasikan
menurut kriteria Responsse Evaluation Criteria in Solid Tumor (RECIST)33.

2.2.5 BIOMARKER RESPONS KEMOTERAPI

Kemoterapi neoadjuvan dan adjuvan masih diterapkan secara empiris, karena


hingga saat ini, tidak ada uji klinis yang memungkinkan untuk memprediksi respons
dan manfaat dari kemoterapi tertentu. Evaluasi respons klinis tumor terhadap
kemoterapi neoadjuvan biasanya dilakukan dengan caliper, USG, atau mamograf.
Teknik ini dapat diterapkan dengan mudah, namun pengukuran tersebut lemah
secara metodologis dan tidak cukup sensitif untuk mendeteksi efek biologis awal
seperti perubahan pada proliferasi, apoptosis dan respons seluler yang mendasari
penyusutan massa tumor34-35.

Respons kemoterapi tertentu pada pasien tertentu dapat dinilai secara in vivo
dengan mengukur parameter biologis atau dengan mengikuti perjalanan klinis
pasien, kita masih jauh dari mampu untuk memprediksi respons individu terhadap
rejimen yang diberikan, atau memprediksi satu obat antineoplastik tertentu yang
16

akan menjadi paling efektif dari sejumlah zat lainnya. Dilema ini telah dicoba
dipecahkan dengan pemanfaatan ekspresi gen microarray, di mana tanda ekspresi
gen spesifik dapat diusulkan untuk memprediksi respons kemoterapi34-35.

2.2.6 Kemoresistensi

Resistensi obat merupakan faktor utama yang membatasi efektivitas


kemoterapi. Tumor dapat secara intrinsik resisten sebelum pemberian kemoterapi,
atau resistensi dapat diperoleh selama pengobatan oleh tumor yang awalnya sensitif
terhadap kemoterapi39. Selanjutnya, dalam proses mendapatkan resistensi, tumor
dapat menjadi resisten terhadap berbagai agen kemoterapi, yang akhirnya
menyebabkan kegagalan pengobatan pada lebih dari 90 % pasien kanker
metastasis36.

Memahami mekanisme terjadinya kemoresistensi sangat penting untuk


mengembangkan pendekatan terapi baru untuk mengobati kanker. Masalah resistensi
obat sangat kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi sensitivitas obat,
termasuk: penghabisan obat dipercepat; aktivasi dan inaktivasi obat; perubahan
dalam target obat; Metilasi DNA; pengolahan kerusakan akibat obat; dan
penghindaran apoptosis37.

Respons individu terhadap kemoterapi dapat dinilai secara in vivo dengan


mengukur parameter biologis atau dengan mengikuti parameter klinis, sejauh ini
belum ada Biomarker yang disepakati dapat memprediksi respons individu terhadap
rejimen antineoplastik yang diberikan, atau untuk satu obat tunggal tertentu yang
akan menjadi paling efektif dari sejumlah zat lainnya. Kemampuan untuk
memprediksi respons tumor bisa membantu untuk memilih kemoterapi yang paling
tepat dan pemilihan rejimen yang ditargetkan untuk karakteristik molekuler
tertentu37.

2.3. Peran Status Hormonal

Status hormonal melalui ekspresi estrogen receptors (ER) dan progesterone


receptors (PR) telah lama digunakan untuk menentukan kesesuaian penderita untuk
terapi endokrin. Belakangan ini pemeriksaan human epidermal growth factor
17

receptor-2 (HER- 2/neu) telah dimasukkan ke dalam pemeriksaan rutin karena


fungsinya sebagai petanda prognosis dan khususnya untuk memprediksi respons
terhadap tratuzumab 38.

Namun sekarang tidak sedikit dijumpai penderita karsinoma duktal invasif


payudara dengan ekspresi ER, PR, dan HER-2/neu yang negatif (triple negative
tumors). Untuk penderita dengan triple negative tumors ini perlu diadakan penelitian
lebih lanjut untuk menemukan petanda prognosis dan target terapi baru. HER-2/neu
dan estrogen receptors (ER) telah banyak diketahui mempunyai kapasitas proliferasi
sel38.

2.4. Peran Estrogen Reseptor (ER)

Estrogen receptors (ER) pertama kali diidentifikasi oleh Elwood V. Jensen di


University of Chicago pada tahun 1950. Kemudian pada tahun 1996 Kuiper berhasil
mengidentifikasi gen untuk ERβ pada prostat dan ovarium tikus 48. ER mungkin
merupakan faktor prediktif yang paling utama yang diperiksa pada karsinoma
payudara. Sekitar dua pertiga wanita penderita karsinoma payudara berumur 50
tahun adalah ER positif. Hal ini mempunyai implikasi terapeutik yang signifikan.
Secara umum konsentrasi ER lebih rendah pada wanita premenopause daripada post
menopause. Fisher et al. menyatakan bahwa adanya ER berhubungan secara
signifikan dengan derajat inti yang tinggi dan derajat histopatologi yang rendah,
tidak adanya nekrosis, dan usia pasien yang lebih tua7.

ER mengalami over-ekspresi pada sekitar 70% kanker payudara yang


kemudian disebut ER positif. Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker
payudara dapat terjadi melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel-
sel payudara yang menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA
yang menimbulkan mutasi, dan metabolisme estrogen memproduksi limbah yang
toksik terhadap gen dan metabolit yang menyebabkan mutasi. Kedua proses akan
menyebabkan inisiasi, promosi, dan proses karsinogenesis40.

Hal ini menyebabkan ER mempunyai peran penting dalam proses


karsinogenesis, dan penghambatannya melalui targeting endokrin, baik secara
langsung dengan menggunakan agonis lemah estrogen (selective estrogen receptor
18

modulators) maupun secara tidak langsung dengan mengeblok perubahan androgen


menjadi estrogen (misalnya: aromatase, inhibitor), merupakan terapi terhadap
kanker payudara. Tumor payudara yang ER+ dan / atau PR+ mempunyai resiko
mortalitas lebih rendah daripada ER- dan / atau PR- 40.

