ANOV A
Perlak uan
Sum of
Squares df Mean S quare F Sig.
Between Groups 18,233 3 6,078 19,943 ,000
W ithin Groups 4,267 14 ,305
Total 22,500 17
76
d. Tabel Hasil BNT (Beda Nyata Terkecil)
Multiple Comparisons
77
Lampiran 2. Hasil Uji Metabolit Sekunder
78
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
79
B. Pembuatan Ekstrak Daun Kecombrang
80
C. Pembudidayaan Nyamuk Aedes Aegypti
81
D. Pembuatan Sabun Ektrak Daun Kecombrang
82
83
E. Percobaan
84
DAFTAR PUSTAKA
Adityo, R. H. P. P., Kurniawan, B., dan Mustofa, S. 2013. Uji Efek Fraksi
Metanol Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai
Larvasida Terhadap Larva Instar IIIAedes aegypti. Universitas
Lampung. Lampung.
Akinyemi K. O., Mendie V. E., Smith S. T., Oyefolu A.O. Coker A.O. 2005.
Screening of Some Medicinal Plants Used in Southwest Nigerian
Traditional Medicine for Anti-Salmonella typhi activity. J. Herbal
Pharmacother. 5 (1): 45-60.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Bahaya DEET
Pada Insect Repellent? http://ik.pom.go.id/wp-
content/uploads/2011/11/BahayaDEETpadaInsect.pdf. Diakses 28
Agustus 2016.
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science
and Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Halaman 485-486.
Chan E.W.C.; Lim Y.Y; Ling S.K., Tan S.P.; Lim K.K. Khoo, M.G.H. 2009.
Caffeoylquinic acids from leaves of Etlingera species
(Zingiberaceae) dalam Jurnal LWT - Food Science and Technology 42
(2009) 1026–1030
Choi, J., Hwang, E., So, H.Y., Kim, B. 2002. International Vocabulary of Basic
And General Terms in Metrology.
Darwis, 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Rosemary (Rosmarinus officianalis)
Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan.
Darwis SN, Majdo Indo dan Siti Hasiyah, 1991. Tumbuhan Obat Famili
Zingiberaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Depkes Prov Sumut. 2013. Narasi Profil Kesehatan 2013. Diunduh : 28 Agustus
2016dari URL.
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. Dirjen PP& PL. Jakarta
Depkes RI, Ditjen PP & PL. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela
Epidemiologi. Volume 2, Agustus 2010. Jakarta.
Depkes RI, 2007. Inside ( inspirasi dan ide) litbangkes p2b2 Volume II :
Aedes aegypti vampir mini yang mematikan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
Depkes. RI. 2013. Buku Saku Dokter. Demam Berdarah Dengue. Diunduh : 28
Agustus 2016. Dari URL
____________., 2013. Indonesia Prakarsai Pengendalian DBD di ASEAN. .
Diunduh : 28 Agustus 2016dari URL.
72
Djakaria S, 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran edisi ke-
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 343.
Djatmiko, M., Anas, Y., dan Handayani, Sri M. 2011. Uji Aktivitas Repellent
Fraksi N-Heksan Ekstrak Etanolik Daun Mimba (Azadirachta
Indica.A. Juss) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Universitas Wahis
Hasyim. Semarang.
Djojosumarto, P. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Djunaedi, Djoni. 2006. Demam Berdarah: Epidemiologi, Imnopatologi,
Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaanya. Penerbit Universitas
Muhammadiyah. Malang
73
Naufalin, R. 2005. Kajian sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang
(Nicolaia speciosa Horan) terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan
Perusak Pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Naria, Evi. 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Volume IX, Nomor 1, Juni 2005. Medan.
74
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Airlangga
University Press. Surabaya.
Soedarto. 1992. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Soedarmo, Sumarmo. 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. UI Press.
Jakarta.
Suharmiati dan Lestari. 2007. Tanaman Obat dan Ramuan Tradisional Untuk
Mengatasi Demem Berdarah Dengue. PT AgroMedia Pustaka.
Jakarta.
Syamsuhidayat, Sri S., dan Hutapea, J. R., 1990. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (1). Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan
Pengembangan. Jakarta.
Wahyuni, Sri. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap
Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi, Universitas Negeri Semarang Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan. Semarang.
WHO. 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah
Dengue: Panduan Lengkap. EGC. Jakarta.
75
BAB III
METODE PENELITIAN
konsentrasi yang tepat dari ekstrak minyak atsiri daun kecombrang yang efektif
kali pengulangan.
44
1. Uji ekstrak daun kecombrang : Lab. Kimia Organik Bahan
45
46
Objek penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa yang diambil dari
dicukur bulunya. Jumlah nyamuk yang menjadi objek penelitian ini sebanyak 240
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta
1. Alat maserasi
2. Kotak perlakuan
3. Pisau
4. Wadah
5. Erlenmeyer
6. Beaker Glass
7. Neraca analitik
8. Gelas ukur
9. Termometer
15. Masker
17. Gunting
18. Pencukur
1. Daun Kecombrang
4. Air madu
5. N-Heksan
6. Minyak zaitun
7. NaOH
8. Akuades
9. Kelinci
memelihara larva nyamuk yang diperoleh dari tempat perindukan nyamuk Aedes
aegypti di tempat penampungan yang berisi air dan tidak berhubungan langsung
tutup atasnya dengan kain kasa dan diikat dengan karet gelang.
selama pemeliharaan
3. Amati tiap-tiap gelas. Bila larva telah berubah menjadi nyamuk dewasa,
pengolahan tumbuhan.
