Makalah Klomok 1
Makalah Klomok 1
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Islam
Disusun oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan rasa syukur kepada Allah SWT dan salawat kepada Nabi
saw, hal ini tidak lain karena rahman, rahim dan izin-Nya pada akhirnya penulis
dapat menyelesaikan tugas guna memenuhi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
dengan judul “ PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM “.
Penulis juga menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas ini tidak akan
terselesaikan dengan baik bila penulis tidak mendapatkan dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Dr.
Mukh. Nursikin, M.S.I., M.Pd. selaku pembimbing (dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam), dan semua pihak yang mendukung keberhasilan tugas ini.
Sangat penulis sadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di kemudian hari.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Pendidikan dan pendidikan Islam khususnya menjadi perhatian dalam
kehidupan individu, masyarakat dan berbangsa. Pendidikan yang baik dan maju
turut menentukan majunya bangsa. Sebaliknya, bangsa yang mundur adalah
wujud dari mundurnya pendidikan yang ada pada bangsa itu. Pendidikan adalah
proses seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan tingkah laku di dalam
masyarakat tempat ia hidup, juga pendidikan itu adalah proses sosial yang terjadi
pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat
memperoleh pengembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam ?
2. Apa saja macam – macam dasar pendidikan Islam?
3. Apa tujuan dari pendidikan Islam?
4. Apa yang dimaksud dengan paradigma pendidikan Islam?
1
Nanang Fattah, Landasan Menejemen Pendidikan (Cet IX; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
2
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari filsafat pendidikan dan
filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu mengetahui macam – macam dasar pendidikan Islam
3. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari pendidikan Islam
4. Mahasiswa mampu mengetahui paradigma pendidikan Islam
3
BAB II
PEMBAHASAN
2
Jalaluddin dan Umar Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 11.
3
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 33.
4
Istilah lain yang dikenal dalam pendidikan Islam kuttab yang berfungsi
untuk mengajarkan baca, tulis, mengajarkan al Qur’an dan dasar-dasar Islam, ilmu
gramatika, aritmetika, menunggang kuda dan berenang. Pendidikan Islam adalah
proses penurunan ajaran Islam kepada Nabi Muhammad saw, dan sebagai proses
pembudayaan sehingga diterima sebagai unsur dan menyatu dalam kehidupan
manusia.4
4
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. XII; Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 14.
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Cet. VII; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 24.
6
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam (Jakarta: Rajagrapindo Persada, 2009), h. 15.
5
membentuk kehidupan dirinya sendiri sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang
diyakininya.
7
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1992), hal. 12.
8
Mahmud Syaltut, Ila al-Qur`an al-Karim (Cairo: Mathba`ah al-Azhar, 1962), hal. 11-12 .
6
maksud-maksud tersebut, Al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai
berikut:
b. Sunnah
Al-Sunnah yang secara bahasa alThariqoh yang artinya jalan, adapun
hubungannya dengan Rasulullah saw berarti perkataan, perbuatan, atau
ketetapannya Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-
Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan
bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang
suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an.
Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang
yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah swt. Menurut
9
M. Qurais Shihab, Membumikan al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat,, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 42.
7
Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah
mempunyai dua faedah:
1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-
Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya
2) Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan10
c. Ra'yu
10
Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al- Islamiyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), cet
ke 1, hal. 23-24.
11
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. (Kudus: Perpustakaan Kudus 2003), hal. 48.
8
akulturasi budaya dari generasi kegenerasi berikutnya. Aspek lain dari pendidikan
adalah mengembangkan potensi manusia dan dapat mempergunakannya sendiri
untuk kemaslahatan dan kelanjutan hidupnya. Menurut Ahmad D. Marimba yang
dikutip oleh Hamdani Ihsan bahwa pencapaian tujuan pendidikan Islam mengarah
pada beberapa aspek yaitu
1) Aspek kejasmaniaan yang meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak
dari luar misalnya cara berbuat, cara berbicara dan sebagainya,
2) Aspek kejiwaan; meliputi aspek yang tiddak segera dilihat dari luar, misalnya
cara berpikir, sikap berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam
menghadapi suatu hal, dan minat,
3) Aspek kerohaniaan; meliputi aspek kejiawaan yang lebih abstrak yaitu filsafat
hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistim nilai yang telah meresap dalam
kepribadian yang mengarah dan memberi corak seluruh kepribadian indivisu.