Paparan terhadap estrogen adalah faktor resiko untuk kanker payudara.


Hormon ini menimbulkan efeknya melalui reseptor estrogen, yang merupakan
protein inti, terdiri dari 2 subtipe, ERα dan ERβ. Keduanya merupaan faktor
transkripsi yang memperantarai kerja estrogen. Keduanya mengikat estradiol pada
lokasi yang sama, namun berbeda afinitas dan respons yang dihasilkannya. ERα
ditemukan lebih dulu, dan kemudian diubah namanya dari ER menjadi ERα saat
ditemukan subtipe yang kedua40.

ERα positif pada hampir 70% kanker payudara, namun nilai prediktifnya
tidak ideal karena sekitar sepertiga kanker payudara yang metastase dengan ER+
tidak merespons terapi hormonal. Erβ lebih sedikit dikenal, dan sebagian besar data
klinis yang tersedia mengacu pada Erα. Kedua bentuk reseptor estrogen ini dikode
oleh gen yang berbeda, yaitu ESR1 dan ESR2 pada kromosom 6 dan 14 (6q25 dan
14q)40.

Kedua reseptor ini diekspresikan secara luas pada berbagai jaringan, yang
berbeda, dengan pola ekspresi yang berbeda pula. ERα ditemukan pada
endometrium, sel-sel kanker payudara, sel stroma ovarium, dan di hipothalamus. Erβ
ditemukan pada ginjal, otak, tulang, jantung, mukosa usus, prostat, dan sel-sel
endotel. ER dalam fase unligand merupakan reseptor sitoplasma, namun penelitian
menunjukkan adanya fraksi ER yang bergeser ke dalam inti. ERα berhubungan
dengan tumor yang mempunyai derajat diferensiasi lebih baik, sementara
keterlibatan Erβ masih diperdebatkan39.

ER berikatan dengan hormon estradiol dan pada obat anti kanker Tamoxifen
(3ERT). Keduanya berikatan pada ujung yang berbeda, yang menimbulkan aktivitas
yang berbeda pula (agonis dan antagonis). Konsep dari modulator selektif terhadap
ER dibuat berdasarkan kemampuan untuk memicu interaksi ER dengan protein-
protein yang berbeda apakah protein tersebut berfungsi sebagai ko-aktivator atau ko-
19

represor. Rasio dari ko-aktivator dan ko-represor ini bervariasi pada masing-masing
jaringan. Dan akibatnya ligand yang bersifat agonis (pada organ-organ dimana ko-
aktivator dominan) pada beberapa jaringan mungkin bersifat antagonis pada jaringan
yang lain (pada organ- organ dimana ko-represor dominan). Contohnya Tamoxifen,
yang bersifat antagonis di payudara dan digunakan untuk terapi kanker payudara,
pada tulang bahan ini bersifat agonis (sehingga bisa mencegah osteoporosis), dan
agonis parsial pada endometrium (meningkatkan resiko kanker kandungan)23.

Apabila tidak ada hormon estrogen, ER sebagian besar terletak pada sitosol.
Ikatan pada reseptor memicu perpindahan reseptor dari sitosol ke inti, kemudian
berikatan dengan DNA. Kompleks yang terbentuk kemudian meregulasi sintesa
protein yang akan menimbulkan perubahan fungsi sel. Sebagian ER terletak pada
permukaan membran sel dengan perlekatan pada caveolin-1 dan membentuk
kompleks dengan protein G, striatin, reseptor tyrosin kinase (misal : EGFR dan IGF-
1) dan non reseptor tyrosin kinase (misal : Src). Melalui striatin ER meningkatkan
kadar Ca2+ dan NO. Melalui reseptor tyrosin kinase, beberapa signal dikirimkan ke
inti melalui jalur mitogen activated protein kinase (MAPK/ERK) dan jalur
phosphoinositide 3-kinase (PI2K/AKT)41.

Glycogen synthase kinase-3 (GSK-3β) menghambat transkripsi melalui ER


yang terletak di inti dengan menghambat fosforilasi serine 118 dari nuclear ERα.
Fosforilasi ini menghilangkan efek inhibitor ER. 17β-estradiol mengaktivasi GPR 30
(sebuah G protein- coupled receptor). Namun letak dan fungsi reseptor ini masih
merupakan suatu kontroversi41.

Terapi endokrin untuk kanker payudara melibatkan selective estrogen


receptor modulators (SERMS) yang bertindak sebagai ER antagonis pada jaringan
payudara atau inhibitor aromatase. SERM yang lain, raloxifene telah digunakan
sebagai kemoterapi preventif untuk wanita yang beresiko tinggi mengidap kanker
payudara. Obat kemoterapi lainnya, Faslodex yang bertindak sebagai antagonis juga
meningkatkan degradasi ER42.

Selain pada kanker payudara, estrogen dan ER juga tampak berperan dalam
kanker ovarium, kanker usus besar, kanker prostat, dan kanker endometrium. Kanker
20

usus besar tahap lanjut dihubungkan dengan hilangnya ekspresi Erβ, ER yang
dominan di jaringan usus besar, dan kanker usus besar di terapi dengan agonis
spesifik Erβ42.

2.5. Peran Progesterone Receptors (PR)

Progesterone Receptors (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen,


karena itu ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang aktif.
Penilaian ekspresi PR dapat membantu memprediksi respons terhadap terapi
hormonal secara lebih akurat. Sejalan dengan hal ini ada beberapa fakta yang
menyatakan bahwa tumor-tumor dengan ekspresi PR yang positif mempunyai
respons lebih bagus terhadap tamoxifen, baik pada penderita dengan metastase dan
sebagai terapi adjuvant43.

