Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD 1945) merupakan konstitusi Negara Republik
Indonesia. Konstitusi, dengan berbagai pengertian menurut para ahli,
adalah aturan-aturan dasar yang melandasi segala macam peraturan
perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Di dalam suatu
negara, konstitusi bertujuan diantaranya adalah untuk membatasi
pemerintah dan pejabat lainnya agar tidak sewenang–wenang dalam
bertindak dan merugikan rakyat. Selain itu, konstitusi juga bertujuan
melindungi Hak Asasi Manusia penduduknya agar tidak terjadi
pelanggaran. Kemudian yang terpenting lagi adalah, konstitusi merupakan
pedoman bagi para pejabat negara untuk menyelenggarakan negara.
Indonesia di dalam perjalanan hidupnya telah menjadikan UUD
1945 sebagai konstitusi negara selama masa orde lama dan orde baru.
Era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 memunculkan tuntutan dari
masyarakat Indonesia untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945.
Perubahan ini dikarenakan UUD 1945 dinilai masih memiliki banyak
kekurangan, seperti menimbulkan tidak adanya saling mengawasi dan
saling mengimbangi antar lembaga negara, ada pasal yang menimbulkan
multitafsir, belum adanya aturan baku mengenai Hak Asasi Manusia, serta
membuka peluang terjadinya penyelenggaraan negara yang otoriter.
Konstitusi negara yang telah diubah telah memberikan perubahan
yang signifikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia. banyak sekali pencapaian bangsa Indonesia yang telah diraih
pasca amandemen UUD 1945 seperti penegakan hukum yang lebih
berkeadilan, sistem pemerintahan yang lebih demokratis, otonomi daerah
yang lebih ditingkatkan, serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih
1
mandiri dan berkeadilan. Namun demikian, masih ada satu permasalahan
serius bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih tetap terjadi di depan
mata bangsa Indonesia sendiri, yaitu masalah pengelolaan sumber daya
alam.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA).
Sumber daya alam yang ada di Indonesia bermacam–macam, mulai dari
kekayaan hutan dan laut, sampai dengan yang lebih berharga yaitu
barang tambang. Berbagai macam barang tambang seperti timah, gas
alam, batu bara, sampai dengan emas terdapat di perut bumi Indonesia.
Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20%
dari suplai seluruh dunia)1 dan juga produsen timah terbesar kedua. Hal
tersebut merupakan suatu karunia tersendiri karena negara yang maju
seperti Jepang dan Amerika Serikat sekalipun misalnya, tidak memiliki
kekayaan alam yang sedemikian beragamnya. Namun sayangnya,
kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia tersebut belum dapat dikelola
dengan baik oleh bangsa Indonesia sendiri. Banyak sektor–sektor
pertambangan strategis yang ada di wilayah Indonesia, namun
pengelolanya adalah perusahaan–perusahaan yang sebagian besar
sahamnya dikuasai oleh pihak asing. dan yang lebih menyedihkan lagi,
pengelolaan barang tambang oleh pihak asing tersebut lebih bannyak
memberikan kerugian kepada bangsa Indonesia daripada mendatangkan
keuntungan.
Salah satu perusahaan asing yang paling disorot semenjak era 90-
an sampai sekarang adalah PT Freeport McMoran Indonesia. Beberapa
artikel yang dibaca oleh penulis membeberkan betapa dahsyatnya
kerugian yang ditimbulkan oleh perusahaan tambang asing yang sudah
puluhan tahun bercokol di Indonesia ini. PT Freeport McMoran Indonesia
adalah perusahaan tambang paling tua yang beroperasi di Indonesia. PT

1
Agus Sulaksono,”Analisa Keekonomian Kontrak Kerja PT. Freeport Indonesia”,(Jakarta : Ufuk
Publishing House, 2003), hal.19

2
Freeport yang berlokasi di Grasberg dan Easberg, Pegunungan Jaya
Wijaya, menguasai 81,28% saham, sedangkan sisanya dikuasai oleh PT
Indocopper Investama sebesar 9,36%, dan pemerintah Indonesia sebesar
9,36%2. Kehadiran Freeport dapat dikatakan menjadi bencana bagi
masyarakat Papua daripada berkah. Hal ini dikarenakan penambangan
yang dilakukan Freeport telah menggusur ruang penghidupan suku - suku
di pegunungan tengah Papua. Tanah - tanah adat tujuh suku, di
antaranya suku Amungme dan Nduga, telah dirampas sejak awal
masuknya Freeport.
Limbah tailling yang dihasilkan PT Freeport telah menimbun 110
km2 wilayah Estuari dan mengalami pencemaran linkungan. Sekitar 20-40
km bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur terkubur
akibat pembuangan limbah tailing tersebut3. Menurut sebuah sumber,
penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport di Papua telah
menghasilkan limbah buangan sebesar kira – kira 6 miliar ton (lebih dari
dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama).
Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan sekitar lokasi
pertambangan, atau ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke
dataran rendah basah, yang dekat Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan
hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB. Ketika banjir
tiba, kawasan-kawasan subur di lokasi itupun tercemar. Perubahan arah
sungai Ajkwa pada perkembangannya telah menyebabkan banjir,
kehancuran hutan-hutan tropis (21 km2), dan menyebabkan daerah yang
semula kering menjadi rawa. Dari segi kesehatan, kaum perempuan di
Papua tidak bisa lagi mencari siput di sekitar sungai yang merupakan
sumber protein bagi keluarga. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat
masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT Freeport

2
Ibid, hal. 35
3
Iman Prihandono,” Legalitas dan urgensi audit lingkungan PT. Freeport Indonesia”,(Depok : FH-
UI, 2001), hal.31

3
Indonesia, merupakan kota dengan penderita HIV/AIDS tertinggi di
Indonesia.
Dari segi perekonomian, jelas sekali bangsa Indonesia sangat
dirugikan oleh PT Freeport. Menurut catatan Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak 1991 hingga tahun 2002, PT
Freeport memroduksi total 6.6 juta ton tembaga, 706 ton emas, dan 1.3
juta ton perak. Dari sumber data yang sama, produksi emas, tembaga,
dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan 8 milyar US$.
Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas pada tahun
2001-2004 dari lubang Grasberg setara dengan 380 juta US$ (sekitar 3.8
trilyun rupiah). Dari jumlah tersebut, selama kurun waktu 2001-2004,
Indonesia hanya mendapatkan total 10-13% dari pajak atau sekitar 46
juta dollar (460 milyar rupiah)4. Meski di tanah leluhurnya terdapat
tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya mereka yang
tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya pada tahun 2004 hanya
mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke 212 dari 300-an
lebih kabupaten di Indonesia. Hampir 70% penduduknya tidak
mendapatkan akses terhadap air bersih, dan 35.2% penduduknya tidak
memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, lebih dari 25%
balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi.
Siapapun rakyat Indonesia yang mengetahui fenomena ini tentu
akan menangis dan berdukacita karena ternyata masih ada di zaman
kemerdekaan ini, bangsa asing yang “menjajah” bumi Indonesia ini
melalui eksplorasi barang tambang. Rasa semacam ini pula yang
kemudian menyebabkan terjadinya konflik-konflik sosial akibat dari
kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport. Konflik sosial
yang terjadi biasanya melibatkan masyarakat Papua setempat, aparat

4
http://saripedia.wordpress.com/2011/01/17/eksistensi-perusahaan-pertambangan-pt-freeport-
indonesia/ (diakses tanggal 2 Juli 2013 pukul 16.00)

4
keamanan yang terdiri dari TNI dan Polri, serta pihak manajemen PT
Freeport. Konflik sosial ini tidak jarang menimbulkan korban jiwa yang
berasal dari pihak keamanan maupun warga Papua.
Penulis merasa perlu ada peninjauan UUD 1945 terhadap kasus
penambangan PT Freeport di Papua terhadap UUD 1945 karena sebagai
konstitusi Negara Republik Indonesia, UUD 1945 memuat dasar-dasar
aturan kehidupan berbangsa, serta semangat penyelenggaraan negara
yang bertujuan untuk kemakmuran bangsa Indonesia sehingga dapat
terwujud kedaulatan Indonesia yang sejak dahulu diinginkan oleh para
pendiri bangsa. Dari peninjauan tersebut, kemudian penulis akan
merumuskan beberapa solusi alternatif untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Peninjauan yang dilakukan akan dituangkan dalam bentuk karya
tulis dengan judul Analisis Dampak Negatif Pertambangan Freeport Melalui
Pendekatan Konstitusi Negara : Upaya Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan pasal-pasal dan nilai-nilai di dalam UUD 1945
terhadap kegiatan pertambangan PT Freeport di Papua?
2. Bagaimana solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan dan
kerugian yang dialami bangsa Indonesia sebagai akibat dari kegiatan
pertambangan PT Freeport di Papua?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tinjauan pasal-pasal dan nilai-nilai di dalam UUD
1945 terhadap kegiatan pertambangan PT Freeport di Papua,
2. Untuk mengetahui langkah yang tepat dalam menyelesaikan
permasalahan dan kerugian yang dialami bangsa Indonesia sebagai
akibat dari kegiatan pertambangan PT Freeport di Papua.

