Anda di halaman 1dari 7

P-ISSN : 2549-3043

E-ISSN : 2655-3201

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENGHASUT UNTUK


MELAKUKAN UNJUK RASA YANG BERAKIBAT ANARKIS

Sri Lestari1), Bahmid2)


1,2)
Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend. Ahmad Yani Kisaran
Sumatera Utara
Email : 1,2)bahmid1979@gmail.com

ABSTRAK

Demostrasi adalah salah satu hak setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasi dimuka
umum tentang permasalahan negara yang dianggap tidak berpihak kepada keadilan masyarakat.
Menyampaikan aspirasi dimuka umum memiliki syarat dan aturan yang harus di penuhi, jika
unsur-unsur yang telah diatur maka dapat mengakibatkan permasalahan yang fatal seperti
kerusuhan atau tindakan represif. Maraknya aksi kerusuhan yang terjadi belakangan ini di tanah
air, adalah karena terjadinya ketidakadilan di masyarakat, tidak tegaknya hukum, adanya
arogansi kekuasaan dari oknum aparat, tersumbatnya aspirasi masyarakat, serta adanya jurang
antara si kaya dan si miskin. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan
diteliti adalah Bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya unjuk rasa yang berakibat
anarkis? Bagaimana Tanggung Jawab Hukum Terhadap Penghasut Untuk Melakukan Unjuk
Rasa yang berakibat anarkis? Metode pendekatan dalam penelitian menggunakan pendekatan
yuridis dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian
deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Tanggung jawab
pidana penghasut terhadap aksi unjuk rasa yang berakhir anarkhis adalah apabila ia memenuhi
unsur-unsur Pasal 160 KUHP maka kepadanya dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana
penjara dan atau denda. Menyadari proses terjadinya anarki yang amat cepat, maka sebenarnya
terdapat fase (yang juga amat singkat) dimana polisi masih bisa melakukan tindakan awal dalam
rangka pencegahannya. Lepas dari fase tadi, kemungkinan besar dinamika massa telah
berkembang menjadi sesuatu yang harus ditangani secara keras.

Kata Kunci : Demostrasi, Penghasut Unjuk Rasa

I. PENDAHULUAN melalui keluhan masyarakat dan laporan


Aksi demonstrasi adalah suatu mengenai persoalan itu, mahasiswa turun
upaya untuk menyampaikan pendapat aksi ke jalan dalam membela kepentingan
kepada pemerintah yang dianggap tidak rakyat, atau kepentingan agar mengingatkan
sesuai dan terkesan salah dalam melakukan pemerintah akan suatu sistem pemerintahan
tugas ke pemerintahannya, suatu upaya yang baik dan benar, karenanya suatu
untuk membebaskan itu maka para pemerintahan yang baik selalu mendapat
mahasiswa melakukan demonstran di kritik dengan dibarengi saran yang
instansi-instansi yang terkait terindikasi membangun juga, undang-undang
kecurangan yang dilakukan secara individu kebebasan berpendapat sangat terbuka
maupun secara membawa instansi, seorang lebar, sehingga siapapun yang berbicara
pejabat pemerintahan yang melakukan dimuka umum tidak akan dihalang-halangi
tindakan yang merugikan jalannya dengan prasyarat izin kepada pihak
pemerintahan akan merugikan negara dari keamanan negara, dengan syarat itu maka
segi pembangunan pemasukan dan lain-lain pihak keamaanan negara seperti polisi.
sehingga ketika adanya kejadian seperti itu, Polisi pamongpraja dan lain-lain akan

