1
Fatah Syukur NC, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 3
2
Everent Rogers dalam Fatah Syukur, Ibid, hlm.14
3
J.K. Galbraith, The New Industrial State, (Penguin, 1970), dikutip oleh D. Dickson,
Alternative Technology and The Politics of Technical Change, (London: Fontana, 1974), juga
terdapat dalam bukunya Ziauddin Sardar, Sains, Teknologi dan Pembangunan di Dunia Islam,
(Bandung: Pustaka, 1989), hlm. 161.
4
Ahmad Y. Al-Hasan dan Donald R. Hill, Teknologi dalam Sejarah Islam, terj. Yuliani
Liputo, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 17.
5
Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 7, (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997), cet.3, hlm.
152.
17
18
6
APJII, Kompetensi dalam Teknologi Informasi, http://psi.ut.ac.id/Jurnal/71hardono.htm,
hlm 1.
7
Fatah Syukur, Op cit, hlm. 4-5
8
A.P. Hardhono, Pemanfaatan Teknologi Informasi yang Telah Diterapkan dalam Proses
Pengajaran di Indonesia, http://psi.ut.ac.id/Jurnal/71hardono.htm, hlm. 1
19
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Wigrantoro Roes
Setiyadi tentang teknologi informasi yaitu teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan informasi.9
Memang ada yang membedakan antara teknologi komunikasi dengan
teknologi informasi. Teknologi komunikasi mencakup pengertian lebih luas
termasuk sistem saluran perangkat keras dan perangkat lunak dari komunikasi
modern, dimana teknologi informasi merupakan bagian daripada teknologi
komunikasi. Sedangkan ilmuwan lainnya membedakan teknologi informasi
sebagai perangkat komputer berikut segala kelengkapannya "tok".10 Namun
bila diamati dengan lebih mendalam bahwa diantara kedua bidang saling
berkaitan satu sama lain, bahkan seringkali digunakan untuk menyebut hal
yang sama secara bergantian.
Teknologi informasi dan komunikasi pendidikan menurut Yusuf Hadi
Miarso dapat diartikan ke dalam empat pengertian, yaitu:
1. Penerapan praktis merupakan suatu yang sudah diolah dan siap dipakai
oleh para pelaksana dan penerima pendidikan, tentu saja pada tingkatan
dan tanggungjawab yang berbeda, misalnya menerapkan produk
elektronika seperti, komputer, radio dan lain-lain dalam belajar mengajar.
2. Prinsip dan penemuan ilmu komunikasi baik pada diri manusia maupun
pada diri mesin (peralatan) tetap dalam pengertian “man machine system”.
3. Efisien dan efektif dalam aplikasi prinsip dan penemuan itu tidak semata-
mata merupakan komponen tambahan, melainkan yang mempunyai
peranan khusus dan menentukan adanya perubahan peranan pada
komponen yang lain. Misalnya tidak sekedar membantu guru (sebagai alat
bantu guru mengajar yang seringkali hanya dipajang di depan kelas),
melainkan sebagai penunjang dengan pedoman dan syarat penggunaan
tertentu.
9
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Perannya
dalam Proses Perubahan Sosial, http://maswig.blogspot.com/2005/02/teknologi-informasi-dan-
komunikasi-dan.html, hlm. 4.
10
Zulkarnain Nasution, Teknologi Komunikasi dalam Perspektif, (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1989), hlm. 5.
20
11
Yusuf Hadi Miarso, Teknologi Komunikasi Pendidikan, (Jakarta, Rajawali Press, 1986),
hlm. 168.
21
12
Gordon Dryden dan Jeannette Vos, Revolusi Cara Belajar: Belajar akan Efektif Kalau
Anda dalam Keadaan Fun, terj. Word++ Translations Servis, (Bandung: Kaifa, 2002), cet. IV, hlm.
39, Larry Downes dan Chunka Mui, Unleashing The Killer App, (Harvard Business School Press,
1998).
13
Robert Reich, The Work of Nations (1991) dalam Gordon Dryden dan Jeannette Vos
,Ibid.