D. Manfaat Penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :

5
1. Dapat memberikan solusi bagi pemerintah untuk menyelesaikan
permasalahan dan kerugian yang dialami bangsa Indonesia sebagai
akibat dari penambangan PT Freeport di Papua.,
2. Dapat membebaskan rakyat Indonesia, terutama masyarakat Papua,
dari penderitaan hidup akibat penambangan PT Freeport di wilayah
Papua.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Keberadaan PT Freeport di Indonesia


PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan
yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Freeport McMoRan Copper and
Gold Inc. (AS). Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas
terbesar di dunia melalui kegiatan penambangannya di Grasberg, Papua.
PT Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua,
masing-masing adalah di Erstberg (sejak 1967) dan Grasberg (sejak
5
1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Gambar 1. Lokasi pertambangan Freeport di Papua

PT Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan


2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaan perusahaan tersebut di

5
http://www.ptfi.com/about/history.asp. (diakses pada 8 Juli 2013)

7
Indonesia telah memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada
Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992-2004, dengan harga
emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per
ons6.
Hingga kini, operasi penambangan PT Freeport masih berlangsung
di kawasan Grasberg, Papua. Penambangan Freeport di Grasberg
menghasilkan 5 macam barang tambang, yaitu tembaga, emas, silver,
molybdenum, dan Rhenium.7 Emas merupakan penghasilan utama
Freeport karena memang jenis tambang inilah yang konsentrasinya paling
besar di lokasi tambang Grasberg.

B. Dampak PT Freeport terhadap Lingkungan


Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport
menyebabkan kerusakan lingkungan. Berita yang dilaporkan oleh
detik.com mengatakan bahwa, 25 Anggota Komisi IV DPR-RI meninjau
lingkungan sungai dan laut areal pembuangan limbah tailing dari PT
Freeport Indonesia di Portsite Amamapare, Timika, pada bulan November
2011. Para wakil rakyat itu berkomentar, “Limbah tailing (butiran pasir
alami hasil pengolahan konsentrat) yang mengalir dari areal
penambangan ke sungai, telah membuat sungai menjadi dangkal dan
biota alam di sungai Ajkwa dan laut sekitarnya ikut terganggu, sehingga
hal tersebut harus dipertanggungjawabkan”. Ini merupakan sebuah
ungkapan keprihatinan rakyat Indonesia melalui wakil – wakilnya di DPR
tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan
Freeport.

6
Ibid, Agus Sulaksono, hal. 44
7
Ibid, hal. 82

8
Persoalan yang sama juga terjadi pada lingkungan ekosistem
hutan. Penambangan Freeport telah menghasilkan galian berupa potential
acid drainase (air asam tambang). Sehari-hari Freeport memproduksi tidak
kurang dari 250.000 metrik ton bahan tambang. Material bahan yang
diambil hanya 3 persen. Inilah yang diolah menjadi konsentrat kemudian
diangkut ke luar negeri melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut
di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97 persen berbentuk tailing. Hasilnya,
aktivitas ini menimbulkan vegetasi hutan daratan rendah seperti Dusun
Sagu masyarakat

Gambar 2. Kawah pertambangan Freeport di Papua

Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di wilayah Timika


menjadi hancur.
Kepala Perwakilan Greenpeace Indonesia Nur Hidayati di dalam
media Indopos Online mengatakan, akibat penambangan Freeport selama
44 tahun di Papua, diperkirakan Indonesia kehilangan 300.000 hektar

9
hutan per tahun. Peneliti lingkungan ini juga mengungkapkan, sudah
hampir 9 juta hektar hutan Papua telah diidentifikasi untuk kepentingan
pengembangan industri skala besar. Hampir dua juta hektar telah
dialokasikan pemerintah untuk pengembangan food and energy estate di
Merauke. ”Karena itu, solusinya aktifitas tambang di Papua harus
dihentikan sementara, kemudian dihitung ulang dampak kerugiannya.
Karena jika dilanjutkan tanpa kontrol maka bisa makin parah kerusakan
lingkungan yang terjadi”
Selain itu, dampak pengerukan dan juga pembuangan limbah sisa
tambang dalam jumlah besar ke badan-badan sungai hingga ke laut yang
seringkali juga mengandung berbagai bahan kimia juga berbahaya bagi
ekosistem di perairan.

C. Dampak PT Freeport terhadap Kemanusiaan


Kegiatan penambangan PT Freeport memicu sejumlah peristiwa-
peristiwa bentrok dan kerusuhan yang terjadi baik di Papua maupun di
wilayah lain di Indonesia. Kerusuhan ini terjadi karena luapan rasa
ketidakadilan yang dirasakan rakyat Indonesia, terutama di Papua atas
kegiatan pertambangan PT Freeport. Peristiwa bentrok yang terjadi
kadang sampai menimbulkan korban jiwa. Berikut ini merupakan sekilas
kasus-kasus kerusuhan yang terjadi terkait dengan PT Freeport yang
terjadi pada tahun 2006-2011.

10
Gambar 3. Tuntutan warga Papua atas tragedi kemanusiaan

21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang


melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di
Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan
kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan
dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu
kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp,
di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya
akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
22 Februari 2006, sekelompok mahasiswa asal Papua beraksi terhadap
penembakan di Timika sehari sebelumnya dengan merusak gedung Plasa
89 di Jakarta yang merupakan gedung kantor PT Freeport Indonesia.
23 Februari 2006, masyarakat Papua Barat yang tergabung dalam
Solidaritas Tragedi Freeport menggelar unjuk rasa di depan Istana,
menuntuk presiden untuk menutup Freeport Indonesia. Aksi yang sama
juga dilakukan oleh sekitar 50 mahasiswa asal Papua di Manado.

11
27 Februari 2006, Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat
menduduki kantor PT Freeport Indonesia di Plasa 89, Jakarta. Terjadi
bentrok yang mengakibatkan 8 orang polisi terluka.
1 Maret 2006, demonstrasi selama 3 hari di Plasa 89 berakhir. 8 aktivis
LSM yang mendampingi mahasiswa Papua ditangkap dengan tuduhan
menyusup ke dalam aksi mahasiswa Papua
7 Maret 2006, demonstrasi di Mile 28, Timika di dekat bandar udara
Moses Kilangin mengakibatkan jadwal penerbangan pesawat terganggu.
14 Maret 2006, massa penentang penambangan Freeport yang
membawa anak panah dan tombak menutup checkpoint 28 di Timika.
Massa juga mengamuk di depan Hotel Sheraton.
15 Maret 2006, Polisi membubarkan massa di Mile 28 dan menangkap
delapan orang yang dituduh merusak Hotel Sheraton. Dua orang polisi
terkena anak panah.