2. Pengolahan Tumbuhan
Heksan, maka larutan tersebut disaring agar terpisah antara cairan dan
ektrak daun kecombrang yang berbeda yaitu: 5%, 7,5%, dan 10%
Kecombrang
Total 75 75 75 75
Keterangan :
F III : Formula III sediaan sabun padat ektrak daun kecombrang 10%
K (-) : Kontrol negatif sediaan sabun padat tanpa ektrak daun kecombrang
Untuk mendapat normalitas 0,1, maka NaOH dan akuades yang dibutuhkan
N : Gram Volume
×
51
menjadi homogen
6. Kemudian adonan dituang kedalam cetakan pada suhu kamar selama 24 jam
kotak pengamatan untuk bahan makanan nyamuk. Pada sebelum dan saat
52
1. Nyamuk dewasa diambil sebanyak 240 ekor dan dimasukkan ke dalam kotak
ulangan pertama A1, B1, C1, D1. Ulangan kedua dengan tanda A2, B2, C,2
pertama.
kelembaban udara.
No Istilah Pengertian
1 Ekstrak Daun Kecombrang Sediaan cair daun kecombrang yang
aegypti.
2 Jumlah Nyamuk Aedes aegypti Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak
terdistribusi normal yaitu Anova Satu Arah (One Way Anova), dilakukan untuk
aegypti pada berbagai konsentrasi sabun ekstrak daun kecombrang pada tingkat
kepercayaan 95%. Apabila hasil uji tidak terdistribusi normal, maka dilanjutkan
Diekstraksi dengan
Dimixer metode dingin
Filtrasi
Diuapkan
HASIL PENELITIAN
repellent nyamuk Aedes aegepty yang terbuat dari ekstrak daun kecombrang
adalah 0% (sebagai kontrol), 5%, 7,5% dan 10% dengan 3 kali pengulangan.
Ekstrak diujikan kepada nyamuk dewasa yang telah dimasukkan ke dalam kotak
Ulangan sebanyak 20 ekor dengan cara memandikan kelinci dengan sabun ektrak
daun kecombrang dalam konsentrasi 5%, 7,5%, dan 10% serta memandikan
kelinci dengan menggunkan konsentrasi 0%. Jumlah nyamuk yang tidak hinggap
Hasil pengamatan pada konsentrasi 0%, 5%, 7,5% dan 10% dapat dilihat
57
58
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata nyamuk yang tidak hinggap pada
nyamuk.
nyamuk.
Tabel 4.3 Jumlah Nyamuk yang Tidak Hinggap pada Konsentrasi 7,5%
Sabun Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera elatior)
ekor nyamuk.
58
59
Tabel 4.4 Jumlah Nyamuk yang Tidak Hinggap pada Konsentrasi 10%
Sabun Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera elatior)
Pers
Nyamuk Waktu (menit) Rata- entas
Ulangan
(ekor) rata e
10 20 30 40 50 60 (%)
I 20 20 20 19 18 18 18 18,8 94%
II 20 20 20 19 19 18 17 18,8 94%
III 20 20 20 19 19 18 17 18,8 94%
∑ Total Rata-rara 18,8
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata nyamuk yang tidak hinggap pada
konsentrasi 10% dalam setiap pengulangan selama 60 menit sebanyak 18-19 ekor
nyamuk.
rumus
Hasil perhitungan daya proteksi pada konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% dapat
59
60
10%, karena mampu menolak keberadaan nyamuk dari kelinci selama 60 menit
Data yang ada terlebih dahulu diuji normalitas dan homogenitas variannya, dan
didapatkan p-value untuk hasil uji normalitas data > 0,05 yang artinya data
berdistribusi normal, sedangkan untuk uji homogenitas juga didapatkan p-value >
0,05 yang artinya varians bersifat homogen. Data penelitian yang diperoleh
60
61
berdistribusi normal dan memliki varians yang homogen, maka dari itu sudah
memenuhi syarat untuk dilanjutkan dianalisis menggunakan uji Anova One Way.
Uji Anova Satu Arah (One Way Anova) dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan rata-rata tidak hinggap Nyamuk Aedes aegypti pada berbagai
Tabel 4.6 Hasil Uji Anova Rata-rata Nyamuk Aedes aegypti Tidak
Hinggap dengan Berbagai Konsentrasi Sabun Ekstrak Daun
Kecombrang (Etlingera elatior)
Kuadrat
Jumlah
Jumlah Derajat Tengah
Nyamuk P
Kuadrat Bebas (df) (Mean
Tidak
Square)
Hinggap
Perlakuan 18,233 3 6,078 0,001
Selama 60
Galat 4,267 14 0,305
Menit
Total 22,500 17
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai p (0,001) < 0,05 pada perlakuan
artinya H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata yang
Uji BNT atau LSD (Least Significant Difference) merupakan salah satu
teknik uji beda rerata yang digunakan untuk melihat perbandingan rata-rata
pasangan konsentrasi yang berbeda secara signifikan. Uji BNT sangat baik
yaitu berkisar antara 5-10% pada percobaan yang dilakukan pada kondisi
homogen (Hanafiah, 2008). Hasil uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dapat dilihat
61
62
Tabel 4.7 Hasil Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) Rata-rata Nyamuk Aedes
aegypti Tidak Hinggap dengan Berbagai Konsentrasi Sabun
Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera elatior)
Konsentrasi Sabun
Beda Rerata (I-J) P
Konsentrasi (I) Konsentrasi (J)
Konsentrasi (0%) Konsentrasi (5%) -800 0,038*
Konsentrasi (7,5%) -2,000 0,000*
Konsentrasi (10%) -2,733 0,000*
Konsentrasi (5%) Konsentrasi (7,5%) -1,200 0,004*
Konsentrasi (10%) -1,933 0,000*
Konsentrasi (7,5%) Konsentrasi (10%) -0,733 0,090
Keterangan : Tanda (*) = berbeda nyata (p-value < 0,05)
Tabel 4.7 menunjukkan beberapa pasangan konsentrasi memiliki p-value < 0,05,
maka H0 ditolak yang berarti ada perbedaan nyata tidak hinggapnya nyamuk
nilai p-value > 0,05, maka H0 diterima yang berarti tidak ada perbedaan nyata
62
63
(Etlingera elatior) dihasilkan kandungan Flavonoid dan Tanin pekat yaitu dengan
63
BAB V
PEMBAHASAN
konsentrasi 0% (kontrol) dan konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% dengan 3 kali
memperhatikan berapa jumlah nyamuk yang tidak hinggap pada punggung subjek
percobaan.
