Anda di halaman 1dari 39

BAB III

ANALISA PERHITUNGAN

3.1. Prinsip Kerja


Mesin pemeras singkong adalah mesin dengan gerak utama berputar. Gaya
putar ini disebabkan karena putaran dari motor listrik. Motor listrik dipasang pada
kerangka dan diberi kopel, kemudian dihubungkan dengan reducer berpuli kecil
yang akan menggerakan puli besar yang terhubung dengan poros berulir conveyer
menggunakan belt. Setelah motor listrik dihidupkan (dalam keadaan on), maka
ulir akan ikut berputar. Adanya perbedaan diameter antara puli besar dan puli
kecil akan mengakibatkan unit pemeras berputar lebih lambat, tetapi tetap
menghasilkan tenaga yang besar. Selama bekerja, poros screw conveyor harus
dapat berputar dengan lancar dan gesekan yang kecil, untuk itu poros screw
conveyor diberi 2 buah bantalan agar seimbang dengan pelumasan yang cukup.
Mesin pemeras singkong ini dilengkapi dengan plat berlubang berbentuk
tabung yang berfungsi sebagai saluran keluar cairan sari singkong hasil pemerasan
dari putaran conveyor. Pada ujung tabung plat berlubang, terdapat plat berbentuk
lingkaran yang berfungsi sebagai penahan ampas singkong agar cairan sari
singkong dapat terperas secara maksimal. Pada plat penahan diberi pegas,
sehingga saat plat terdesak ampas singkong dapat bergerak mundur dan ampas
singkong keluar dari tabung pemerasan.

Gambar 3.1 gambar mesin extractor cassava

25
26

Bagian-bagian utama dari rancang bangun mesin pemeras singkong, antara


lain:
1. Elemen yang berputar : puli, poros transmisi, sabuk, kopel
2. Elemen yang diam : bearing, tabung, plat berlubang
3. Penggerak : motor listrik
4. Bagian pendukung : rangka, reducer
Cara pengoperasian mesin pemeras singkong adalah sebagai berikut ;
1. Menghubungkan steker dengan stop kontak.
2. Menekan saklar on/off.
3. Memasukan parutan singkong melalui hopper kedalam mesin.
4. Menekan saklar on/off setelah proses selesai.
3.2 Perhitungan screw conveyor
Diperoleh data:
Diameter screw (Ds) = 152,4 mm (6 inchi)
Panjang screw (Ls) = 550 mm
Jarak pitch ( p ) = 100 mm (4 inchi)
Berat screw conveyor = 3 kg
Untuk diameter screw 6 inchi diperoleh data :
Diameter pipa screw = 60 mm (2,375 inchi)
Diameter factor (Fd) = 18
Flight factor (Ff) = 1,0
Bearing factor (Fb) = 1,0
Paddle factor (Fp) = 1,0
Prosentase pembebanan tabung (K) = 45%
Dari lampiran 1 diperoleh data :

Berat jenis singkong (W) = 36 3

Factor material (Fm) = 0, 5


1. Perhitungan kapasitas screw conveyor dalam feet3 tiap rpm

=
27

=
= 1,4 feet3
2. Perhitungan kecepatan screw conveyer (N)
Kapasitas yang direncanakan = 210 feet3/jam

N=

N=
N = 150 rpm
3. Perhitungan daya untuk memutar screw conveyer

HP =
Fo = 3,0
E = 0,94 x 0,94 = 0,8836

HPf =

=
= 0,00486

HPm =

=
= 0,00681

HP =
28

=
= 0,0396 Hp
= 29,5 watt

Factor koreksi untuk daya maksimum yang dibutuhkan fc = 1,2 (Sularso,


1997 : 7)
Jadi daya yang dibutuhkan :
Pd = 29,5 . 1,2 = 35,4 watt

4. Perhitungan daya untuk pendorong hasil perasan


Data-data dari penekan :
Diameter penekan : 156 mm
Beban penekanan : 50 kg

5. Tekanan yang dibutuhkan untuk mendorong :

P=

=
= 0,00262 kg/mm2
= 2,62 x 10-3 kg/mm2
6. Gaya yang dibutuhkan untuk mengeluarkan perasan (gaya aksial) :
F = P x Aconveyor

= 2,62 x 10-3 . ((152,4)2 – (60)2)