Gambar 4. Tuntutan warga Papua untuk menutup Freeport


16 Maret 2006, aksi pemblokiran jalan di depan Kampus Universitas
Cendrawasih, Abepura, Jayapura, oleh masyarakat dan mahasiswa yang
tergabung dalam Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB Kota Jayapura,
berakhir dengan bentrokan berdarah. Peristiwa ini menyebabkan 3 orang
anggota Brimob dan 1 intelijen TNI tewas dan puluhan luka-luka baik dari
pihak mahasiswa dan pihak aparat.
12
17 Maret 2006, Tiga warga Abepura, Papua, terluka akibat terkena
peluru pantulan setelah beberapa anggota Brimob menembakkan
senjatanya ke udara di depan Kodim Abepura. Beberapa wartawan televisi
yang meliput dianiaya dan dirusak alat kerjanya oleh Brimob.
22 Maret 2006, satu lagi anggota Brimob meninggal dunia setelah
berada dalam kondisi kritis selama enam hari
23 Maret 2006, lereng gunung di kawasan pertambangan terbuka PT
Freeport Indonesia di Grasberg, longsor dan menimbun sejumlah pekerja.
3 orang meninggal dan puluhan lainnya cedera .
18 April 2007, sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok kerja untuk
menuntut perbaikan kesejahteraan. Perundingan akhirnya diselesaikan
pada 21 April setelah tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai
kenaikan gaji terendah.
21 Oktober 2011, sekitar tiga orang tewas akibat insiden penembakan
di kawasan Freeport Timika Papua. Marcelianus, seorang personil polri
berpangkat Brigadir Polisi Satu juga tewas tertembak.
November 2011, aksi unjuk rasa pekerja PT Freeport di Papua berujung
pada penembakan yang menyebabkan kematian di kalangan pengunjuk
rasa.8
Kejadian – kejadian yang telah disebutkan di atas hanyalah
sebagian dari tragedi kemanusiaan yang disebabkan ketidakpuasan rakyat
Indonesia terhadap PT Freeport Indonesia. Namun dari pemaparan
tersebut sudah menunjukkan dampak negatif dari eksplorasi tambang
yang dilakukan oleh PT Freeport.

8
http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia#Keamanan (diakses pada 27 Juni 2013)

13
D. Dampak PT Freeport terhadap Perekonomian Indonesia
Aktivitas pertambangan PT Freeport di Papua yang dimulai sejak
tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 46 tahun. Selama
ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak
keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut,
namun belum

Gambar 5. Warga sekitar lokasi masih hidup miskin

memberikan manfaat optimal bagi negara, Papua, dan masyarakat lokal di


sekitar wilayah pertambangan.
Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari
tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Para petinggi
Freeport terus mendapatkan fasilitas, tunjangan dan keuntungan yang
besarnya mencapai 1 juta kali lipat pendapatan tahunan penduduk Timika,

14
Papua.9 Keuntungan Freeport tak serta merta melahirkan kesejahteraan
bagi bangsa Indonesia, khususnya warga sekitar.

Gambar 6. Emas batangan yang diperoleh Freeport

Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini


telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan
negara yang tidak optimal serta peran negara/BUMN untuk ikut mengelola
tambang yang sangat minim. Freeport mengelola tambang terbesar di
dunia di berbagai negara, yang didalamnya termasuk 50% cadangan
emas di kepulauan Indonesia. Namun, sebagai hasil eksploitasi potensi
tambang tersebut, hanya sebagian kecil pendapatan yang yang masuk ke
kas negara dibandingkan dengan miliaran dolar Amerika keuntungan yang
diperoleh Freeport. Kehadiran Freeport pun tidak mampu
menyejahterakan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, namun
berkontribusi sangat besar pada perkembangan perusahaan asing
tersebut.
Pada tahun 1995 Freeport baru secara resmi mengakui
menambang emas di Papua. Sebelumnya sejak tahun 1973 hingga tahun

http://oase.kompas.com/read/2011/11/26/1856067/Kasus.Freeport.Hilangnya.Nurani.Pemerint
ah (diakses pada tanggal 8 Juli 2013)

15
1994, Freeport mengaku hanya sebagai penambang tembaga. Jumlah
volume emas yang ditambang selama 21 tahun tersebut tidak pernah
diketahui publik, bahkan oleh orang Papua sendiri. Panitia Kerja Freeport
dan beberapa anggota DPR RI Komisi VII pun mencurigai telah terjadi
manipulasi dana atas potensi produksi emas Freeport. Mereka mencurigai
jumlahnya lebih dari yang diperkirakan sebesar 2,16 hingga 2,5 miliar ton
emas. DPR juga tidak percaya atas data kandungan konsentrat yang
diinformasikan sepihak oleh Freeport. Anggota DPR berkesimpulan bahwa
negara telah dirugikan selama lebih dari 30 tahun akibat tidak adanya
pengawasan yang serius.10 Bahkan Departemen Keuangan melalui Dirjen
Pajak dan Bea Cukai mengaku tidak tahu pasti berapa produksi Freeport
berikut penerimaannya.
Di sisi lain, pemiskinan juga berlangsung di wilayah Mimika, yang
penghasilannya hanya sekitar $132/tahun, pada tahun 2005.
Kesejahteraan penduduk Papua tak secara otomatis naik dengan
kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi
Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan
dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport.
Kondisi semacam ini tentu tidak akan berakhir jika dibiarkan saja hingga
kontrak pertambangan Freeport berakhir pada tahun 2041.

10

http://oase.kompas.com/read/2011/11/26/1856067/Kasus.Freeport.Hilangnya.Nurani.Pemerint
ah (diakses pada tanggal 8 Juli 2013)

16
BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis yang
dilaksanakan untuk meninjau dampak-dampak negatif kegiatan
penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport di Papua. Permasalahan
akibat dari kegiatan PT Freeport dideskripsikan, kemudian dianalisis
dengan menggunakan UUD 1945 sebagai referensi utama.

B. Metode Pengumpulan Data


Metode yang dilakukan penulis adalah studi pustaka (Library
Research) yaitu dengan mengadakan kajian terhadap berbagai artikel
yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Kronologi kegiatan penambangan PT Freeport di Indonesia,
2. Kejadian-kejadian akibat kegiatan penambangan PT Freeport di
Papua,
3. Buku yang berkaitan dengan kegiatan penambangan PT Freeport di
Papua.
4. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945) beserta penjelasannya, sebagai referensi utama penulis dalam
menyusun analisis.

C. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hal
yang dianalisis adalah dampak negatif dari kegiatan penambangan PT
Freeport di Papua yang masih belum terselesaikan, dengan menggunakan
UUD 1945 sebagai bahan rujukan.

17
D. Prosedur Penulisan
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan, yaitu penulis melakukan pengumpulan data
dengan cara studi pustaka,
2. Tahap pelaksanaan, yaitu peneliti melakukan penyusunan terhadap
data-data yang telah ada, serta melakukan kajian dan analisis
untuk meninjau permasalahan yang ada,
3. Tahap penyelesaian, yaitu penulis melekukan penulisan atas apa
yang telah dikaji dan dianalisis, dan kemudian merumuskan
kesimpulan dan saran/rekomendasi yang relevan.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Konstitusi terhadap Dampak Negatif Penambangan


Freeport
Penulis telah melakukan kajian terhadap sepak terjang PT Freeport
di Indonesia melalui berbagai artikel. Setelahnya, dapat disimpulkan
bahwa ada 3 ruang lingkup masalah yang diakibatkan oleh kegiatan
penambangan Freeport tersebut: perekonomian, lingkungan, dan
kemanusiaan.
1. Perekonomian
PT Freeport dalam melakukan kegiatan penambangan di
Indonesia terikat oleh kontrak karya pertambangan. Kontrak karya
adalah suatu perjanjian pengusahaan pertambangan antara
pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing
atau bisa dalam bentuk patungan perusahaan asing dengan
Indonesia dan perusahaan swasta nasional untuk melaksanakan
usaha pertambangan di luar minyak dan gas bumi. Pada awal mula
berpijaknya PT Freeport di Indonesia, kontrak karya diatur dengan
UU No 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dimana sebelumnya
dimulai oleh UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
yang menjadi pintu masuk inverstor asing untuk menanamkan
modalnya dalam bisnis pertambangan.11 Menurut ahli hukum tata
negara yang juga diplomat, alm. Prof. Ismail Suny, istilah kontrak
karya yang biasa dipakai di Indonesia mengandung esensi bahwa
badan hukum asing yang melakukan penambangan harus
bekerjasama dengan badan hukum indonesia. selain itu juga sifat
kerjasama ini harus saling menguntungkan. Namun hal tersebut