64
Pada saat percobaan, ada beberapa nyamuk yang menggigit hingga
kenyang dan ada beberapa nyamuk yang hanya hinggap sebentar kemudian
terbang karena gerakan dari subjek penelitian yang disebabkan dalam keadaan
terikan dan terganggu oleh gigitan nyamuk. Kebiasaan menggigit nyamuk Aedes
aegepty saat mencari makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu didorong rasa
karbondioksida, dan warna. Khan, dkk (1996) melaporkan bahwa untuk jarak
yang lebih jauh, faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan
faktor lain (Soegijanto, 2006). Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari
beragam bergantung lokasi dan musim (WHO, 2005). Nyamuk ini mempunyai
Pada percobaan dengan sabun konsentrasi 0%, hasil rata-rata nyamuk yang
tidak hinggap lebih dari 50%. Hal ini dapat disebabkan karena, saat sebelum
sehingga bau dari subjek penelitian yang menarik nyamuk sudah berkurang akibat
dari proses penyabunan dan selama percobaan subjek penelitian beberapa kali
melakukan gerakan kecil akibat dari gigitan nyamuk serta ikatan pada kaki subjek
penelitian.
Pada percobaan dengan sabun konsentrasi 5%, 7,5%, dan 10% persentase
dengan 94%. Hal itu disebabkan karena adanya beberapa golongan senyawa
yang memberikan efek repellent yaitu kandungan flavonoid, saponin, tanin,
steroid dan terpenoid (Resta Renaninggalih, et.al, 2014). Hasil analisa metabolit
sekunder yang dilakukan, menunjukkan hasil flavonoid dan tanin pekat dengan
meniliki senyawa flavonoid pekat yang bekerja sebagai racun inhalasi dengan
masuk ke dalam mulut serangga melalui saluran pencernaan berupa spirakel yang
saraf dan kerusakan pada spirakel, akibatnya serangga tidak bisa bernafas dan
mati (Ariani dalam Pane,2009). Komponen lain seperti tanin, saponin, terpenoid
dan steroid dapat menjadi bahan toksik dan repellent nabati dari ekstrak
tumbuhan tersebut (Nweze, et. al, 2004, Akinyemi, et. Al,, 2005)
Selama percobaan terjadi penurunan daya tolak terhadap nyamuk, hal itu
dapat dilihat terjadi peningkatan angka nyamuk yang hinggap pada subjek
penelitian selama 60 menit. Hal itu diakibatkan dari sifat repellent nabati yang
mudah terurai di alam (biodegradable) karena kandungan dari zat aktif yang
Hasil statistik Anova One Way yang disajikan pada tabel 4.6 diperoleh p-
value α < 0,05. Hal ini menunjukkan perbedaan yang bermakna antara jumlah
yang diajukan diterima atau Ha diterima yang berarti ada pengaruh sabun ekstrak
daun kecombrang (Etlingera elatior) sebagai repellent nabati terhadap nyamuk
Aedes aegepty.
pasangan konsentrasi memiliki p-value < 0,05 yang berarti H0 ditolak. Hal ini
Aedes aegepty. Namun, terdapat satu pasangan yaitu konsentrasi 7,5% dan 10%
memiliki nilai p-value > 0,05, yang berarti H0 diterima. Hal ini menunjukkan
tidak ada perbedaan nyata daya tolak nyamuk dari masing-masing konsentrasi
daun kecombrang (Etlingera elatior). Dari hasil analisis uji lanjutan, maka sabun
konsentrasi 7,5% dengan konsentrasi 10% tidak memiliki perbedaan nyata dalam
menolak nyamuk. Tetapi apabila mengikuti standar yang ditetapkan oleh WHO
(2009), sabun ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior) adalah yang efektif
dari alam. Namun, sabun dengan ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior)
kurang aplikatif. Hal itu dibuktikan dengan percobaan selama 60 menit dengan
kongsentrasi 10% terdapat 2-3 gigitan nyamuk Aedes aegepty dalam 20 menit
suatu anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit
(2005), rata rata suhu optimum yang baik bagi spesies nyamuk agar hidup normal
adalah 25° - 28°C. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10°C), tetapi
proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu sampai di bawah
suhu kritis (4,5°C). Pada suhu yang lebih tinggi dari 35°C nyamuk akan
bertahan hidup atau mati apabila terjadi kenaikan suhu sekitar 5° - 6°C di atas
suhu maksimum.
Selama penelitian ini, suhu ruangan cukup ideal bagi kehidupan nyamuk
Aedes aegepty sehingga faktor suhu tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk dalam
penelitian ini.
BAB VI
6.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
percobaan.
konsentrasi 7,5% sebanyak 16-17 ekor nyamuk, dan pada konsentrasi 10%
45%, konsentrasi 7,5% sebesar 60% dan konsentrasi 10% sebesar 84%
4. Hasil statistik One Way Anova menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
69
berarti ada perbedaan nyata tidak hinggapnya nyamuk terhadap konsentrasi
70
71
memiliki nilai p-value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan nyata tidak
aedes aegypti adalah konsentrasi 10% karena mampu menolak nyamuk uji
lebih dari 90% dan menghasilkan daya proteksi sebesar 84%. Bedasarkan
apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan mampu bertahan selama 6
jam.