Sekitar 55-65% kanker payudara adalah PR+. Tumor-tumor PR+


menunjukkan prognosis lebih bagus daripada PR-. Dari penelitian-penelitian yang
sudah ada telah dinyatakan bahwa PR+ sangat sedikit didapatkan pada tumor dengan
ER-, sehingga PR yang positif kuat pada kasus dengan ER yang tampaknya negatif
bisa merupakan indikator adanya ER negatif palsu. PR mungkin dapat terdeteksi
pada kasus-kasus dengan ER negatif. Hal ini antara lain dapat disebabkan karena
pulasan ER yang negatif palsu, level ER yang sangat rendah, atau varian ER yang
terdapat dalam jaringan tersebut tidak dikenali oleh antibodi yang digunakan. Nilai
prediktif dari PR positif pada penderita dengan ER negatif masih merupakan
kontroversi, beberapa laporan mengatakan PR positif pada kasus ER negatif
didapatkan pada kelompok penderita yang lebih responsif terhadap terapi hormonal,
namun temuan ini tidak universal43.

Selama ini ER digunakan sebagai determinan utama respons terhadap


hormonal terapi pada kanker payudara. Sekitar 40% tumor ER+ mempunyai ekspresi
PR-. Dan hanya 1-2% tumor ER- yang mempunyai ekspresi PR+. Berdasarkan
ekspresi hormonalnya kanker payudara dapat dikelompokkan menjadi 4: kelompok
positif ganda (ER+/PR+), positif tunggal (ER+/PR- dan ER-/PR+), serta negatif
ganda (ER-/PR-). Tumor positif ganda (55-65% kanker payudara) mempunyai
prognosis yang lebih bagus dan respons yang bagus terhadap hormonal terapi.
21

Kelompok ini juga dikaitkan dengan umur yang lebih tua, derajat yang lebih rendah,
ukuran tumor lebih kecil, dan mortalitas yang rendah43.

Rakha et al. menyatakan bahwa hubungan antara angka kematian dengan


ekspresi reseptor hormonaltidak terkait terhadap stage, umur atau grade dari
kankernya. Tumor yang negatif ganda yang merupakan kelompok terbesar kedua
(18-25%) sekitar 85%-nya merupakan tumor derajat 3, dan dihubungkan dengan
tingkat rekurensi yang tinggi, ketahanan yang rendah, dan tidak responsif terhadap
terapi hormonal. Sementara untuk kelompok yang positif tunggal, ER+/PR- (12-
17%) dan ER-/PR+ (1-2%) masih belum banyak dimengerti konsekuensinya.
Kelompok ini dapat dihubungkan dengan derajat histopatologi yang tinggi,
prognosis yang buruk, dan ukuran tumor yang besar44.

2.6. Human Epidermal Growth Receptor 2 (HER2)

Protein HER2 merupakan gen normal yang berfungsi untuk mengatur


pertumbuhan. Jika mengalami amplifikasi, dapat berubah menjadi onkogen sehingga
menyebabkan kanker. HER2 positif sering diasosiasikan dengan diferensiasi yang
buruk, metastase ke kelenjar getah bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang
tinggi sehingga prognosisnya buruk. Amplifikasi gen HER2 pada kanker payudara
diperkirakan 20 – 30%. Peningkatan ekspresi gen HER2 menyebabkan peningkatan
proliferasi, metastasis, dan menginduksi angiogenesis dan anti-apoptosis45. Tiga
mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER2 45;

 Overekspresi HER meningkatkan potensi sel-sel kanker metastasis, seperti


angioinvasi, angiogenesis,

 Menyebabkan resistensi terhadap terapetik menyebabkan respons buruk


terhadap terapi, hal ini menurunkan respons hormon steroid pada HER2 +.

 Proliferasi yang tinggi dengan karakteristik persentase tinggi pada fase –S


yang diduga berhubungan dengan ukuran tumor.

7. Peran Ki-67
22

Ki-67 adalah protein inti non – histon yang pertama kali diidentifikasi oleh
Gerdes pada awal tahun 1980-an di Universitas Kiel, Jerman. Protein Ki-67 pada
manusia dikode oleh gen MKi67. Lokasi kromosom dari gen MKi67 pada manusia
adalah pada kromosom 10q26.246-48.

Ki-67 adalah merupakan protein inti yang terekspresi pada sel yang sedang
mengalami proliferasi dengan tingkat ekspresi yang berubah sepanjang siklus sel Ki-
67 terekspresi pada semua fase siklus sel kecuali G0 dan pada puncak fase M,
sehingga sangat tepat digunakan sebagai Biomarker proliferasi tumor. Waktu paruh
dari antigen Ki- 67 adalah 1-1,5 jam. Fungsi yang pasti dari Ki-67 masih sulit
dipahami, diduga terlibat dalam Sintesis RNA ribosom. Monoclonal Antibodi
dengan penerapan pada jaringan akhirnya dikembangkan dengan nama MIB - 1
untuk Ki-67 dan gen MKi-6746-48. Ki-67 adalah penanda proliferasi yang ditemukan
dalam semua fase siklus sel. Ki-67 diekspresikan dibawah 3% pada jaringan
payudara sehat. Indeks proliferasi Ki-67 memiliki manfaat prognostik dan prediktif
pada kanker payudara 46-48.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tingkat ekspresi Ki-67 yang tinggi


dikaitkan dengan prognosis yang kurang baik, namun nilai prognostik dan prediktif
dari tingkat ekspresi Ki-67 belum jelas pada kanker payudara. Konsensus St Gallen
2013 telah merekomendasikan menggunakan penanda proliferasi Ki-67, dalam
menentukan strategi pengobatan yang optimal untuk kanker payudara stadium dini 30,
46-48
. Dalam biologi tumor, proliferasi telah diakui sebagai ciri yang berbeda dari
kanker dan bertindak sebagai penentu penting prognosis kanker. Peningkatan
proliferasi sel tumor disertai dengan renovasi matriks dan neo-angiogenesis,
bersama-sama membentuk dasar fenotip untuk tumor agresif. Karena tumor yang
menunjukkan peningkatan proliferasi cenderung lebih agresif secara klinis, tingkat
proliferasi sering dimasukkan ke dalam sistem penilaian histologis. Metode yang
paling sederhana dan paling banyak yang digunakan adalah jumlah mitosis 46-48.
Dalam beberapa tahun terakhir imunohistokimia untuk Ki - 67 juga telah digunakan
untuk menentukan proliferasi tumor. Pada kanker payudara, korelasi yang kuat telah
ditemukan antara persentase sel Ki – 67 positif dan tingkat mitosis inti 43,50-51.
23