= 40,36 kg

Tgα =

=
29

α = 12o
7. Torsi yang terjadi akibat penekanan :

T = F x tg (α + φ) x dimana φ = 0…………(Khurmi, 1982 : 598)

= 40,36 x tg 12o x
= 645,84 kg.mm
= 0,646 kg.m
8. Daya penekanan :

P= …………………………………….(Khurmi, 1982 :
410)

=
= 0,14 Hp = 104,44 watt

Faktor koreksi untuk daya maksimum yang dibutuhkan fc = 1,2 (sularso, 1997 : 7)
Jadi daya yang dibutuhkan :
Pd = 104,44 x 1,2
= 125,33 watt
Daya total yang dibutuhkan :
Ptot = Pd + Pd
= 35,4 + 125,33
= 160,73 watt
Pemilihahan motor yang ddiasarkan pada daya yang dibutuhkan :
1 Hp = 746 watt

P =
= 0,22 Hp
Maka motor yang digunakan adalah motor dengan daya ½ Hp, 1 phase, 1400 rpm.
3.3. Perencanaan sabuk dan pulley
1. Menentukan Motor
Daya motor = 1/2 hp
30

= ½ × 746
= 373 watt
Tegangan motor = 220 volt
Putaran motor = 1400 rpm
2. Perencanaan Reduksi Putaran dan sabuk
Putaran motor (N1) = 1400 rpm
Puli 1 (D) = 220 mm r1 = 110 mm
Puli 2 (d) = 54 mm r2 = 27 mm
Jarak puli ( x ) = 460 mm
Reducer = 1 : 20

a. Putaran puli reducer (N2)


N1
=
Perbandingan reducer
1400
=
20
= 70 rpm
b. Putaran puli poros (N3)

=
N3 = 17.8 rpm
c. Sudut singgung puli 1 dan 2 :
(r1 - r2 )
Sin α =
X1
110- 27
=
460
Sin α = 0,18
α = 10,4
31

d. sudut kotak
p
θ = (180 - 2 a ) ´ rad
180
3,14
= (180 - 2 (10,4)) ´ rad
180
= 2,8 rad
e.Panjang sabuk antara puli reducer dengan puli conveyor (L1)
(r1 - r2 ) 2
L1 = p (r1+r2) + 2X1+
X1

(110 - 27)
2
= 3.14(110+27 ) +2 x 460 +
460
= 430,18+ 920 + 14,9
= 1365,08 mm
Sesuai dengan lampiran 4 dan 1, dari data analisa menunjukan bahwa untuk
transmisi ini mengunakan sabuk tipe A yang mempunyai data sbb :
1. Lebar ( b ) = 13 mm
2. Tebal ( t ) = 8 mm
3. Berat = 1,06 N/m
f. Kecepatan linear sabuk :

V =

=
= 805,9 mm/s
g. Sudut kontak puli 2β = 34º atau β = 17º
Cosec β = 1/sin 17º = 1/0,29
æT ö
2,3 log çç 1 ÷÷ = µ .θ .cosecβ
è T2 ø

æT ö
2,3 log çç 1 ÷÷ = 0,3 .3,14 .cosec17º
è T2 ø

æT ö
2,3 log çç 1 ÷÷ = 3,24
è T2 ø
32

æT ö 3,24
log çç 1 ÷÷ =
è T2 ø 2,3

æT ö
log çç 1 ÷÷ = 1,408
è T2 ø

æ T1 ö
çç ÷÷ = 25,62
è T2 ø

h. Luas penampang

Gambar 3.2. Penampang sabuk antara reducer dengan poros power screw

Tan β =
x
Tan 17º =
8
x = 8 . 0,3
= 2,4 mm
a = b – 2x
= 13 – 2.2,4
= 8,2 mm
a+b
A = .t
2
33

13 + 8,2
= x8
2
= 84,8 mm2
i. Massa belt per meter
m =A.L.ρ
= 84,8 x 10-6 . 1 . 1140
= 0,097 kg/m

j. Gaya centrifugal sabuk


Tc = m .v 2
= 0,097 . (0,8059)2
= 0,062 N
k. Tegangan maksimum sabuk
T = stress .area = σ .A Teg ijin sabuk = 8 N/mm2
= 8 . 84,8
= 678,4 N
T1 = T – Tc
= 678,4 – 0,062
= 678,33 N
T1
T2 =
25,68
678,33
=
25,68
= 26,4 N
Jadi gaya tarik sabuk total dua buah puli adalah sebesar : 2( T1 + T2 )
T1 + T2 = 2(678,33 N + 26,4 N)
= 1409,38 N

