Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“HUKUM WARISAN PADA JAMAN


JAHILIYAH”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : fiqih mewaris
Dosen Pengampuh : Drs.H Jaelani.

Disusun Oleh :
 Muhamad Farhan
 Yolanda m.f
 Desri Yati ningsih

Semester :

(STAIMA)
Sekolah Tinggi Agama Islam Ma’had Aly
Jl. KH. Masduqie Aly Kasab Babakan Ciwaringin Cirebon
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu serta menambah wawasan
mengenai “Hukum Waris Pada jaman Jahiliyah”

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada rekan-rekan dan semua pihak
yang telah membantu, terutama pertolongan dari Allah, sehingga makalah kami
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Dengan segala kerendahan hati. Kami
sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, agar kami
dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena kesempurnaan sesungguhnya hanya
datangnya dari Allah SWT. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Cirebon, 05 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Rumusan Masalah.........................................................................................1

BAB II......................................................................................................................2

PEMBAHASAN......................................................................................................2

A. Pengertian fiqh Mawaris...............................................................................2

B. Pembagian Harta Warisan Pada Masa Jahiliyah...........................................3

C. Syarat dan Sebab Mendapatkan Waris..........................................................5

a.       Qarabah atau pertalian kerabat................................................................5

b.      Muhalafah atau adanya janji setia............................................................6

c.       Tabany atau adopsi.................................................................................9

BAB III..................................................................................................................10

PENUTUP..............................................................................................................10

A. Kesimpulan.................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fiqh mawaris adalah salah satu cabang dari hukum fiqh. Fiqh mawaris
mengatur perihal tata cara pewarisan harta pusaka dalam islam. Fiqh ini muncul
sebagai jawaban atas perkara-perkara waris yang terjadi dalam masyarakat,
namun ternyata sebelum kemunculan fiqh mawaris yang mendasarkan pada
Qur’an ,Hadist dan ijtihad , telah ada tata cara pembagian waris tersendiri di
zaman jahiliyah, karena pada era jahiliyah atau sebelum datangya islam corak
hidupnya masih di pengaruhi dengan sistem kesukuan maka tata cara pembagian
harta warisan dan pusaka pada zaman tersebut juga sangat berbeda dengan
zaman dimana islam masuk dan mulai berkembang. sebelum datangnya islam
(jahiliyah) orang-orang arab sudah memiliki aturan dalam hal pewarisan namun
peraturan hak waris hanya diberikan kepada orang-orang dewasa yang kuat lagi
bisa berperang, jadi anak-anak dan perempuan sama sekali tidak berhak atas
warisan, hal itu yang menjadikan orang-orang jahiliyah mengubur hidup-hidup
anak perempuannya karena mereka malu memiliki anak perempuan tidak bisa
berperang serta tidak berhak mendapatkan warisan, dari adanya peristiwa tersebut
Allah menurunkan nabi Muhammad dan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-
orang jahiliyah, setelah wafatnya rosul hukum pewarisan diteruskan oleh para
sahabat dan kemudian para fuqoha.
B. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian fiqih mawaris?


b. Bagaimana pembagian warisan pada masa jahiliyah?
c. Apa sebab terjadinya pembagaian harta warisan pada masa jahiliyah ?
C. Rumusan Masalah

a. Untuk mengetahui pengertian fiqih mawaris.


d. Untuk mengetahui pembagian warisan pada masa jahiliyah.

1
e. Untuk mengetahui sebab terjadinya pembagaian harta warisan pada masa
jahiliyah .
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian fiqh Mawaris

Mawaris secara Etimologis adalah bentuk jamak dari kata tunggal maris

artinya warisan. Dalam hukum islam dikenal adanya ketentuan-ketentuan tentang

siapa yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan, dan ahli waris

yang tidak berhak menerimanya. Istilah fiqh Mawaris dimaksudkan ilmu fiqh

yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa

yang tidak berhak menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya. 1 Fiqh

Mawaris, disebut juga ilmu faraid bentuk jamak dari kata tunggal faridah artinya

ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam al-Qur’an.