11
Ibid, Agus Sulaksono, hal. 77

19
tidak terdapat di dalam kontrak karya antara PT Freeport dengan
pemerintah Indonesia.
Dalam kontrak antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport
diketahui bahwa 100% modalnya dimiliki oleh pihak asing. Dari segi
saham, jelas sekali Indonesia sangat dirugikan, hanya 9,36% saja
saham dimiliki pemerintah Indonesia, sedangkan sebanyak 81,28%
dikuasai oleh PT Freeport. Perjanjian kontrak karya di Indonesia
dimulai setelah pemerintahan Orde Baru berkuasa di bawah Presiden
Soeharto, dengan mengesahkan UU No 1 Tahun 1967 tentang
penanaman modal asing dan UU no 11 Tahun 1967 tentang
pertambangan. Kontrak karya pertama diadakan pemerintah
Indonesia dengan PT Freeport untuk melakukan penambangan di
Papua. Kemudian kontrak karya tersebut diperbarui pada tahun
1991. Di dalam kontrak karya ini, terjadi ketidakadilan yang luar
biasa. Pihak Indonesia hanya berhak mendapatkan royalty 1% dari
emas yang didapatkan oleh Freeport di Papua.12 Namun semenjak
tahun 2003, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor
45 tahun 2003 yang mengatur royalty emas bagi bangsa Indonesia
sebesar 3,75%. Sangat ironis memang, negara yang memiliki
kekayaan tambang emas terbesar di dunia, hanya memperoleh
3,75% dari emas yang dimilikinya itu. Fakta yang lebih menyakitkan
lagi, kontrak karya yang sedang berlaku saat ini antara PT Freeport
dengan pemerintah Indonesia baru berakhir pada tahun 2021, dan
pada saat itu juga kandungan emas yang ada di bumi Papua
diperkirakan sudah habis.
Pada ruang lingkup ini, terdapat ketentuan-ketentuan yang tidak
sesuai dengan UUD 1945 yang berkaitan dengan Perekonomian
Negara dan Kesejahteraan Rakyat. Berikut ini adalah poin-poinnya :

12
http://saripedia.wordpress.com/2011/12/20/data-dan-fakta-kontrak-karya-pt-freeport-
indonesia-bentuk-penjajahan-voc-gaya-baru-1967-2041/ (diakses pada 8 Juli 2013)

20
a. Pada pembukaan UUD 1945 yang merupakan nyawa dari pasal-
pasal setelahnya, terdapat semangat yang melandasi
pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yang merdeka. Salah
satu dari semangat tersebut ialah keinginan untuk memajukan
kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum disini merujuk pada
kesejahteraan seluruh Indonesia, jadi yang sejahtera tidak hanya
golongan tertentu saja, tidak hanya daerah tertentu saja. Selain
itu, kesejahteraan yang dicita-citakan tidak hanya sejahtera lahir
saja, tapi juga batinnya. Namun jika kembali dilihat dan dirasakan,
tentu masyarakat Papua yang terkena dampak penambangan
Freeport tidak memenuhi kriteria sebagai masyarakat yang
sejahtera menurut cita-cita kemerdekaan tersebut. Bukannya
hidup sejahtera, warga yang berusaha mendulang emas dari sisa-
sisa pengolahan Freeport justru diusir. Padahal kegiatan tersebut
merupakan salah satu mata pencaharian warga sekitar. Warga
yang berada di wilayah Mimika penghasilannya hanya sekitar
$132/tahun, pada tahun 2005. Sebagian besar penduduk asli
berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini tidak aneh karena
mayoritas masyarakat di daerah tersebut terpaksa hidup mengais
emas yang tersisa dari limbah Freeport.
b. Pasal 18A ayat (2) berbunyi : Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Dari rumusan tersebut dengan jelas diketahui bahwa
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
harus diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang. Adil antara pihak asing dan swasta,
pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Masyarakat sekitar
sumber daya alam tersebut juga harus merasakan keuntungan
dari sumber daya alam tersebut. Sedangkan yang terjadi di Papua
21
tidak demikian. Meskipun terdapat sumber daya emas terbesar di
dunia yang ada di dekat pemukiman mereka, namun warga tetap
saja hidup miskin dan tidak berkecukupan.
c. Ketika ingin meninjau dampak yang ditimbulkan akibat
penambangan PT Freeport di Papua terhadap UUD 1945, satu
pasal yang paling relevan tentunya adalah Pasal 33 Bab XIV
tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Berikut
adalah naskah tertulisnya :
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan (ayat 1)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (ayat
2)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat (ayat 3)
Pada mulanya, pasal 33 ini terdiri atas tiga ayat. Pada ayat (1),
disebutkan bahwa asas yang paling utama dalam kegiatan
perekonomian yang dijalankan di Indonesia ini adalah asas
kekeluargaan. Asas ini dimaksudkan agar dapat tercipta demokrasi
ekonomi di Indonesia. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan
perekonomian yang produksinya dikerjakan oleh semua, untuk
semua dibawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota
masyarakat. Di dalam sistem ini, yang diutamakan adalah
kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia sendiri, bukan
kemakmuran perseorangan, kelompok, atau pihak asing. Karena
bertujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia secara
keseluruhan, maka dari itulah di dalam ayat (2) ditegaskan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
Cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
22
hidup orang banyak misalnya kekayaan alam berupa barang
tambang, minyak dan gas, kekayaan laut dan hutan, di mana
semua kekayaan tersebut terdapat di Indonesia dan berpotensi
sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Maka perusahaan yang mengelola kekayaan seperti ini, menurut
UUD 1945 harus dikuasai oleh negara, tidak boleh dikuasai oleh
perseorangan maupun pihak asing. Kalaupun harus berbagi saham
misalnya, mayoritas sahamnya harus dimiliki oleh pemerintah
Indonesia. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup
orang banyak yang boleh dikuasai oleh perorangan dan pihak
asing. Sebagai lanjutan dari pasal sebelumnya, ayat (3)
menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengolahan kekayaan
yang dimiliki Indonesia oleh perusahaan tersebut hasilnya harus
bermuara kembali untuk kesejahteraan rakyat, hasilnya harus bisa
dinikmati oleh rakyat, entah dalam bentuk apapun. Bukan untuk
memperkaya suatu pihak dan korporasi tertentu, atau bahkan
justru sebaliknya, membuat kehidupan rakyat menjadi sengsara.
Kemudian selanjutnya di dalam ayat (4) ditambahkan prinsip-
prinsip perekonomian lainnya seperti kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta
kemandirian. Selain itu harus dijaga keseimbangankemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Jika dikaitkan dengan fenomena penambangan Freeport di Papua,
yang terjadi adalah berkebalikan dengan pasal 33 tersebut.
Kegiatan penambangan emas dan logam lainnya yang dilakukan
PT Freeport tersebut termasuk dalam kategori cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak karena emas dan tembaga merupakan barang tambang
berharga yang sangat mahal harganya sehingga mampu
23
menguntungkan sekali jika diolah. Namun justru sumber daya
tersebut seluruhnya dikelola oleh PT Freeport yang sebagian besar
sahamnya dikuasai oleh Amerika Serikat. Royalti yang didapatkan
Indonesia hanya sekitar 3,75%. Kekayaan alam yang seharusnya
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat justru digunakan oleh
bangsa asing untuk menyejahterakan bangsa mereka sendiri.
Fenomena ini sungguh sangat menyeleweng dari ketentuan yang
terdapat di dalam UUD 1945 yang menghendaki bahwa
perekonomian harus dilaksanakan oleh rakyat dan untuk rakyat.
Selain itu hal ini juga bertentangan dengan prinsip kemandirian
yang seharusnya diterapkan di perekonomian Indonesia.
Dari pembahasan yang dipaparkan di atas, dapat diketahui
bahwa jika ditinjau dengan UUD 1945, ternyata kegiatan
penambangan yang dilakukan oleh Freeport di Papua
mengandung unsur yang bertentangan dengan semangat bangsa
Indonesia untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Selain
itu kegiatan penambangan tersebut ternyata juga menyalahi
prinsip-prinsip pemanfaatan sumber daya alam dan demokrasi
ekonomi yang seharusnya diterapkan di dalam kegiatan
perekonomian di Indonesia karena prinsip-prinsip tersebut secara
tegas dicantumkan di dalam konstitusi Negara Republik Indonesia
ini.
2. Lingkungan
Salah satu kerugian yang besar yang dialami oleh bangsa
Indonesia akibat penambangan Freeport di Papua adalah kerusakan
dan pencemaran lingkungan yang sangat parah. Kegiatan
penambangan Freeport ternyata menyisakan kerusakan lingkungan
serta limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup.
Kerusakan yang terjadi adalah galian berupa potential acid drainase
(air asam tambang) dan limbah tailling (butiran pasir alami hasil
pengolahan konsentrat). Sehari-hari Freeport memproduksi tidak
24
kurang dari 250.000 metrik ton bahan tambang. Namun tidak
semuanya itu diambil sebagai hasil pertambangan. Hanya sekitar 3%
yang diolah menjadi konsentrat kemudian diangkut ke luar negeri
melalui pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru.
Sisanya, sebanyak 97% berbentuk limbah tailing. Akibatnya, aktivitas
ini menimbulkan fegetasi hutan daratan rendah seperti Dusun Sagu
masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa dataran rendah di
wilayah Timika menjadi hancur.13
PT Freeport dalam menjalankan kegiatan penambangannya
berpusat di wilayah Erstberg dan Grasberg yang merupakan kawasan
pegunungan. Dalam menjalankan operasi pertambangannya,
Freeport mengeruk pegunungan ini untuk mengambil biji mineral
serta barang tambang lain yang terkandung di dalamnya tanpa
mempertimbangakan ekosistem yang rusak akibat perbuatan
tersebut. Akibatnya adalah, sejak menapakkan kakinya di Papua
pada tahun 1967 sampai tahun 2011 (44 tahun), terjadi kerusakan
ekosistem serta diperkirakan Indonesia kehilangan 300.000 hektar
hutan per tahun akibat penambangan ini.14 Jumlah ini sangat masif
sekali mengingat hanya dihitung di wilayah Papua, belum wilayah
lainnya di Indonesia. masalah hancurnya hutan tersebut menambah
kerugian bangsa Indonesia akibat per soalan limbah buangan
tambang dan hancurnya habitat dan ekosistem yang ada di Papua.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Freeport melakukan
pengerukan dan pembuangan limbah yang dilakukan dalam operasi
pertambangannya di Papua. Limbah yang dihasilkan tersebut
kemudian dibuang dalam jumlah yang besar sekali ke badan-badan
sungai yang mengalir hingga ke laut. Padahal, limbah buangan