Beberapa studi telah meneliti prognostik signifikansi Ki-67 pada kanker


payudara. Penelitian telah menunjukkan bahwa overekspresi Ki-67 berkorelasi
dengan disease free survival dan overall survival. Sebaliknya pasien dengan tumor
yang memiliki tingkat proliferasi yang tinggi memiliki respons yang lebih baik
terhadap kemoterapi. Selanjutnya penanda ini bisa membantu pemilihan pasien yang
tidak mendapatkan keuntungan dari kemoterapi, yaitu mereka yang receptor
41,49-
HER2neu - positif dan reseptor hormon negatif tumor dengan proliferasi rendah
50
.

2.8. Pemeriksaan Imunohistokimia

Interpretasi status ekspresi ER, PR, HER-2 dan Ki-67 ditafsirkan menurut
American Society of Clinical Oncology. Pedoman Patolog untuk ER/PR pada kanker
payudara adalah bila >1% dari inti sel yang terwarnai diklasifikasikan sebagai ER
atau PR positif. Pemeriksaan Her-2 positif apabila pewarnaan ditentukan oleh
pewarnaan pada 22 membran sel yang intens pada >10% dari sel-sel tumor.
Sedangkan untuk pemeriksaan Ki-67 positif apabila pewarnaan pada sitoplasma
intens pada >14% dari sel-sel tumor51.

Gambar 2.1. Immunihistokimia pada Invasive Ductal Carcinoma52


24

2.9. Terapi Neoadjuvant

Pasien dengan kanker payudara stadium dini atau lanjut secara lokal,
kemoterapi neoadjuvant umumnya direkomendasikan untuk meningkatkan hasil
bedah. Namun, untuk wanita pascamenopause dengan estrogen receptor (ER)
-positive penyakit, terapi hormon (HT) adalah alternatif logis karena kemanjuran
yang ditetapkan dalam pengaturan adjuvant dan meningkatkan pengakuan bahwa
kemoterapi (CT) mungkin kurang efektif pada penyakit ER-positif 53. Beberapa
hipotesis punya telah dijelaskan yang menawarkan keuntungan teoritis untuk
neoadjuvant dibandingkan adjuvant CT:

A. Terapi sistemik neoadjuvant dapat menargetkan secara klinis mikrometastasis


okultisme saat tumor membebani penyakit metastasis berpotensi lebih rendah.

B. Pencegahan percepatan pertumbuhan tumor setelah operasi reseksi.

C. Kesempatan untuk mengirimkan agen sitotoksik ke tumor dengan pembuluh


darah asli yang utuh.

D. Terapi Neoadjuvant menyediakan model in vivo untuk menilai respons tumor


terhadap sitotoksik tertentu agen.

E. Meningkatkan kemungkinan melakukan konservatif payudara terapi (BCT).

Kerugian teoritis untuk perawatan neoadjuvant yaitu:

A. Keterlambatan terapi lokal kuratif.

B. Kekhawatiran akan hilangnya informasi pementasan yang akurat, seperti


banyak uji coba awal mencatat kurangnya kanker invasif di spesimen bedah
wanita setelah terapi neoadjuvant. Sementara pengobatan mikrometastasis
umumnya dirasakan bermanfaat, tumor primer dan mikrometastasis mungkin
belum tentu menanggapi terapi yang sama.
25

D. Sementara pembuluh darah tumor mungkin utuh sebelum reseksi bedah, terapi
neoadjuvant harus mengobati beban penyakit yang jauh lebih besar daripada jika
digunakan setelah pengangkatan tumor.

E. Paparan terapi neoadjuvant dapat mempromosikan obat perlawanan.

F. Peningkatan risiko komplikasi bedah atau radiasi setelah terapi neoadjuvant.53

Tabel 2.4. Korelasi Kadar Ki67 dengan prognosa kanker payudara stadium III B
Pada Penelitian Sebelumnya

 Tahu Peneliti Judul Hasil


n
2019 Kurozomi Utility of Ki67 labeling Pre-treatment Ki67 LI adalah
et al index, cyclin D1 prediktor respon terhadap terapi
expression, and ER- kemo-endokrin neoadjuvant.
activity level in
postmenopausal ER-
positive and HER2-
negative breast cancer
with neoadjuvant
chemo-endocrine
therapy57
2018 Ragab et Assessment of Ki-67 as a Ki 67 memiliki korelasi positif
al potential biomarker in dengan HER2, ekspresi jaringan
patients with breast Ki-67 dapat menambahkan
cancer55 informasi prognostik yang
diperoleh dari faktor prognostik
klasik dan dapat memberikan
data yang bernilai signifikan
bagi indikator prognostik
penting lainnya seperti penilaian
patologis, dan keterlibatan
kelenjar getah bening aksila.
2016 Yuan et al Ki-67 expression in Ki67 memiliki korelasi yang
luminal type breast positif dengan stadium tumor,
cancer and its besar tumor, dan metastasis
association with the lymphatic pada kanker payudara
clinicopathology of the dan disimpulkan bahwa Ki-67
cancer54 dapat terlibat dalam
mempromosikan faktor genesis
dan perkembangan kanker
payudara dengan memengaruhi
26

proliferasi dan migrasi sel-sel


kanker.
2016 Rasmy et Correlation of Ki-67 sebelum operasi dapat
al preoperative Ki67 and menjadi penanda prediktif dan
serum CA15. 3 levels prognostik.
with outcome in early
breast cancers a multi
institutional study.56
27

2.10. Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka Teori46,48,51,52


28

2.11. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep


29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian analisis observasional dengan design


kohort retrospektif menggunakan data sekunder. Uji kohort retrospektif adalah faktor
risiko dan efek/penyakit sudah terjadi dimasa lampau sebelum dilakukan penelitian.1

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam periode Juli - September 2020.