6.2 Saran
keefektifannya dalam bentuk sabun anti nyamuk selama 6 jam, 8 jam, dan
12 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nyamuk Aedes spp. merupakan vektor utama dari demam berdarah dengue
(DBD) yang terdiri dari Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua jenis nyamuk ini
ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut
suhu udara rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan
Tempat perindukan Aedes spp adalah di dalam rumah dan diluar rumah,
nyamuk Aedes aegypti biasa aktif di dalam rumah biasanya hinggap dibaju – baju
yang bergantungan dan berada di tempat yang gelap seperti di bawah tempat tidur,
dan mempunyai ciri pada tubuhnya tampak bercak hitam putih bila di lihat dengan
kaca pembesar di sisi kanan kiri punggungnya tampak dua garis berwarna putih,
suka bertelur di air yang bersih seperti di tempayan, bak mandi, vas bunga segar
yang berisi air dan lain nya dan menetas di dinding bejana air, telur ( jentik )
nyamuk Aedes aegypti bisa bertahan 2-3 bulan. Sedangkan nyamuk Aedes
bekas, tempurung dan pelepah kelapa, bambu pagar dan lain nya yang
menampung air hujan di halaman rumah. Cirinya hampir sama dengan nyamuk
7
8
medium punggung nya ada garis putih, waktu menggigit nya juga sama pada pagi
betina yang mengisap darah. Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia
pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah.
Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu
yaitu setelah matahari terbit (08.00 - 10.00) dan sebelum matahari terbenam
membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan
(Djunaedi, 2006).
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
9
(Djakaria S, 2004)
b. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang
darahnya.
c. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan
(halter).
Aedes aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada
bagian dada, perut, dan kaki terdapat bercak – bercak putih yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula probocis yang pada
nyamuk betina berfungsi untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan
berfungsi unutk menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri
dari 4 ruas yang berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada
palpus maksilaris Aedes aegypti tidak tampak tanda – tanda pembesaran, ukuran
antena terdapat diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan
berbulu lebat (Plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose)
(Sudarto,1972).
10
yang berbentuk tiga lobus. Bagian dada ini kaku, ditutupi oleh scutum pada
punggung (dorsal), berwarna gelap keabu - abuan yang ditandai dengan bentukan
berwarna putih keperakan. Pada bagian dada ini terdapat dua macam sayap,
sepasang sayap kuat pada bagian mesotorak dan sepasang sayap pengimbang
(halter) pada metatorak. Pada sayap terdapat saliran trachea longitudinal yang
terdiri dari chitin yang disebut venasi. Venasi pada Aedes aegypti terdiri dari vena
Terdapa tiga pasang kaki yang masing – masing terdiri dari coxae,
trochanter, femur, tibia dan lima tarsus yang berakhir sebagai cakar. Pada
pada nyamuk gravid (kenyang) perut mengembang. Perut terdiri dari sepuluh ruas
dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk betina alat kelamin
disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin disebut hypopigidium.
Bagian dorsal perut Aedes aegypti berwarna hitam bergaris – garis putih, sedang
pada bagian ventral serta lateral berwarna hitam dengan bintik – bintik putih
keperakan (Sudarto,1972).
11
perubahan bentuk morfologi selama hidupnya dari stadium telur berubah menjadi
stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa.
hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya
Seekor nyamuk betina rata – rata dapat menghasilkan 100 butir telur setiap
kali bertelur dan akan menetas menjadi larva dalam waktu 2 hari dalam keadaan
telur terendam air. Telur Aedes aegypti berwarna hitam, berbentuk ovale, kulit
tampak garis – garis yang menyerupai sarang lebah, panjang 0,80 mm, berat
0,0010 - 0,015 mg. Telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam waktu yang lama
12
pada keadaan kering. Hal tersebut dapat membantu kelangsungan hidup spesies
Pada umumnya nyamuk Aedes aegypti akan meletakan telurnya pada suhu
sekitar 20° sampai 30°C. Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3
hari dan pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes
2009).
Pada kondisi normal, telur Aedes aegypti yang direndam di dalam air akan
menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Berdasarkan
jenis kelaminnya, nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk
betina, serta lebih cepat menjadi dewasa. Faktor – faktor yang mempengaruhi
daya tetas telur adalah suhu, pH air perindukkan, cahaya, serta kelembaban
pergantian kulit larva instar I memiliki panjang 1-2 mm, tubuh transparan, siphon
masih transparan, tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari. Larva intar II
memiliki panjang 2,5-3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh menjadi larva
instar III selama 1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5 mm, siphon
sudah berwarna coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari. Larva instar
IV berukuran 5-7 mmm sudah terlihat sepasang mata dan sepasang antena,
tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata – rata pertumbuhan larva hingga
pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah membentuk sudut 450
Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang
lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan
makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya
terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).
Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian, yatu kepala (caput), dada
(thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk berwarna hitam dan memiliki
bercak dan garis – garis putih dan tampak sangat jelas pada bagian kaki dari
nyamuk Aedes aegypti. Tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada
bagian kepala terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang
palpi, antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina,
antena berbulu pendek dan jarang (tipe pilose), sedangkan pada nyamuk jantan,
antena berbulu panjang dan lebat (tipe plumose). Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu
prothorax, mesotorax, dan methatorax. Pada bagian thorax terdapat 3 pasang kaki
15
dan pada ruas ke 2 (mesothorax) terdapat sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8
ruas dengan bercak putih keperakan pada masing – masing ruas. Pada ujung atau
ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan
keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan nyamuk
jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk betina keluar
dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung
mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya
sekali kawin. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis panjang
untuk menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan,
mengandung gula. Nyamuk Aedes aegypti betina umumnya lebih suka menghisap
darah manusia karena memerlukan protein yang terkandung dalam darah untuk
pembentukan telur agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk jantan. Setelah
dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat hinggap di tempat tempat yang agak
telurnya diletakkan pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding bak
mandi, kelambu, dan kaleng - kaleng bekas yang digenangi air (Hoedojo R dan
Zulhasril, 2008).
16
keperluan sehari – hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan
ember.
2. Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat – tempat yang
biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari
– hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas,
3. Tempat penampungan air alami (TPA alami) seperti lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang
1. Perilaku makan
hewan panas lainnya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua
periode aktivitas menggigit, pertama dipagi hari selama beberapa jam setelah
matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas
menggigit dapat beragam, bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya
terganggu, Aedes aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini dapat
malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang (WHO,2001).
