I. PENDAHULUAN
Kepemimpinan tumbuh secara alami diantara orang-orang yang dihimpun untuk mencapai suatu
tujuan dalam satu kelompok. Beberapa dari anggota kelompok akan memimpin, sedangkan
sebagian besar akan mengikuti. Sebenarnya kebanyakan orang menginginkan seseorang untuk
menentukan hal-hal yang perlu dikerjakan dan cara mengerjakannya, diberi motivasi dan
bimbingan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harus mereka kerjakan, akan tetapi
mereka tidak mau mengerjakannya apabila tidak ada pemimpinnya.
Sarwono (2005), kepemimpinan adalah suatu proses perilaku atau hubungan yang menyebabkan
suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama atau secara bekerjasama dengan aturan
atau sesuai dengan tujuan bersama. Sebaliknya yang dinamakan pemimpin adalah orang yang
melaksanakan proses, perilaku atau hubungan tersebut. Selanjutnya Hemphill dan Coons (1957
dalam Sarwono, 2005) menyatakan bahwa, kepemimpinan adalah perilaku seorang individu
ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
Priyono (2003), kepemimpinan adalah sebuah proses yang akan membentuk seseorang
pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri sendiri (integrity), bertanggungjawab
yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan
keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication). Juga sebuah proses yang akan
membentuk seorang pengikut (follower) yang di dalam kepatuhannya kepada pemimpin, tetapi
pemikiran kritis, inovatif, dan jiwa independent.
Dahama dan Bhatnagar (1980 dalam Mardikanto 1991 : 204), pemimpin adalah seseorang yang
diakui atau memperoleh pengakuan dari seluruh anggota sistem-sosialnya sebagai yang berhak
atau memiliki kekuasaan untuk dalam situasi tertentu menggerakkan orang lain (yang
dipimpinnya) untuk mencapai tujuan bersama (yang menjadi tujuan system sosialnya) yang telah
direncanakan.
Asngari (2001 : 1), SDM-klien memberdayakan diri mempunyai makna SDM tersebut memiliki
tekad tinggi berkat motivasi intrinsik yang kuat untuk mengembangkan diri agar lebih mampu
berprestasi prima. Dengan niat/tekad kuat tersebut SDM yang bersangkutan berusaha
meningkatkan kualitas dan mewujudkan potensi diri untuk mencapai tujuannya. Berbeda dengan
SDM yang ekstrinsik motivasinya, peranan pihak luar sangat menonjol. Pada keadaan yang
demikian pihak luar perlu lebih aktif memberi bantuan baik diminta maupun tidak diminta,
bahkan harus proaktif menyodorkan diri (dalam arti positif) dengan kiat-kiat khusus.
Walgito (2003 : 93) mengungkapkan bahwa, dalam kepemimpinan ada pemimpin dan kelompok
yang dipimpin. Pada umumnya kelompok dapat dibedakan dapat dibedakan antara kelompok
primer dan kelompok sekunder, disamping kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok
formal akan dipimpin oleh pemimpin formal yang mempunyai interaksi dalam kelompok
sekunder, yaitu lebih bersifat formal, lebih didasarkan atas pertimbangan rasio daripada
pertimbangan perasaan, karenanya lebih bersifat objektif. Pemimpin formal pada umumnya
berstatus resmi dan didukung oleh peraturan-peraturan yang tertulis serta keberadaannya melalui
proses pemilihan dan pengangkatan secara resmi. Pemimpin formal” adalah orang yang menjadi
pemimpin karena ”legalitas”-nya. Misalnya, karena ia terpilih secara sah melalui pemilu, atau
kongres, atau muktamar, atau apa pun namanya. Yang bersangkutan telah memenuhi semua
peraturan yang ada (Darmaputera, 2004).
Anonim (2006), pemimpin formal adalah pemimpin yang secara resmi diberi wewenang/
kekuasaan untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu, dan dia mempertanggungjawabkan
kekuasaan/wewenangnya tersebut pada atasannya. Pemimpin formal pada umumnya berada pada
lembaga formal juga, dan keputusan pengangkatannya sebagai pemimpin berdasarkan surat
keputusan yang formal. Seorang pemimpin formal bisa saja hanyalah seorang kepala yang
memiliki wewenang sah berdasarkan ketentuan formal untuk mengelola anggotanya, atau jika
dalam organisasi memiliki wewenang untuk membawahi dan memberi perintah pada bawahan-
bawahannya.