Bagi orang yang beragama aspek ini bukan saja di dunia tetapi juga di
akhirat. Aspek-aspek inilah yang memberi kualitas kepribadian
keseluruhannya. 12 Tujuan pendidikan Islam adalah;
a. Mengenalkan manusia akan perannya di antara sesama makhluk dan
tanggung jawab pribadinya dalam hidup,
b. Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam
tata hidup masyarakat,
c. Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk
mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada
mereka untuk mengambil manfaat dari alam.
Hakikat tujuan pendidikan Islam meliputi;
1) Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di bumi dengan
sebaikbaiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan dan
mengolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.
2) Mengarahkan manusia agar seluruh tugas kekhalifahannya di bumi
dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah, sehingga tugas tersebut
terasa ringan dilaksanakan.
12
Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 69.
9
3) Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
4) Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya, untuk ia
memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan
guna mendukung tugas pengabdian dan kekhalifahannya.
5) Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
diakhirat.
6) Tujuan pendidikan Islam adalah membina dan memupuk akhlakul karimah.
10
sistem pendidikan nasional dengan mengajarkan ilmu-ilmu umum. Hal ini terjadi
karena pengakuan hasil/produk pendidikan agama harus sejalan dengan UUSPN
(Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional), karena apabila tidak sesuai
dengan aturan pendidikan yang diakui oleh UUSPN, maka produk pendidikan
agama tersebut tidak akan diakui legalitasnya dan tidak akan mendapat pengakuan
sejajar dengan produk pendidikan umum. Kenyataan ini terjadi karena perbedaan
sudut pandangan terhadap sumber keilmuan dari kedua tradisi keilmuan ini.
1. Sumber Ilmu
Dalam khasanah keilmuan Islam tidak dikenal pembagian ilmu (ilmu
agama dan ilmu umum), ilmu dunia dan ilmu akherat, karena pada
hakekatnya semua ilmu adalah satu yaitu ilmu Allah, dan ilmu Allah
terbentang luas di langit dan di bumi dan tidak ada satu pun ilmu-Nya yang
tidak mempunyai fungsi dan kemanfaatan (sia-sia). Namun untuk dapat
menemukan fungsi dan kegunaannya hanya bisa dilakukan dengan membuat
eksperimen atau dipelajari dengan ilmu.
Untuk itu, Islam memandang bahwa semua ciptaan Allah yang ada di
dunia ini adalah sumber ilmu yang harus selalu dikaji dan diobservasi.
Ciptaan Allah tersebut dikategorikan menjadi dua, yaitu ciptaan yang berupa
qauliyyah (kalam Allah/perkataan Allah) sebagai “tanda” adanya Allah dan
Kauniyyah (alam semesta) sebagai “bukti” adanya Allah. Perkataan Allah
yang berupa teks Al-Qur’an yang tidak berubah dari dahulu sampai sekarang
merupakan tanda (ayat) adanya Allah SWT (existing of God).
Sementara alam semesta (kauniyyah) beserta isinya merupaka sumber
ilmu yang akan dapat memandu manusia untuk sampai mendapatkan “bukti”
adanya Allah (proving of God). Semua ciptaan Allah (naqliyah dan
kauniyyah) tersebut merupakan obyek kajian manusia yang harus selalu digali
melalui observasi, eksperimen dan penalaran logis, yang hasil kajiannya akan
menjadi konsep dan apabila telah teruji kebenarannya maka akan menjadi
teori dan akhirnya akan menjadi ilmu pengetahuan.