2. Perilaku istirahat
mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar
permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang
3. Jarak terbang
tampaknya terbatas sampai pada jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Akan
tetapi, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan nyamuk ini dapat menyebar
lebih dari 400 meter terutama untuk mencapai lokasi bertelur (WHO,2001).
18
4. Lama Hidup
Aedes aegypti dewasa memiliki rata – rata lama hidup hanya delapan hari.
Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, resiko penyebaran
Nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di
disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B yaitu Arthropod borne
virus atau virus yang disebarkan oleh arthropoda. Virus ini termasuk genus
flavivirus dari famili flaviviridae. Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk,
diri).
melepaskan zatzat yang merusak sel – sel pembuluh darah, yang disebut dengan
yang salah satunya ditujukan dengan melebarnya pori – pori pembuluh darah
kapiler. Hal itu mengakibatkan bocornya sel – sel darah, antara lain trombosit dan
eritrosit.
perdarahan hebat pada kulit, saluran cerna, saluran pernapasan, dan organ vital
dengan gejala demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, manifestasi
19
perdarahan pada tes rumple leed, mulai dari petekie sampai perdarahan spontan
seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah hitam; hasil pemeriksaan
(normal pria <45 dan wanita <40); akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue
Siklus penyebaran virus dengue dapat terjadi dalam beberapa tahap, yaitu
Tahap pertama nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia yang terinfeksi virus
dengue, kemudian virus akan berkembang di perut dan kelenjar ludah nyamuk
Aedes aegypti. Tahap kedua nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue
menggigit manusia yang sehat, kemudian virus berkembang pada jaringan dekat
titik inokulasi atau lymph node, virus keluar dari jaringan inokulasi dan menyebar
melalui darah untuk menginfeksi sel – sel darah putih, lalu virus keluar dari sel
darah putih dan bersirkulasi ke darah, sistem kekebalan tubuh merusak sel – sel
yang terinfeksi. Jika sel yang terinfeksi sedikit, demam akan berlangsung 6-7 hari.
Tetapi jika sel yang terinfeksi banyak demam akan lebih parah dan pendarahan
sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871 orang. Terjadi peningkatan
kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 90.245
Utara sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi.
20
Daerah endemis DBD di Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan, Deli
Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten
Karo. Sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100,000 penduduk di
Provinsi Sumatera Utara relatif tinggi. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD
tercatat 4.732 kasus dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami
kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4,367 kasus
dengan IR sebesar 33 per 100.000 penduduk. Insidens rate DBD dengan insidens
rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir umumnya dilaporkan oleh daerah
perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang Siantar, Langkat dan
luas. Pengobatan spesifik terhadap penyakit DBD sampai saat ini belum ada,
1. Penyakit tadi belum ada obat maupun vaksinnya, seperti hampir semua
2. Bila ada obat atau vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum
sulit dikendalikan.
jamur dan virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk. Artropoda juga
dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang
baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva
nyamuk yang berukuran lebih besar, juga larva capung dan Crustaceae. Contoh
beberapa jenis ikan sebagai pemangsa yang cocok untuk pengendalian larva
ialah: Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus reticularis (Guppy = water
melakukan uji coba penggunaan 3 mg/1 air Giotrium candidum, Mucor haemalis
membunuh 100% nyamuk Aedes aegypti pada hari ketiga, sedangkan Beauveria
mudah terurai oleh sinar matahari sehingga tidak berbahaya, tidak merusak
nikotin, anabasin, dan lupinin dapat membunuh larva Cx. Quinquefasciatus dan
dapat membunuh larva Culex peus, Culex tarsalis, dan Aedes aegyti. Aminah telah
25% mematikan. Penggunaan ekstrak bawang merah yang paling efektif adalah
Senyawa kimia non nabati berupa derivat – derivat minyak bumi seperti
minyak tanah dan minyak pelumas yang mempunyai daya insektisida. Insektisida
24
berikut:
1. Mempunyai daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi
larva/nimfa.
bentuk, cara masuk ke dalam badan serangga, macam makan kimia, konsentrsai
malathion masih merupakan cara yang umum dipakai untuk membunuh nyamuk
- nyamuk dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup dalam
25
air. Pengendalian yang umum dipergunakan unutuk larva – larva nyamuk adalah
2004):
sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan
2. Racun Kontak
3. Racun Pernapasan
pernapasan. Serangga akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang
cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau
nyamuk jantan steril mengawini nyamuk betina yang ada di alam. Karena nyamuk
betina hanya kawin sekali maka nyamuk betina yang kawin dengan nyamuk
2.1.7.5 Repellent
menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau
dikenal sebagai salah satu jenis pestisida rumah tangga yang digunakan untuk
melindungi tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Sekarang lebih dikenal dalam
bentuk lotion, tetapi ada juga yang berbentuk spray (semprot), jadi
penggunaannya dioles atau disemprotkan pada kulit (POM, 2011). Oleh karena
itu, penolak nyamuk harus memenuhi beberapa syarat, yaitu antara lain : tidak
tidak merusak pakaian, dapat bertahan lama, efektif terhadap berbagai macam
sehingga dapat terhindar dari berbagai jenis arthropoda yang menggigit seperti
nyamuk. Pada tahun 1957, telah dikembangkan sebuah repellent yang termasuk
membunuh mereka. Bila digunakan dengan baik, akan melindungi kita dari
gangguan serangga sekitar 2 jam, tergantung dari orangnya, jenis species dan
populasi arthropodanya. DEET merupakan salah satu contoh repellent yang tidak
27
berbau, tetapi dapat menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka, atau
baru dioleskan baunya dapat menolak nyamuk dengan jarak kurang lebih 4 cm
dari kulit, dan tidak merusak lingkungan. Sedangkan kekurangannya adalah tidak
bisa mematikan nyamuk, dan tidak bisa melindungi manusia dari sengatan
senyawa senyawa sedikit berbau bahkan ada yang tidak berbau, Bahan - bahan
sintesis yang sering digunakan sebagai repellent misalnya : benzyl benzoat, butyl
senyawa alami yang biasa digunakan sebagai repellent sebagai margosin, eugol,
indool, dan geraniol, secara umum repellent yang menpunyai zat aktif tunggal
atau lebih umumnya berada dalam bentuk larutan, emulasi, krim atau bentuk stik
yang semi solid akan mengurangi serangan nyamuk gigitan serangga dan akan
pakaian.
