Anda di halaman 1dari 16

UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

ANALISIS KINERJA APBD PROVINSI BALI


PADA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012-2016

PERFORMANCE ANALYSIS OF BALI PROVINCE APBD


ON REALIZATION REPORT ON REGIONAL INCOME AND EXPENDITURE
BUDGET IN THE 2012-2016 BUDGET YEAR
1
Agung Tranata, 20214492
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
agungtranata14@gmail.com
2
Ary Natalina SSos., MM
Universitas Gunadarma
arynatalina@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan APBD di Provinsi Bali
pada laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah. Teknik analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah daerah yang mencakup
beberapa parameter berupa rasio yaitu Derajat Desentralisasi Fiskal, Kemandirian Keuangan
Daerah, Ketergantungan Keuangan Daerah, Efektivitas PAD, dan Efisiensi Belanja Daerah.
Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran tahun anggaran 2012-2016. Objek
yang digunakan pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota pada Provinsi Bali.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja pengelolaan realisasi anggaran
pendapatan belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun anggaran 2012-2016
sebagian besar sudah terealisasi dengan baik namun belum merata pada beberapa daerahnya.
Kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Badung paling unggul dibandingkan dengan
kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Bali dari sisi
Derajat Desentralisasi Fiskal, Kemandirian Keuangan Daerah, dan Ketergantungan Keuangan
Daerah.
Kinerja Keuangan pemerintah daerah jika dilihat dari Efektivitas PAD terbilang sudah
efektif dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang
sudah ditetapkan dalam laporan realisasi APBD. Kinerja Keuangan pemerintah daerah jika
dilihat dari Efisiensi Belanja Daerah masih belum efisien dalam menggunakan anggaran
belanjanya dikarenakan nilai anggaran belanjanya masih diatas 100% sehingga dapat
dikatakan bahwa pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali berkriteria tidak efisien.

Kata Kunci: APBD, Budget Realization, Degree of Fiscal Decentralization, Regional


Financial Independence, PAD Effectiveness, Regional Financial Efficiency, Regional
Financial Dependency

1
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

ABSTRACT

This study aims to analyze the APBD financial performance in Bali Province
in the income budget realization report and regional shopping. The analysis technique used
in this study is the financial performance of local governments which includes several
parameters in the form of ratios namely Fiscal Decentralization Degree, Regional Financial
Independence, Regional Financial Dependency, PAD Effectiveness, and Regional
Expenditure Efficiency. The data used is the Budget Realization Report for the 2012-2016
budget year. The object used in this study is the District/City in Bali Province.
The results of this study indicate that the management performance of the realization
of the regional expenditure budget in the District/City in the Province of Bali in the 2012-
2016 budget year has largely been well realized but not evenly distributed in some regions.
The financial performance of the local government of Badung Regency is superior compared
to the financial performance of other District/City governments in Bali Province in terms of
the Fiscal Decentralization, Regional Financial Independence, and Regional Financial
Dependency.
Local government financial performance when viewed from the PAD Effectiveness is
considered effective in realizing the planned PAD compared to the targets set in the APBD
realization report. Regional government financial performance when viewed from the
Regional Expenditure Efficiency is still not efficient in using its expenditure budget because
the value of its shopping budget is still above 100% so it can be said that the District/City
regional governments in Bali Province are inefficient criteria.

Keywords: APBD, Budget Realization, Degree of Fiscal Decentralization, Regional


Financial Independence, PAD Effectiveness, Regional Financial Efficiency, Regional
Financial Dependency

PENDAHULUAN
Pada saat ini perkembangan kegiatan pemerintahan umum dan
akuntansi sektor publik, khususnya di pembangunan.
Indonesia semakin pesat dengan adanya Pertumbuhan ekonomi suatu
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah wilayah dipengaruhi oleh terpadunya
dalam mewujudkan pemerintahan yang kontribusi beberapa faktor, seperti
baik. Prinsip-prinsip pemerintahan yang investasi, inflasi, pemberdayaan
baik meliputi, akuntabilitas yang diartikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), laju
sebagai kewajiban untuk pertumbuhan penduduk, kontribusi
mempertanggungjawabkan kinerjanya, angkatan kerja, dan lain-lain. Untuk
keterbukaan dan transparansi dalam arti mencapai suatu wilayah dengan
masyarakat tidak hanya dapat mengakses pertumbuhan ekonomi yang tinggi, strategi
suatu kebijakan tetapi juga ikut berperan dan kebijakan ekonomi pembangunan
dalam proses perumusannya, ketaatan pada harus fokus pada sektor-sektor strategis
hukum, dalam arti seluruh kegiatan dan potensial pada wilayah tersebut baik
didasarkan pada aturan hukum yang sektor riil, finansial, maupun infrastruktur
berlaku dan aturan hukum tersebut agar dapat meningkatkan pertumbuhan
dilaksanakan secara adil dan konsisten, ekonomi. Peran pemerintah daerah dalam
dan partisipasi masyarakat dalam berbagai mengelola keuangan dalam hal anggaran
dan pendapatan sangat menentukan