Dengan mempelajari teks al-Qur’an (qauliyah) akan diperoleh
pengetahuan, bentuknya dapat berupa teori; dan dengan mempelajari semua
ciptaan-Nya (kauniyah) bentuknya juga dapat berupa teori. Teori-teori yang
11
didapat dari mempelajari dari Al-Qur’an ini tidak mungkin berlawanan
dengan teori-teori yang didapat dari dari mempelajari kauniyah sebab dua
kelompok teori ini adalah teori Tuhan. Ini artinya bahwa pada hakekatnya
sumber pengetahuan adalah satu yaitu Allah SWT. 14
Hal ini berbeda dengan pendekatan ilmu barat yang bersifat empirik
artinya bahwa sesuatu dikatakan sebagai ilmu apabila dapat dibuktikan secara
empiris (riil/nyata) sehingga suatu ilmu dikatakan benar apabila dapat
dibuktikan secara empirik. Sedangkan kebenaran ilmu dalam Islam dapat
bersifat mutlak/absolut dan relatif. Kebenaran mutlak/absolut ini hanya pada
teks al-Qur’an artinya bahwa kebenaran teks Al-Qur’an sudah tidak
diragukan lagi karena bersumber dari Tuhan. Sementara selain dari itu, semua
kebenaranya bersifat relatif sekalipun melalui penalaran yang logis, observasi
dan eksperimen yang hasil kebenarannya bersifat empiris namun kebenaran
ilmunya tetap bersifat relatif. Lebih jelasnya tercantum dalam tabel berikut: 15
Paradigma Sumber Ilmu Kebenaran Ilmu Hasil
14
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 111.
15
Usman Abu Bakar, “Paradigma Pendidikan Islam: Tinjauan Epistemologi”, Millah. Vol IX
No.2 Februari, 2010, hal. 296.
12
Yaitu sebagaimana firman Allah “Dan tidak aku ciptakan jin dan
manusia supaya mereka mengabdikan hidupnya kepada-Ku”.16 Untuk
menjadi hamba Allah yang sadar akan maksud dan tujuan diciptakannya,
maka harus menggunakan ilmu. Dan ilmu yang mampu menghantarkan
manusia menjadi manusia-manusia taat kepada Allah adalah ilmu-ilmu agama
yaitu ilmu tauhid, al-qur’an, fiqih, hadits yang oleh imam al-Ghozali ilmu-
ilmu ini dikategorikan sebagai ilmu fardhu ‘ain. Disebut ilmu fardhu ain
karena semua orang yang menyatakan diri beriman dan berislam wajib
mempelajari ilmu ini. artinya ilmu ini wajib diberikan sebagai ilmu dasar
yang akan membekali manusia menjadi pribadi-pribadi yang taat kepada
tuhannya. karena dengan mempelajari ilmu ini akan dapat membantu dirinya
dalam menemukan Tuhannya. Oleh karena itu sebenarnya mempelajari ilmu-
ilmu ini merupakan kewajiban umat Islam tanpa kecuali, karena dengan tidak
mempelajari ilmu ini justru akan membahayakan bagi dirinya karena akan
semakin jauh dari petunjuk-Nya.
b. Khalîfatullah (Manusia yang mampu memakmurkan bumi)
Hal itu sebagaimana firman-Nya: Dan tidaklah kami utus kamu
supaya menjadi rahmat bagi seluruh alam. 17 Diutusnya umat manusia (umat
Muhammad) di dunia ini supaya dapat memakmurkannya untuk kepentingan
umat manusia sebagaimana ditegaskan lagi oleh firman Allah:
“Dia-lah yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah supaya dapat
memakmurkan dunia ini (untuk kepentingan bersama). Makna khalifah
mempunyai dua fungsi yaitu ilahiyah sebagai mandataris Tuhan di muka
bumi dan insaniyah yang tugas utamanya adalah memakmurkan dunia
bagi kesejahteraan umat manusia.”
