Anda di halaman 1dari 16

PATOFISIOLOGI KELAINAN DAN ASKEP PADA JUVENILE DIABETES SERTA

DAMPAKNYA TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh:
1. Melati Kinasih Kusumastuti (30901900117)
2. Mella Roudhotul Jannah (30901900118)
3. Melli Lutfiana (30901900119)
4. Metha Prasetiana (30901900120)
5. Mohammad Amar Zakaria (30901900121)
6. Monaleta Liska Kismana (30901900122)
7. Muhammad Athfal Dafiq (30901900124)

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Islam Sultan Agung

SEMARANG

Tahun Ajaran 2021

1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB l PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………………………………….......3
B. Tujuan ……………………………………………………………………………………………………….…..3
BAB ll TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar………………………………………………………………………………………………….4
B. Rencana Tindakan Keperawatan…………………………………………………………………….6
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian……………………………………………………………………………………………………..9
B. Analisis Data………………………………………………………………………………………………...12
C. Pohon Masalah ……………….…………………………………………………………………………..13
D. Diangnosa Keperawatan ………………………………………………..………………………......13
E. Implementasi ……………………………………………………………………………………………...13
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian……………………………………………………………………………………………………………….16

B. Diangnosa Keperawatan………………………………………………………………………………………….17

C. Intervensi,Implementasi & Evaluasi…………………………………………………………………………18

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………………23

B. Saran……………………………………………………………………………………………………………………….23

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme tubuh, jika
terjadi ganguan endokrin akan menimbulkan masalah yang komplek terutama metabolisme
fungsi tubuh terganggu salah satu gangguan endokrin adalah Diabetes Melitus yang
disebabkan karena defisiensi absolute atau relatif yang disebabkan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein (Maulana. 2008).

Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang menderita
DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden
DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak
di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat bervariasi,
terutama tergantung pada lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari
khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka
kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-
negara Eropa. Di Indonesia penderita Diabetes Melitus ada 1,2 % sampai 2,3 % dari
penduduk berusia diatas 15 tahun, sehingga Diabetes Melitus (DM) tercantum dalam urutan
nomor empat dari prioritas pertama adalah  penyakit kardiovaskuler, kemudian disusul
penyakit selebrolaskuler dan katarak. (Depkes RI,2008).

Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik. Hiperglikemia ini
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon
insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer
SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat,
terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan perubahan dalam
masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya.
Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif
yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara lain adalah
semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh
masyarakat awam sebagai kencing manis.

3
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi
sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo
Rendy dan Margareth Th, 2019)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud juvenile diabetes?
2. Apa etiologi dari juvenile diabetes?
3. Apa saja tanda gejala dari juvenile diabetes?
4. Bagaimana patofisiologi dari juvenile diabetes?
5. Apa saja klasifikasi dari juvenile diabetes?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang juvenile diabetes?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari juvenile diabetes?
8. Apa saja komplikasi juvenile diabetes?
9. Dampak terhadap kebutuhan dasar manusia?
10. Asuhan keperawatan?

C. Tujuan

Untuk memahami keperawatan tentang patofisiologi kelainan pada sistem endokrin dan
juvenile diabetes dan dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi
sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo
Rendy dan Margareth Th, 2019).

Diabetes juvenil adalah diabetes kronis yang onsetnya dimulai pada saat kanak-kanak dan
remaja (9-12 tahun). Pada kasus diabetes juvenile sekunder diakibatkan oleh defisiensi
insulin akibat autoimun,yaitu penghancuran sel panghasil insulin di pancreas (sel beta-
pankreas) oleh sistem kekebalan.

B. Etiologi

Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1. Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi
dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

5
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.

C. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang  sering
ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
6. Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan
baik.