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di poli bedah Onkologi dan ruang rawat bedah
Onkologi di RSUP Dr. Moehammad Hoesin Palembang.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah semua penderita karsinoma payudara


stadium III B yang menjalani pengobatan kemoterapi neoadjuvant pada
RSUP Dr. Moehammad Hoesin Palembang.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien kanker payudara stadium III B yang
telah mendapatkan kemoterapi neoadjuvant dilanjutkan dengan tindakan
operasi dan datang untuk melakukan kontrol setelah 3-5 tahun pasca operasi.
30

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Semua penderita karsinoma payudara stadium III B yang menjalani


kemoterapi neoadjuvan dan dilakukan operasi setelah kemoterapi.

2. Bersedia mengikuti penelitian serta menandatangani surat informed concern.

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Penderita yang tidak memiliki riwayat pemeriksaan Ki67 sebelum operasi.

3.4.3. Kriteria Drop Out

1. Penderita yang meninggal sebelum menyelesaikan pengobatannya.

2. Penderita yang menjalani kemoterapi tidak sesuai dengan jadwalnya.

3.4.4. Kriteria Withdrawal

1. Penderita yang menarik diri pada saat penelitian.

2. Penderita yang loss follow up.

3. Pendertita yang dengan sadar menolak untuk melakukan sebagai sampel


penelitian.

3.5. Besar Sampel

Besar sampel penelitian dihitung berdasarkan rumus Rule of Thumb:

10∗VB ( Variabel bebas )


¿
I

Keterangan:

VB = Variabel Bebas; I = Angka Insidensi

Pada penelitian ini variable bebas yang akan dianalisis ada 2 dengan insidensi
kanker payudara stadium III B pada populasi kanker payudara 85% 4, jadi
didapatkan jumlah sampel sebesar:
31

10∗2
¿ =23.85 24 orang
0.85

Dengan kriteria drop out sebesar 20% maka total jumlah sampel sebesar 28
orang. Besar sampel yang digunakan adalah 28 penderita yang akan diambil
dengan metode consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria pemilihan sampel dimasukan dalam penelitian sampai jumlah
sampel yang diperlukan terpenuhi. Seluruh penderita diberikan informed concern
sebelum berpartisipasi sebagai sampel penelitian.

3.6. Cara Pengambilan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan consecutive sampling dimana


setiap penderita yang memenuhi kriteria inklusi dimasukan dalam penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi.

3.7. Variabel Penelitian

3.7.1. Variabel Bebas

 Kadar Ki-67 pre kemoterapi neoadjuvant

3.7.2. Variabel Terikat

 Mortalitas

3.7.3. Variabel Perancu

 Usia
 Status Gizi
 Kormobiditas
 Subtype molekuler
32

3.8. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Batasan Operasional Cara Penilaian Hasil Ukur Skala


Kadar Ki- Protein non histone Medical record < 14% Ordinal
67 post yang ditemukan dalam
14% - 30%
kemoterapi inti sel yang
neoadjuvant berhuungan dengan > 30%
proliferasi sel.55

Usia Usia pasien saat Medical record < 50 tahun Ordinal


menjalani kemoterapi
> 50 tahun

Status Gizi  suatu ukuran Medical record  Berat Katego


mengenai kondisi badan ri
tubuh seseorang yang Kurang
dapat dilihat dari
 Normal
makanan yang
 Berat
dikonsumsi dan
badan
penggunaan zat-
zat gizi di dalam lebih
tubuh29 

Kormobidit Penyakit lain yang Medical record Nama Katego


as disertai saat subjek penyakit ri
menderita penyakit lainnya yang
karsinoma payudara sedang di
stadium 3B derita
Luaran Mortalitas pasien pasca Medical record  Hidup kategor
terapi adjuvan  Mati i
33

3.9. Alat dan Bahan

1. Medical record

2. Sampel PA jaringan tumor pre kemoterapi

3. Regimen kemoterapi yang sudah ditetapkan

3.10. Cara Kerja

1. Dilakukan pendataan melalui rekam medis setiap penderita karsinoma


payudara stadium III B yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Kemudian terhadap seluruh pasien yang akan diikut sertakan dalam


penelitian ini dilakukan:

a. Anamnesis: nama, umur, alamat, keluhan utama dan riwayat


penyakit sebelumnya.

b. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan keadaan umum, tekanan darah,


nadi, nafas, suhu, tinggi badan dan berat badan.

c. Pemeriksaan penunjang tergantung dari keluhan yang didapatkan


dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

d. Dilakukan pemeriksaan immunohistokimia Ki67 pre kemoterapi


neoadjuvant dari sampel yg ada di laboratorium Patologi Anatomi

e. Data yang diperoleh dicatat kedalam lembar penelitian.

3.11. Parameter Keberhasilan

Mendapatkan cut off point, risiko relatif dan hubungan kadr Ki 67 dengan
mortalitas pada pasien kanker payu dara stadium III B.

3.12. Pengumpulan dan Analisa Data


34

Penelitian ini dianalisis menggunakan metode chi-square atau fisher’s exact


test serta analisis ROC untuk mendapatkan nilai area under curve (AUC),
sensitivitas dan spesivisitas. Data penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
tabel dan flowchart yang akan dianalisis univariat, bivariat dan multivariat
menggunalan SPSS 25.