Untuk itu supaya mampu menjalankan tugas sebagai khalifah Tuhan
di bumi, manusia harus membekali dirinya dengan ilmu-llmu yang
mempunyai kaitan langsung dengan tugas sebagai pemakmur dunia, yaitu
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan duniawi. Ilmu-ilmu ini termasuk dalam
kategori ilmu fardhu kifayah yang maksudnya ilmu ini bukan kewajiban
16
Q.S. az-Zariyat (51) : 56.
17
Q.S. al-Anbiya [21]: 107.
13
semua orang namun hanya wajib dituntut oleh orang tertentu yang
mempunyai minat khusus di bidang. Dengan dasar pemikiran bahwa tidak
mungkin di dunia ini mewajibkan semua manusia untuk mempelajari ilmu
tertentu yang akhirnya mempunyai keahlian yang sama. Pengharusan
mempelajari ilmu tertentu bagi semua manusia berarti melanggar sunatullah
karena dalam kehidupan sosial manusia dapat saling mengisi dengan berbagai
keahlian ilmu seperti apabila ada yang sakit maka harus berobat kepada
manusia yang mempunyai keahlian kedokteran.
Mengingat bahwa ilmu dalam kategori fardhu kifayah ini sifatnya
khusus yang hanya dipelajari oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan
dan kecenderungan atau minat khusus di bidang itu, maka yang termasuk
kategori ilmu-ilmu fardhu kifayah ini adalah ilmu kedokteran, tehnik,
pertanian, hukum dan sebagainya yang termasuk dalam bidang kajian ilmu
humaniora, Ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, sehingga orang
yang mempelajari ilmu ini akan menjadi pribadi profesional di bidangnya.
Dengan semakin tinggi tingkat profesionalitasnya maka akan membawa
manusia kepada derajat yang berbeda-beda. Kalau ilmu fardhu ‘ain dipelajari
untuk kepentingan pribadi dalam upaya menjadi hamba Allah (Abd Allah)
yang taat kepada-Nya, maka ilmu fardhu kifayah dipelajari untuk kepentingan
pribadi (skilled person) dan masyarakat yaitu keahlian yang dikuasainya
dapat digunakan untuk kesejahteraan umat manusia. Inilah fungsi manusia
sebagai mandataris Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardh).
Harapan yang ingin dicapai oleh pendidikan islam adalah manusia
yang memiliki dua kemampuan keilmuan (fardhu ain dan fardhu
kifayah).Dengan menguasai ilmu fardhu ain akan mengantarkan manusia
menjadi pribadi yang penuh ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT yang
akan membawa kebahagiaan di akhirat, sementara dengan menguasai ilmu
fardhu kifayah akan mengantarkan manusia menjadi pribadi yang memiliki
keahlian dan dengan keahliannya akan dapat dijadikan profesi dan dengan
profesinya akan menjadikannya profesional dan dengan keprofesionalannya
14
akan mendapatkan kebahagiaan atau kesejateraan hidup di dunia. Berikut
adalah paradigma keilmuan pendidikan Islam: 18
Usman Abu Bakar, “Paradigma Pendidikan Islam: Tinjauan Epistemologi”, Millah. Vol IX
18
15
manusia yang memiliki karakteristik abdullah dan khalifatullah, maka cara
untuk mencapai tujuan tersebut melalui pembidangan ilmu dengan tugas, sifat
dan fungsi masingmasing dengan hasil yang ingin diwujudkan adalah menjadi
umat yang seimbang (ummatan wasatan) yaitu umat muslim yang mampu
menguasai ilmu secara berimbang anatara ilmu agama dan ilmu umum. Hal
ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kedalaman ilmu agama yang
diperoleh melalui ilmu-ilmu fardhu ain akan mempengaruhi tingkat kualitas
penguasaan ilmu fardhu kifayah untuk dapat diamalkan demi kesejahteraan
umat manusia.
