Anda di halaman 1dari 5

BAB V

ANALISA HASIL PERHITUNGAN

Tujuan utama dari tugas akhir ini untuk menentukan seberapa besar sweep effisiensi
yang diperoleh ketika diinjeksikan bahan kimia pendesak nantinya. Karena penentuan sweep
effisiensi merupakan salah satu kunci keberhasilan dari injeksi surfaktan pada Proyek SFT-2.
Dengan dilakukannya interwell tracer test sebelum pelaksanaan tertiary recovery injeksi
surfaktan kita mendapatkan pola formasi yang paling tepat. Pelaksanaan tracer test memberikan
data-data berupa hubungan antara sumur injeksi dengan sumur produksi, besarnya volume
penyapuan pori, effesiensi penyapuan, serta dapat mengetahui bentuk permukaan formasi dalam
bumi, yang didapat dari konsentrasi tracer yang ada.
Setelah dilakukan penelitian dan perhitungan terhadap Proyek SFT-2, kita dapat
mengetahui effisiensi dari kinerja tracer . Hal ini dapat dilihat dari konsentrasi dari tracer yang
diperoleh dalam rentang waktu tertentu. Frekuensi tracer yang diperoleh semakin lama semakin
berkurang, karena perbedaan konsentrasi tidak akan jauh berbeda dengan semakin lamanya
waktu produksi yang berlangsung. Semakin menurunnya perbedan konsentrasi sampel tracer ini
menunjukkan bahwa tracer tersebut dapat menyapu permukaan reservoir dengan baik. Grafik
konektifitas well dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 dibawah ini.

Gambar 5.1 Grafik Konektifitas tiap sumur Tracer test I

Gambar 5.2 Grafik Konektifitas tiap sumur pada Tracer test II

5.1. Konektifitas Sumur


Dari gambar 5.1 dan Gambar 5.2 diatas konektifitas tiap well dapat dilihat bagaimana
pergerakan tracer didalam reservoir. Pada awalnya konsentrasi tracer meningkat dan langsung
dapat menuju ke sumur produksi, namun seiring dengan berjalannya waktu konsentrasi tracer
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan jumlah volume tracer yang menuju ke sumur produksi
akan semakin berkurang. Apabila kita perhatikan konsentrasi dari tracer test I, Sumur C1 tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk tracer 1 menuju ke sumur produksi, pada hari ke-9
telah memberikan konsentrasi yang tertinggi, ini menandakan bahwa konektifitas antara C1
terhadap sumur produksi/P1 sangat baik, akan tetapi malah bertolak belakang dengan konsentrasi
dari Tracer test II sumur C5.
Begitu juga apabila kita perhatikan konsentrasi dari tracer test II, Sumur C1 tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk tracer 1 menuju ke sumur produksi, pada hari ke-
12 telah memberikan konsentrasi yang tertinggi, ini menandakan bahwa konektifitas antara C1
terhadap sumur produksi/P1 sangat baik, akan tetapi malah bertolak belakang apabila kita lihat
konsentrasi dari Tracer test I dan II sumur C5, dari grafik diatas dapat terlihat dengan jelas
bahwa sumur C5 tidak terkoneksi dengan baik terhadap sumur produksi/P1. Disekitar sumur C5
terdapat channel atau patahan (fault), sehingga tracer C5 bukannya menuju ke sumur
produksi/P1, melainkan menyebar ke segala arah, bahkan mengalir keluar dari pattern.
Apabila dilihat dari total massa tracer yang di injeksikan dengan total konsentrasi tracer
yang terproduksi dari sumur produksi, mempunyai recovery yang cukup tinggi. Ini menandakan
bahwa adanya hubungan antara sumur injeksi dengan sumur produksi, terkecuali untuk sumur
injeksi C5

5.2. Mean Residence Time dan Breakthrough Time


Pada bab sebelumnya didapatkan mean residence time atau rata-rata waktu yang
dibutuhkan tracer untuk dapat melewati batuan reservoir. Hasil dari mean residence time dari
setiap sumur kimia pada lapangan SFT-2 dapat dilihat pada Gambar 5.3 dibawah ini,

Gambar 5.3 Grafik Mean Res time dan Breaktrough time Tracer test I

Pada Grafik 5.3 untuk tracer test I dapat dilihat bahwa setiap sumur memberikan mean
reseidence time yang berbeda-beda. Pada sumur C6 menunjukkan nilai mean residence time
tertinggi yaitu sebesar 69 hari. Pada sumur C5 menunjukkan nilai mean residence time yang
kecil yaitu sebesar 2 hari.

Gambar 5.4 Grafik Mean Res time dan Breaktrough time Tracer test II
Pada Gambar 5.4 untuk tracer test II juga dapat dilihat bahwa setiap sumur memberikan
mean reseidence time yang berbeda-beda. Pada sumur C2 menunjukkan nilai mean residence
time tertinggi yaitu sebesar 64 hari. Pada sumur C1 menunjukkan nilai mean residence time yang
kecil yaitu sebesar 20 hari. Pada sumur C5 tidak dapat diperhitungkan mean residence time,
karena konsentrasi yang keluar pada sumur produksi dari sumur C5 tidak ada. Mean residence
yang besar menunjukkan pergerakan tracer lancar atau cepat dari sumur injeksi menuju sumur
produksi. Sedangkan mean residence yang kecil menunjukkan bahwa pergerakan tracer pelan
dan lama dari sumur injeksi menuju sumur produksi.
Hasil dari percobaan ini kemudian dianalisa dengan metode analytical menggunakan
Excel spread sheet untuk mencari volume penyapuan pori. Dari hasil perhitungan pada tracer test
I didapatkan volume penyapuan pori pada C1 sebesar 4025.1 bbl C2 sebesar 20537.2 bbl ,C3
sebesar 25315.5 bbl , C4 sebesar 18217.8 , C5 sebesar 333.4 bbl , sedangkan untuk C6 sebesar
5721.3 bbl. Sedangkan dari hasil perhitungan pada tracer test II didapatkan volume penyapuan
pori pada C1 sebesar 25421.7 bbl C2 sebesar 63013.7 bbl ,C3 sebesar 36951.9 bbl , C4 sebesar
24615.4bbl , C5 = 0 , sedangkan untuk C6 sebesar 19751.4 bbl