2
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

keberhasilan peningkatan pertumbuhan daya manusianya sehingga dapat


ekonomi di suatu daerah. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
Besaran dana yang dialokasikan masyarakat Bali. Hak pengelolaan atas
dalam APBD dapat memberikan gambaran sumber daya yang terdapat di Bali yang
ukuran kinerja dalam pengelolaan. diberikan pemerintah pusat kepada
Anggaran daerah merupakan desain teknis pemerintah daerah Provinsi Bali harus
untuk melaksanakan strategi, sehingga menjujung tinggi transparansi dan
apabila pengeluaran pemerintah akuntabilitas terhadap publik. Oleh karena
mempunyai kualitas yang rendah, maka itu perlu dilakukan pengukuran kinerja
kualitas pelaksanaan fungsi-fungsi keuangan pemerintahan.
pemerintah juga cenderung melemah, yang APBD Kabupaten/Kota di Bali
berakibat kepada wujud daerah dan disebutkan, secara khusus, APBD tertinggi
pemerintah daerah di masa yang akan masih dimiliki Kabupaten Badung dengan
datang sulit untuk dicapai (Mediaty, 2010). skala ekonomi terbesar di daerah ini di
Keberhasilan penyelenggaraan tahun 2015. Pagu pendapatan Kabupaten
otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari Badung tercatat sebesar Rp 3,6 triliun dan
kemampuan daerah dalam bidang pagu belanja Rp 4,05 triliun. Di sisi lain,
keuangan, karena kemampuan keuangan Kabupaten Bangli tercatat memiliki APBD
merupakan salah satu indikator penting terendah, dengan pagu pendapatan sebesar
untuk mengukur tingkat otonomi suatu Rp 826 miliar dan pagu belanja sebesar Rp
daerah. Sebagai konsekuensi dari 930 miliar. Dari sisi kemampuan daerah
kewenangan otonomi yang luas, dalam membiayai belanjanya, Kabupaten
pemerintah daerah mempunyai kewajiban Badung juga memiliki kemandirian fiskal
untuk meningkatkan pelayanan dan tertinggi. Hal itu sebagaimana tercermin
kesejahteraan masyarakat secara dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
demokratis, adil, merata, dan terhadap total pendapatan yang cukup
berkesinambungan. Kewajiban itu hanya tinggi, yakni sebesar 85,73%
bisa dipenuhi jika pemerintah daerah (ekonomi.metrotvnews .com).
mampu mengelola potensi daerahnya yaitu
potensi sumber daya alam, sumber daya KAJIAN PUSTAKA
manusia dan potensi sumber daya Akuntansi Pemerintah
ekonominya secara optimal. Sehingga Didalam sejarah akuntansi, akuntansi
kebijakan otonomi daerah ini secara luas pemerintah merupakan bagian dari sektor
diharapkan mampu mempercepat publik. Akuntansi sektor publik
pertumbuhan ekonomi daerah dan merupakan akuntansi yang digunakan
sekaligus mengurangi angka kemiskinan di untuk organisasi nirlaba yang memiliki
masing-masing daerah. karakteristik sendiri yang berbeda dengan
Salah satu provinsi di Indonesia perusahaan. Akuntansi sektor publik terdiri
yang menerima otonomi penuh semenjak dari akuntansi pemerintah, akuntansi
diberlakukannya kebijakan otonomi daerah rumah sakit, akuntansi lembaga
pada tahun 2001 adalah Provinsi Bali. Bali pendidikan dan akuntansi nirlaba lainnya
merupakan salah satu provinsi yang yang didirikan semata-mata bukan untuk
mengalami perubahan sistem mencari keuntungan. Perhatian dan
pemerintahan dari sentralisasi menjadi tuntunan masyarakat yang terbesar saat ini
desentralisasi membuat pemerintah daerah di Indonesia adalah terkait dengan kinerja,
Provinsi Bali harus mengikuti peraturan transpalansi dan akuntabilitas pemerintah.
yang telah tertuang didalam undang- Oleh karena itu, akuntan disektor publik
undang. Bali diharapkan dapat mengelola telah mengembangkan akuntansi
daerahnya sendiri secara mandiri baik pemerintah dengan cukup pesat (Arif,
pengelolaan sumberdaya alam dan sumber Muchlis dan Iskandar, 2002).

3
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

Tujuan Akuntansi Pemerintahan stabilitas sosial politik. Peranan keuangan


Menurut Bachtiar Arif, Muchlis dan daerah menjadi semakin penting karena
Iskandar (2002) dalam Akuntansi adanya keterbatasan dana yang dapat
Pemerintahan, tujuan akuntansi dialihkan ke daerah berupa subsidi dan
pemerintahan dan akuntansi bisnis pada bantuan. Selain itu juga karena semakin
umumnya adalah sama yaitu: kompleksnya persoalan yang dihadapi
Akuntabilitas, Manajerial, Pengawasan. daerah yang pemecahannya membutuhkan
partisipasi aktif dari masyarakat di daerah.
Pengertian Anggaran Peranan keuangan daerah akan dapat
Menurut Mulyadi (2001), anggaran adalah meningkatkan kesiapan daerah untuk
sebuah rencana kerja yang dinyatakan mendorong terwujudnya otonomi daerah
secara kuantitatif dan diukur dalam satuan yang lebih luas, nyata dan
moneter standar. Satuan ukuran lainnya bertanggungjawab.
yang digunakan dalam anggaran adalah Menurut Mamesah dalam Halim (2004),
jangka waktu, yaitu dalam satu tahun. mengemukakan bahwa keuangan Negara
Menurut Gunawan Adisaputro dan ialah semua hak dan kewajiban yang dapat
Marwan Asri (2008), mengemukakan dinilai dengan uang, demikian pula segala
bahwa “Anggaran atau lengkapnya sesuatu baik berupa uang maupun barang
business budget adalah salah satu bentuk yang dapat dijadikan kekayaan negara
dari berbagai rencana yang mungkin berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
disusun, meskipun tidak setiap rencana kewajiban tersebut. Kekayaan daerah ini
dapat disebut sebagai anggaran”. sepanjang belum dimiliki atau dikuasai
oleh negara atau daerah yang lebih tinggi,
Tujuan dan Manfaat Laporan Realisasi serta pihak-pihak lain sesuai dengan
Anggaran ketentuan dan peraturan perundangan yang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah berlaku.
Republik Indonesia No. 71 tahun 2010
tujuan Laporan Realisasi Anggaran adalah Kinerja Keuangan Daerah
sebagai berikut: 1. Tujuan standar Laporan Menurut Bastian (2006) kinerja adalah
Realisasi Anggaran adalah menetapkan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi kegiatan/program/kebijaksanaan dalam
Anggaran untuk pemerintah dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi
memenuhi tujuan akuntabilitas organisasi. Secara umum dapat juga
sebagaimana ditetapkan oleh peraturan dikatakan bahwa kinerja merupakan
perundang-undangan. 2. Tujuan pelaporan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi
realisasi anggaran adalah memberikan dalam periode tertentu. Kinerja keuangan
informasi realisasi dan anggaran entitas pemerintah daerah adalah kemampuan
pelaporan. Perbandingan antara anggaran suatu daerah untuk menggali dan
dan realisasinya menunjukkan tingkat mengelola sumber-sumber keuangan asli
ketercapaian target-target yang telah daerah dalam memenuhi kebutuhannya
disepakati antara legislatif dan eksekutif guna mendukung berjalannya sistem
sesuai dengan peraturan perundang- pemerintahan, pelayanan kepada
undangan. masyarakat dan pembangunan daerahnya.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja
Keuangan Daerah pemerintah daerah dalam mengelola
Keuangan daerah merupakan bagian keuangan daerahnya adalah dengan
integral dari keuangan negara dalam melaksanakan analisis rasio terhadap
pengalokasian sumber-sumber ekonomi, APBD yang telah ditetapkan dan
pemerataan hasil-hasil pembangunan dan dilaksanakannya. Penggunaan analisis
menciptakan stabilitas ekonomi guna rasio pada sektor publik belum banyak