Seorang kepala adalah juga seorang pemimpin apabila dia diterima secara ikhlas oleh para
anggotanya dan dia mampu mempengaruhi para anggota sehingga mereka dengan pengertian,
kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti dan mentaati pemimpin tersebut. Seorang
pemimpin formal biasanya dinilai oleh bawahannya/masyarakatnya berdasarkan hasil-hasil yang
dicapainya (prestasi). Dengan demikian pengakuan bagi seorang pemimpin formal oleh
bawahannya/ masyarakatnya disamping ditentukan oleh jiwa kepemimpinan (leadership) juga
oleh prestasi yang mana hal ini berkaitan dengan pengetahuannya tentang kebutuhan masyarakat
dimana dia ditempatkan.
Mardikanto (1991 : 205), pemimpin formal adalah pemimpin yang di samping memperoleh
pengakuan berdasarkan kedudukannya, juga memang memiliki kemampuan pribadi untuk
memimpin (kepemimpinan) yang andal. Selanjutnya Mardikanto (1991 : 206) menambahkan
bahwa, dari segi organisasi seorang pimpin formal lebih efektif mengarah kepada kepemimpinan
organisasi pamrih, yaitu organisasi yang bentuk keterlibatan anggotanya lebih didasarkan pada
pertimbangan kalkulatif (untung-rugi/manfaat-korbanan yang harus dikeluarkan dan yang akan
dapat diterimanya). Contoh organisasi seperti ini adalah organisasi-organisasi keprofesian,
perusahaan, dan berbagai bentuk asosiasi usahawan sejenis.
Berdasarkan macam kegiatannya pemimpin formal lebih baik memimpin pada kegiatan ekspresif
dan kegiatan instrumental. Kegiatan ekspresif, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan normatif dan sosial, seperti : keagamaan/kepercayaan, kesetiakawanan
sosial, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan instrumental adalah kegiatan yang bertujuan untuk
pemenuhan kebutuhan dan alokasi sumberdaya, seperti : pertanian, industri, dan lain-lain.
Contoh berbagai pemimpin formal adalah ; direktur perusahaan, pemerintah daerah (kepala desa
– gubernur), pimpinan asosiasi dan profesi pertanian seperti HITI (Himpunan Ilmu Tanah
Indonesia), PII (Persatuan Insinyur Indonesia), HIGI (Himpunan Ilmu Gulma Indonesia), dan
lain sebagainya.
Pada tataran penyuluhan seorang pemimpin formal pada umumnya selalu memberikan berbagai
kebijakan mengenai pembangunan pertanian yang sebelumnya disosialisasikan kepada
msayarakat melalui media massa atau melalui pertemuan langsung dengan petani dalam suatu
rapat kelompok tani. Mardikanto (1991 : 38) menyatakan bahwa, penguasa atau pimpinan
wilayah, yang memiliki kekuasaan mengambil keputusan kebijakan pembangunan pertanian dan
sekaligus bertanggungjawab atas keberhasilan pembangunan diwilayah kerja masing-masing
adalah merupakan sasaran penentu dalam penyuluhan pertanian
Darmaputera (2004), pemimpin informal tidak menjadi pemimpin karena faktor legalitas, tapi
terutama karena faktor ”legitimitas”. Artinya, walaupun tak ada kongres atau muktamar yang
menetapkan demikian, tapi rakyat dan umat dengan spontan menerima dan memperlakukan yang
bersangkutan sebagai pemimpin mereka. pemimpin informal itu ditetapkan oleh umat bukan
dengan surat suara, tapi dengan kata hati. (suara batin). Ikatan antar mereka tidak diatur secara
resmi, tapi lahir secara spontan karena ada rasa hormat dan cinta yang tidak dipaksa-paksa.
Anonim (2006), pemimpin informal adalah pemimpin yang tidak diangkat secara resmi
berdasarkan surat keputusan tertentu. Dia memperoleh kekuasaan / wewenang karena
pengaruhnya terhadap kelompok. Apabila pemimpin formal dapat memperoleh pengaruhnya
melalui prestasi, maka pemimpin informal memperoleh pengaruh berdasarkan ikatan-ikatan
psikologis. Tidak ada ukuran obyektif tentang bagaimana seorang pemimpin informal dijadikan
pemimpin. Dasarnya hanyalah oleh karena dia pernah benar dalam hal tertentu, maka besar
kemungkinan dia akan benar pula dalam hal tersebut pada kesempatan lain. Di samping
penentuan keberhasilan pada masa lalu, pemilihan pemimpin informal juga ditentukan oleh
perasaan simpati dan antipati seseorang atau kelompok terhadapnya.