253
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

mengamankan jalannya roda demonstran masyarakat, tidak tegaknya hukum, adanya


dalam menyatakan pendapatnya mengenai arogansi kekuasaan dari oknum aparat,
tidakan pemerintah tersebut. tersumbatnya aspirasi masyarakat serta
Pada kenyataanya suatu adanya jurang antara si kaya dan si miskin.
demonstran diperbolehkan kepada Demontrasi yang begitu banyak masa
masyarakat selain kepada mahasiswa, dapatpula penyusup ataupun akibat
seperti contoh aksi demo yang dilakukan penghasutan yang dilakukan oknum
para pekerja buruh perusahaan yang tertentu dalam memanfaatkan situasi. Hal
menolak tindakan pengusaha karena telah ini merupakan situasi yang dapat saja
lama tidak membayarkan gajinya, selain membuka peluang agar terjadinya anarkis
buruh perusahaan para masyarakat yang dalam unjuk rasa tersebut.
merasa ingin adanya pembelaan dari Mengantisipasi adanya penghasut
pemerintahan atau adanya keadilan dari yang bakal menyulut berbagai kerusuhan
pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka Presiden Soeharto pernah
ini. membentuk Pusat Komando (POSKO)
Keadilan merupakan prasyarat agar Kewaspadaan Nasional, yang antara lain
semua sistem yang manusia sedang bertugas untuk memantau gerakan-gerakan
jalankan berjalan dengan baik, terus penghasut, penyebar selebaran, dan
menerus, dan berkelanjutan, menurut dasar sebagainya maka dari itu aksi demo
negara dan dasar di adakannya suatu seharusnya dibekali dengan situasi yang
ideologi negara bahwa keadilan ialah hak baik untuk mengantisipasi tidakkan yang
segala bangsa. diluar kendali pengunjuk rasa.
Dalam perjalanannya sebuah Sebab-sebab yang terjadi dalam
penyampaian yang dilakukan oleh menghasut untuk terjadinya anarkis karena
masyarakat, mahasiswa, kaum pekerja adanya provokasi dari pihak-pihak yang
buruh, pekerja swasta dan lain-lain bukan berkepentingan untuk menghasut para
untuk menimbulkan kerusuhan namun pendemo, pendemo ketika melakukan
seperti hak dalam bernegara bahwa rakyat pendapat selayaknya telah melaksanakan
indonesia harus demokrasi, musyawarah kajian yang mendalam sehingga tercapai
untuk mufakat untuk mencapai keadilan semua penyampaian tersebut kepada
yang dimaksud diatas. pemerintah maupun instansi yang terkait,
Terjadinya kerusuhan apa bila sehingga penyampaian pendapat ini dapat
massa yang sangat banyak adalah hal yang segera dilaksanakan maka dari itu orang
bisa terjadinya, disebabkan propokator yang yang akan melakukan demonstran tersebut
memancing marah atau emosional telah mengetahui ada apa dan terjadi apa
pengunjuk rasa, apalagi tindakakan yang sehingga perlunya menyampaikan pendapat
arogan oleh phak berwajib kepada terkait dengan permasalahan yang terjadi.
pengunjuk rasa, maka seharusnya Perihal ketentuan menghasut ini
kordinator unjuk rasa dapat merdam amarah diatur di dalam Kitab Undang-Undang
pengunjuk rasa. Hukum Pidana tepatnya pada Pasal 160
Ada beberapa pendapat yang yang berbunyi: “Barang siapa di muka
mengatakan bahwa sebagai faktor umum dengan lisan atau tulisan menghasut
pemicunya antara lain, karena terjadinya supaya melakukan perbuatan pidana,
kesenjangan sosial ekonomi, tersumbatnya melakukan kekerasan terhadap penguasa
komunikasi, atau karena adanya rekayasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan
pihak ketiga1. Maraknya aksi kerusuhan undang-undang maupun perintah jabatan
yang terjadi belakangan ini di tanah air, yang diberikan berdasar ketentuan undang-
adalah karena terjadinya ketidakadilan di undang, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun atau pidana denda
1
CST, Kansil, dkk, 2009, Tindak
paling banyak empat ribu lima ratus
Pidana Dalam Undang-Undang Nasional, rupiah”.
Jakarta: jala Permata Aksara. halaman 22. Meskipun Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1998 tentang Kemerderkaan

254
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum kerusuhan, kerusakan fasilitas negara,