6
D. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah
akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan
diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit
melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake
kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus.
Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam
sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel
β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri.
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari
ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah
fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
(Brink SJ, dkk. 2010)

E. Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetes dan WHO merekomendasikan
klasifikasi DM berdasarkan etiologi. DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel
β-pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun

7
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM tipe 2
terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau
bahkan meningkat. DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya
seperti obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun hiperandrogenisme
ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1. DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b. Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis; Haemokhromatosis;
Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma; Hipertiroidisme;
Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid; Diazoxid;
Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda. 

1. Glukosa darah: meningkat 200-100mg/dL


2. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit:

8
a. Natrium: mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
c. Fosfor: lebih sering menurun
6. Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) dan
karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru).
7. Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis: hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
9. Ureum / kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi
ginjal)
10. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
11. Insulin darah: mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody. (autoantibody)
12. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urine: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
14. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa
pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun
jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines.
2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin

9
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik

1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1.
Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang
digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung
regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian
dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa
pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin
yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral
paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat
sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-55%
karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari
harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak

10
sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi,
25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing
10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang
digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat
untuk menentukan dosis pemberian insulin.
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila menjadi
obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula
darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula
bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang
diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang
aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka
sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan
tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik
serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun
HbA1c yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus
melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa
HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.

H. Komplikasi
1. Hipoglikemia

11
a. Disebabkan penderita melakukan latihan fisik (olah raga), lupa/ terlambat makan,
penderita diabets melitus menggunakan dosis insulin yang berlebihan/ tidak tepat.
b. Gejala hipoglikemia berupa Saraf pusat (rasa lapar, letargi, bingung, lekas marah,
disorientasi, kejang dan koma). Stimulasi adrenergik (tremor, berkeringat, takikardi,
gemetar dan cemas).
c. Hipoglikemia harus segera diobati, bila ringan dengan pemberian glukosa oral saja
(jus buah, minuman ringan, gel glukosa, tablet glukosa).
d. Bila tidak ringan diberi injeksi glukagon (im, sc), jika sampai berat diberi glukosa
intravena.
e. Pasien sebaiknya selalu membawa beberapa bentuk glukosa bersamanya setiap waktu
dan memiliki glukagon di rumah.
2. Ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA).
a. Ketosis dapat ringan, jika tidak ada dehidrasi dan tidak ada ketosis, pengobatan
dengan insulin dosis lazim ditambah 20%.
b. Ketoasidosis diabetika (DKA) merupakan komplikasi yang berat, dimana terjadi
dehidrasi dan ketosis, dengan kadar glukosa lebih 200 mg, pH serum kurang 7,3 dan
bikarbonat
c. Pengobatan DKA sendiri juga sering menimbulkan komplikasi, seperti hipoglikemia,
hipokalsemia, asidosis persisten, dan edema serebri (dimana ketika tonus cairan
ekstraselular terkoreksi dengan sendirinya air mengalir ke sistem saraf pusat, karena
regio ini sekarang bersifat hipertonik).
d. Pencetus DKA adalah infeksi, kelainan pemberian insulin, kehamilan, trauma,
pancreatitis dan pada orang dewasa oleh karena infark myokard dan CVA
(cerebrovascular accident).
3. Retinopati
a. Pecahnya pembuluh kapiler pada retina yang menyebabkan kebutaan.
b. 30% pasien mengalami retinopati dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis, 50 %
didalam waktu 7 th dan 95% dalam waktu 25 tahun.
4. Nefropati  50% pasien mengalami gagal ginjal dalam waktu 20 tahun.