Walgito (2003 : 93) menyatakan bahwa, pemimpin informal adalah pemimpin yang mempunyai
batas-batas tertentu dalam kepemimpinanya. Pemimpin informal adalah orang yang memimpin
kelompok informal yang statusnya tidak resmi, pada umumnya tidak didukung oleh peraturan-
pertaturan yang tertulis seperti pada kelompok formal. Selanjutnya Sarwono (2005 : 44 & 46),
pemimpin informal dapat dikatakan sebagai ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya
kewibawaan pribadi dari pemimpin dan merupakan bakat/sifat/karismatik yang khas terdapat
dalam diri pemimpin yang dapat diwujudkan dalam perilaku kepemimpinan.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka yang termasuk dalam pemimpin informal adalah
pemimpin/ketua kelompok tani, karena kelompok tani merupakan suatu kelompok informal yang
memiliki pembagian tugas, peran serta hirarki tertentu, serta norma yang menjadi pedoman
perilaku para anggotanya. Pedoman perilaku dan kegiatan kelompok tani tersebut dijabarkan
melalui keputusan musyawarah kelompok tani yang mendapat bimbingan langsung dari agen
pembaruan/penyuluh.
Pada tataran penyuluhan, pemimpin formal sangat baik dan sangat dibutuhkan untuk
menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya kepada semua warga masyarakat yang
dipimpinnya. Pemimpin formal harus terbuka untuk menerima pengetahuan/keterampilan baru
serta pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi warga yang dipimpinnya, serta memiliki
motivasi untuk memimpin yang tinggi dan mampu mengembangkan diri dengan pengetahuan
baru, keterampilan baru, maupun untuk mengembangkan wawasan baru secara multi dispilin dan
inter displin yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan tugas dan kewajiban
yang harus dilaksanakan.
Peranan seorang pemimpin formal dalam penyuluhan pembangunan dapat merupakan motivator
untuk pengembangan pembangunan pertanian melalui visi dan misi yang dibawa oleh agen
pembaruan/penyuluh dalam membentuk perilaku SDM-klien kearah yang lebih maju dan
moderen agar mereka mampu menggunakan/mengaplikasikan IPTEK sesuai dengan tujuan dari
usahatani atau bisnisnya
Seseorang yang memiliki sifat dan pembawaan yang membuat orang menyukainya, akan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemimpin informal dibandingkan orang
lain yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Pendapat-pendapat dan saran-sarannya pun akan
lebih mudah diterima apabila dia memiliki sifat mudah disukai. Oleh karena itu seseorang yang
mempunyai kecakapan dan pengertian terhadap kehidupan sosial serta memiliki kepribadian
yang dapat memberikan popularitas sosial kepadanya, mempunyai kesempatan yang paling besar
untuk menjadi seorang pemimpin informal. Dalam hal ini kepribadian yang dapat memberikan
popularitas sosial kepadanya dapat diparalelkan dengan istilah kharisma.
Depositario (1987 dalam Mardikanto, 1991 : 212 - 214), seorang pemimpin dalam penyuluhan,
bukanlah sekedar pemimpin yang pintar bicara, tetapi ia harus benar-benar telah memperoleh
pengakuan dari seluruh anggotanya sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang handal untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik, yang sudah dapat dibuktikannya
melalui berbagai hasil karya yang baik. Disamping pengalaman, kewibawannya dan
karismatiknya, seorang pemimpin informal memiliki kewajiban untuk menyampaikan dan
menyebarluaskan pengetahuan serta keterampilan bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Peranan pemimpin informal dalam penyuluhan pembangunan adalah sebagai tempat bertanya
atau shering pendapat ataupun dapat bekerjasama dengan agen pembaruan/penyuluh dalam
menyebarluaskan IPTEK dan informasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan SDM-
klien. Pemimpin informal dapat saja dijadikan sasaran penyuluhan terutama pada tataran
penyuluhan secara perorangan, karena biasanya para pemimpin informal ini sangat mengerti dan
sangat memahami akan masalah warga masyarakat sehingga agen pembaruan/penyuluh sangat
terbantu dengan adanya informasi dari mereka selain agen pembaruan tersebut memberikan
informasi kepada pemimpin informal tersebut.