sudah secara tegas memberikan batasan fasilitas umum dan lain-lain3..
tentang bagaimana sistem melakukan unjuk Dengan kata lain, hanya dengan
rasa yang baik dalam hubungannya dengan hubungan batin inilah maka perbuatan yang
kemerdekaan menyampaikan pendapat, dilarang itu dapat dipertanggungjawabkan
tetapi dalam kenyataannya sering terlihat pada si pelaku. Dari segi pendekatan ialah
benturan-benturan yang terjadi sewaktu persatuan tujuan dalam mencapai hasil yang
berjalannya unjuk rasa seperti terjadinya dicapai tanpa adanya kerusuhan yang
tindakan anarkis, benturan antara terjadi perlu adanya hubungan batin yang
pengunjuk rasa dengan kepolisian, bahkan mengutamakan nilai-nilai luhur sesuai
sampai kehilangan nyawa dan luka-luka di dengan jiwa bangsa indonesia yang ingin
antara kedua belah pihak. Kondisi ini memakmurkan negeri ini.
tentunya amat sangat disa-yangkan. Di satu Dari kajian ini penulis membahas
sisi unjuk rasa adalah dihormati karena tentang pertanggung jawaban tentang
merupakan cara menyampaikan pendapat, penghasutan yang terjadi sehingga
sedangkan di sisi yang lain, terkadang terjadinya suatu anarkis.
unjuk rasa dijadikan sebagai sarana
pembenaran pendapat.
Tindak pidana adalah tindakan II. PERUMUSAN MASALAH
yang tidak hanya dirumuskan oleh Kitab Adapun rumusan masalah yang
Undang-Undang Hukum Pidana sebagai diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai
kejahatan atau tindak pidana, jadi dalam arti berikut:
luas hal ini berhubungan dengan 1. Bagaimana faktor-faktor yang
pembahasan masalah deliquensi, deviasi, menyebabkan terjadinya unjuk rasa yang
kualitas kejahatan berubah-ubah, proses berakibat anarkis?
kriminisasi dan deskriminasi suatu tindakan 2. Bagaimana Tanggung Jawab Hukum
atau tindak pidana mengingat tempat, Terhadap Penghasut Untuk Melakukan
waktu, kepentingan dan kebijaksanaan Unjuk Rasa yang berakibat anarkis?
golongan yang berkuasa dan pandangan
hidup orang (berhubungan dengan
perkembangan sosial, ekonomi dan III. METODE PENELITIAN
kebudayaan pada masa dan di tempat Penelitian ini adalah tipe penelitian
tertentu)2. deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan,
Istilah tindak pidana dalam bahasa menggambarkan, menelaah dan
Indonesia merupakan perbuatan yang dapat menjelaskan secara analitis permasalahan
atau boleh dihukum, perbuatan pidana, yang dikemukakan. Penelitian ini dilakukan
tindak pidana, sedangkan dalam bahasa dengan cara penelitian kepustakaan. Materi
Belanda disebut “strafbaarfeit” atau Penelitian diperoleh melalui pendekatan
“delik”. yuridis normatif yaitu pendekatan hukum
Dalam tidak kitab undang-undang dengan melihat peraturan-peraturan, baik
hukum pidana dan undang-undang hukum primer maupun hukum sekunder
penyampaian pendapat telah diatur atau pendekatan terhadap masalah dengan
mengenai tata cara untuk melakukan cara melihat dari segi peraturan perundang-
penyampaian pendapat, namun di dalam undangan yang berlaku, literatur, karya
peraturan tesebut telah termuat larangan ilmiah dan pendapat para ahli dan lain
atau pidana yang tidak boleh dilakukan sebagainya.
seperti menghasut sehingga terjadinya

2 3
S.R. Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum C.S.T. Kansil dan Christine S.T.
Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Kansil, 2004, Pokok-pokok Hukum Pidana,
Jakarta: Storia Grafika, hal. 204 Jakarta:Pradnya Paramita, hal 77.