3.4. Pasak
1. Pasak motor
diameter poros 16 mm, maka ukuran pasak yang digunakan
lebar (b) : 5 mm
34

panjang (l) : 32 mm
tebal (h) : 5 mm
kedalaman alur pasak pada poros ( ) = 2,5 mm
kedalaman alur pasak pada naf ( ) = 2,5 mm
bahan pasak dari S30C dengan kekuatan tarik ( ) = 48 N/mm, dan faktor
keamanan (Sf) = 6

sehingga tegangan tarik ijin ( ) dan tegangan geser ijin ( ) adalah :

=8

= 0,7
Daya tangensial pasak (Ft), dimana T poros : 282,8 N

Ft =

=
= 35,35 N

Tegangan geser maksimum pada pasak ( )

= 0,2
Tegangan permukaan yang terjadi pada naf
35

P =

= 0,4

Tegangan yang diijinkan adalah 8 (sularso, 1997 : 27) dengan

demikian tegangan geser pasak ( dan tegangan bidang pada naf (P)
masih lebih kecil dari pada tegangan ijin, sehingga pasak aman digunakan.
2. Pasak pada reducer
Diameter poros 15 mm, maka ukuran pasak yang digunakan
lebar (b) : 5 mm
panjang (l) : 32 mm
tebal (h) : 5 mm
kedalaman alur pasak pada poros ( ) = 2,5 mm
kedalaman alur pasak pada naf ( ) = 2,5 mm
bahan pasak dari S30C dengan kekuatan tarik ( ) = 48 N/mm, dan faktor
keamanan (Sf) = 6
sehingga tegangan tarik ijin ( ) dan tegangan geser ijin ( ) adalah :

=8

= 0,7
Daya tangensial pasak (Ft), ), dimana T poros : 282,8 N

Ft =
36

=
= 37,7 N

Tegangan geser maksimum pada pasak ( )

= 0,2
Tegangan permukaan yang terjadi pada naf

P =

= 0,4

Tegangan yang diijinkan adalah 8 (sularso, 1997 : 27) dengan

demikian tegangan geser pasak ( dan tegangan bidang pada naf (P)
masih lebih kecil dari pada tegangan ijin, sehingga pasak aman digunakan.
3. Pasak pada puli conveyor
diameter poros 28 mm, maka ukuran pasak yang digunakan
1. lebar (b) : 8 mm
2. panjang (l) : 56 mm
3. tebal (h) : 7 mm
4. kedalaman alur pasak pada poros ( ) = 4 mm
5. kedalaman alur pasak pada naf ( ) = 3,3 mm
bahan pasak dari S30C dengan kekuatan tarik ( ) = 48 N/mm, dan faktor
keamanan (Sf) = 6
sehingga tegangan tarik ijin ( ) dan tegangan geser ijin ( ) adalah :

=
37

=8

= 0,7
Daya tangensial pasak (Ft), dimana T poros : 282,8 N

Ft =

=
= 20,2 N

Tegangan geser maksimum pada pasak ( )

= 0,078
Tegangan permukaan yang terjadi pada naf

P =

= 0,25

Tegangan yang diijinkan adalah 8 (sularso, 1997 : 27) dengan

demikian tegangan geser pasak ( dan tegangan bidang pada naf (P)
masih lebih kecil dari pada tegangan ijin, sehingga pasak aman
digunakan.
38

3.5. Perancanaan poros


1. Torsi pada poros :
60 . P
T =
2.p . N
60 . 373
=
2 . 3,14 .17,8

22380
=
111,8
= 200,2 Nm
2. Berat Puli
Analisa berat puli terdiri dari gaya tarik sabuk total dua buah puli 2( T1 + T2 )
yang menghubungkan reducer dengan poros ditambah dengan berat
material puli itu sendiri. Secara matematis sebagai berikut :
Wpuli = 20 N
2( T1 + T2 ) = 1409,38 N