13
Ibid, Imam Prihandono, hal. 22
14
http://www.indopos.co.id/index.php/arsip-berita-indopos/66-indopos/16867-freeport-rusak-
300-ribu-hektare-hutan.html. (diakses pada tanggal 10 Juli 2013)

25
tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi makhluk
hidup. Akibatnya, banyak terjadi kerusakan dan kematian di
ekosistem perairan, terutama di wilayah sungai. Fenomena
kerusakan alam dan pencemaran ini telah berlangsung selama
puluhan tahun semenjak PT Freeport melakukan eksplorasi barang
tambang di wilayah Papua pada tahun 1967. Namun sayangnya,
permasalahan yang timbul, terutama yang terkait dengan lingkungan,
kurang diekspos secara detail. Baru pada tahun 90-an mulai ada dari
kalang akademisi seperti Amien Rais yang membongkar fenomena
kerusakan alam yang diakibatkan Freeport di Papua.
Sangat sulit untuk mengembalikan kerusakan dan pemusnahan
alam yang disebabkan oleh Freeport di Papua. Menurut aktivis
lingkungan Greenpeace, dampak kerusakan alam dan pencemaran
yang terjadi bersifat irreversible, artinya tidak dapat dipulihkan. Sekali
dirusak maka eksosistem yang ada akan punah dan tidak dapat
digantikan. Ekosistem dan keanekaragaman hayati adalah kekayaan
alam yang tak ternilai harganya.
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya harus bersyukur atas karunia
yang telah dianugerahkan Tuhan itu. Salah satu wujud dari rasa
syukur yang ditunjukkan oleh para pendiri bangsa ini adalah dengan
mencantumkan sebuah kalimat yang tertuang dalam pasal 33 ayat
(3), yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Secara redaksional, ayat ini tidak terlalu panjang, namun di
dalamnya tersirat makna yang mendalam terkait dengan potensi
bangsa Indonesia. Ayat ini merupakan naskah asli yang tidak diubah
semenjak pertama kali dibuat pada tahun 1945. Satu hal yang
terpikirkan dari naskah ini adalah, apakah mungkin para pendiri

26
bangsa Indonesia mencantumkan pasal 33 ayat (3) ini apabila
Indonesia bukan negara yang memiliki kekayaan alam melimpah?
Terlalu percaya diri apabila Indonesia mencantumkan kata-kata
seperti “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya”, namun pada kenyataannya kekayaan alam tersebut tidak
dimiliki oleh Indonesia. maka dari itu sesungguhnya rumusan ayat ini
adalah suatu bentuk keinsafan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
akan kekayaan alam yang dimilikinya. Kemudian sebagai negara
yang berdasarkan ketuhanan, bangsa Indonesia menyadari bahwa
kekayaan alam tersebut merupakan pemberian dari Tuhan kepada
umat manusia, khususnya rakyat Indonesia. Oleh karenanya,
kekayaan alam tersebut harus dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Apabila dikaitkan dengan dampak lingkungan dari penambangan
Freeport di Papua, tentu saja yang terjadi adalah sebaliknya. Hutan
dan seisinya yang merupakan kekayaan alam milik Indonesia
menjadi hancur akibat eksploitasi sumber daya alam di bumi Papua,
ekosistem perairan menjadi tercemar akibat limbah buangan yang
dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Jika dapat dianalogikan,
gunung Erstberg dan Grasberg mewakili kata “bumi”, sedangkan
sungai dan perairan yang terkena limbah dari Freeport mewakili kata
“air” yang ada di pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Jika mengacu pada
ketentuan di UUD 1945, dua pegunungan tersebut beserta isinya
(barang tambang di dalamnya) merupakan kekayaan yang harus
dimiliki oleh negara. Namun pada kenyataannya pemerintah
Indonesia tidak menunjukkan kepemilikannya itu dengan baik.
Pegunungan Erstberg dan Grasberg dengan sengaja dihancurkan
oleh pihak asing melalui PT Freeport, di depan mata bangsa
Indonesia sendiri, akibatnya hutan yang ada di pegunungan tersebut
juga lenyap. Kemudian limbahnya dibuang ke sungai-sungai yang

27
juga merupakan kekayaan bangsa Indonesia, sehingga menjadi
tercemar.
Selain itu di dalam pasal 33 ayat (4) juga dicantumkan bahwa
salah satu prinsip perekonomian nasional yang harus selalu dijunjung
tinggi dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di Indonesia adalah
prinsip berwawasan lingkungan. Kegiatan perekonomian harus
memerhatikan aspek-aspek perawatan dan keselamatan lingkungan
hidup. Tidak boleh hanya memprioritaskan eksplorasi sumber daya
alam saja, namun juga harus tetap ikut menjaga keselamatan
lingkungan. Prinsip ini juga dilanggar dalam kasus Freeport. Jelas
sekali tidak ada niat dari Freeport untuk menanggulangi dampak
kegiatan penambangan mereka terhadap lingkungan. Buktinya sudah
lebih dari 44 tahun perusahaan tersebut bercokol di Papua, namun
hingga saat ini tetap saja belum ada perbaikan dari segi lingkungan,
limbah masih tetap dibuang di sungai-sungai, pegunungan masih
saja dihancurkan untuk mengambil konsentrat emas di dalamnya.
Dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa kegiatan
penambangan yang dilakukan oleh PT Freeport di Papua telah
menimbulkan kerusakan alam sangat berat serta pencemaran
lingkungan. Fenomena tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dari
pasa 33 ayat (3) dan juga menyalahi salah satu asas dari
perekonomian Indonesia yaitu Berwawasan Lingkungan.
3. Kemanusiaan
Selain dampak di bidang ekonomi dan lingkungan, salah satu
masalah yang muncul dari keberadaan PT Freeport di Papua yang
tidak kalah merugikannya adalah masalah dan kemanusiaan. Selama
44 tahun aktivitas pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua
telah menorehkan catatan buruk bagi penghormatan hak asasi
manusia (HAM) Indonesia di mata internasional. Perampokan hak
ulayat, kekerasan, dan pembunuhan yang berulang terjadi terhadap