3.13. Alur Penelitian

Penderita Kanker Payudara III B

Memenuhi Kriteria Inklusi

Medical record

Pemeriksaan Ki-67 pre kemoterapi


neoadjuvant dari sampel di laboratorium PA

Analisis Data
Gambar 3.1. Alur Penelitian
35

BAB IV

JUSTIFIKASI ETIK

4.1. Analisis Kelayakan Etik

Pertimbangan kelayakan etik dan legal dalam penelitian harus dipenuhi untuk
menjamin perlindungan kepada subyek penelitian dri segala bentuk bahaya atau
ketidak nyamanan fisik dan mental.

Pada penelitian ini subjek penelitian diberikan hak untuk:

1. Hak Self determination

Responden sebagai individu yang bebas, memiliki otonomi dan hak untuk
memilih dan membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik,
bebas dari paksaan atau kontrol dari luar.

2. Hak Privacy

Responden memilikihak untuk dihargai tentang apa yang mereka lakukan


dan aoa yang dilakukan terhadap mereka serta merahasiakan informasi
yang didapatkan dari mereka untuk kepentingan penelitian ini.

3. Hak Anonimity dan Confidential

Pada penelitian ini identitas subjek penelitian dirahasiakan dengan tidak


mencantumkan nama. Segala informasi yang didapatkan dari responden
tidak akan dipublikasikan atau diketahui orang lain.

4. Hak Terhadap Fair Treatment

Setiap subjek penelitian ini diperlakukan dengan adil. Tiap subjek


penelitian mempunyai hak yang sama untuk dipilih dan terlibat dalam
penelitian tanpa diskriminasi.
36

5. Hak terhadap Discomfort and Harm

Setiap subjek penelitian berhak mendapatkan perlindungan dari


ketidaknyamanan dan kerugian.

4.2. Prosedur Informed Concern

Penelitian ini menggunakan data sekunder melalui medical record sehingga tidak
memerlukan informed concern. Semua biaya yang timbul akibat penelitian ini
menjadi tanggung jawab peneliti.

4.3. Kesimpulan

Peneliti meyakini bahwa penelitian yang akan dilakukan dengan landasan


keilmuan yang kuat, dilaksanakan dengan cara yang baik berdasarkan manfaat, tidak
mebahayakan objek serta tidak membahayakan objek dan juga memperlakukan
objek penelitian dengan sebaik-baiknya.
37

Daftar Pustaka
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Penyakit Kanker di
Indonesia 2018. https://www.depkes.go.id › download › pusdatin › buletin ›
buletin-kanker. 2019. Diakses pada November 2019
2. Rumikningsih, Fef, et al. Evaluasi Terapi Adjuvan dan Kejadian Relaps Pada
Kejadian Evaluasi Terapi Adjuvan dan Kejadian Relaps Pada Pasien
Premenopausal Early Breast Cancer di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal
Manajemendan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy
Practice), 2017, 7.1: 24-29.

3. Yayasan Kanker Indonesia. Epidemiologi Kanker Payuradara di Indonesia


(ICF). September 28, 2012.

4. Ade, Y. Gambaran Penderita Kanker Payudara Usia Muda di RSUP Dr.


Mohammad Hoesin Palembang.2014.

5. Tao, Ziqi, et al. “Breast Cancer: Epidemiology and Etiology”. Cell


Biochemistry and Biophysics, vol 72, no.2, 2014. Pp 333-338.
Doi:10.1007/s12013-014-0459-6.

6. Yuga, Togu. Thesis: Hubungan KI67 dan Estrogen Reseptor Terhadap


Respon Kemoterapi Neoadjuvan TAC Pada Penderita Karsinoma Payudara
Stadium III B di Rumah Sakit DR. Mohammad Hoesin Palembang. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2018.

7. Carey, L.A., Metzger, R., Dees, E.C., Collichio, F., Sartor, C.I., Ollila, D.W.,
et al. American Joint Committee on Cancer Tumor – Node – Metastasis
Stage After Neoadjuvant Chemotherapy and Breast Cancer Outcome. J Natl
Cancer Inst. 2005; 97:1137–42.

8. Yerushalmi R, Woods R, Ravdin PM, Hayes MM, Gelmon KA. Ki67 in


breast cancer: prognostic and predictive potential. Lancet Oncol
2010;11:174e83

9. Suarthana E. Model Diagnostik dan Prognostik di Bidang Kesehatan Kerja.


2012.
38

10. Kurniawan, A; Prayogo N. Tata Laksana Kanker Payudara Relaps. Indones J


Cancer. 2012;7(2):87-92.

11. Newman L, Kuerer H, Hunt K, et al. Local recurrence and survival among
black women with early-stage breast cancer treated with breast-conservation
therapy or mastectomy. Ann Surg Oncol. 1999;6(3):241-248.
doi:10.1007/s10434-999-0241-y.

12. Goldhirsch, A., et al. “thresholds for Therapies: Highlights of the St Galen
International Expert Consensus on the Primary Therapy of Early Breast
Cancer 2009.” Annals of Oncology, vol.20, no. 8, 2009, pp.1319-1329.,
doi10.1093/annonc/mdp322.

13. Goldhirsch A, Wood WC, Coates AS, Gelber RD, Thürlimann B, Senn HJ,
Panel Members. Strategies for subtypesedealing with the diversity of breast
cancer: highlights of the St. Gallen international expert consensus on the
primary therapy of early breast cancer 2011. Ann Oncol 2011
Aug;22(8):1736e47.

14. Dowsett M, Nielsen TO, A'Hern R, Bartlett J, Coombes RC, Cuzick J, et al.
International Ki-67 in breast Cancer working group. Assessment of Ki67 in
breast cancer: recommendations from the international Ki67 in breast Cancer
working group. J Natl Cancer Inst 2011;103:1656e64.