Wtotal = Wpuli + 2( T1 + T2 )
= 20 + 1409,38
= 1429,38 N

Gambar 3.3. Skema pembebanan pada poros

Kesetimbangan :
S Fx =0
RCH =0
39

S Fy =0
-1429,38 + RBV – 0.83 . 60 + RCV =0
RBV + RCV = 1479,18
S MA =0

-1429,38 . 10 – 0,83 . 60 RCV . 60 = 0


RCV = 263,13 N
RBV = 1216;05 N

Gambar 3.4. Pembebanan dan potongan pada poros

Potongan yang dianalisa :


a. potongan x-x kiri ( A-B )

Gambar 3.5. Potongan (x-x) A-B

Sehingga :
NX = 0
VX = -1429,38
MX = -1429,38 . X

Titik A, X = 0
40

NA = 0
VA = -1429,38 N
MA = 0

Titik B, X = 10
NB = 0
VB = -1429,38 N
MB = 14293,8 Ncm

b. Potongan y-y kiri ( A-C )

Gambar 3.6. Potongan (y-y) C-B

Sehingga :
NX = 0
VX = -263,13 + 0,83 . X

MX = 263,13 . X – 0,83 . X

Titik C, X = 0
NC = 0
VC = -263,13 N
MC = 0

Titik B, X = 60
NB = 0
41

VB = -213.33N

MB = 263,13 . 60 – 0,83 . 60
= 14293,8 Ncm

Diagram Gaya Geser

Gambar 3.7. Diagram gaya geser

Diagram Momen Lentur

Gambar 3.8. Diagram momen lentur

3. Lendutan poros
1. Panjang ulir = 550 mm ( 21,65 inchi )
2. Diameter poros (D) = 51 mm ( 2 inchi )
3. Modulus elastisitas baja ( m ) = 30000000
4. Jarak pitch (p) = 100 mm ( 4 inchi )
5. Massa poros (m) = 12 kg ( ditimbang )
6. Percepatan gravitasi(g) = 9,81 m/s2
p
a. Momen inersia polair (Ip) = x D4
32
42

p
= x 24
32
= 1,57 inch4
b. Berat poros (W1) =mxg
= 12 x 9,81
= 117,72 N
= 25,98 lbf
W
c. Berat ulir total (W2) = xL
p
25.98
= x 21,65
4
= 140,65 lbf
5 xW2 xL3
d. Lendutan poros =
384 xIpxm

5 x140,65 x 21,65 3
=
384 x1,57 x3000000
= 0.004 inch
= 0,1016 mm
Untuk menghindari gesekan antara tabung q 156 mm dengan ulir karena
lendutan maka diameter ulir dibuat 152 mm.

3.6. Perencanaan Mur Dan Baut


Dalam perencanaan mesin extractor cassava ini mur dan baut
digunakan untuk merangkai bebebrapa elemen mesin dianrtaranya :
1. Baut pada dudukan tabung pemeras
2. Baut pada dudukan rangka motor, untuk mengunci posisi motor.
3. Baut pada dudukan rangka reducer, untuk mengunci posisi reducer
4. Baut pengunci bantalan.

1. Baut pada dudukan tabung


43

Baut yang digunakan adalah M10 sebanyak 10 buah, terbuat dari baja
ST 37 yang menopang beban (P) sebesar 330 N. dari lampiran diketahui
mengenai baut M10 antara lain sebagai berikut :
1. Diameter mayor (d) = 10 mm
2. Diameter minor (dc) = 8,16 mm
3. Tegangan tarik ( s ) = 370 N/mm2
4. Tegangan geser ( t ) = 240 N/mm2
5. Faktor keamanan ( sf ) =8
Kekuatan baut berdasarkan perhitungan tegangan tarik
p 2
P = .dc . s
4
4 .P
s =
p .dc 2
4.330
=
3,14(8,16 )
2

= 6,3 N/mm
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.

Kekuatan baut berdasar perhitungan sejumlah 10 baut


p 2
P = .dc . s .n
4
4 .P
s =
p .dc 2 .n
4.330
=
3,14.(8,16) 2 .10
= 0,63 N/mm2
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.