5.3. Volume Pori Tersapu


Hasil dari volume pori ini dipengaruhi oleh total massa tracer yang terproduksi, total
massa tracer yang diinjeksikan, injection rate, dan mean residence time.

Grafik 5.5. Volume Pori Sweep Setiap Sumur tracer test I dan II

Pada Grafik 5.5 dapat dilihat volume pori yang ter-swept dari sumur injeksi ke sumur
produksi. Hasil dari volume pori ini dipengaruhi oleh total massa tracer yang terproduksi, total
massa tracer yang diinjeksikan, injection rate, dan mean residence time. Dengan mean residence
time yang besar akan memberikan harga volume pori yang ter-swept yang besar sedangkan
dengan mean residence time yang kecil akan memberikan harga volume pori yang ter-swept
yang kecil. Pada sumur C2 yang memiliki mean residence time besar, maka menghasilkan
volume pori yang ter-swept yang besar, sebaliknya pada sumur C1 yang memiliki mean
residence time yang kecil maka memiliki volume pori yang ter-swept yang kecil.
Tetapi nilai dari total massa yang terproduksi juga sangat mempengaruhi. Dapat dilihat
pada sumur C6, walaupun memiliki mean residence time yang besar, tetapi menghasilkan
volume pori yang ter-swept yang kecil. Ini diakibatkan dari massa yang keluar pada sumur
produksi sangat kecil atau bisa dikatakan sejumlah tracer menyebar ke titik-titik yang lain.

5.4. Effisiensi Penyapuan


Setelah mendapatkan nilai volume pori yang ter-swept masing-masing sumur, sesuai
rumus yang telah diberikan pada Bab sebelumnya maka sweep efficiency dari masing-masing
sumur injeksi menuju satu sumur produksi dapat diperhitungkan. Sweep Efficiency masing-
masing sumur dapat dilihat pada Gambar 5.6 berikut ini

Gambar 5.6 Sweep Effisiensi SFT-2 Tracer test I dan II

Pada Grafik 5.6. dapat dilihat hasil sweep efficiency dari sumur injeksi menuju sumur
produksi. Pada tracer test I Sumur C3 memberikan nilai sweep efficiency yang paling besar yaitu
sebesar 38.39 %. Penyapuan minyak paling besar pada saat injeksi surfactant nanti diperkirakan
dari sumur C3 tersebut. Sumur C1 memberikan nilai sweep efficiency sebesar 7,54 %. Sumur C2
memberikan nilai sweep efficiency sebesar 25.63 %. Sumur C4 memberikan nilai sweep
efficiency sebesar 30.52 %. sumur C6 sebesar 9.58 %. Sedangkan nilai sweep efficiency yang
paling kecil terdapat pada C5 yaitu sebesar 0.56 % sedangkan Eff Penyapuan Rata-rata dari
Tracer test I yaitu sebesar 18,70 %. Pada tracer test II Sumur C2 memberikan nilai sweep
efficiency yang paling besar yaitu sebesar 78.64 %. Penyapuan minyak paling besar pada saat
injeksi surfactant nanti diperkirakan dari sumur C2 tersebut. Sumur C1 memberikan nilai sweep
efficiency sebesar 47.59 %. Sumur C3 memberikan nilai sweep efficiency sebesar 56.0 %. Sumur
C4 memberikan nilai sweep efficiency sebesar 41.23 %. sumur C6 sebesar 33.08 %. Sedangkan
nilai sweep efficiency yang paling kecil terdapat pada C5 yaitu.0 % sedangkan Eff Penyapuan
Rata-rata dari Tracer test II yaitu sebesar 51.31%.
Dari semua perhitungan kedua tracer test yang dijalankan di proyek SFT-2 lapangan
Cendana, didapatkan dua Effesiensi yang sangat berbeda, dari keduanya maka keberhasilan bisa
kita peroleh dari hasil tracer test kedua, karena didapatkan nilai rata-rata dari Effisiensi
Penyapuannya sebesar 51.31 %. Sedangkan rata-rata Effisiensi Penyapuan tracer test pertama
sebesar 18.70 %.
Untuk Analisa masing-masing sumur, diperkirakan Sumur C5 mempunyai masalah antara
lain, diperkirakan ada patahan diantara sepanjang jalur aliran sumurC5 menuju sumur P1,
sehingga tidak ada konektifitas antara sumur C5 dan smur P1, berbeda halnya dengan sumur-
sumur yang lain, karena dari hasil kedua tracer test yang dijalankan, Effisiensi yang dihasilkan
tidak mencapai 1 %, bahkan yang lebih parahnya setelah Laju Injeksi ditingkatkan 2 kali dari
tracer test Pertama, pada tracer sumur C5 tidak terproduksi sama sekali pada sumur produksi P1,
sehingga effisiensi Penyapuannya 0 %.

Anda mungkin juga menyukai