4
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

dilakukan, sehinggga secara teori belum ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
ada kesepakatan secara bulat mengenai menggambarkan tingkat pencapaian suatu
nama dan kaidah pengukurannya. sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan,
Menurut Mahmudi dalam Halim (2007), dengan memperhitungkan indikator
tujuan penilaian kinerja di sektor publik masukan (input), keluaran (output), hasil,
yaitu: 1. Mengetahui tingkat ketercapaian manfaat dan dampak.
tujuan organisasi. 2. Menyediakan sarana
pembelajaran pegawai. 3. Memperbaiki Analisis Kinerja Pendapatan
kinerja periode-periode berikutnya. 4. Analisis terhadap kinerja pendapatan
Memberikan pertimbangan yang daerah secara umum terlihat dari realisasi
sistematik dalam pembuatan keputusan. 5. pendapatan dan anggarannya. Apabila
Memotivasi pegawai. Menciptakan realisasi melampaui anggaran (target)
Akuntabilitas Publik. maka kinerja dapat dinilai dengan baik.
Penilaian kinerja pendapatan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja dasarnya tidak cukup hanya melihat
Daerah (APBD) apakah realisasi pendapatan daerah telah
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri melampaui target anggaran, namun perlu
(Permendagri) No. 13 Tahun 2006, APBD dilihat lebih lanjut komponen pendapatan
adalah rencana keuangan tahunan daerah apa yang paling berpengaruh.
yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD, dan Kerangka Penelitian
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan demikian APBD merupakan
alat/wadah untuk menampung berbagai
kepentingan publik yang diwujudkan
melalui berbagai kegiatan dan program
dimana pada saat tertentu manfaatnya
benar-benar akan dirasakan oleh
masyarakat. Menurut Undang-Undang No.
17 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 8 tentang
Keuangan Negara, APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Namun dalam Peraturan
Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Pasal 1
ayat 7 tentang Dana Perimbangan, APBD
adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan Gambar 1
disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah Kerangka Penelitian
dan DPRD, dan ditetapkan dengan Pada penelitian ini, peneliti akan
peraturan daerah. menganalisis rasio keuangan untuk
mengukur kinerja keuangan pemerintah
Kinerja Anggaran Pendapatan Belanja Provinsi Bali yang terdiri dari indikator
Daerah (APBD) rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio
Menurut Bastian (2006), mengemukakan kemandirian keuangan daerah, rasio
bahwa “Kinerja adalah gambaran ketergantungan keuangan daerah, rasio
pencapaian pelaksanaan suatu efektivitas PAD, rasio efisiensi Belanja
kegiatan/program/kebijakan dalam Daerah. Dari lima indikator tersebut akan
mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi dilakukan analisis terhadap kinerja
organisasi”. Indikator kinerja adalah keuangan pemerintah daerah provinsi Bali.

5
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

METODOLOGI PENELITIAN yang termuat dalam operasional variabel


Objek Penelitian penelitian. Variabel yang digunakan dalam
Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi penelitian ini adalah Kinerja Keuangan
objek penelitian adalah Laporan Realisasi Pemerintah Daerah yang mencakup
Anggaran (LRA) Pendapatan dan Belanja beberapa parameter berupa rasio, yaitu
sebagai berikut:
Daerah di Kabupaten/Kota pada Provinsi
Bali tahun anggaran 2012-2016. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Tabel 1 dihitung berdasarkan perbandingan antara
Skala interval jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dengan Total Pendapatan Daerah. Rasio ini
No. Kota/Kabupaten menunjukkan derajat kontribusi PAD
1 Kabupaten Badung terhadap Total Pendapatan Daerah.
2 Kabupaten Bangli Semakin tinggi kontribusi PAD maka
semakin tinggi kemampuan pemerintah
3 Kabupaten Buleleng
daerah dalam penyelenggaraan
4 Kabupaten Gianyar desentralisasi. Derajat Desentralisasi
5 Kabupaten Jembrana Fiskal, khususnya komponen PAD
6 Kabupaten Karangasem dibandingkan dengan Total Pendapatan
7 Kabupaten Klungkung Daerah, menggunakan skala interval
8 Kabupaten Tabanan seperti pada tabel berikut:
9 Kota Denpasar
Sumber: www.djpk.kemenkeu.co.id/ Tabel 2
Skala interval
Jenis dan Sumber Data Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal
Penelitian ini menggunakan jenis Skala interval Derajat Kemampuan
penelitian deskriptif dengan pendekatan Desentralisasi Fiskal Keuangan
kuantitatif. Dalam penelitian ini % Daerah
menggunakan data sekunder. Data 00,00 – 10,00 Sangat Kurang
diperoleh berupa laporan tahunan (Annual 10,01 – 20,00 Kurang
Report) Realisasi Anggaran yang 20,01 – 30,00 Cukup
dipublikasikan untuk umum yang 30,01 – 40,00 Sedang
diperoleh dari website resmi pemerintahan
40,01 – 50,00 Baik
www.djpk.kemenkeu.go.id.
> 50,00 Sangat Baik
Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 (1996)
Prosedur Pengumpulan Data
1. Metode studi pustaka yaitu dengan Derajat Desentralisasi Fiskal dapat
mengkaji berbagai literatur pustaka seperti dihitung dengan menggunakan rumus
buku, jurnal, dan sumber-sumber lainnya sebagai berikut:
yang berkaitan dengan penelitian.
2. Teknik Dokumentasi yaitu data yang 𝑃𝐴𝐷𝑡
dikumpulkan berupa data laporan tahunan 𝐷𝐷𝐹 = 𝑋 100%
𝑇𝑃𝐷𝑡
(Annual Report) Realisasi Anggaran
Tahun 2012-2016.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Teknik Analisis
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan
menunjukkan tingkat kemampuan suatu
sesuai dengan yang diharapkan, maka
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
perlu dipahami berbagai unsur-unsur yang
pemerintah, pembangunan dan pelayanan
menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah

6
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

kepada masyarakat yang telah membayar Persentase % Ketergantungan


pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah. Pola 40,01 – 50,00 Tinggi
hubungan pemerintah pusat dan daerah > 50,00 Sangat Tinggi
serta tingkat kemandirian dan kemampuan Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 (1996)
daerah dapat disajikan dalam tabel berikut:
Menurut Mahmudi (2010) Rasio
Tabel 3 Ketergantungan Keuangan Daerah
Pola Hubungan dan Tingkat dihitung dengan:
Kemandirian Keuangan Daerah
Kemampuan Kemandir Pola 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟
𝑅𝐾 = 𝑋 100%
Keuangan ian (%) Hubungan 𝑇𝑃𝐷
Sangat 0 – 25 Instruktif
Rasio Efektivitas PAD
Rendah Rasio Efektivitas PAD menggambarkan
Rendah 25 – 50 Konsultatif kemampuan pemerintah daerah dalam
Sedang 50 – 75 Partisipatif merealisasikan pendapatan asli daerah
Tinggi 75 – 100 Delegatif yang direncanakan dibandingkan dengan
target yang ditetapkan berdasarkan potensi
Rasio Kemandirian dapat dihitung riil daerah (Mahmudi, 2010).
dengan menggunakan rumus sebagai Tingkat efektivitas keuangan pemerintah
berikut: daerah diukur berdasarkan persentase
kinerja keuangan yang disajikan pada tabel
𝑃𝐴𝐷 berikut:
𝑅𝐾 = 𝑋 100%
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 Tabel 5
Persentase Kinerja Keuangan
Rasio Efektivitas PAD
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Persentase
Kriteria
merupakan rasio yang menunjukkan Efektivitas (%)
tingkat ketergantungan daerah terhadap > 100 Sangat Efektif
pemerintah pusat maupun provinsi. Rasio 90 – 100 Efektif
ini dihitung dengan cara membandingkan 80 – 90 Cukup Efektif
jumlah pendapatan transfer yang diterima
60 – 80 Kurang Efektif
oleh penerimaan daerah dengan total
penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio < 60 Tidak Efektif
ini maka semakin besar tingkat Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 (1996)
ketergantungan pemerintah daerah Menurut Widodo dalam Halim dan
terhadap penerimaan pusat dan/atau Kusufi (2012) untuk mengetahui rasio
pemerintah provinsi. efektivitas PAD, rumus yang digunakan
sebagai berikut:
Tabel 4
Pedoman Penilaian Kinerja 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝐴𝐷
Ketergantungan Keuangan Daerah 𝑅𝐸𝑃𝐴𝐷 = 𝑋 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝐴𝐷
Persentase % Ketergantungan
Rasio Efisiensi Belanja Daerah
0,00 – 10,00 Sangat Rendah
Rasio Efisiensi Belanja Daerah
10,01 – 20,00 Rendah menggambarkan perbandingan antara
20,01 – 30,00 Sedang besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
30,01 – 40,00 Cukup memperoleh pendapatan dengan realisasi

7
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

pendapatan yang diterima. Kinerja dan belanja daerah pada Kabupaten/Kota


Keuangan Pemerintahan Daerah dalam di Provinsi Bali pada tahun 2012 sampai
melakukan pemungutan pendapatan dengan tahun 2016 dapat dilihat sebagai
dikategorikan efisien apabila rasio yang berikut:
dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah Tabel 7
100%. Semakin kecil Rasio Efisiensi Hasil Analisis Kabupaten Badung
Belanja Daerah semakin baik.
Tabel 6
Persentase Kinerja Keuangan
Rasio Efisiensi Belanja Daerah
Persentase
Kriteria
Efesiensi (%) Sumber: APBD Kabupaten Badung Tahun 2012-2016 (Data Diolah)

< 60 Sangat Efisien


Dari Tabel 7 dapat disimpulkan
60 – 80 Efisien bahwa kinerja pengelolaan realisasi
80 – 90 Cukup Efisien anggaran pendapatan dan belanja daerah
90 – 100 Kurang Efisien pada Kabupaten Badung periode tahun
> 100 Tidak Efisien 2012 hingga t ahun 2016 jika dilihat dari
Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 (1996) rasio derajat desentralisasi fiskal
berkriteria “Sangat Baik” ini menunjukan
Menurut Widodo (Abdul Halim dan Syam bahwa kemampuan pemerintah dalam
Kusufi, 2012) untuk mengetahui rasio meningkatkan kontribusi PAD terhadap
efisiensi, rumus yang digunakan adalah total pendapatan daerah sudah sangat
sebagai berikut: tinggi dan terpenuhi.
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ Selanjutnya rasio kemandirian
𝑅𝐸𝐵𝐷 = 𝑥 100% keuangan daerah berada dalam pola
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
hubungan “Delegatif” yang berarti
Kabupaten Badung termasuk daerah yang
PEMBAHASAN campur tangan pemerintah pusatnya sudah
Analisis Deskriptif tidak ada, dikarenakan daerah tersebut
Analisis Kinerja Keuangan Daerah telah benar-benar mampu dan mandiri
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Bali dalam melaksanakan urusan otonomi
dalam penelitian ini merupakan proses daerahnya.
penilaian mengenai tingkat pencapaian Kemudian rasio ketergantungan
pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan keuangan daerah yang berada dalam
Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Bali kriteria “Rendah” menggambarkan kinerja
pada bidang keuangan dalam rentang PAD maupun sumber pendapatan daerah
tahun 2012-2016. Rasio yang digunakan lainnya tinggi dan sudah optimal dalam
untuk menganalisis kinerja keuangan membiayai aktifitas pembangunan daerah,
daerah Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga daerah sudah tidak lagi
Provinsi Bali dalam penelitian ini adalah bergantung dengan adanya subsidi
Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio pemerintah melalui Dana Perimbangan.
Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Selanjutnya rasio efektivitas PAD
Ketergantungan Keuangan Daerah, Rasio yang berada dalam kemampuan kinerja
Efektivitas PAD, dan Rasio Efisiensi keuangan daerah berkriteria “Sangat
Belanja Daerah. Efektif” menggambarkan tingginya
kemampuan pemerintah daerah dalam
Hasil Analisis merealisasikan PAD yang direncanakan
Hasil analisis untuk mengetahui kinerja dibandingkan dengan target yang sudah
pengelolaan realisasi anggaran pendapatan