28
2. Jangan menggunakan repellent pada kulit yang terluka atau kulit yang
iritasi.
wajah.
sabun dan air atau segera mandi. Ini sangat penting ketika repellent
digunakan secara berulang pada satu hari atau pada hari yang berurutan.
Selain itu, pakaian yang sudah terkena repellent juga harus dicuci
7. Jika kulit mengalami ruam/ kemerahan atau reaksi buruk lainnya akibat
dengan sabun dan air. Jika pergi ke dokter, bawa repellent yang
arsik ikan mas, masakan pucuk ubi tumbuk, dan juga digunakan sebagai peredam
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
1. Akar
2. Batang
semu gilig membesar di pangkalnya tumbuh tegak dan banyak. Batang saling
3. Daun
tersusun dalam dua baris berseling, di batang semu helaian daun berbentuk
atau bentuk jantung, tepinya bergelombang dan ujung meruncing pendek gundul
namun dengan bintik – bintik halus dan rapat bewarna hijau mengkilap sering
4. Bunga
2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm bewarna merah
jambu hingga merah terang berdaging, ketika bunga mekar maka bunga tersebut
5. Buah
dalam bongkol hampir bulat berdiameter 10-20 cm, masing – masing butir
32
besarnya 2-2,5 cm, berambut halus dan pendek di bagian luar, bewarna hijau
6. Biji
coklat kehitaman dan diselubungi salut biji (arilus) bewarna putih bening atau
dijadikan lalap atau direbus lalu dimakan bersama sambal di Jawa Barat.
Kecombrang yang dikukus juga kerap dijadikan bagian dari pecel di daerah
pembuatan megana, sejenis urap berbahan dasar nangka muda. Di Malaysia dan
bunga serta "polong"nya menjadi bagian pokok dari sayur asam Karo; juga
menjadi peredam bau amis sewaktu memasak ikan. Masakan batak populer,
arsik ikan mas, juga menggunakan asam cekala ini. Di pelabuhan ratu, buah dan
dengan mememarkan pelepah daun kecombrang hingga keluar busa yang harum
yang dapat langsung digunakan sebagai sabun. Tumbuhan ini juga dapat
pewarna kuning. Pelepah daun yang menyatu menjadi batang semu, pada masa
lalu juga dimanfaatkan sebagai bahan anyam – anyaman; yaitu setelah diolah
Batang semu juga merupakan bahan dasar kertas yang cukup baik (Darwis, dkk
1991)
air susu ibu dan pembersih darah, untuk obat penghilang bau badan dipakai
±100 gr bunga segar, dicuci dan dikukus sampai matang dan dimakan sebagai
• Minyak atsiri
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid. Zat inilah penyebab
wangi, harum, atau bau yang khas pada minyak tumbuhan. Secara ekonomi
34
senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk
(Harbone,1897).
• Flavonoida
Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas
pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
Flavonoida terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai
angiospermae yang mencakup banyak jenis pigmen yang umum dan mempunyai
peranan penting dalam tumbuhan, misalnya pada bunga sebagai pigmen yang
berperan dalam menarik burung dan serangga penyerbuk. Selain itu ada beberapa
senyawa flavonoida yang menyerap sinar ultraviolet yang juga berperan dalam
• Tanin
Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan berpembuluh,
biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang. Tanin tumbuhan dibagi
menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar
tanin yang tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
mempunyai titik leleh tinggi, dan bersifat optik aktif. Triterpenoida dapat dibagi
sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Uji yang banyak digunakan
(Harborne,1987).
untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan hati dan
kadar fenolik yang tinggi dan asam askorbat, juga dapat digunakan sebagai
antioksidan dan menghambat aktivitas tirosin. Wong dkk (1993) meneliti minyak
atsiri dengan metode destilasi uap terisolasi dari tunas bunga muda kecombrang.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa komponen utama minyak atsiri terdiri dari
36
senyawa aldehid alifatik dan alkohol dengan dodecanol dan dodecanal sebagai
dua komponen yang paling banyak. Jaafar, dkk (2007) juga telah meneliti minyak
atsiri yang terkandung pada daun kecombrang yaitu ß pinene (19,7%), kariopilen
atsiri pada batang sebagian besar didominasi oleh 1,1 - dodecanediol diasetat
(34,26%) dan dodecan (26,99%). Minyak atsiri dari bunga dan rimpang
Gambar 2.7 Senyawa utama penyusun minyak atsiri pada tanaman kecombrang :
(a) Siklododecan, (b) ß - Pinen, (c) Kariopilen, (d) (E) - ß - Farnesen, (e)
2.2.5.1 Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan
pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia
37
POM, 2000).
komponen terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan
melarutkan solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang
A. Cara Dingin
1. Maserasi
ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya
perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka larutan
larutan didalam dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,
2. Perkolasi
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, dan
sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan
sekurang – kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan
B. Cara Panas
1. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
2. Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan
3. Digesti
39
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (+30 menit) dan
2.3 Sabun
Sabun adalah garam alkali dari asam – asam lemak dan telah dikenal
Sabun ditemukan oleh orang Mesir Kuno beberapa ribu tahun yang lalu.
