Anda di halaman 1dari 4

Nama : Annisa Rahmawati

Nim : 20208011049

“komentar Riba”

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah),

berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa'). Menurut terminologi

ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa

adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat sering kita dengar dengan istilah rente, rente

juga disamakan dengan “bunga” uang. Karena rente dan bunga sama-sama mempunyai

pengertian dan sama-sama haram hukumnya di agama Islam.

debitor (nasabah) sama-sama sepakat atas keuntungan yang akan diperoleh pihak bank.

AZahrah dalam kitab Buhūsu fi al-Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah

tiap tambahan sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumatau

eksploitasi, artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna keperlpribadinya,

tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya atau pinjaman itu untuk

di kembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat umum.

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, riba telah dikenal pada saat turunnya ayat-ayat

yang menyatakan larangan terhadap transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan

periode turunnya ayat tersebut sampai ada ayat yang melarang dengan tegas tentang riba.

Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang secara tegas

diharamkan bahkan pengharamannya telah menjadi larangan dalam ajaran Islam. Riba

merupakan transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para peminjam (debitor)

bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini tidak hanya berlaku pada
agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi juga melarangnya bahkan mengutuk

pelaku riba.

Terdapat beberapa macam-macam riba yaitu:

• riba Fadhl adalah pertukaran antara dua barang sejenis dengan kadar ukuran yang

berbeda dan barang tersebut termasuk barang ribawi.

• riba Al yad adalah jual beli barang ribawi atau non ribawi yang penyerahannya

ditangguhkan atau penundaan atas kedua barang tersebut. Riba ini terjadi karena tidak

ditegaskan nominal harga pembayaran.

• riba jahiliyah adalah rfiba yang terjadi dalam utang piutang yang kemudian diwajibkan

adanya tambahan pokok karena tidak dapat membayar pada saat jatuh tempo.

• riba Nasi’ah adalah pertukaran barang ribawi namun penyerahannya ditangguhkan.

• riba Qard adalah riba dalam utang piutang yang disyaratkan pengembalian pinjaman.

Dengan status hukum riba yang telah diharaman secara final, maka tidak ada lagi

pembenaran yang dapat merubah status hukumnya. Apalagi jika dikatakan bahwa hukum riba

dapat berubah karena antara beberapa pihak yang terlibat terdapat kesepakatan yang saling rela.

Allah SWT berfirman pada surat Al-Baqarah ayat 275

‫شي ْٰطن ِمنَ ْال َم ِس ٰذ ِل َك‬ ِ َ‫اَلَّ ِذيْنَ َيأْكل ْون‬


ْ ‫الر ٰبوا َل َيق ْوم ْونَ ا َِّل َك َما َيق ْوم الَّ ِذ‬
َّ ‫ي َيتَ َخبَّطه ال‬

َ ‫الر ٰبوا فَ َم ْن َج ۤا َءه َم ْو ِع‬


‫ظة ِم ْن َّر ِبه‬ ِ ‫ّللا ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬ ِ ‫ِباَنَّه ْم قَال ْْٓوا اِنَّ َما ْال َبيْع ِمثْل‬
ٰ ‫الر ٰبوا َواَ َح َّل‬
ٰۤ
َ‫ار ه ْم فِ ْي َها ٰخ ِلد ْون‬
ِ َّ‫صحٰ ب الن‬
ْ َ‫ول ِٕى َك ا‬ ِ ٰ ‫ف َواَ ْمر ْٓه اِلَى‬
َ ‫ّللا َو َم ْن‬
‫عادَ فَا‬ َ َ‫سل‬
َ ‫فَا ْنتَهٰ ى فَلَه َما‬
Artinya; “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata

bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka

apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Dari ayat di atas bahwa orang-orang yang memakan riba yakni melakukan transaksi riba

dengan mengambil atau menerima kelebihan di atas modal dari orang yang butuh dengan

mengeksploitasi atau memanfaatkan kebutuhannya, tidak dapat berdiri, yakni melakukan

aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Mereka hidup

dalam kegelisahan; tidak tenteram jiwanya, selalu bingung, dan berada dalam ketidakpastian,

sebab pikiran dan hati mereka selalu tertuju pada materi dan penambahannya. Itu yang akan

mereka alami di dunia, sedangkan di akhirat mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam

keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang akan mereka tuju dan akan mendapat azab yang

pedih. Yang demikian itu karena mereka berkata dengan bodohnya bahwa jual beli sama dengan

riba dengan logika bahwa keduanya sama-sama menghasilkan keuntungan. Mereka beranggapan

seper-ti itu, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Substansi

keduanya berbeda, sebab jual beli menguntungkan kedua belah pihak (pembeli dan penjual),

sedangkan riba sangat merugikan salah satu pihak. Barang siapa mendapat peringatan dari

Tuhannya, setelah sebelumnya dia melakukan transaksi riba, lalu dia berhenti dan tidak

melakukannya lagi, maka apa yang telah diperolehnya dahulu sebelum datang larangan menjadi

miliknya, yakni riba yang sudah diambil atau diterima sebelum turun ayat ini, boleh tidak

dikembalikan, dan urusannya kembali kepada Allah. Barang siapa mengulangi transaksi riba
setelah peringatan itu datang maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya untuk

selama-lamanya.

Anda mungkin juga menyukai