28
manusia Papua di sekitar Freeport telah menjadi keprihatinan
15
komunitas nasional, bahkan internasional.
Masalah berawal dari ketidakpuasan warga papua yang berada di
wilayah sekitar penambangan Freeport atas dampak buruk yang
merugikan warga. Dampak tersebut diantaranya masalah
lingkungan, pengusiran warga dari tempat tinggal, dan masalah
kesejahteraan. Permasalahan tersebut terjadi dalam waktu yang
cukup lama dan berlarut-larut sehingga mulai ada aksi protes dari
warga Papua sebagai wujud dari ketidakpuasan mereka. Aksi protes
inilah yang kemudian memicu terjadinya sejumlah tragedi
kemanusiaan seperti aksi tembak-menembak antara petugas
keamanan dan warga, perusakan infrastruktur, sampai pembunuhan
yang melibatkan warga dan petugas keamanan.16 Berikut ini akan
dibahas mengenai pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan yang
terjadi akibat penambangan Freeport di Papua serta tinjauan UUD
1945 terhadap permasalahan tersebut.
a. PT Freeport pada awal keberadaannya di Papua telah mengambil
alih tanah adat 7 macam suku, diantaranya adalah suku
amungme. Ketujuh tanah adat tersebut diambil alih dan
dihancurkan pada saat awal beroperasinya Freeport. Sampai saat
ini, belum ada usaha dari pemerintah maupun inisiatif dari pihak
Freeport sendiri untuk mengembalikan tanah adat yang telah
mereka ambil. Selain itu pernah juga terjadi peristiwa pengusiran
warga Papua pada Februari 2006 yang sedang mengumpulkan
emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport yang dibuang di Kali

15
http://saripedia.wordpress.com/2011/01/17/eksistensi-perusahaan-pertambangan-pt-
freeport-indonesia/

16
Gunawan, ”Aksi-aksi menentang freeport : laporan monitoring dan investigasi “, (Jakarta :
PBHI, 2006), hal.64

29
Kabur Wanamon. Pengusiran ini berdampak pada kesejahteraan
warga karena kegiatan mengambil emas dari sisa produksi
Freeport ini merupakan sumber mata pencaharian warga yang
melakukannya. Jadi dengan mengusir warga tersebut sama saja
dengan merampas pekerjaan mereka. Jika ditinjau dengan UUD
1945 sebagai konstitusi Indonesia, ada beberapa ketentuan
mengenai hak asasi manusia (HAM) yang dilanggar. Yang pertama
adalah hak seorang warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini terdapat
di dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut : Tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Pasal tersebut sangat jelas mengatakan bahwa pekerjaan dan
penghidupan yang layak merupakan hak setiap individu warga
negara Indonesia. Sepanjang pekerjaan yang dilakukan tidak
melanggar ketentuan hukum di Indonesia, maka tidak boleh
dibatasi dan dilarang bagi seseorang untuk bekerja. Pengusiran
yang dilakukan Freeport tersebut merupakan salah satu bentuk
merampas pekerjaan dan penghidupan seseorang, maka dari itu
sangat bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Perlu diketahui
bahwa redaksi dari pasal 27 ayat (2) ini tidak mengalami
perubahan, jadi sudah berlaku semenjak pertama kali ditetapkan
di Indonesia pada tahun 1945. Apabila pemerintah mampu
melaksanakan ketentuan pasal ini dengan baik, maka tidak akan
terjadi pengusiran tersebut karena hak warga untuk bekerja dan
menghidupi dirinya terpenuhi.
b. Selama menduduki wilayah Papua, banyak terjadi aksi penolakan
terhadap PT Freeport dari warga Papua. Mereka menginginkan
agar PT Freeport di Papua ditutup dan diusir dari Indonesia.
Penolakan tersebut terjadi karena rakyat Papua semakin
menyadari bahwa keberadaan PT Freeport di tanah mereka tidak
30
membawa keuntungan bagi warga di sekitarnya. Namun
sebaliknya, keberadaan Freeport justru menyengsarakan
kehidupan masyarakat dan merusak lingkungan hidup serta
menimbulkan pencemaran. Namun sayangnya, aksi penolakan
yang dilakukan warga Papua justru malah menimbulkan tragedi-
tragedi kemanusiaan yang tidak jarang menghasilkan korban jiwa.
Pada 21 Februari 2006 misalnya, terjadi penembakan warga di
sekitar lokasi penambangan Freeport. Kejadian ini memicu unjuk
rasa yang digelar oleh mahasiswa asal Papua yang ada di Jakarta
dengan merusak kantor Freeport di Gedung Plasa 89. Selain itu
ada juga bentrok yang terjadi antara pegawai Freeport yang
berasal dari Papua, dengan aparat keamanan. Peristiwa bentrok
ini menyebabkan terbunuhnya Kapolsek Mulia.17 Selain itu, daerah
sekitar pertambangan Freeport merupakan daerah yang tidak
aman karena sering terjadi baku tembak antara petugas
keamanan Freeport dan warga Papua yang hendak menentang
keberadaan Freeport. Kondisi yang demikian tentu tidak sesuai
dengan semangat penegakan HAM yang ada di konstitusi
Indonesia. UUD 1945 secara khusus menempatkan satu bab yang
memuat ketentuan tentang HAM yaitu bab XA. Berdasarkan
penjelasannya, salah satu aspek HAM yang harus ditegakkan di
Indonesia adalah HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan.
Warga Indonesia berhak untuk hidup serta mempertahankan
kehidupannya. Maka dari itulah kejadian penembakan dan
pembunuhan lainnya yang disebabkan oleh Freeport jelas sekali
melanggar aspek HAM ini. Kemudian aspek HAM lainnya yang
terkait adalah hak yang berkaitan dengan rasa aman dan
perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat
danmartabat manusia. Adanya baku tembak yang sering terjadi di