8
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

ditetapkan dalam laporan APBD meskipun dengan adanya subsidi pemerintah melalui
terlihat ketidakstabilan dalam perubahan Dana Perimbangan.
rasionya yang fluktuatif. Selanjutnya rasio efektivitas PAD
Terakhir dilihat dari rasio efisiensi yang berada dalam kemampuan kinerja
belanja daerah Kabupaten Badung yang keuangan daerah berkriteria “Sangat
berfluktuasi jika dirata-ratakan berkriteria Efektif” menggambarkan tingginya
“Tidak Efisien” menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
ketidakstabilan dari tingginya merealisasikan PAD yang direncanakan
perbandingan antara besarnya biaya yang dibandingkan dengan target yang sudah
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan ditetapkan dalam laporan APBD meskipun
dengan realisasi pendapatan yang diterima. terlihat ketidakstabilan dalam perubahan
rasionya yang fluktuatif.
Tabel 8 Terakhir dilihat dari rasio efisiensi
Hasil Analisis Kabupaten Bangli belanja daerah yang berfluktuasi jika
dirata-ratakan berkriteria “Kurang Efisien”
dengan begitu perkembangan Kabupaten
Bangli dalam mengatur tingkat efisiensi
belanjanya semakin baik dikarenakan
keberhasilan pemerintah dalam mengatur
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan realisasi
Sumber: APBD Kabupaten Bangli Tahun 2012-2016 (Data Diolah) pendapatan yang diterima.
Dari Tabel 8 dapat disimpulkan
bahwa kinerja pengelolaan realisasi Tabel 9
anggaran pendapatan dan belanja daerah Hasil Analisis Kabupaten Buleleng
pada Kabupaten Bangli periode tahun
2012 hingga tahun 2016 jika dilihat dari
rasio derajat desentralisasi fiskal yang
berkriteria “Sangat Kurang” ini
menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah dalam meningkatkan
kontribusi PAD terhadap total pendapatan
Sumber: APBD Kabupaten Buleleng Tahun 2012-2016 (Data Diolah)
daerah masih terlalu rendah.
Selanjutnya rasio kemandirian Dari Tabel 9 dapat disimpulkan
keuangan daerah berada dalam pola bahwa kinerja pengelolaan realisasi
hubungan “Instruktif” kondisi tersebut anggaran pendapatan dan belanja daerah
menunjukkan tingkat kemampuan daerah pada Kabupaten Buleleng periode tahun
masih sangat beketergantungan dengan 2012 hingga tahun 2016 jika dilihat dari
dana transfer pusat dikarenakan peranan rasio derajat desentralisasi fiskal
pemerintah pusat lebih dominan daripada berkriteria “Kurang” ini menunjukan
kemandirian pemerintah daerah. bahwa kemampuan pemerintah dalam
Kemudian rasio ketergantungan meningkatkan kontribusi PAD terhadap
keuangan daerah yang dominan berada total pendapatan daerah masih rendah.
dalam kriteria “Sangat Tinggi” Selanjutnya rasio kemandirian
mengambarkan kinerja PAD maupun keuangan daerah yang dominan berada
sumber pendapatan daerah lainnya masih dalam pola hubungan “Instruktif” kondisi
sangat tinggi dan belum optimal dalam tersebut menunjukkan tingkat kemampuan
membiayai aktifitas pembangunan daerah, daerah masih sangat beketergantungan
sehingga daerah masih sangat bergantung dengan dana transfer pusat dikarenakan

9
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

peranan pemerintah pusat lebih dominan total pendapatan daerah sudah mulai
daripada kemandirian pemerintah daerah. berkembang.
Kemudian rasio ketergantungan Selanjutnya rasio kemandirian
keuangan daerah yang berada dalam keuangan daerah yang dominan berada
kriteria “Sangat Tinggi” mengambarkan dalam pola hubungan “Partisipatif”
kinerja PAD maupun sumber pendapatan dikarenakan tingkat kemandiriannya
daerah lainnya masih sangat tinggi dan mendekati mampu dalam melaksanakan
belum optimal dalam membiayai aktifitas urusan otonomi daerah.
pembangunan daerah, sehingga daerah Kemudian rasio ketergantungan
masih sangat bergantung dengan adanya keuangan daerah yang berada dalam
subsidi pemerintah melalui Dana kriteria “Sangat Tinggi” mengambarkan
Perimbangan. kinerja PAD maupun sumber pendapatan
Selanjutnya rasio efektivitas PAD daerah lainnya masih sangat tinggi dan
yang berada dalam kemampuan kinerja belum optimal dalam membiayai aktifitas
keuangan daerah berkriteria “Sangat pembangunan daerah, sehingga daerah
Efektif” yang dikarenakan tingginya masih sangat bergantung dengan adanya
kemampuan pemerintah daerah dalam subsidi pemerintah melalui Dana
merealisasikan PAD yang direncanakan Perimbangan.
dibandingkan dengan target yang sudah Selanjutnya rasio efektivitas PAD
ditetapkan ditetapkan dalam laporan yang berada dalam kemampuan kinerja
APBD meskipun terlihat mengalami keuangan daerah berkriteria “Sangat
penurunan dalam perubahan rasionya. Efektif” yang dikarenakan tingginya
Terakhir dilihat dari rasio efisiensi kemampuan pemerintah daerah dalam
belanja daerah yang berfluktuasi jika merealisasikan PAD yang direncanakan
dirata-ratakan berkriteria “Tidak Efisien” dibandingkan dengan target yang sudah
menggambarkan ketidakstabilan dari ditetapkan ditetapkan dalam laporan
tingginya perbandingan antara besarnya APBD meskipun terlihat ketidakstabilan
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dalam perubahan rasionya yang fluktuatif.
pendapatan dengan realisasi pendapatan Terakhir dilihat dari rasio efisiensi
yang diterima. belanja daerah yang berkriteria “Tidak
Efisien” menggambarkan masih tingginya
Tabel 10 perbandingan antara besarnya biaya yang
Hasil Analisis Kabupaten Gianyar dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima
namun mengalami perkembangan jika
dilihat dari hasil rasionya yang menurun
ditahun terakhir.

Tabel 11
Sumber: APBD Kabupaten Gianyar Tahun 2012-2016 (Data Diolah)
Hasil Analisis Kabupaten Jembrana
Dari Tabel 10 dapat disimpulkan
bahwa kinerja pengelolaan realisasi
anggaran pendapatan dan belanja daerah
pada Kabupaten Gianyar periode tahun
2012 hingga tahun 2016 dilihat dari rasio
derajat desentralisasi fiskal berkriteria
“Cukup” ini menunjukan bahwa Sumber: APBD Kabupaten Jembrana Tahun 2012-2016 (Data Diolah)
kemampuan pemerintah dalam
meningkatkan kontribusi PAD terhadap Dari Tabel 11 dapat disimpulkan
bahwa kinerja pengelolaan realisasi