255
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

IV. PEMBAHASAN telah diancamkan, ini tergantung dari soal


Tanggung Jawab Pidana Penghasut Aksi apakah dalam melakukan perbuatan ini dia
Unjuk Rasa yang Berakhir Anarkhis mempunyai kesalahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Berdasarkan hal tersebut maka
Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
wajib menanggung segala sesuatu (kalau menurut hukum pidana, terdiri atas tiga
terjadi apa-apa, boleh dituntut, syarat yaitu:
dipersalahkan, diperkarakan dan 1. Kemampuan bertanggungjawab atau
sebagainya). Pidana adalah suatu hukum dapat dipertanggungjawabkan dari si
yang mengatur perbuatan yang tidak pembuat.
diperbolehkan dalam undang-undang 2. Adanya perbuatan melawan hukum
mengenai kekerasan, kerusuhan, perusakan, yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang
bertentangan dengan kebebasan antara berhubungan dengan kelakuannya yaitu:
individu maupun kelompok. a. Disengaja
Alf Ross mengemukakan b. Sikap kurang hati-hati atau lalai
pendapatnya mengenai apa yang dimaksud c. Tidak ada alasan pembenar atau
dengan seseorang yang bertanggungjawab alasan yang menghapuskan
atas perbuatannya. Penanggungjawaban pertanggung jawaban pidana bagi si
seseorang mengenai sebab-sebab ia telah pembuat.
menghasut para aksi masa untuk Kemampuan untuk bertanggung
menyebarkan kebencian kepada pemerintah jawab adalah sangat penting karena bila
harus adanya pertanggung jawaban baik seseorang tidak mempunyai kemampuan ia
meminta maaf ataupun dinyatakan dibawah pengampuan, tidak
pertanggungjawaban secara pidana. adanya kekurangan mental yang
Pertanggung jawaban pidana dalam menyebabkan tidak dapat dipidananya
istilah asing tersebut juga dengan seseorang, perbuatan demikian dalam
teorekenbaardheid atau criminal hukum ditegaskan karena apabila orang
responsibility yang menjurus kepada yang berada dibawah pengampuan tidak
pemidanaan pelaku dengan maksud untuk akan berpengaruh untuk sadar karena ia
menentukan apakah seseorang terdakwa telah mempunyai kekurangan secara
atau tersangka dipertanggungjawabkan atas mental, maka oleh sebab itu perbuatan
suatu tindakan pidana yang terjadi atau tersebut telah ditinjau secara nyata dan
tidak. sungguh-sungguh.
Dipidananya suatu pengahasut yang Dalam KUHP masalah kemampuan
mengakibatkan anarkisnya masa , dan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal
untuk dipidananya penghasut tersebut harus 44 ayat (1) yang berbunyi : “Barangsiapa
memenuhi unsur-unsur yang ada dalam melakukan perbuatan yang tidak dapat
undang-undang. Dilihat dari sudut dipertanggungjawabkan kepadanya karena
terjadinya tindakan yang dilarang, jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
seseorang akan dipertanggungjawabkan terganggu karena cacat, tidak dipidana.”
atas tindakan-tindakan tersebut, apabila Kalau tidak dipertanggungjawabkan itu
tindakan tersebut melawan hukum serta disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak
tidak ada alasan pembenar atau peniadaan normal dikarenakan dia masih muda, maka
sifat melawan hukum untuk pidana yang Pasal tersebut tidak dapat dikenakan apabila
dilakukannya. Dan dilihat dari sudut hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP,
kemampuan bertanggungjawab maka hanya maka sebelumnya harus memperhatikan
seseorang yang mampu bertanggungjawab apakah telah dipenuhi dua syarat sebagai
yang dapat dipertanggungjawabkan atas berikut:
perbuatannya. Tindak pidana jika tidak 1. Syarat Psychiartris yaitu pada terdakwa
ada kesalahan adalah merupakan asas harus ada kurang sempurna akalnya atau
pertanggung jawaban pidana, oleh sebab itu sakit berubah akal, yaitu keadaan
dalam hal dipidananya seseorang yang kegilaan (idiote), yang mungkin ada
melakukan perbuatan sebagaimana yang sejak kelahiran atau karena suatu