Secara terminologi fiqh mawaris adalah fiqh atau ilmu yang mempelajari tenteng

siapa orang-orang yang termasuk ahli waris, siapa yang tidak, berapa bagian-

bagiannya dan bagaimana cara penghitungannya.      Mawaris juga disebut fara’id,

bentuk jama’ dari ‫فرد‬. Kata ini berasal dari kata  ‫فرد‬. Yang aritnya ketentuan atau

menentukan. Kata farida ini banyak juga disebutkan didalam al quran surat at

tahrim ayat 2 yaitu :

‫ض هَّللا ُ لَ ُك ْم ت َِحلَّةَ أَ ْي َمانِ ُك ْم َوهَّللا ُ َم ْوال ُك ْم َو ُه َو ا ْل َعلِي ُم ا ْل َح ِكي ُم‬


َ ‫قَ ْد فَ َر‬

Artinya :

1
Ahmad Rofiq, MA, Fiqh Mawari Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja
Garafindo Pesada, 2002.h. 4

2
            “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan

diri dari sumpahmu.

Dengan pengertian diatas dapat ditegaskan bahwa pengertian fiqih

mawaris adalah fiqh yang mempelajari tentang siapa-siapa orang yang termasuk

ahli waris, bagian-bagian yang diterima mereka, siapa-siapa yang tidak termasuk

ahli waris, dan bagaimana cara penghitungannya.”

2. Bebrapa istilah dalam fiqh mawaris : 2

a) Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.

b) Muwaris adalah orang yang diwarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang

meninggal dunia. Baik meninggal secara hakiki, takdiri, atau melalui

keputusan hakim.

c) Al ‘irs adalah harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil

untuk kepentingan pemeliharaan jenazah.

d) Tirkah adalah semua harta peninggalan orang yang meninggal sebelum

diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang dan

pelaksanaan wasiat.

B. Pembagian Harta Warisan Pada Masa Jahiliyah

2
Amir Syarifuddin, Dr. Prof., Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Perenada
2004.h. 14

3
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah memiliki sifat kekeluargaan patrilineal.

Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tergolong salah satu bangsa yang gemar

mengembara dan berperang. Kondisi daerahnya kering dan tandus mengharuskan

mereka menjalani hidup penuh keberanian dan kekerasan.

Mata pencaharian mereka yang utama adalah berdagang yang dilakukan

dengan cara menempuh perjalanan jauh dan berat. Permusuhan antara kabilah

dengan kabilah lainnya seringkali menyebabkan peperangan, yang menang

membawa harta rampasan. Beberapa hal tersebut mempengaruhi kematangan cara

berpikir mereka yang serba mengandalkan kepada kekuatan fisik.

Tradisi pembagian harta waris pada zaman jahiliyah, berpegang teguh

pada trdisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang atau leluhur mereka, yaitu

anak-anak belum dewasa, orang lanjut usia, dan kaum perempuan dilarang

mempusakai harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal. Mereka

menganggap bahwa kaum perempuan, orang lanjut usia dan anak-anak adalah

orang yang lemah fisiknya dan tidak berharga, karena mereka tidak sanggup

berperang dan merampas harta musuh, sehingga mereka tidak berhak menerima

harta waris dari keluarga atau orang tuanya sendiri3

Pada jaman jahiliyah yakni sebelum datangnya islam, ahli waris yang

berhak mendapatkan warisan hanya laki laki saja, itupun hanya lelaki yang bisa

berperang, seperti yang di ungkapkan oleh Dr Moch Dja’far dalam Ensiklopedi

Tematis Dunia Islam.“ Yang boleh mewaris hanyalah laki-laki dewasa yang telah

mahir naik kuda dan memanggul senjata ke medan perang serta memboyong harta
3
Ibid, h. 15

4
ganimah (rampasan perang),’’ Kerabat yang berhak menerima waris pada jaman

itu adalh anak laki-laki,saudara laki-laki,paman, dan anak laki-laki paman.”

Sedangkan perempuan tidak mendapatkan warisan apapun, inilah yang menjadi

salah satu faktor dimana jaman dulu banyak di lakukan penguburan bayi

perempuan hidup-hidup.