10
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

anggaran pendapatan dan belanja daerah Tabel 12


pada Kabupaten Jembrana periode tahun Hasil Analisis Kabupaten Karangasem
2012 hingga tahun 2016 jika dilihat dari
rasio derajat desentralisasi fiskal yang
berkriteria “Sangat Kurang” ini
menunjukkan bahwa kemampuan
pemerintah dalam meningkatkan
kontribusi PAD terhadap total pendapatan
daerah masih terlalu rendah. Sumber: APBD Kabupaten Karangasem Tahun 2012-2016 (Data Diolah)
Selanjutnya rasio kemandirian
keuangan daerah berada dalam pola Dari Tabel 12 dapat disimpulkan
hubungan “Instruktif” kondisi tersebut bahwa kinerja pengelolaan realisasi
menunjukkan tingkat kemampuan daerah anggaran pendapatan dan belanja daerah
masih sangat beketergantungan dengan pada Kabupaten Karangasem periode
dana transfer pusat dikarenakan peranan tahun 2012 hingga tahun 2016 jika dilihat
pemerintah pusat lebih dominan daripada dari rasio derajat desentralisasi fiskal
kemandirian pemerintah daerah. berkriteria “Kurang” ini menunjukan
Kemudian rasio ketergantungan bahwa kemampuan pemerintah dalam
keuangan daerah yang dominan berada meningkatkan kontribusi PAD terhadap
dalam kriteria “Sangat Tinggi” total pendapatan daerah masih rendah.
mengambarkan kinerja PAD maupun Selanjutnya rasio kemandirian
sumber pendapatan daerah lainnya masih keuangan daerah berada dalam pola
sangat tinggi dan belum optimal dalam hubungan “Konsultatif” dikarenakan
membiayai aktifitas pembangunan daerah, campur tangan pemerintah pusat sudah
sehingga daerah masih sangat bergantung mulai berkurang karena daerah dianggap
dengan adanya subsidi pemerintah melalui sedikit lebih mampu melaksanakan
Dana Perimbangan. otonomi daerah.
Selanjutnya rasio efektivitas PAD Kemudian rasio ketergantungan
yang berada dalam kemampuan kinerja keuangan daerah yang berada dalam
keuangan daerah berkriteria “Sangat kriteria “Sangat Tinggi” mengambarkan
Efektif” yang dikarenakan tingginya kinerja PAD maupun sumber pendapatan
kemampuan pemerintah daerah dalam daerah lainnya masih sangat tinggi dan
merealisasikan PAD yang direncanakan belum optimal dalam membiayai aktifitas
dibandingkan dengan target yang sudah pembangunan daerah, sehingga daerah
ditetapkan ditetapkan dalam laporan masih sangat bergantung dengan adanya
APBD meskipun terlihat ketidakstabilan subsidi pemerintah melalui Dana
dalam perubahan rasionya yang fluktuatif Perimbangan.
namun semakin berkembang jika dilihat Selanjutnya rasio efektivitas PAD
dari periode tahun pertama. yang berada dalam kemampuan kinerja
Terakhir dilihat dari rasio efisiensi keuangan daerah berkriteria “Sangat
belanja daerah yang berfluktuasi jika Efektif” yang dikarenakan tingginya
dirata-ratakan berkriteria “Tidak Efisien” kemampuan pemerintah daerah dalam
menggambarkan ketidakstabilan dari merealisasikan PAD yang direncanakan
tingginya perbandingan antara besarnya dibandingkan dengan target yang sudah
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh ditetapkan ditetapkan dalam laporan
pendapatan dengan realisasi pendapatan APBD meskipun terlihat ketidakstabilan
yang diterima. dalam perubahan rasionya yang fluktuatif.
Terakhir dilihat dari rasio efisiensi
belanja daerah yang berfluktuasi jika
dirata-ratakan berkriteria “Kurang Efisien”

11
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

dengan begitu perkembangan Kabupaten kemampuan pemerintah daerah dalam


Karangasem dalam mengatur tingkat merealisasikan PAD yang direncanakan
efisiensi belanjanya semakin baik dibandingkan dengan target yang sudah
dikarenakan keberhasilan pemerintah ditetapkan ditetapkan dalam laporan
dalam mengatur besarnya biaya yang APBD meskipun terlihat ketidakstabilan
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dalam perubahan rasionya yang fluktuatif.
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Terakhir dilihat dari rasio efisiensi
belanja daerah yang berkriteria “Tidak
Tabel 13 Efisien” dikarenakan masih tingginya
Hasil Analisis Kabupaten Klungkung perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Namun perkembangan Kabupaten
Klungkung dalam mengatur tingkat
efisiensi belanjanya semakin membaik.

Tabel 14
Sumber: APBD Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016 (Data Diolah)
Hasil Analisis Kabupaten Tabanan
Dari Tabel 13 dapat disimpulkan
bahwa kinerja pengelolaan realisasi
anggaran pendapatan dan belanja daerah
pada Kabupaten Klungkung periode tahun
2012 hingga tahun 2016 jika dilihat dari
rasio derajat desentralisasi fiskal yang
berkriteria “Kurang” ini menunjukan Sumber: APBD Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2016 (Data Diolah)

bahwa kemampuan pemerintah dalam Dari Tabel 14 dapat disimpulkan


meningkatkan kontribusi PAD terhadap bahwa kinerja pengelolaan realisasi
total pendapatan daerah masih rendah. anggaran pendapatan dan belanja daerah
Selanjutnya rasio kemandirian pada Kabupaten Tabanan periode tahun
keuangan daerah berada dalam pola 2012 hingga tahun 2016 jika dilihat dari
hubungan “Instruktif” kondisi tersebut rasio derajat desentralisasi fiskal jika
menunjukkan tingkat kemampuan daerah dirata-ratakan berkriteria “Cukup” ini
masih sangat beketergantungan dengan menunjukan bahwa kemampuan
dana transfer pusat dikarenakan peranan pemerintah dalam meningkatkan
pemerintah pusat lebih dominan daripada kontribusi PAD terhadap total pendapatan
kemandirian pemerintah daerah. daerah sudah mulai berkembang,
Kemudian rasio ketergantungan meskipun rasionya terlihat mengalami
keuangan daerah yang dominan berada beberapa penurunan.
dalam kriteria “Sangat Tinggi” Selanjutnya rasio kemandirian
mengambarkan kinerja PAD maupun keuangan daerah yang dominan berada
sumber pendapatan daerah lainnya masih dalam pola hubungan “Konsultatif” namun
sangat tinggi dan belum optimal dalam terjadi penurunan dikarenakan terjadi
membiayai aktifitas pembangunan daerah, lonjakan jumlah dana perimbangan
sehingga daerah masih sangat bergantung terhadap jumlah PAD. Meskipun begitu
dengan adanya subsidi pemerintah melalui campur tangan pemerintah pusat sudah
Dana Perimbangan. mulai berkurang karena daerah dianggap
Selanjutnya rasio efektivitas PAD sedikit lebih mampu melaksanakan
yang berada dalam kemampuan kinerja otonomi daerah.
keuangan daerah berkriteria “Sangat
Efektif” yang dikarenakan tingginya