2. Baut pada dudukan motor


Baut yang digunakan adalah M10 sebanyak 4 buah, terbuat dari baja
ST 37 yang menopang beban (P) sebesar 130 N. dari lampiran diketahui
mengenai baut M10 antara lain sebagai berikut :
44

1. Diameter mayor (d) = 10 mm


2. Diameter minor (dc) = 8,16 mm
3. Tegangan tarik ( s ) = 370 N/mm2
4. Tegangan geser ( t ) = 240 N/mm2
5. Faktor keamanan ( sf ) =8
Kekuatan baut berdasarkan perhitungan tegangan tarik
p 2
P = .dc . s
4
4 .P
s =
p .dc 2
4.130
=
3,14(8,16 )
2

= 2,5 N/mm
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.

Kekuatan baut berdasar perhitungan sejumlah 4 baut


p 2
P = .dc . s .n
4
4 .P
s =
p .dc 2 .n
4.130
=
3,14.(8,16) 2 .4
= 0,62 N/mm2
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.

3. Baut pada dudukan reducer


Baut yang digunakan adalah M10 sebanyak 4 buah, terbuat dari baja
ST 37 yang menopang beban (P) sebesar 100 N. dari lampiran diketahui
mengenai baut M10 antara lain sebagai berikut :
1. Diameter mayor (d) = 10 mm
2. Diameter minor (dc) = 8,16 mm
3. Tegangan tarik ( s ) = 370 N/mm2
45

4. Tegangan geser ( t ) = 240 N/mm2


Kekuatan baut berdasarkan perhitungan tegangan tarik
p 2
P = .dc . s
4
4 .P
s =
p .dc 2
4.100
=
3,14.(8,16) 2
= 1,9 N/mm
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.

Kekuatan baut berdasar perhitungan sejumlah 4 baut


p 2
P = .dc . s .n
4
4 .P
s =
p .dc 2 .n
4.100
=
3,14.(8,16) 2 .4
= 0,48 N/mm2
Tegangan tarik ( s ) < tegangan tarik ijin ( s ), maka baut pada dudukan
motor aman.
3.7 Perhitungan Las
Perhitungan Pengelasan yang ada pada kontruksi mesin ini pada
bagian rangka dan tabung adalah las sudut dan las V, hopper, tabung dan
screw conveyor menggunakan las listrik. Perhitungan kekuatan las pada
sambungan tepi pada rangka dengan tebal plat 3 mm, panjang pengelasan
40 mm, sehingga untuk memperhitungkan kekuatan las ditentukan A
dengan :
A = 3 mm . sin 45 . 40 mm
= 3 mm . 0,707 . 40 mm
= 84,85 mm 2
Maka tegangan yang terjadi pada sambungan
46

F max
s=
A
15 kg
s =
84,85
= 0,176 kg/mm2 = 17,6 kg/cm2
Elektroda yang digunakan E 6013
E 60 = kekuatan tarik terendah setelah dilas adalah 60.000 psi atau 42,2
kg/mm2
1 = posisi pengelasan mendatar, vertical atas kepala dan horizontal
3 = jenis listrik adalah DC polaritas balik (DC+) diameter elektroda 2,6
mm, arus 60 – 110 A. Karena s pengelasan < s ijin maka pengelasan
aman.

3.8 Perhitungan rangka


Dalam perancangan alat ini, dibutuhkan sebuah komponen yang
mampu menopang berbagai komponen lain, yaitu rangka. Rangka mesin
pemeras singkong ini mempunyai beberapa fungsi yang penting, antara
lain:
1. Tempat untuk menopang tabung pemeras
2. Tempat menopang motor, reducer, dan komponen lainnya.
Adapun rangka dari mesin ini disusun dari batang-batang baja profil L yang
harus mempunyai kekuatan menopang komponen mesin tersebut, serta kuat
menahan getaran dari mesin tersebut. Selain itu, kerangka tersebut harus
mempunyai ketahanan yang baik. Dari perancangan rangka tersebut, diperoleh
gambar rangka:
47

Gambar 3.9. Gambar rancang rangka

Keterangan :
W1 = 16,5 kg
W2 = 16,5 kg
W3 = 24 kg
1. Perhitungan kekuatan rangka :
a. Batang C- D

Gambar 3.10. Gambar batang C-D


Kesetimbangan gaya luar
ΣFx = 0 RCH = 0
ΣFx = 0 RCV- 16,5 + 16,5 + RDV = 0
RCV + RDV = 33
ΣMc = 0 16,5 x 10 + 16,5 x 70 – RDV x 100 = 0
RDV = 13,2 kg
RCV = 19,8 kg