Idealisme pendidikan Islam dapat dapat dijelaskan bahwa target
output yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam adalah manusia yang
memilki kemampuan keilmuan yang seimbang baik ilmu umum (ilmu fardhu
ain) dan ilmu agama (ilm fardh kifayah). Ilmu-ilmu fardhu ain berfungsi
sebagai sarana peningkatan keimanan manusia kepada Tuhannya yang
terimplikasi dalam kesatuan hidup yang didasari nilai-nilai ilahiyah,
sementara ilmu fardh kifayah berfungsi sebagai sarana pengembangan
kualitas kehidupan dan sosial kemasyarakatan. Jadi, profil manusia yang
seimbang (ummatan wasatan) menurut pendidikan Islam adalah ketinggian
ilmu agama yang terwujud dalam totalitas kehidupan keagamaan akan
semakin tinggi menumbuhkan kesadaran dalam pengembangan ilmu dan
tehnologi yang disinari nilai-nilai agama untuk kepentingan kemudahan dan
kesejahteraan umat manusia sebagai fungsi pengejawantahan khalifatullah fil
ardh.
E. Analisis
Paradigma adalah cara masing-masing orang memandang dunia, yang
belum tentu cocok dengan kenyataan. Paradigma adalah petanya, bukan
wilayahnya. Paradigma adalah lensa kita, lewat mana kita lihat segalanya, yang
terbentuk oleh cara kita dibesarkan, pengalaman, serta pilihan-pilihan. Islam yang
memiliki sifat universal dan kosmopolit tak terbantahkan untuk bisa merambah ke
ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika Islam
dijadikan Paradigma Ilmu Pendidikan paling tidak berpijak pada tiga alasan :
16
1) Ilmu Pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena
ia terkait oleh norma-norma tertentu. Pada taraf ini, nilai-nilai Islam sangat
berkompeten untuk dijadikan norma dalam Ilmu Pendidikan.
2) Alasan kedua adalah, dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli
selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah Pendidikan Barat.
Falsafah Pendidikan Barat lebih bercorak sekuler yang memisahkan
berbagai dimensi kehidupan. Sedangkan masyarakat Indonesia lebih
bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal Islam sangat
memungkinkan untuk dijadikan acuan dalam mengkaji fenomena
kependidikan.
3) Alasan ketiga adalah dengan menjadikan Islam sebagai Paradigma , maka
keberadaan Ilmu Pendidikan memiliki ruh yang dapat menggerakkan
kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki. Tanpa ruh ini berarti
pendidikan telah kehilangan ideologinya.
Tak terbantahkan lagi bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Segala
aspek kehidupan manusia diatur di dalamnya. Tak terkecuali masalah pendidikan.
Pendidikan di dalam Islam, diarahkan untuk memanusiakan manusia, dengan
bahasa lain untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Manusia adalah
makhluk yang taat, tunduk patuh kepada aturan, selalu condong kepada
kebenaran. Maka jelas di sini bahwa ketika Islam dijadikan paradigma Ilmu
Pendidikan, produk dari pendidikan itu sendiri akan sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada
peserta didiknya berdasarkan ajaran Islam. Bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Mengenalkan manusia akan perannya di
antara sesama makhluk dan tanggung jawab pribadinya dalam hidup, dan
mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata
hidup masyarakat, Paradigma pendidikan Islam, mengarahkan pembelajaran
berbasis peserta didik.
B. Saran
Pada penulisan makalah ini, kami menyadari banyaknya kekurangan dan
kesalahan. Oleh sebab itu, kami selaku penulis sangat membutuhkan saran dan
kritik dari para pembaca pada pembahasan materi tersebut.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Ihsan,. 2001. Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II). Bandung: Pustaka
Setia.
Jalaluddin dan Umar said. 1999. Filsafat pendidikan Islam: Konsep dan
Perkembangan Pemikiran. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada.
Usman Abu Bakar. 2010. Paradigma Pendidikan Islam: Tinjauan Epistemologi Millah. Vol IX
No.2 : 296 – 298.
Zuhairini. 2013. Sejarah Pendidikan Islam (Cet. XII). Jakarta: Bumi Aksara.
19