17
Ibid, Gunawan, hal.96

31
lokasi pertambangan Freeport tentu menimbulkan rasa tidak aman
dari warga setempat. Hak asasi mereka sebagai warga negara
Indonesia tidak terpenuhi. Hal ini sungguh bertentangan dengan
yang dikehendaki oleh konstitusi. Padahal masuknya ketentuan
HAM tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas peradaban,
demokrasi, dan kemajuan Indonesia.
c. PT Freeport dalam menjalankan operasi pertambangannya di
Papua membutuhkan sistem keamanan yang kuat. Sistem
keamanan ini diberlakukan untuk menjamin keberlangsungan
proses eksplorasi sumber daya yang mereka lakukan. Namun
sangat disayangkan bahwa ternyata dalam menjalankan sistem
keamanannya, Freeport telah melanggar ketentuan-ketentuan
mendasar yang berlaku di dalam konstitusi Indonesia.
Berdasarkan dokumen-dokumen yang dimiliki Freeport dan dimuat
di New York Times, terbukti bahwa ternyata TNI dan Polri yang
merupakan alat pertahanan dan keamanan negara telah “dibeli”
untuk melindungi kepentingan Freeport. Sejak tahun 2008 sampai
2004, Freeport memberikan hampir 20 juta dolar kepada para
jenderal, kolonel, mayor dan kapten dari kalangan TNI dan Polri.
Untuk membangun infrastruktur militer sendiri pihak Freeport
telah menggelontorkan dana senilai 35 juta dolar. Belum cukup
sampai di situ, perusahaan juga memberikan sekitar 70 buah
mobil jenis Land Rover dan Land Cruiser kepada para komandan
yang diganti setiap beberapa tahun. Semua yang diberikan oleh
Freeport kepada pihak aparat keamanan tujuannya adalah untuk
melanggengkan kekuasaan Freeport atas daerah tambang di
Papua. Karena dengan sistem keamanan yang kuat, maka
ganggua dari luar yang datang juga dapat diminimalisasi. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan keberpihakan TNI dan Polri
terhadap kepentingan Freeport. Oknum aparat yang sudah disuap
ini kemudian menjadi tameng utama yang menghadapi
32
perlawanan warga sekitar yang menentang keberadaan Freeport
tersebut. Akibatnya adalah, sering terjadi bentrok antara warga
dan aparat keamanan Freeport yang berujung pada pelanggaran
HAM. Komnas HAM melakukan investigasi pelanggaran HAM yang
terjadi di daerah Timika dan sekitarnya. Kesimpulan anggota tim
investigasi Komnas HAM, mengungkapkan bahwa selama 1993-
1995 telah terjadi 6 jenis pelanggaran HAM, yang mengakibatkan
16 penduduk terbunuh dan empat orang masih dinyatakan hilang.
Pelanggaran ini dilakukan baik oleh aparat keamanan Freeport
yang disokong oleh pihak tentara Indonesia.18 selain itu ada juga
keterlibatan salah seorang prajurit TNI dalam kasus penyerangan
bus karyawan Freeport di Timika
September 2008. Beberapa contoh kasus yang telah disebutkan
menunjukkan bahwa telah terjadi penyelewengan fungsi dan
tugas utama TNI dan Polri sebagaimana yang tercantum dalam
UUD 1945. Pasal 30 ayat (2) menjelaskan bahwa “usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan
pendukung”. Esensi dari sistem “pertahanan dan keamanan
semesta” adalah bersatupadunya kekuatan rakyat, militer, dan
kepolisian dalam usaha pertahanan dan kemanan negara.
Selanjutnya pada ayat (3), ditegaskan tugas TNI adalah
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara. Sedangkan peran dan tugas Polri di dalam
ayat (4) adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,
serta bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum. UUD 1945 sebagai sumber hukum
tertinggi harus ditaati dan dilaksanakan ketentuan yang ada di

18
Ibid, Gunawan, hal.112

33
dalamnya. Maka dari itulah peran dan tugas TNI dan Polri yang
tercantum di dalam UUD 1945 adalah suatu keharusan. Fakta
yang terjadi di kasus Freeport adalah sebaliknya, oknum TNI dan
Polri dimanfaatkan pihak asing untuk menjaga keamanan operasi
pertambangannya. Akibatnya, justru rakyat yang dirugikan oleh
kehadiran aparat keamanan tersebut, karena pihak keamanan
tersebut sering terlibat bentrok dengan rakyat Papua sendiri,
bahkan menyebabkan korban jiwa. Kenyataan ini tentu tidak
sesuai dengan peran dan tugas TNI dan Polri yang disebutkan di
dalam konstitusi.

B. Solusi Untuk Mengurangi Dampak Penambangan Freeport


Dampak negatif dari kegiatan penambangan Freeport telah
diketahui. Setelahnya akan diuraikan beberapa solusi yang diharapkan
dapat mengurangi dampak negatif dari penambangan Freeport. Sesuai
dengan pokok persoalan yang diuraikan sebelumnya, akan diberikan 3
solusi untuk menanggulangi dampak negatif Freeport yang sifatnya adalah
saling berkaitan namun hanya merupakan alternatif saja, jadi bisa dipakai
namun juga bisa menggunakan solusi lainnya. Berikut adalah
penjelasannya :
1. Negosiasi ulang kontrak karya sesuai dengan UUD 1945
Sebelumnya telah dijelaskan behwa kontrak karya pertambangan
antara pemerintah Indonesia dan PT Freeport berisikan ketentuan-
ketentuan yang merugikan bangsa Indonesia. Pertama adalah
kerugian di bidang ekonomi, misalnya saja pembagian hasil yang
tidak wajar sekali. Indonesia hanya mendapatkan royalti 1-3,5% dari
keuntungan pertambangan di Papua. Ketentuan semacam ini
memang sangat perlu untuk diubah karena tidak sesuai dengan
semangat demokrasi ekonomi yang dicantumkan di dalam UUD 1945
sebagai konsitusi negara. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan
perekonomian yang produksinya dikerjakan oleh semua, untuk
34
semua dibawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota
masyarakat. Di dalam sistem ini, yang diutamakan adalah
kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia sendiri, bukan
kemakmuran perseorangan, kelompok, atau pihak asing. Maka dari
itu dalam hal ini, yang perlu diperbaiki adalah sistem pengelolaan
barang tambang yang ada di Papua. Seharusnya, pihak pemerintah
lah yang menguasai pengelolaan barang tambang tersebut. Pihak
swasta dan asing juga boleh ikut berkolaborasi dengan pemerintah
Indonesia, namun bukan sebagai pemilik utama dalam proyek
tersebut, cukup sebagai pemilik sebagian saham saja. Sistem seperti
inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh konstitusi Indonesia.
Selanjutnya hal lain yang perlu diubah dari kontrak karya tersebut
adalah mengenai jangka waktu pengerjaan proyek eksplorasi
Freeport di Papua. Sangat tidak wajar sekali bahwa pada tahun
1991, pemerintah Indonesia menyetujui kontrak karya baru dengan
Freeport yang berlaku selama 30 tahun, dan menurut para ahli, tepat
pada saat kontrak tersebut berakhir pada tahun 2021, kandungan
emas dan logam lainnya di Papua sudah habis. Ketentuan ini sangat
merugikan bangsa Indonesia sebagai pemilik emas dan berang
tambang lainnya di Papua. Seharusnya ketentuan tersebut dikaji
ulang dan diubah agar jangka waktunya tidak selama itu. Paling
tidak, bangsa Indonesia masih bisa mengelola sendiri barang
tambang yang dimiliki dan menikmati keuntungannya setelah
kontrak karya dengan Freeport berakhir. Langkah ini perlu dilakukan
untuk mengurangi kerugian yang dialami akibat kontrak karya yang
berlaku saat ini.
Kemudian hal yang tidak kalah penting untuk dicantumkan di dalam
kontrak karya tersebut adalah tentang kesejahteraan masyarakat
sekitar lokasi penambangan. Selama ini, warga yang tinggal di
sekitar lokasi penambangan masih hidup miskin dan kurang mampu.
Padahal seharusnya, mereka berhak ikut merasakan keuntungan
35
yang dialami oleh Freeport. Maka dari itu, perlu sekali di dalam
kontrak karya dicantumkan mengenai kewajiban terhadap PT
Freeport untuk ikut serta menyejahterakan warga sekitar. Caranya
bisa dengan mewajibkan Freeport untuk merekrut pegawai dari
kalangan warga Papua, terutama yang berada di sekitar lokasi
pertambangan. Dengan begitu, minimal warga dapat memiliki
penghasilan untuk kehidupan sehari-hari. Selan itu, perlu juga
diwajibkan kepada Freeport untuk melakukan community
development agar warga dapat lebih mandiri dan maju dalam
membangun kesejahteraan masyarakatnya sendiri. Dengan beberapa
kewajiban tersebut, tentu kontrak karya antara Indonesia dan
Freeport akan lebih menguntungkan bangsa Indonesia.
2. Kembalikan fungsi dan tugas TNI dan Polri sesuai UUD 1945
Pemerintah Indonesia harus dapat mengembalikan fungsi dan tugas
TNI dan Polri yang ada di Papua sesuai dengan UUD 1945. Hal ini
akan dapat meminimalisasi tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi
akibat dari bentrok antara warga dan aparat keamanan Freeport.
Pemerintah melalui panglima TNI dan Kapolri harus menindak tegas
tiap-tiap oknum TNI maupun Polri yang bertindak di luar batas dalam
mengamankan wilayah pertambangan. Selain itu, perlu juga dibuat
aturan yang ketat oleh pemerintah mengenai penerimaan gratifikasi
atau hadiah-hadiah lainnya yang diterima oleh para pejabat maupun
anggota TNI dan Polri. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
penyuapan yang menyebabkan menyimpangnya fungsi dan tugas
TNI Polri yang sudah ditegaskan di dalam UUD 1945.
3. Reboisasi dan Pencegahan atas kerusakan alam
Dalam persoalan lingkungan, ada dua hal yang harus dilakukan oleh
pemerintah sebagai solusinya, yang pertama adalah pemulihan
kondisi lingkungan. Kerusakan hutan yang cukup besar harus
dikembalikan mengingat pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan
seluruh makhluk hidup. Oleh karena itulah, pemerintah pusat bekerja
36
sama dengan pemerintah daerah dan juga pihak PT Freeport harus
menggalakkan reboisasi dan penanaman pohon secara besar-
besaran untuk minimal dapat mengganti fungsi hutan yang telah
rusak akibat pembabatan hutan yang dilakukan Freeport. Kemudian
pemerintah perlu membentuk suatu tim yang independen untuk
menjamin efektifitas dan keberhasilan dari reboisasi dan penanaman
pohon yang telah dilakukan. Hal selanjutnya yang harus dipulihkan
adalah wilayah perairan yang tercemar akibat limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan penambangan Freeport. Sama dengan sebelumnya,
pemulihan wilayah perairan ini dilakukan oleh pemerintah pusat dan
daerah serta pihak Freeport, dan dilanjutkan oleh tim independen
yang telah dibentuk sebelumnya. Tim independen ini memiliki peran
yang sangat penting agar pemulihan lingkungan yang telah
dilaksanakan betul-betul berhasil sesuai dengan target.
Setelah dilakukan pemulihan, hal selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah pencegahan. Kejadian-kejadian seperti pembabatan gunung
dan hutan, pembuangan limbah di sungai-sungai harus dijamin tidak
boleh terulang kembali. Oleh karena itu, perlu dibuat ketentuan yang
jelas mengenai larangan tersebut di dalam kontrak karya
pertambangan. Isinya memuat hal-hal yang tegas, misalkan dalam
eksplorasi pertambangannya, Freeport harus mengutamakan
keselamatan lingkungan. Apabila secara terpaksa tidak dapat
dihindari, maka pihak Freeport wajib melakukan pemulihan
lingkungan minimal sesuai dengan besarnya kerusakan yang terjadi.
Tim independen yang telah disebutkan sebelumnya menjadi pihak
utama yang melakukan pengawasan dan penegakan atas peraturan
ini. Dengan adanya ketentuan yang tegas semacam ini di dalam
kontrka karya, serta dengan adanya tim independen yang memiliki
kewenangan penuh terhadap keselamatan lingkungan di Papua,
maka diharapkan dapat mengurangi dampak buruk terhadap