Potongan x – x ( kiri ) batang C- G


48

Gambar 3.11. Gambar potongan C-G


Nx = 0
Vx = 19,8
Mx = 19,8. x
Titik C dengan x = 0
Nx = 0
Vx = 19,8 kg
Mc = 0
Titik G dengan x = 10
NG =0
VG = 19,8 kg
MG = 19,8 . 10
= 198 kg.cm

Potongan y- y ( kiri ) batang C- H

Gambar 3.12. Gambar potongan C-H

Nx =0
Vx = 19,8- 16,5
Mx = 19,8 . x – 16,5 . ( x-10 )
Titik G dengan x = 10
NG =0
VG = 3,3 kg
MG = 19,8. 10 – 16,5 . ( 10 -10 )
= 198 kg.cm
Titik H dengan x = 70
49

NH =0
VH = 3,3 kg
MH = 19,8 . 70 – 16,5 . ( 70 – 10 )
= 1386 – 990
= 396 kg.cm

Potongan z – z ( kanan ) batang D – H

Gambar 3.13. Gambar potongan C-H


Nx =0
Vx = -13,2
Mx = 13,2 . x
Titik D dengan x = 0
ND =0
VD = -13,2 kg
MD = 13,2 . 0
=0
Titik H dengan x = 30
NH =0
VH = -13,2 kg
MH = 13,2 . 30
= 396 kgcm

Diagram gaya geser ( SFD )


50

Gambar 3.14. Gambar diagram gaya geser ( SFD )


Diagram momen lentur ( BMD )

Gambar 3.15. Gambar momen lentur ( BMD )

a. Batang B- E

Gambar 3.16. Gambar batang B-E

Kesetimbangan gaya luar


ΣFx =0 RBH = 0
51

ΣFy =0 RBV – 24 + REV


RBV + REV = 24
ΣMB =0 24 . 75 – REV . 100 = 0
1800
REV =
100
REV = 18 kg
RBV = 6 kg

Potongan x – x ( kiri ) batang B - I

Gambar 3.17. Gambar potongan B-I

Nx =0
Vx =6
Mx =6.x
Titik B dengan x = 0
NB =0
VB = 6 kg
MB = 0 kg . cm
Titik I dengan x = 75
NI =0
VI = 6 kg
MI = 450 kg. cm
Potongan y – y ( kiri ) batang B – E
52

Gambar 3.18. Gambar potongan B-E

Nx =0
Vx = 6 – 24
= - 18
Mx = 6 . x – 24 ( x – 75 )
Titik I dengan x = 75
NI =0
VI = - 18 kg
MI = 6 . 75 – 24 . ( 75 – 75 )
= 450 kg . cm
Titik E dengan x = 100
NE =0
VE = -18 kg
ME = 6 . 100 – 24 ( 100 – 75 )
= 600 -600
= 0 kg .cm

Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.19. Gambar diagram SFD


53

Diagram momen lentur ( BMD )

Gambar 3.20. Gambar diagram SFD

2. Kekuatan bahan.
Tegangan tarik yang terjadi pada profil L 45x 45 x 3 (ditinjau dari
tegangan bending maksimum)

Gambar 3.21. Profil siku L 45x45x3

Dengan:
Mmax = 450 kg cm= 45000 Nmm
I = 0,052x106 mm4
y = 45 - 12,4 mm
= 32,6 m
M .y
s maks =
I
45000x32,6
=
0,052 x10 6
54

= 28,2 N/mm2
s
σb =
Sf

370
=
8
= 46,25 N/mm2
Karena σmax ≤ σb , jadi profil L dengan bahan ST37 yang digunakan aman.

3.9 Perhitungan Proses Permesinan


3.9.1. Mesin Bubut
Dalam proses produksi ini, mesin bubut berguna untuk pembubutan poros.

Gambar 3.22. Poros


Bahan poros diasumsikan ST- 42
- Diameter awal = 53 cm
- Panjang awal = 78 cm
- Diameter akhir = 51 cm
- Panjang akhir = 75 cm
Kecepatan potong ( V ) = 21 m/menit
Feeding / pemakanan ( Sr ) = 0,25 m/putaran

Tabel 3.1. Kecepatan iris pahat HSS ( Darmawan, 1990 )