Bangsa Romawi membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu. Sekarang
sabun dibuat dengan memanaskan lelehan lemak dengan lindi (lye=larutan alkali)
Proses pembuatan sabun tidak pernah berubah selama 200 tahun. Prosedur
(sabun) dan alkohol (gliserol). Garam asam karboksilat dari sabun biasanya
mengandung atom karbon 12-18 dengan rantai lurus (Pavia, et al., 1988).
gliserida dengan tiga gugus asam lemak yang diesterifikasi dengan gliserol
(trihidroksi alkohol). Perbedaan antara lemak dan minyak dapat dilihat dari
keadaan fisiknya: lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair. Lemak dan
minyak biasanya terdiri dari molekul asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh
yang mengandung atom karbon antara 7 dan 21 yang berikatan dengan gliserol.
Secara umum, reaksi antara alkali dengan trigliserida menghasilkan sabun dan
proses pembuatan sabun yang paling banyak dugunakan. Proses pembuatan sabun
yang lain adalah netralisasi asam lemak dengan alkali. Lemak dan minyak
dihidrolisis dengan uap bertekanan tinggi untuk menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol. Asam lemak ini kemudian dimurnikan dengan destilasi dan
dinetralkan dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan air (Barel, et al., 2001)
dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun:
2. Ujung anion molekul sabun yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
karena tolak menolak antara tetes sabun – minyak, maka minyak tersebut
sabun opaque, sabun transparan, sabun translusen, dan sabun herbal (Hernani et
al., 2010). Jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari
penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari –
hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya, sabun transparan
merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun
mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh
kalangan menengah atas. Sabun transparan juga dapat digolongkan kedalam sabun
ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik dan larut dalam
zat – zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.
42
Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidak sepenuhnya larut
dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel,
1986).
disebabkan oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul
sabun larut dalam zat nopolar, seperti tetesan – tetesan minyak. Kedua, ujung
anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul –
molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak –
menolak antara tetes – tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
air yang di dalamnya terlarut sabun. Air sabun dapat mengemulsikan dan
dalam busa sabun dan hilang setelah dibilas dengan air. Berbagai macam zat
PENDAHULUAN
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Sampai saat ini yang paling berperan
adalah nyamuk Aedes aegypti, karena hidupnya didalam dan sekitar rumah,
Tahun 1968, empat belas tahun sesudah kejadian luar biasa pertama di
yaitu berupa kejadian luar biasa demam berdarah dengue di Surabaya sebanyak 58
Di Indonesia sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian 871
orang. Terjadi peningkatan kasus pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun
Utara sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi.
Daerah endemis DBD di Provinsi Sumatera Utara adalah Kota Medan, Deli
1
2
Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Kabupaten
Karo. Sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate DBD per 100,000 penduduk di
Provinsi Sumatera Utara relatif tinggi. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD
tercatat 4.732 kasus dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalami
kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4,367 kasus
Insidens Rate DBD adalah sebesar 5 per 100,000 penduduk, angka Sumatera
Utara sangat jauh diatas indikator tersebut. Insidens rate DBD dengan insidens
rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir umumnya dilaporkan oleh daerah
perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang Siantar, Langkat dan
daerah endemik langganan demam berdarah (Suharmiati dan Lestari, 2007). DBD
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri uluh hati, disertai dengan tanda-tanda
mencegah demam berdarah dengue atau DBD sampai saat ini belum ditemukan,
oleh karena itu pencegahan terhadap virus dengue lebih diutamakan dengan
3
dan Lestari, 2007). Pengendalian nyamuk yang sering dilakukan yaitu dengan
menimbulkan efek negatif baik bagi lingkungan maupun manusia serta hewan
yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan oleh penggunanya. DEET
relatif panjang dan dikhawatirkan dapat bersifat racun (Flint and Robert Van den
Bosch, 1995 dalam Mustanir dan Rosnani, 2008. 175). Penggunaan DEET pada
kulit sering menimbulkan adalah iritasi kulit, termasuk eritema (kemerahan pada
kulit) dan pruritis (gatal), sedangkan penggunaan DEET dengan konsentrasi yang
tinggi dan setiap hari dapat menyebabkan efek yang lebih parah seperti insomnia,
kram otot, gangguan pada suasana hati (mood disturbances) dan terbentuk ruam
(BPOM, 2009:6). Cara kerja dari penolak nyamuk ini sendiri berawal dari bahan-
bahan yang terkandung dalam penolak nyamuk mengeluarkan bau yang tidak
disukai oleh nyamuk, sehingga nyamuk tersebut tidak mendekat dan menggigit.
kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun kecombrang antara lain
sifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksis (Dinata, 2009). Hasil
dilakukan oleh Darwis (2009). Dari hasil diketahui bahwa ekstrak daun rosemary
Aedes aegypti sebesar 5%. Penelitian lain tentang repellent juga dilakukan oleh
Sianipar (2010), dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun zodia (Evodia
kadar berbeda, yaitu pada daun sebesar 0,0735%, bunga sebesar 0,0334%, batang
sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%. Minyak atsiri diketahui memiliki
aktivitas repellent. Sebagai perbandingan, seperti pada penelitian Choi dkk dalam
Djatmiko dkk. (2011) minyak atsiri Thymus vulgaris (thyme) terbukti memiliki
aktivitas repellent.
vektor penyakit demam berdarah dengue yang aman terhadap pemakai dan
berdarah dengue adalah dengan membuat sabun mandi yang telah dikombinasikan
dengan ekstrak daun kecombrang yang diduga dapat menolak nyamuk (repellent).
5
Alternatif ini dapat dijadikan pilihan karena belum ada produk sabun yang dijual
di pasaran yang digunakan sebagai sabun mandi penolak nyamuk Aedes aegypty.
Indonesia merupakan bahan kimia sintetis beracun yang dikemas dalam bentuk
lotion yang dapat menimbulkan kemerahan pada kulit dan iritasi. Oleh sebab itu
perlu dilakukan penelitian repellent yang berasal dari bahan alami dan dikemas
dalam bentuk sabun yang tidak menimbulkan efek samping terhadap kesehatan.