Struktur pemerintahan Zaman jahiliyah masih di dominasi dengan sistem

kesukuan, jadi harta dan pusaka yang di milki oleh orang yang meninggal menjadi

milik suku, sehingga seorang laki laki yang bahkan bukan kerabatnya yang hanya

terikat janji setia dalam satu suku lebih berhak mendapatkan warisan dari pada

perempuan yang sudah jelas kerabatnya.

C. Syarat dan Sebab Mendapatkan Waris

Ada tiga syarat dan sebab untuk menerima dan mendapatkan waris.4

a.       Qarabah atau pertalian kerabat

Kekerabatan ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan

orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran.

Pengertian kerabat saja belum cukup dijadikan alasan untuk menutut harta

waris, selagi tidak dilengkapi dengan adanya kekuatan jasmani yang sanggup

4
Ali Hasan, M., Drs., Hukum Waris Belajar Mudah Ilmu Mawaris, Jakarta:
PT. Bulan Bintang, h.13

5
untuk membela, melindungi, dan memelihara qabilah dan sekurang-

kurangnyya keluarga mereka.

Persyaratan ini berakibat anak-anak yang belum dewasa dan kaum

perempuan yang tidak dapat menerima pusaka. Pantangan menerima pusaka

bagi anak yang belum dewasa terletak pada tidak sanggupnya berjuang,

memacukan kuda untuk ,mengejar musuh, dan memainkan pedang untuk

memancung leher lawan dalam membela suku dan warga. Demikian juga

kaum perempuan karena fisiknya tidak memungkinkan untuk memanggul

senjata dan bergulat di medan laga serta jiwa yang sangat lemah

Pengertian kerabat saja tidak cukup untuk dijadikan alasan mewarisi

selagi tidak dilengkapi dengan adanya kekuatan jasmani yang sanggup

untuk membela, melindungi, dan memelihara qabilah atau setidaknya

keluarga mereka.

Kerabat ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan

orang yang mewarisi karena disebabkan kelahiran.

Namun adanya pertalian kerabat saja tidak cukup, juga harus di sertai dengan

kekuatan fisik.

Para ahli waris pada zaman jahiliyah dari golongan kerabat terdiri atas :5

5
Ali Hasan, M., Drs., Hukum Waris Belajar Mudah Ilmu Mawaris,
Jakarta: PT. Bulan Bintang. H. 19

6
1.      Anak laki-laki

2.      Saudara laki-laki

3.      Paman

4.      Anak- anak yang sudah dewasa

b.      Muhalafah atau adanya janji setia

Janji prasetia terjadi dan mempunyai kekuatan hukum, bila salah satu

pihak telah mengikrarkan janji setianya kepada pihak lain, seperti ucapan:

“Darahku darahmu, pertumpahan darahku pertumpahan darahmu,

Perjuanganku perjuanganmu.”

Atau dengan ungkapan lain:

‫عاقد نى و عا هدنى على النصر ة والمعا ينة‬

" berprasetia dan berjanjilah padaku untuk saling menolong dan bantu-

membantu.

Perjanjian akan memilki kekuatan hukum bila kedua belah pihak telah

berikrar.

Perjanjian tidak dapat terealisasi apabila yang melakukan perjanjian adalah

anak yang belum dewasa apalagi kaum wanita. Akibat dari perjanjian tersebut

adalah apabila ada salah satu pihak yang kemudian meninggal duna maka pihak

lain yang masih hidup berhak memiliki harta peninggalan pihak yang sudah mati

sebanyak 1/6 harta peninggalan kemudian sisanya dibagikan ahli waris.

7
Sebagai akibat dari janji setia yang telah mereka setujui bersama,

konsekuensi yang terjadi adalah jika salah satu pihak telah mengadakan perjanjian

kemudian meninggal dunia, pihak yang masih hidup berhak mempusakai harta

peninggalan patnernya yang mendahului meninggal dunia sebanyak 1/6 bagian

harta peninggalannya. Adapun sisa harta setelah dikurangi 1/6 ini dibagikan

kepada ahli warisnya.