12
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

Kemudian rasio ketergantungan Selanjutnya rasio kemandirian


keuangan daerah yang berada dalam keuangan daerah berada dalam pola
kriteria “Sangat Tinggi” mengambarkan hubungan “Delegatif” yang berarti Kota
kinerja PAD maupun sumber pendapatan Denpasar termasuk daerah yang campur
daerah lainnya masih sangat tinggi dan tangan pemerintah pusatnya sudah tidak
belum optimal dalam membiayai aktifitas ada, dikarenakan daerah tersebut telah
pembangunan daerah, sehingga daerah benar-benar mampu dan mandiri dalam
masih sangat bergantung dengan adanya melaksanakan urusan otonomi daerahnya.
subsidi pemerintah melalui Dana Kemudian rasio ketergantungan
Perimbangan. keuangan daerah yang dominan berada
Selanjutnya rasio efektivitas PAD dalam kriteria “Tinggi” dikarenakan
yang berada dalam kemampuan kinerja tingkat ketergantungan daerah terhadap
keuangan daerah berkriteria “Sangat pemerintah pusat maupun provinsi masih
Efektif” yang dikarenakan tingginya cukup tinggi apabila dilihat dari persentase
kemampuan pemerintah daerah dalam rasionya.
merealisasikan PAD yang direncanakan Selanjutnya rasio efektivitas PAD
dibandingkan dengan target yang sudah yang berada dalam kemampuan kinerja
ditetapkan ditetapkan dalam laporan keuangan daerah berkriteria “Sangat
APBD namun semakin menurun Efektif” yang dikarenakan tingginya
perubahan rasionya jika dilihat dari kemampuan pemerintah daerah dalam
periode tahun pertama. merealisasikan PAD yang direncanakan
Terakhir dilihat dari rasio efisiensi dibandingkan dengan target yang
belanja daerah Kabupaten Tabanan yang ditetapkan meskipun terlihat mengalami
berfluktuasi jika dirata-ratakan berkriteria penurunan dalam perubahan rasionya.
“Tidak Efisien” dikarenakan Terakhir dilihat dari rasio efisiensi
ketidakstabilan dari tingginya belanja daerah yang berfluktuasi jika
perbandingan antara besarnya biaya yang dirata-ratakan berkriteria “Tidak Efisien”
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dikarenakan ketidakstabilan dari tingginya
dengan realisasi pendapatan yang diterima. perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
Tabel 15 dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Hasil Analisis Kabupaten Denpasar Namun perkembangan Kota Denpasar
dalam mengatur tingkat efisiensi
belanjanya semakin membaik.

Simpulan
Berdasarkan hasil uraian
perhitungan analisis dan pembahasan dari
Sumber: APBD Kabupaten Denpasar Tahun 2012-2016 (Data Diolah) bab sebelumnya menunjukkan bahwa
Dari Tabel 15 dapat disimpulkan kinerja keuangan APBD dalam laporan
bahwa kinerja pengelolaan realisasi realisasi anggaran dan pendapatan belanja
anggaran pendapatan dan belanja daerah daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi
pada Kota Denpasar periode tahun 2012 Bali tahun anggaran 2012 sampai dengan
hingga tahun 2016 jika dilihat dari rasio tahun 2016 sebagian besar sudah
derajat desentralisasi fiskal berkriteria terealisasi dengan baik namun belum
“Baik” ini menunjukan bahwa kemampuan merata pada beberapa daerahnya.
pemerintah dalam meningkatkan Kinerja keuangan jika dilihat pada
kontribusi PAD terhadap total pendapatan rasio derajat desentralisasi fiskal masing-
daerah sudah tinggi dan mulai terpenuhi. masing daerah memiliki kriteria yang
berbeda dari kriteria yang sangat kurang

13
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

yaitu Kabupaten Bangli dengan rasio belum efisien dalam menggunakan


terendah yaitu sebesar 8,87% dan kriteria anggaran belanjanya. Hal ini terlihat dari
yang sangat baik yaitu Kabupaten Badung rata-rata Rasio Efisiensi Belanja Daerah
dengan rasio tertinggi yaitu sebesar pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
77,99% ini menunjukkan kontribusi PAD tahun anggaran 2012 sampai dengan tahun
terhadap total penerimaan daerah belum 2016 masih diatas 100% dari nilai
sepenuhnya merata dalam membiayai anggaran belanjanya sehingga dapat
pembangunan daerah. dikatakan bahwa Pemerintah Daerah
Kinerja keuangan jika dilihat pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
rasio kemandirian sebagian besar berpola berkriteria tidak efisien.
hubungan instruktif berarti daerah tersebut
masih belum mampu melaksanakan Saran
otonomi daerahnya terlihat pada Berdasarkan hasil penelitian yang
Kabupaten Bangli dengan rasio terendah telah dilakukan, penulis memberikan saran
yaitu sebesar 12,66%. Namun ada juga sebagai berikut:
yang berpola hubungan delegatif berarti 1. Diharapkan pemerintah daerah dengan
campur tangan pemerintah pusat sudah jumlah pendapatan yang minim perlu
tidak ada karena daerah telah benar-benar lebih berusaha dalam meningkatkan
mampu dan mandiri dalam melaksanakan pendapatan asli daerah (PAD) dengan
urusan otonomi daerah terlihat pada menggali potensi baru atau dengan
Kabupaten Badung dengan rasio tertinggi mengembangkan potensi yang sudah
yaitu sebesar 633%, ini menunjukkan ada. Ini akan sangat bermanfaat untuk
pengelolaan keuangan pemerintah pada percepatan pembangunan serta
beberapa daerah masih bergantung kepada menunjang sebagai daerah otonomi
bantuan dana dari pemerintah pusat. yang mampu mandiri dan tidak sangat
Kinerja keuangan jika dilihat pada bergantung pada dana transfer.
rasio ketergantungan keuangan daerah 2. Pemerintah daerah sebaiknya
sebagian besar daerah sepenuhnya masih meminimalkan biaya-biaya yang
berketergantungan terhadap pendapatan dikeluarkan sehingga dapat mencapai
transfer dari pemerintah pusat dengan tingkat efisiensi.
berkriteria sangat tinggi. Namun yang 3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
membedakan hanya Kabupaten Badung untuk dapat meningkatkan penelitian
saja yang tingkat ketergantungannya yang berhubungan dengan kinerja
rendah dengan rasio sebesar 13,34%. Hal keuangan pemerintah daerah.
ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
ketergantungan pada Kabupaten/Kota di Daftar Pustaka
provinsi Bali masih > 50%. Abdul Halim & Syam Kusufi. 2012.
Kinerja Keuangan jika dilihat dari Akuntansi Sektor Publik: teori,
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah konsep dan aplikasi. Salemba
(PAD) terbilang sudah efektif dalam Empat: Jakarta.
merealisasikan PAD yang direncanakan Abdul Halim. 2004. Akuntansi Keuangan
dibandingkan dengan target yang sudah Daerah. Salemba Empat. Jakarta.
ditetapkan dalam laporan realisasi APBD. Abdul Halim. 2007. Akuntansi Sektor
Hal ini terlihat dari rata-rata Rasio Publik. Salemba Empat. Jakarta
Efektifitas PAD pada Kabupaten/Kota di Adisaputro, Gunawan dan Marwan Asri,
Provinsi Bali tahun anggaran 2012 sampai 2008. Anggaran Perusahaan.
dengan tahun 2016 yang berkriteria sangat BPFE-UGM, Yogyakarta
efektif. Alvionita, Hesti. 2014. Pengaturan
Kinerja Keuangan jika dilihat dari Otonomi Khusus Bagi Daerah
Rasio Efisiensi Belanja Daerah masih Otonom Di Indonesia. Skripsi yang