256
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

penyakit jiwa dan keadaan ini harus Kemudian yang ketiga ialah
terus menerus. petanggung jawaban yang tidak adanya
2. Syarat Psychologis ialah gangguan jiwa unsur pembenaran dalam penghasutan yang
itu harus pada waktu si pelaku mengakibatkan anarkis sehingga
melakukan perbuatan pidana, oleh sebab pertanggungwaban pidana, ada pembagian
itu suatu gangguan jiwa yang timbul antara “dasar pembenar” (permisibilry) dan
sesudah peristiwa tersebut, dengan “dasar pemaaf” (ilegal execuse). Dengan
sendirinya tidak dapat menjadi sebab adanya salah satu unsur pembenaran
terdakwa tidak dapat dikenai hukuman. tersebut akan terlihat mana suatu larangan
Dalam menentukan persyarat dan mana suatu kealpaan dalam bertindak,
tersebut harus pula meninjau suatu tatanan tidakan seperti itu menimbang bahwa tidak
pertanggung jawaban baik ia telah melawan adanya perintah dari orang-orang yang
hukum yang terjadi, ia telah menyebabkan bekepentingan terhadap pemerintahaan
orang bertindak anarkis sehingga dapat yang ada. Kepentingan yang timbul akibat
diketahui orang-orang yang terlibat dalam dari anarkis itu akan membuat banyak
anarkis tersebut, aparat penegak hukum orang yang melakukan aksi dalam
dapat menghentikan dan menangkap para penyampaian pendapat melakukan
pelaku penghasut dalam tejadinya anarkis kerusuhan.
tersebut agar tidak menyebabkan Dasar penghapus pidana atau juga
keberlanjutan anarkis tersebut. bisa disebut alasan-alasan menghilangkan
Kealpaan mengandung dua syarat, sifat tindak pidana ini termuat di dalam
yaitu: Buku I KUHP, selain itu ada pula dasar
1. Tidak mengadakan penduga-duga penghapus diluar KUHP yaitu:
sebagaimana diharuskan hukum. 1. Hak mendidik orang tua wali terhadap
2. Tidak mengadakan penghati-hati anaknya/guru terhadap muridnya.
sebagaimana diharuskan hukum. 2. Hak jabatan atau pekerjaan.
Ketentuan diatas menyatakan Mengenai pembahasan diatas maka
bahwa orang dalam melakukan dapat diketahui bahwa syarat-syarat untuk
penghasutan karena adanya unsur yang dapat dilakukannya ancaman pidana telah
tidak jelas dalam hal ketidak jelasan ini memenuhi unsur-unsur dalam kuh pidana
ialah senang dalam melihat kerusuhan, dalam pasal 160.
perbuatan yang tidak disukai, adanya Dari sudut yang lain, dapat kita
kepentingan dan ingin menjatuhkan orang- amati bahwa adakalanya anarki tercipta
orang tertentu dalam pemerintah, namun secara kebetulan (by chance) atau
adanya unsur keapaan tersebut telah kecelakaan (by accident). Secara umum
menyebabkan banyak kerusuhan dan banyak kejadian demonstran dalam
kerusakan ia harus tetap mempertanggung melakukan anarki hanya permasalahan
jawabkan dimata hukum. Siapa saja yang hasutan, provokator yang tidak bertanggung
melakukan perbuatan tidak mengadakan jawab dan lain-lain. Namun yang ingin
penghati-hati yang semestinya, ia juga tidak disorot di sini adalah peran polisi yang bisa
mengadakan menduga-duga akan terjadi meredam anarki secara lebih meluas atau
akibat dari kelakuannya. namun dalam malah meng-incite atau membakar anarki
kenyataannya ada kealpaan baik disengaja yang lebih parah.
maupun tidak disengaja terjadi. Dengan
demikian tidak mengadakan penduga-duga Menyadari proses terjadinya anarki
yang perlu menurut hukum terdiri atas dua yang amat cepat, maka sebenarnya terdapat
kemungkinan yaitu: fase (yang juga amat singkat) dimana polisi
a. Terdakwa tidak mempunyai pikiran masih bisa melakukan tindakan awal dalam
bahwa akibat yang dilarang mungkin rangka pencegahannya. Lepas dari fase tadi,
timbul karena perbuatannya. kemungkinan besar dinamika massa telah
b. Terdakwa berpikir bahwa akibat tidak berkembang menjadi sesuatu yang harus
akan terjadi ternyata tidak benar. ditangani secara keras.