22
moyang kita —apa pun argumentasi kita tentang mereka— belum mengenal
tulisan hingga 6.000 tahun silam.14
Manusia membutuhkan 2.000 tahun lagi sebelum menciptakan sistem
abjad untuk pertama kalinya —konsep luar biasa yang memungkinkan seluruh
pengetahuan dicatat hanya dengan mengkombinasikan 26 simbol. Namun baru
abad ke-11 M bangsa Cina mulai mencetak buku. Dan pada 1451 Johannes
Gutenbreg, penemu asal Jerman, berhasil mencetak buku secara masal untuk
pertama kalinya: yang mengubah kemampuan penyimpanan dan penyampaian
pengetahuan, yang dapat dibaca oleh jutaan orang, "sebelum Gutenberg, hanya
ada sekitar 30 ribu buku di seluruh Eropa. Pada tahun 1500, jumlah itu
mencapai 9 juta buku."15
Ratusan tahun kemudian, manusia berhasil mempercepat proses
tersebut: mesin ketik pertama dibuat pada tahun 1872, telepon pertama 1876,
mesin setting pertama pada 1884, film bisu pertama pada 1895, film bersuara
pada 1922, televisi pertama pada 1926, dan mikro processor komputer
pertama serta kalkulator saku pada 1971. Sejak saat itu revolusi komunikasi
tak terbendung lagi.
Setiap tahun dunia mencetak lebih dari 800.000 judul buku.16 Jika satu
buku dibaca setiap hari, dibutuhkan lebih dari 2.000 tahun untuk
menyelesaikan semuanya. Nah, bayangkan jika kita bisa memilih secara
otomatis informasi yang kita butuhkan, dan itu disalurkan melalui salah satu
dari 10 juta pesan —dalam waktu dekat, informasi sebesar itu diharapkan
dapat ditransmisikan sekaligus lewat sebuah serat optik dengan biaya yang
sangat murah.
Dalam era global seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak
mau, kita harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi
informasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi
14
Ibid
15
Kevin Kelly, New Rules For The New Ekonomy, sebuah artikel dari majalah Wired
(September 1991), dalam Gordon Dryden dan Jeannette Vos, Ibid.
16
Don Tapscott, Growing Up Digital, (McGraw Hill, 1998) dalam Gordon Dryden dan
Jeannette Vos, Ibid.
23
kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap
teknologi’ (gaptek). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa siapa yang
terlambat menguasai informasi, maka terlambat pulalah memperoleh
kesempatan-kesempatan untuk maju.
Informasi sudah merupakan ‘komoditi’ sebagai layaknya barang
ekonomi yang lain. Peran informasi menjadi kian besar dan nyata dalam dunia
modern seperti sekarang ini. Hal ini bisa dimengerti karena masyarakat
sekarang menuju pada era masyarakat informasi atau masyarakat ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi
yang menawarkan jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan
tinggi tersebut berkembang menjadi pesat.
Contoh klasik yang bisa dipakai sebagai ilustrasi di sini adalah
pengalaman Bill Gates yang kita kenal sebagai sosok orang mempunyai
perusahaan Microsoft Computer. William Henry Gates III atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Bill Gates tersebut, sebenarnya kuliah di bidang ilmu
hukum di Harvard University. Ia ingin menjadi pengacara, karena dengan
keahlian sebagai pengacara tersebut, maka ia bisa mempunyai ‘power’ untuk
membantu masyarakat yang memerlukan jasa hukum untuk memperoleh
kebenaran. Belajar Ilmu Hukum, menurut dia, ternyata memerlukan waktu
yang banyak untuk membaca di berbagai tempat seperti perpustakaan, toko
buku atau sumber informasi yang lain. Ia merasa waktunya habis untuk
membaca saja. Disitulah ia lalu menemukan idenya mengapa informasi yang
tersebar di mana-mana itu tidak dikemas saja dalam satu ‘wadah’ —baca
computer— agar yang memerlukannya tidak harus ke sana- ke mari. Di benak
Bill Gates saat itu ia memimpikan ‘how to create a tool for the information
era that could magnify the brainpower instead of just muscle power’. Sejak
itulah maka The Saga of Microsoft mulai digarap. Bill Gates akhirnya menjadi
orang yang sangat produktif dan ‘output oriented’. Menurut Robert Heller
yang menulis buku tentang Bill Gates menyatakan bahwa Bill Gates selalu
24
17
Soekartawi, Prinsip Dasar E-learning: Teori dan Aplikasinya di Indonesia,
http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#1, hlm. 5
18
Muhammad Amin Bahkri, Loc. cit, hlm. 1
19
Oos M. Anwas, Loc. cit, hlm. 3
25
20
Hanny Kamarga, Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber
Informasi Kesejarahan. (Jakarta: Inti Media, 2002), hlm. 21.
21
Oos M. Anwas, Model Inovasi E-learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#1, hlm. 1
22
Ardito M. Kodijat, On-line Services pada Industri Pendidikan.
http://www.ristek.go.id/berita/ardito.htm, 2
26
23
Oos M. Anwas, Loc. cit, hlm. 3
24
Ibid
25
Antonius AH dan Onno W. Purbo., Teknologi e-learning Berbasis PHP dan MySQL:
Merencanakan dan Mengimplementasikan Sistem e-learning. (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 13
27
26
Khoe Yao Tung, Pendidikan dan Riset di Internet. (Jakarta: Dinastindo, 2000), hlm 15.