14
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

dipublikasikan. Universitas Edisi ketiga. STIM YKPN,


Bengkulu Fakultas Hukum. Yogyakarta.
Bahtiar, Arif., Muchlis dan Iskandar. 2009. Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja
Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Sektor Publik, BPFE Yogyakarta,
Akademia. Yogyakarta
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Mardiasmo, 2000, Akuntansi Sektor
Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Publik, Yogyakarta
Erlangga. Mediaty. 2010. Analisa Efisiensi APBD
Baswir, Revrisond. 2000. Akuntansi Kabupaten Maros Tahun 2003 –
Pemerintahan Inonesia. 2008. Jurnal Akuntabilitas. Vol. 9
Yogyakarta: BPFEYogyakarta. No. 2 Maret 2010. Hal. 253 – 263.
Depdagri. 1996. Kepmendagri ISSN: 1412-0240.
No.690.900.327, 1996, Tentang Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja
Pedoman Penilaian dan Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: YKPN
Keuangan. Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan
Djarwanto PS. 2001. Statistik Non Daerah. Jakarta: Erlangga
Parametrik, Bagian I Edisi 3: Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi Edisi
BPFE-UGM Yogyakarta, Cetakan Tiga. Jakarta: Salemba Empat.
Pertama. Munawir. 2001. Analisa Lporan
Fridolin Honga, Ardon., Ventje Ilat. 2014. Keuangan. Yogyakarta: Liberty
Analisis Realisasi Anggaran Nafarin, M. 2012, “Penganggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Perusahaan”, Salemba empat,
Pemerintah Kota Bitung. Jurnal Jakarta.
EMBA. Vol.2 No.4 Desember Nurhayati. 2015. Analisis Rasio Keuangan
2014, Hal. 278-288. ISSN 2303- Untuk Mengukur Kinerja
1174. Pemerintah Daerah Kabupaten
Hariyanti, Dini., Marheni., Yenfi. 2017. Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah Cano
Analisis Rasio Keuangan Untuk Ekonomos. Vol.4 No.1 Januari
Menilai Kinerja Keuangan 2015.
Pemerintah Daerah Kota Rachmat. 2010. Akuntansi Pemerintahan.
Pangkalpinang Tahun Anggaran Bandung: CV. Pustaka Setia.
2010-2015. Jurnal Ilmiah Ratang, Sarlota. 2016. Analysis of
Akuntansi Bisnis & Keuangan Financial Performance of Local
(JIABK). Volume 10, Nomor 2, Government Keerom Fiscal Year
November 2017. ISSN 2355-9047. 2009 - 2013. Journal of Social and
Haruman, Tendi. 2010. Penyusunan Development Sciences. Vol. 7, No.
Anggaran Perusahaan, Graha Ilmu. 1, pp. 31-39, March 2016. ISSN:
Yogyakarta. 2221-1152.
Hendratno, Edie Toet. 2009. Negara Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis.
Kesatuan, Desentralisasi dan Bandung: Alfabeta.
Federalisme, Graha Ilmu, Jakarta, Sumarjo, Hendro. 2010. Pengaruh
Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Karakteristik Pemerintahan Daerah
Daerah Akuntansi Sektor Publik. Terhadap Kinerja Keuangan
Jakarta: Salemba Empat. Pemerintah Daerah. Universitas
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Sebelas Maret Surakarta
Keuangan Lainnya. Edisi Revisi Tobi, Maria Regina. 2016. Analisis
2008. Jakarta: PT. Rajagrafindo Kinerja Keuangan Pemerintah
Persada Kabupaten Flores Timur. Jurnal
Mahmudi. 2010. Analisis Laporan Ilmu dan Riset Akuntansi: Vol. 9
Keuangan Pemerintah Daerah.

15
UNIVERSITAS GUNADARMA Jurnal Akuntansi

No. 2 Maret 2010. Hal. 253 – 263. Republik Indonesia. 2004. Undang –
ISSN: 2460-0585. Undang No. 33 Tahun 2004
Tri Haryanto, Joko. 2018. Regional tentang Perimbangan Keuangan
financial performance evaluation in antara Pemerintah Pusat dan
the Indonesian fiscal Pemerintah Daerah.
decentralization era. Jurnal http://www.djpk.kemenkeu.co.id
Perspektif Pembiayaan dan http://www.ekonomi.metrotvnews.com
Pembangunan Daerah Vol. 5. No.3,
January – March. 2018 ISSN:
2338-4603.
Triyono. 2002. Evaluasi Kinerja
Pemerintah Daerah. Yogyakarta,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Vol 1 No. 2 September.
Korompot, Riska., Jessy Warongan. 2017.
Analysis Of Financial Performance
In The Government Of North
Sulawesi. Jurnal Accountability.
Vol. 06, No. 02, 2017, 09-19.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No. 4 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan
Reviu Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
Pasal 1 ayat 7 tentang Dana
Perimbangan
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005
Pasal 20 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2010.
Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 yang diperbaharui
dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP). Jakarta.
Republik Indonesia. 2003. Undang –
Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara.
Republik Indonesia. 2004. Undang –
Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah.

16

Anda mungkin juga menyukai