257
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

Memang, bila anarki telah secara memperlihatkan, kerusuhan bisa terjadi


faktual terjadi, maka polisi membutuhkan dimana saja; entah di desa atau di kota.
perkuatan yang seimbang dengan Terdapat juga hambatan lain dari
banyaknya massa. Pada saat itu, ide bahwa masyarakat pada umumnya yang (walaupun
“seorang polisi pun sudah terlalu banyak belum hilang kesadarannya dalam jiwa
untuk melambangkan hukum yang massa tadi) boleh jadi tetap
bekerja”, tidak dapat lagi diterima oleh mengembangkan prasangka negatif kepada
massa anarkis yang sudah hilang polisi sehingga tidak mau mengikuti
kesadarannya tadi. perintah polisi untuk, katakanlah, bubar.
Dalam melakukan tugasnya aparat Disamping itu, “rekan samping”
penegak hukum dalam menjaga unit dan polisi, yakni TNI, pada level personal
barisannya selalu mementingkan rekannya diduga kuat tidak kondusif (apalagi
untuk kepentingan keselamatan rekan- membantu) terhadap upaya-upaya polisi
rekanny. Tetapi, sebagaimana disebut di menghentikan kemungkinan anarki atau
atas, terdapat fase-fase awal (sebelum anarki itu sendiri bila telah terj
massa berubah anarkis) yang sebenarnya
dapat diintervensi oleh polisi.
Polisi Indonesia belum sepenuhnya V. KESIMPULAN DAN SARAN
dapat menegosiator kerusuhan yang terjadi Kesimpulan
sehingga kerusuhan dapat diatas, untuk itu 1. Bentuk kejahatan penghasutan terhadap
para aparat penegak hukum aparat aksi unjuk rasa yang berakibat anarkhis
kepolisian yang diamaksud selalu adalah meliputi: menghasut supaya
melakukan keadaan seperti militer yang melakukan suatu tindak pidana,
menggunakan unsur latihan militer dalam menghasut supaya melakukan suatu
penjagaan para demonstran yang dimaksud, perbuatan kekerasan kepada penguasa
boleh jadi belum berubah banyak. “Resep” umum, menghasut supaya tidak
menghadirkan pasukan pengendali huru- mematuhi suatu peraturan perundang-
hara dari kesatuan Brimob atau Dalmas dari undangan dan menghasut supaya tidak
KOD setempat, yang bertameng dan mematuhi suatu perintah jabatan yang
memakai rotan, masih dianggap sebagai diberikan berdasarkan peraturan
obat manjur. perundangan.
Padahal, dalam kenyataan, 2. Faktor-faktor yang menyebabkan
kehadiran pasukan pengendali huru-hara terjadinya unjuk rasa yang berakibat
yang terlalu pagi, malah bisa mempercepat anarkhis adalah: sikap para demonstran
lajunya proses menuju anarki. Atau seperti yang menganggap pendapat mereka
disebutkan dalam media-massa Amerika paling benar dan harus dituruti, suasana
Serikat “…when people see batons, raised, panas, sesak dan penat akan membuat
riot gear and mounted police clearing an para demonstran cenderung mudah
area, a tense situation becomes a violent terpancing emosi, tidak ada perwakilan
one.” yang bersedia menanggapi dan berbicara
Secara teori, penggunaan polisi dengan demonstran, solidaritas yang
paramiliter seperti Brimob dalam rangka tinggi antara para anggota demonstran,
menghadapi aksi massa memang tidak kerusuhan dalam demo memang sudah
sepenuhnya tepat. direncanakan serta adanya provokasi.
Selain itu, diyakini pula bahwa 3. Tanggung jawab pidana penghasut
memang tidak cukup banyak personil polisi terhadap aksi unjuk rasa yang berakhir
yang siap (atau terbiasa) dengan anarkhis adalah apabila ia memenuhi
pendeteksian perilaku massa di tempat unsur-unsur Pasal 160 KUHP maka
tugas masing-masing. Kesiapan atau kepadanya dapat dikenakan sanksi
keterbiasaan menghadapi saat-saat awal pidana berupa pidana penjara dan atau
massa mulai terbentuk, mungkin lebih denda.
tinggi bila seorang polisi bertugas di kota
besar. Masalahnya, pengalaman

258
P-ISSN : 2549-3043
E-ISSN : 2655-3201

Saran
Menyadari proses terjadinya anarki
yang amat cepat, maka sebenarnya terdapat
fase (yang juga amat singkat) dimana polisi
masih bisa melakukan tindakan awal dalam
rangka pencegahannya. Lepas dari fase tadi,
kemungkinan besar dinamika massa telah
berkembang menjadi sesuatu yang harus
ditangani secara keras.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
CST, Kansil, dkk, 2009, Tindak Pidana
Dalam Undang-Undang Nasional,
Jakarta: jala Permata Aksara.

S.R. Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum


Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta: Storia
Grafika.

B. Peraturan Perundang-undangan
Undang- Undang Dasar 1945.

259

Anda mungkin juga menyukai