Daun kecombrang diduga dapat dijadikan salah satu alternatif repellent nabati
Ha: Adanya perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak hinggap
pada subjek penelitian disetiap peningkatan konsentrasi 5%, 7,5%, dan 10%
Ho: Tidak adanya perbedaan jumlah nyamuk Aedes aegypti yang tidak
hinggap pada subjek penelitian disetiap peningkatan konsentrasi 5%, 7,5%, dan
(Etlingera elatior) yaitu 5%, 7,5%, dan 10% terhadap jumlah rata-rata
6
(Oryctolagus cuniculus).
2. Bagi Masyarakat
3. Bagi Peneliti
masyarakat.
ABSTRAK
Kata kunci : repellent, aedes aegypti, dan daun kecombrang (Etlingera elatior).
iii
ABSTRACT
iv
EFEKTIVITAS PEMBUATAN SABUN EKSTRAK DAUN
TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
NIM : 121000402
TAHUN 2015
OLEH
NIM : 121000402
beserta seluruh isinya adalah benar hasil saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau mengutip dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap
menanggung resiko atau sanksi yang diajukan kepada saya apabila ditemukan
adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya, atau klaim dari
i
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul
EFEKTIVITAS PEMBUATAN SABUN EKSTRAK DAUN
KECOMBRANG (Etlingera elatior) SEBAGAI
REPELLENT NYAMUK Aedes aegepty
TAHUN 2015
NIM : 121000402
Disahkan Oleh :
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
ii
ABSTRAK
Kata kunci : repellent, aedes aegypti, dan daun kecombrang (Etlingera elatior).
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Sebagai Repellent Nyamuk Aedes aegepty Tahun 2015”, guna memenuhi salah
ini khususnya kepada ayahanda dan ibunda tercinta M. Rumahorbo dan L.Sinaga
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dra. Ida Yusnita, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
2. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
v
3. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
4. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
Organik Bahan Alam FMIPA USU yang telah meluangkan waktu memberikan
vi
8. Melsa Yohanna N Damanik yang selalu menemani, mendengar keluh kesah
penulis.
9. Teman – teman penulis Gg. Ganefo 3/5 ( Bg. Udin, Fengky, Andri, Rio, Surya,
Luis, Leo, Dedy, Indra, Rindo, Clinton, Kak Henny, Kak Etty, Mulya, Ayu, Jhon,
10. Sahabat-sahabat penulis (Roy dan Firda) yang telah menenmani dan
11. Keluarga PBL Desa Salit dan Tim LKP Pirngadi yang telah memberi dukungan
kepada penulis.
12. Teman-teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
viii
2.2.5.1.1 Pembagian Metode Ekstraksi Menurut DiJen
POM ...................................................... 37
2.3 Sabun ........................................................................ ........................... 39
2.3.1 Defenisi Sabun....................................................................... 39
2.3.2 Kegunaan Sabun................................................................... . 40
2.3.3 Jenis-jenis Sabun................................................................... 40
2.3.4 Mekanisme Kerja Sabun........................................................ 41
2.4 Kerangka Konsep ........................................... ..................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 43
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………….. .. 43
3.1.1 Jenis Penelitian………………………………………………….43
3.1.2 Rancangan Penelitian…………………………………………. . 43
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………… ............ 43
3.2.1 Lokasi Penelitian………………………………………… ........ 42
3.2.2 Waktu Penelitian………………………………………………. 44
3.3 Objek Penelitian…………………………………………………...... . 44
3.4 Metode Pengumpulan Data………………………………………........ 44
3.4.1 Data Primer………………………………………………......... 44
3.4.2 Data Sekunder……………………………………………......... 44
3.5 Alat dan Bahan Penelitian…………………………………………... . 44
3.5.1 Alat Penelitian…………………………………………........... .. 44
3.5.2 Bahan Penelitian…………………………………………......... . 45
3.6 Prosedur Kerja Penelitian................................................................... 46
3.6.1 Prosedur Mendapatkan Larva Nyamuk Aedes aegypti ............. 46
3.6.2 Pembuatan Sabun Ektrak Minyak Atsiri Daun Kecombrang .. 46
3.6.2.1 Penyediaan Bahan Tumbuhan.................................. ... 46
3.6.2.2 Pembuatan Ekstrak ..................................................... 47
3.6.3 Cara Pembuatan Sabun ............................................................. 47
3.6.3.1 Rancangan Formulasi Sabun ........................................ 47
3.6.3.2 Cara Pembuatan Sabun ................................................ 48
3.6.4 Cara Pembuatan Kotak Pengamatan ........................................... 49
3.7 Prosedur Percobaan ............................................................................. 49
3.8 Defenisi Operasional...........………………………………… ............. 51
3.9 Analisis Data…………………………………………………............ 52
3.10 Kerangka Kerja…………………………………………………........ 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 54
4.1 Pengaruh Sabun Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai
Repellent Nyamuk Aedes aegepty ……………………………… ....... 54
4.2 Daya Proteksi Sabun…………………………………………... ......... 56
4.3 Analisis Statistik…………………………………………... ................ 57
4.3.1 Hasil Uji One Way ANOVA ……………………………… ...... 58
4.3.2 Hasil Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) ………………………58
4.4 Hasil Uji Metabolit Sekunder Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera
elatior)…………………………………………………............ .......... 59
4.5 Pengukuran Suhu Ruangan………………………………………........ 60
ix
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 61
5.1 Pengaruh Sabun Ekstrak Daun Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai
Repellent Nabati Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes aegeptyYang Tidak
Hinggap..................................................................................61
5.2 Penggunaan Sabun Ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior) sebagai
repellent nabati terhadap nyamuk Aedes aegepty …………..... 64
5.3 Suhu Udara…………………………………………………........... . 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 66
6.1 Kesimpulan…………………………………………………............ ... 66
6.2 Saran…………………………………………………............ ............. 67
DAFTARPUSTAKA.................................................................................. .... 68
LAMPIRAN.................................................................................. .................. 72
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Pendidikan Formal
xiv