27
Onno W. Purbo dan Antonius AH., Op. cit., hlm. 9
28
Budi Rahardjo, Pergolakan Informasi di Indonesia akan Sia-sia. Artikel Majalah Tempo.
Jakarta: November 2001, hlm. 12
28
29
Asep Saepudin, Penerapan Teknologi Informasi dalam Pendidikan Masyarakat,
http://www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#1, hlm.3.
30
2. Konsep E-Learning
E-learning atau electronic learning kini semakin dikenal sebagai salah
satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju
maupun di negara yang sedang berkembang. Banyak orang menggunakan
istilah yang berbeda-beda mengenai e-learning, namun pada prinsipnya e-
learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat
bantunya.
Untuk menyederhanakan istilah, maka electronic learning disingkat
menjadi e-learning. Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan
30
Muhammad Amin Bahkri, Potensi E-learning dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran
di Lingkungan Perguruan Tinggi, http://jurnalresultan.com/Artikel/Tulisan_Amin_v_5.htm, hlm. 3
31
31
Ibid, hlm. 2
32
Antonius AH dan Onno W. Purbo, Op. cit., hlm. 1.
33
Training Foundation, E-Learning: Electronic Distance Education via the Internet,
http://www.candoproject.com/elearning.htm, Hlm. 1
34
Oos Anwas, Loc. cit, hlm. 7
32
teknologi internet. Oleh karena itu e-learning dapat digunakan dalam sistem
pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam
pendidikan konvensional fungsi e-learning bukan untuk mengganti, melainkan
memperkuat model pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco
menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut:
a. E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan,
pelatihan secara on-line.
b. E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap
buku teks, CD-Rom, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab tantangan perkembangan globalisasi
c. E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan
content dan pengembangan teknologi pendidikan.
d. Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaian nya. Makin baik keselarasan antar content dan alat
penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa
yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.35
36
Muhammad Amin Bahkri, Loc. cit., hlm. 2
37
Ibid, hlm. 3.
38
Haughey dalam Oos M. Anwas, Loc. cit, hlm. 10
34
41
Ibid, hlm. 15
42
Ibid, hlm. 19
38
43
Ibid, hlm. 20.
39
Untuk itu umat Islam harus mampu menyusun skenario masa depannya
secara komprehensif sehingga kembali memimpin, sebagai penggerak dan
pelopor dalam bidang iptek di abad ke-21. Allah berfirman dalam surat Al-
Hasyr, ayat 18:
“Ada hubungan yang erat antara alam dan iptek. Alam mempunyai
sifat ketuhanan yang suci dan murni. Polusi bertentangan dengan
46
Departemen Agama RI, Op. cit, hlm. 1.079.
47
Abdul Mukti, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Teknokratik, dalam Islmail SM
(eds.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 357.
48
Hasan Hanafi, Science and Technology in the Muslim world (Part 2),
http://www.malaysia-today.net/columns/minda/2004/12/science-and-technology-in-Muslim-
world_11.htm, hlm. 1
42
49
Abdul Mukti, Op. cit. Hlm. 158
43
50
Ibid. hlm. 158.
44
Misalnya, ayat tentang zakat, dengan meng-entry kata 'zakat', maka akan
ditemukan ayat-ayat tentang zakat berikut penafsiran nya oleh para ulama.
Siswa cukup tekan keyboard komputer dan tidak perlu ke perpustakaan
mengusung kitab-kitab besar.
Pemanfaatan teknologi canggih tersebut memiliki dua keuntungan.
Pertama, pembelajaran agama menjadi lebih menarik, efektif dan efisien.
Kedua, siswa memiliki sikap positif terhadap teknologi karena
membuktikan dan mempraktekkan sendiri manfaat dan penggunaannya.
b. Strategi Keterbukaan
Sikap terbuka terhadap teknologi modern menjadikan pembelajaran
agama tidak dilakukan secara dogmatic dan emosional, tetapi rasional dan
dialogis. Strategi ini dilakukan dengan beberapa cara:
1) Tidak mengisolasi pembelajaran agama hanya sebatas teks.
Siswa ditunjukkan bagaimana relevansi ayat-ayat Al-Qur'an
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, mengkaitkan
konsep buraq dengan teori kecepatan cahaya. Kata buraq diambil dari
kata barq yang berarti kilat. Kilat terjadi karena pertemuan listrik alam
positif dan negatif. Kecepatan cahaya jauh melebihi kecepatan suara.
Dengan teori tersebut, peristiwa Isra' Mi'raj dapat dijelaskan secara
rasional.
51
Ibid, hlm. 361