37
lingkungan akibat kegiatan penambangan yang dilakukan oleh
Freeport.

38
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab 4, berikut ini akan
dituliskan secara singkat mengenai kesimpulan dari kajian yang telah
dilakukan oleh penulis :
1. Kegiatan eksplorasi barang tambang yang dilakukan oleh PT Freeport
di Indonesia, tepatnya di Papua, telah menyebabkan kerugian dan
dampak negatif bagi bangsa Indonesia. Kerugian dan dampak
negatif tersebut bertentangan dengan sebagian pasal-pasal yang
terdapat di dalam UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik
Indonesia. Beberapa pasal yang dilanggar adalah yang terkait
dengan masalah perekonomian nasional, hak asasi manusia, dan
pertahanan dan keamanan negara,
2. Ada 3 solusi yang diharapkan dapat menanggulangi kerugian dan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh Freeport, yaitu yang pertama
adalah dengan negosiasi ulang kontrak karya pertambangan antara
pemerintah Indonesia dan Freeport, kedua adalah dengan
mengembalikan fungsi dan tugas TNI dan Polri yang ada di Papua
agar sesuai dengan UUD 1945, dan yang ketiga adalah dengan
melakukan tindakan pemulihan dan pencegahan kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan penambangan Freeport di
Papua.
B. Saran
1. Bagi pemerintah, hendaknya dapat mengambil pelajaran dari
kejadian PT Freeport ini agar dapat lebih matang pertimbangannya
ketika menyusun kontrak karya pertambangan dengan perusahaan-
perusahaan swasta, terutama perusahan asing. Pertimbangan

39
matang tersebut diperlukan agar kontrak karya yang dihasilkan tidak
mendatangkan kerugian bagi bangsa Indonesia sendiri
2. Bagi seluruh elemen bangsa Indonesia, terutama pemerintah,
hendaknya selalu menerapkan apa yang terdapat di dalam UUD 1945
sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia. Hal ini penting
mengingat UUD 1945 merupakan landasan utama kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia. Di dalamnya termuat
semangat dan aturan-aturan dasar yang lahir dari kesepakatan para
pendiri bangsa dan seluruh elemen bangsa Indonesia. Maka dari
itulah, UUD 1945 ini juga harus diwujudkan secara utuh, tegas, dan
konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
3. Kepada kalangan akademisi dan intelektual, hendaknya melakukan
studi dan kajian lebih lanjut terkait dengan hal-hal yang telah
dipparkan di dalam karya tulis ini, terutama terkait dengan detil
pemulihan lingkungan yang perlu dilakukan, serta terkait dengan
solusi-solusi lain yang mungkin lebih efektif jika dibandingkan
dengan solusi yang ditawarkan di dalam karya tulis ini

40
DAFTAR PUSTAKA

Agus Sulaksono. (2003). Analisa Keekonomian Kontrak Kerja PT. Freeport


Indonesia. Jakarta : Ufuk Publishing House.

Gunawan. (2006). Aksi-aksi menentang freeport : laporan monitoring dan


investigasi, Jakarta : PBHI.

Prihandono, Iman. (2001). Legalitas dan urgensi audit lingkungan PT.


Freeport Indonesia. Depok : FH-UI.

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indnesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat. 2010.
(2009). Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI.

http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia#Keamanan (diakses pada


27 Juni 2013)

http://saripedia.wordpress.com/2011/01/17/eksistensi-perusahaan-
pertambangan-pt-freeport-indonesia/ (diakses tanggal 2 Juli 2013)

http://www.ptfi.com/about/history.asp (diakses pada 8 Juli 2013)

http://oase.kompas.com/read/2011/11/26/1856067/Kasus.Freeport.Hilang
nya.Nurani.Pemerintah (diakses pada tanggal 8 Juli 2013)

http://www.indopos.co.id/index.php/arsip-berita-indopos/66-
indopos/16867-freeport-rusak-300-ribu-hektare-hutan.html

http://saripedia.wordpress.com/2011/12/20/data-dan-fakta-kontrak-karya-
pt-freeport-indonesia-bentuk-penjajahan-voc-gaya-baru-1967-2041/
(diakses pada 8 Juli 2013)

41
BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Yanuar Muhammad Najih

Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 1 Januari 1993

Jenis Kelamin : Laki-laki

NIM : 15011058

No. HP : 085720061448

Pendidikan : Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung

Motto Hidup : Sebaik-baiknya manusia adalah yang


bermanfaat bagi orang lain

Riwayat Pendidikan :

1. TK : TK „Aisyiyah Bustanul Athfal lulus tahun 1999


2. SD : SDN Gayamsari 02-05 Semarang lulus tahun 2005
3. SMP : SMP IT PAPB Semarang lulus tahun 2008
4. SMA : MA Mu‟allimin Muahammadiyah lulus tahun 2011
5. Teknik Sipil ITB Sekarang

Riwayat Prestasi :
1. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah “Law Fair” tingkat Propinsi tahun
2009 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2. Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah bidang lingkungan tingkat nasional
tahun 2010, oleh PP Muhammadiyah
3. Juara 1 Lomba Cerdas Cermat 4 Pilar tingkat Propinsi oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat tahun 2010

42

Anda mungkin juga menyukai