Janji setia adalah dorongan kemauan bersama untuk saling membela jiwa

raga dan kehormatan mereka. Tujuan ini tidak mungkin terealisasi apabila pihak-

pihak yang berprasetia adalah anak-anak yang belum dewasa, apalagi kaum

wanita.

Adapun isi janji prasetia adalah :

  “Darahku darahmu, perumpahan darahku pertumpahan darahmu,

perjuananku perjuanmu, perangku perangmu, damaiku damaimu, kamu mewarisi

hartaku aku merawisi hartamu, kamu dituntut darahmu karena aku dan aku

dituntut darahku karenamu dan diwajibkan denda sebagai pengganti nyawaku,

akupun diwajibkan membayar denda sebagai pengganti nyawamu.”

Sebagai mufassir (ahli tafsir) membenarkan pusaka mempusakai berdasar

janji setia ini, berdasar firman Allah , Surah An-nisa ayat 33 :

8
ِ َ‫َولِ ُك ٍّل َج َع ْلنَا َم َوالِ َي ِم َّما تَ َر َك ا ْل َوالِدَا ِن َواأْل َ ْق َربُونَ َوالَّ ِذينَ َعقَدَتْ أَ ْي َمانُ ُك ْم فَآتُو ُه ْم ن‬
َ‫صيبَ ُه ْم إِنَّ هَّللا َ َكان‬

َ ‫َعلَى ُك ِّل ش َْي ٍء‬


‫ش ِهيدًا‬

Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak

dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya[288]. dan (jika ada) orang-

orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada

mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

Sebagai mufassir memberikan pemahaman bahwa, Allah swt

memerintahlan orang-orang mukmin agar memberikan kepada orang-orang yang

memberikan janji setia untuk tolong menolong, nasihat-menasihati dan

sebagainya, bagian yang telah menjadi hak mereka. Karena tidak ada ayat lain

yang men naskh (menghapus) atau men-ta’wil kan (mengalihkan arti) ayat

tersebut.

Ayat tersebut tampak masih menyetujui atau melegalisasi janji prasetia

sebagai dasar hukumsaling mewarisi diantara pihak-pihak yang melakuakn

perjanjian. Akan tetapi hanya sebagaian ulama’ hanafiyah saja yang tatap

memberlakukan ketentuan hokum, menurut isi ayat tersebut. Alasannya yang

dikemukakan adalah, tidak ada ayat lain yang menghapusnya.

9
c.       Tabany atau adopsi

Pengangkatan anak adalah seseorang yang telah mengambil anak laki-laki

orang lain untuk dipelihara dan dimasukkan kedalam keluarga yang menjadi

tanggungannya dan menjadi bapak angkat terhadap terhadap anak tersebut dengan

status anak nashab. Apabila anak itu telah dewasa dan bapak angkatnya

meninggal, dia dapat mempusakai harta peninggalan bapak angkatnya seperti

anak kandung.

Seorang yang telah mengambil anak laki-laki orang lain dan dipelihara

kemudian dimasukkan dalam keluarga yang menjadi tanggungannya dan menjadi

bapak angkat terhadap anak itu dengan status anak nasab.

Apabila bapak angkat meninggal maka anak nasab berhak mendapatkan

harta waris.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Fiqh mawaris adalah fiqh atau ilmu yang mempelajari tenteng siapa orang-

orang yang termasuk ahli waris, siapa yang tidak, berapa bagian-bagiannya dan

bagaimana cara penghitungannya.

Sebab-sebab pewarisan pada zama jahiliyah :

            a) Adanaya Pertalian Kerabat (Al Qorabah )

            b) Janji Prasetia (Al Hilf Wa Al Muaqodah)

            c) Pengangkatan Anak (Al Tabanni) Atau Adobsi

11
DAFTAR PUSTAKA

Rofiq, Ahmad . 2002. Fiqh Mawari Edisi Revisi, Jakarta: PT. Raja Garafindo
Pesada.

Syarifuddin, Amir . 2004. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Perenada

Hasan, Ali. Hukum Waris Belajar Mudah Ilmu Mawaris, Jakarta: PT. Bulan
Bintang.

Muhibin, M., Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1979

Usman, Suparman. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Gaya Media


Pratama: Jakarta .

12

Anda mungkin juga menyukai