15. Goldhirsch A, Winer EP, Coates AS, Gelber RD, Piccart-Gebhart M,


Thürlimann B, et al., Panel Members. Personalizing the treatment of women
with early breast cancer: highlights of the St Gallen International Expert
Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2013. Ann Oncol
2013 Sep;24(9):2206e23.

16. Luporsi E, Andre F, Spyratos F, Martin PM, Jacquemier J, Penault-Llorca F,


et al. Ki-67: level of evidence and methodological considerations for its role
in the clinical management of breast cancer: analytical and critical review.
Breast Cancer Res Treat 2012;132:895e915.
39

17. McShane LM, Altman DG, Sauerbrei W, Taube SE, Gion M, Clark GM.
Statistics subcommittee of the NCI-EORTC working group on cancer
diagnostics. Reporting recommendations for tumor marker prognostic studies
(REMARK). J Natl Cancer Inst 2005 Aug 17;97(16):1180e4.

18. Simon RM, Paik S, Hayes DF. Use of archived specimens in evaluation of
prognostic and predictive biomarkers. J Natl Cancer Inst 2009 Nov
4;101(21): 1446e52.

19. Fasching PA, Heusinger K, Haeberle L, Niklos M, Hein A, Bayer CM, et al.
Ki67, chemotherapy response, and prognosis in breast cancer patients
receiving neoadjuvant treatment. BMC Cancer 2011;11:486.

20. Cardoso, F., Bedard, P. L., Winer, E. P., Pagani, O., Senkus-Konefka,
E.,Fallowfield, L. J., Kyriakides, S., Costa, A., Cufer, T. & Albain, K.
S.International guidelines for management of metastatic breast cancer:
combination vs sequential single-agent chemotherapy.Journal of the
National Cancer Institute. 2009. 101, 1174-1181.

21. Jemal, A., Bray, F., Center, M. M., Ferlay, J., Ward, E. & Forman, D. Global
cancer statistics. CA: a cancer journal for clinicians. 2011 61, 69-90.
22. Rhodes, A. & Yip, C. 2011. Comparison of breast cancer in Indonesia and
Malaysia–a clinico-pathological study between Dharmais Cancer Centre
Jakarta and University Malaya Medical Centre, Kuala Lumpur. Asian Pacific
Journal of Cancer Prevention.2011.12, 2943-2946.

23. Purnawaty, Adliah. Thesis: Grade, Relationship of Subtype, Intrinsic.


Hubungan Subtipe Dengan Respon Kemoterapi Neoadjuvan Regimen
Berbasis Antrasiklin Pada Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal.
Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu rogram Studi Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 2008.

24. Hayes,.D.F., Cristofanilli, M., Budd, G.T., Ellis, M.J., Stopeck, A., Miller,
M.C., et al. Circulating Tumor Cells at Each Follow-up Time Point during
40

Therapy Metastatic Breast Cancer Patients Predict Progression-Free and


Overall Survival. Clin Cancer Res. 2006. 12:4218-4224

25. Weigelt, Britta; Reis-Filho, Jorge S. Histological and molecular types of


breast cancer: is there a unifying taxonomy? Nature reviews Clinical
oncology, 2009, 6.12: 718.

26. O’connel, Jessica B.; Maggard, Melinda A.; KO, Clifford Y. Colon cancer
survival rates with the new American Joint Committee on Cancer sixth
edition staging. Journal of the National Cancer Institute, 2004, 96.19: 1420-
1425.

27. Silver, Daniel P., et al. Efficacy of neoadjuvant Cisplatin in triple-negative


breast cancer. Journal of clinical oncology, 2010, 28.7: 1145.

28. Balasubramanian, P., Yang, L., Lang, J.C., Jatana, K.R., Schuller,
D.,Agrawal, A., Zborowski, M., and Chalmers, J.J. Confocal images of
circulating tumor cells obtained using a methodology and technology that
removes normal cells.2009. Mol Pharm 6(5): 1402–1408.
29. V Wendy Setiawan, H.S.F., Brian E. Henderson 2006. Epidemiologi and
Risks factors; an update. In: GIANNI BONADONNA, G.N.H., PINUCCIA
VALAGUSSA (ed.) textbook of Breast Cancer, a clinical guide to therapy.
Third ed. London and new york: Taylor & Francis. 2006.
30. Goldhirsch, Aron, et al. Personalizing the treatment of women with early
breast cancer: highlights of the St Gallen International Expert Consensus on
the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2013. Annals of oncology, 2013,
24.9: 2206-2223.
31. Faneyte, I.F., Schrama, J.G., Peterse, J.L., Remijnse, P.L., Rodenhuis, S. and
van de Vijver, M.J. Breast cancer response to neoadjuvant chemotherapy:
predictive markers and relation with outcome. British Journal of Cancer; 88,
406 – 412.2003
32. Knoop, A. S., Knudsen, H., Balslev, E., Rasmussen, B. B., Overgaard, J.,
Nielsen, K. V., Schonau, A., Gunnarsdottir, K., Olsen, K. E. & Mouridsen,
H. 2005. Retrospective analysis of topoisomerase IIa amplifications and
41

deletions as predictive markers in primary breast cancer patients randomly


assigned to cyclophosphamide, methotrexate, and fluorouracil or
cyclophosphamide, epirubicin, and fluorouracil: Danish Breast Cancer
Cooperative Group. Journal ofClinical Oncology, 23, 7483-7490.
33. Bertucci, François; Goncalves, Anthony. Clinical proteomics and breast
cancer: strategies for diagnostic and therapeutic biomarker discovery. 2008.
34. Litviakov, N. V., Cherdyntseva, N. V., Tsyganov, M. M., Denisov, E.
V.,Garbukov, E. Y., Merzliakova, M. K., Volkomorov, V. V., Vtorushin, S.
V., Zavyalova, M. V. & Slonimskaya, E. M. Changing the expression vector
of multidrug resistance genes is related to neoadjuvant chemotherapy
response. Cancer chemotherapy and pharmacology, 71, 153-163.2013.
35. Ross, J.S. and Slodkowska, E.A. 2009. Circulating and Disseminated Tumor
Cells in the Management of Breast Cancer. Am J Clin Pathol 132:237-245.