I. Dampak Terhadap Kebutuhan Manusia


1. Pangan (Makanan)
Dampak yang di timbulkan oleh kemajuan IPTEK ada yang positif dan ada juga yang
negatif. Dampak yang positif antara lain:
Ditemukannya bibit unggul yang dalam waktu singkat dapat di produksi wberlipat
ganda. digunakan mekanikasi pertanian untuk memungut hasil produksi sehingga hasilnya

12
lebih besar bila di bandingkan dengan tenaga Manusia. Diterapkanya cara pemupukan
yang tepat serta digunakannya bakteri yang sanggup memperkuat akar tanaman dengan
mengambil zat hara dengan lebih baik sehingga hasil bertambah banyak. Digunakan
bioteknologi (misalnya hormone tumbuhan ), untuk merangsang tumbuh daun ,bunga, atau
buah sehingga tumbuh lebih baik. Dampak negatifnya, antara lain: pemakaian pestisida,
ternyata tidak saja dapat memberantas hama tanaman, tetapi juga dapat membunuh hewan
ternak, dapat meracuni hasil panen, dan bahkan meracuni Manusia sendiri. Setiap
penggunaan teknologi maju disertai adanya dampak negative. Oleh karena itu, kesadaran
dan tanggung jawab kita di tuntut lebih tinggi agar efek negatifnya dari kemajuan ilmu
pengetahuan alam dan teknologi dapat di tekan sekecil mungkin.
2. Sandang (Pakaian)
Dampak dari IPA dan teknologi pada sansang ada yang positif ada pula yang negatif.
Dampak positif antara lain:
a. Menolong Manusia dalam pengadaan sandang dengan adanya mesin tekstil sehingga
mempercepat proses pembuatan pakain.
b. Telah ditemukanya Serat sintesis, baik yang m,embuat dari Pokok- Pokok kayu yang
dip roses secara kimiawi menjadi benang (rayon) maupun dari bahan galian seperti hasi
sulingan batu bara dan minyak bumi yang dapat diproses menjadi serat- searat sintesis,
seperti polyester, polipropelin, polietilin, dan lain- lain.
Dampak negative, antar lain:
a. Bahan –bahan yang berupa polimer sintesis yang dalam sehari- hari dinamakan platik,
kalu menjadi sampah tidak dapat dihancurkan oleh bakteri- bakteri pembusuk.
b. Sampah plastik kalau di bakar akan menyebabkan menipisnya lapisan ozon. Namun,
jika tidak dibakar, dapat mencemarkan tanah sehingga mengurangi kesuburan tanah.
3. Papan (Tempat tinggal)
Dampak positifnya, antara lain:
Dengan menerapkan teknologi maju, Manusia mampu membangun rumah dan gedung-
gedung pencakar langit. Orang tidak lagi menggunakan tangga, tetapi cukup dengan
menekan tombol  dan dalam beberapa detik saja orang sudah sampai di lantai yang dituju.
Dampak negatifnya, antara lain:
a. Dengan peralatan moderen, orang dengan sangat mudah membabat hutan untuk
pembangunan rumah, gedung, dan sebagainy atau untuk perabotan yang lain. Akibatny
hutan menjadi gundul dan jika hujan terrjadi banjir, erosi, pendangkalan sungai,

13
kematian sumber air, hilanya kesuburan tanah yang akhirnya menyengsarakan Manusia
sendiri.
b. Dengan diterapkan teknologi moderen, tenaga Manusia banyak yang tidak terpakai
sehingga banyak tejadi pengguran.Sebagai akibat dari pengangguran ini timbul
kejahatan dimana- mana.

14
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa
melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon. Beberapa dari
organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal). Di
samping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau hormon
ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain. Diabetes
adalah gangguan metabolism yang dapat disebabkan berbagai macam etiologi, disertai
dengan adanya hiperglikemia kronis akobat gangguan sekresi insulin atau gangguan
kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat
terjadinya gangguan metabolism glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik,
keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel beta pancreas baik oleh proses autoimun
maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang, bahkan berhenti

B. Saran
Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan, baik
karena  bawaan maupun karena faktor luar, seperti virus atau kesalahan
mengkonsumsi makanan. Untuk itu jagalah kesehatan anda agar selalu dapat
beraktivitas dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted.
Argentina: ISPAD, h 20-21.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010). Diabetes
Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor.
Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.

15
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
https://www.academia.edu/10361708/Diabetes_Juvenile

16

Anda mungkin juga menyukai