Mardikanto (1991 : 216) dan Asngari (2001 : 32), sebagai implementasi dari jiwa dan
pengabdian seorang pemimpin formal dan informal, maka dalam proses penyuluhan
pembangunan ataupun pemberdayaan kepada SDM-klien selayaknya peran dan fungsi pemimpin
dapat berpedoman pada falsafah pendidikan dan kepemimpinan dari Kihajar Dewantara, yang
mencakup tiga dimensi yaitu :
IV. KESIMPULAN
Setiap pemimpin, baik pemimpin formal dan informal dalam penyuluhan berkewajiban untuk
melakukan fungsi dan perannya dalam menggerakkan dan membangun SDM-klien untuk
mencapai tujuan penyuluhan atau pemberdayaan sesuai dengan yang direncanakan. Seorang
pemimpin baik formal maupun informal selalu mendambakan pembaruan, sebab dia tau bahwa
hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia
harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-
inovasi, baik menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan.
Pemimpin formal pada dasarnya harus menempatkan, jiwa dan perilakunya untuk menjaga citra
kepemimpinannya dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat yang dipimpinnya. Efektifitas
dan efisiensinya seorang pemimpin formal adalah dengan mengedepankan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi dan golongannya dalam rangka mencapai tujuan yang di
cita-citakan bersama. Pemimpin formal setiap saat dapat dihindari atau tidak dipercaya oleh
masyarakat karena arah kebijakan dan keputusan serta program kerjanya selalu merugikan
masyarakat yang dipimpinnya.
Pemimpin informal dapat saja mempunyai dampak negatif maupun positif terhadap pengikutnya
ataupun kelompoknya. Dampak positif seorang pemimpin informal adalah lebih mengutamakan
ideologi dan realisasi tujuan rencana kerja daripada tujuan pribadinya, sedangkan dampak negatif
dari seorang pemimpin informal adalah mementingkan tujuan dirinya sendiri daripada ideologi-
ideologi kelompoknya atau pengikutnya. Seringkali ideologi digunakan untuk memperoleh
kekuasaan dan setelah kekuasaan itu didapatnya, maka ideologi itu ditinggalkan atau diubah
sesuai dengan tujuan pribadinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaputera, E. 2004. Pemimpin Formal, Pemimpin Informal. Harian Umum Sore Sinar
Harapan, Sabtu, 03 Juli 2004. www.sinarharapan.com. Di akses tanggal, 20 November 2007.
Slamet, M.R. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Institut Pertanian Bogor.
Press.
Sarwono, W.S. 2005. Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Balai
Pustaka. Jakarta.
Walgito. B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Ed. Revisi. Andi Yogyakarta.
Perbedaan Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal
a. Kepemimpinan Formal adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses
mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana Kepemimpinan
Formal dalam jabatannya diperoleh dari suatu usaha tertentu dalam pencapaiannya.
b. Kepemimpinan Non Formal (Informal) adalah Jabatan yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya
meliputi proses mempengauhi orang lain dalam menentukan tujuan tertentu, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana
Kepemimpinan Non Formal dalam jabatannya diperoleh tanpa suatu usaha tertentu dalam
pencapaiannya.
1. Pemimpin formal : Orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, diatur dalam
organisasi secara hierarki dan tergambar dalam suatu bagan yang tergantung dalam tiap-tiap kantor.
Pemimpin ini sering dikenal dengan sebutan “kepala
2. Pemimpin informal : Seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai dirinya. memiliki
kualitas subyektif atau obyektif yang memungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur
organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhi kelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat,
baik dalam arti positif maupun negatif. Dalam Islam pemimpin informal adalah Ulama, Ustadz ,Kyai, atau
tokoh masyarakat.
Eksistensi pemimpin informal turut memainkan peranan dalam proses perkembangan sosial dan
turut membantu membentuk sejarah. Mutlak dapat dipungkiri juga, terkadang pemimpin formal
acapkali “membutuhkan bantuan atau restu pemimpin informal dalam ‘menjalankan roda organisasinya.
Hal itu mutlak dilakukan oleh Pemimpin formal karena pemimpin informal memiliki basis massa yang
kuat dan mengakar.