36. Holohan, Caitriona, et al. Cancer drug resistance: an evolving


paradigm. Nature Reviews Cancer, 2013, 13.10: 714.
37. Peterson, Curt. Drug therapy of cancer. European Journal of Clinical
Pharmacology, 2011, 67.5: 437-447.
38. Pasaribu, Endi Teris; ISSAKH, Benny; MARITSKA, Ziske. Trend kanker
payudara di Semarang: Analisis tipe histologi dan molekuler. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, 2018, 5.3: 108-113.
39. Sledge, Jr G.W. 2006. Circulating Tumor Cells in Breast Cancer: BloodWill
Tell. Clin Cancer Res 12:6321-6322. 2006
40. Darbe, Philippa D. Molecular mechanisms of oestrogen action on growth of
human breast cancer cells in culture. Hormone molecular biology and
clinical investigation, 2012, 9.1: 65-85.
41. Raina, V., Kunjahari, M., Shukla, N.K., Deo, S.V.S., Sharma, A., Mohanti,
B.K., Sharma, D.N. Outcome of combined modality treatment including
neoadjuvant chemotherapy of 128 cases of locally advanced breast cancer:
Data from a tertiary cancer center in northern India. Indian Journal of Cancer;
48: 80-85. 2011
42

42. Rottenberg S, Jonkers J. MEK inhibition as a strategy for targeting residual


breast cancer cells with low DUSP4 expression. Breast cancer research 2012,
14:324.
43. Hayes,.D.F., Cristofanilli, M., Budd, G.T., Ellis, M.J., Stopeck, A., Miller,
M.C., et al. Circulating Tumor Cells at Each Follow-up Time Point during
Therapy Metastatic Breast Cancer Patients Predict Progression-Free and
Overall Survival. Clin Cancer Res. 2006. 12:4218-4224

44. Rakha, Emad A.; Reis-filho, Jorge S.; Ellis, Ian O. Combinatorial biomarker
expression in breast cancer. Breast cancer research and treatment, 2010,
120.2: 293-308.
45. Park, Dong Il, et al. HER-2/neu amplification is an independent prognostic
factor in gastric cancer. Digestive diseases and sciences, 2006, 51.8: 1371-
1379.
46. Von Minckwitz, G., Sinn, H-P., Raab, G., Loibl, S., Blohmer, J-U.,
Eidtmann, H. Clinical response after two cycles compared to HER2, Ki-67,
p53, and bcl-2 in independently predicting a pathological complete response
after preoperative chemotherapy in patients with operable carcinoma of the
breast. Breast Cancer Research; 10: R30.2009
47. Sledge, Jr G.W. 2006. Circulating Tumor Cells in Breast Cancer: BloodWill
Tell. Clin Cancer Res 12:6321-6322. 2006
48. Gudkov, A. V., Zelnick, C. R., Kazarov, A. R., Thimmapaya, R., Suttle, D.P.,
Beck, W. T. & Roninson, I. B. 1993. Isolation of genetic suppressor
elements, inducing resistance to topoisomerase IIinteractive cytotoxic drugs,
from human topoisomerase II cDNA. Proceedings of the National Academy
of Sciences, 90, 3231-3235.
49. Nakagawa, T., Martinez, S.R., Goto, Y., Koyanagi, K., Kitago, M., Shingai,
T., Elashoff, D.A., Ye, X., Singer, F.R., Giuliano, A.E., and Hoon, D.S.B.
2007. Detectionof CirculatingTumor Cells in Early-Stage Breast Cancer
Metastasis toAxillary Lymph Nodes. Clin Cancer Res 13:4105-4110.
50. Pierga, J-Y., Bonneton, C., Vincent-Salomon, A., de Cremoux, P., Nos, C.,
Blin, N., Pouillart, P., Thiery, J-P., and Magdelenat, H. 2004. Clinical
43

Significance of Immunocytochemical Detection of Tumor Cells Using


Digital Microscopy in Peripheral Blood and Bone Marrow of Breast Cancer
Patients. Clin Cancer Res 10:1392-1400.
51. Onitilo, Adedayo A., et al. Breast cancer subtypes based on ER/PR and Her2
expression: comparison of clinicopathologic features and survival. Clinical
medicine & research, 2009, 7.1-2: 4-13.
52. Ugh, Judith, et al. Breast cancer subtypes and response to docetaxel in node-
positive breast cancer: use of an immunohistochemical definition in the
BCIRG 001 trial. Journal of clinical oncology, 2009, 27.8: 1168.
53. Iturbe, Julian, et al. "Neoadjuvant endocrine treatment of women with breast
cancer." Oncology Reviews 5.3 (2011): 157.
54. Yuan, Peng, et al. "Ki-67 expression in luminal type breast cancer and its
association with the clinicopathology of the cancer." Oncology letters 11.3
(2016): 2101-2105.
55. Ragab, Halla Mohamed, et al. "Assessment of Ki-67 as a potential biomarker
in patients with breast cancer." Journal of Genetic Engineering and
Biotechnology 16.2 (2018): 479-484.
56. Rasmy, A., et al. "Correlation of preoperative Ki67 and serum CA15. 3 levels
with outcome in early breast cancers a multi institutional study." Asian Pac J
Cancer Prev 17.7 (2016): 3595-3600.
57. Kurozumi, Sasagu, et al. "Utility of Ki67 labeling index, cyclin D1
expression, and ER-activity level in postmenopausal ER-positive and HER2-
negative breast cancer with neoadjuvant chemo-endocrine therapy." PloS
one 14.5 (2019): e0217279.

Anda mungkin juga menyukai