Bahan benda Bubut kasar Bubut halus Bubut ulir
kerja ( m/menit ) ( m/menit ) ( m/menit )
Baja mesin 27 30 11
Baja perkakas 21 27 9
Besi tuang 18 24 8
Perunggu 27 30 9
Alumunium 61 93 18
55

Tabel 3.2. Kecepatan potong melingkar pahat HSS


Bahan benda kerja Bubut kasar ( mm/put ) Bubut halus ( mm/put )
Baja mesin 0,25 – 0,50 0,07 – 0,25
Baja perkakas 0,25 – 0,50 0,07 – 0,25
Besi tuang 0,40 – 0,65 0,13 – 0,30
Perunggu 0,40 – 0,65 0,07 – 0,25
Alumunium 0,40 – 0,75 0,13 – 0,25

Putaran spindel :

n=

n=
n = 126,19 rpm
Pada pembubutan ini kecepatan spindel 320 rpm, karena untuk kecepatan 126,19
rpm tidak tersedia pada mesin.

1. Pembubutan melintang

Tm =
Dimana: i = Jumlah pemakanan

i=

i=
i = 15 kali pemakanan
Waktu permesinan :

Tm =

Tm =
Tm = 4,97 menit
56

Waktu setting (Ts) = 20 menit


Waktu pengukuran (Tu) = 10 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 4,97 + 20 + 10
= 34,97 menit

2. Pembubutan memanjang

Tm =
Dimana : l1 = 700 mm
l2 = 50 mm
l3 = 20 mm
a. Pembubutan memanjang diameter 53 mm menjadi diameter 51 mm sepanjang
750 mm:

i=

i=
i = 1 kali pemakanan
Waktu permesinan :

Tm =

Tm =
Tm = 9,37 menit
Waktu setting (Ts) = 20 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 10 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 9,37 + 20 +10
= 39,37 meni
b. Pembubutan memanjang diameter 51 menjadi diameter sepanjang 30 mm.

i=
57

i=
i = 10,5 kali pemakanan
Waktu permesinan :

Tm2 =

Tm2 =
Tm2 = 6.5 menit
Waktu setting (Ts) = 20 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 10 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 6,5 + 20 + 10
= 36,5 menit

c. Pembubutan memanjang diameter 51 mm menjadi diameter 30 sepanjang 110


mm dari ujung poros setelah poros dibalik.

i=

i=
i = 10,5 kali pemakanan
Waktu permesinan

Tm =

=
= 13,12 menit
Waktu setting = 20 menit
Waktu pengukuran = 10 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 13,12 + 20 + 10
= 43,12 menit
58

d. Pembubutan memanjang diameter 30 mm menjadi 28 mm sepnjang 50 mm dari


ujung poros.

i=

i=
i = 1 kali pemakanan
Waktu permesinan :

Tm3 =

Tm3 =
Tm3 = 0,62 menit
Waktu setting = 20 menit
Waktu pengukuran = 10 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 0,62 + 20 + 10
= 30,62 menit
Waktu total yang dibutuhkan untuk semua pembubutan :
= ( 34,97 + 39,37 + 36,5 + 43,12 + 30,62 ) menit
= 184,54 menit
= 3,1 jam

3.9.2. Mesin Bor


1. Pengeboran rangka dudukan tabung
Dalam pengeboran (l) = 5 mm
Diameter mata bor (d) = 10 mm
Langkah bor (L) = l + 0,3 d
= 5 + 0,3 . 10
= 8 mm
Feeding / pemakanan (Sr) = 0,18 mm/putaran
Kecepatan potong (V) = 18 m/menit

Tabel 3.3. Kecepatan potong & pemakanan mesin bor ( Scharkus & Jutz, 1996).
59

Diameter Mata Bor Ø5 Ø 10 Ø 15 Ø 20 Ø 25

Kecepatan pemakanan Sr (mm/put) 0,1 0,18 0,25 0,28 0,34


Kecepat potong V (mm/menit) 15 18 22 29 32

Putaran spindel :

n=

n=
n = 573,24 rpm

Waktu permesinan :

Tm =

Tm =
Tm = 0,078 menit
Jumlah pengerjaan 10 buah :
Tm = 0,078 . 10
= 0,78 menit
Waktu setting (Ts) = 5 mnit
Waktu pengukuran (Tu) = 5 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 0,7 + 5 + 5
= 10,7 menit
2. Pengeboran dudukan motor
Dalam pengeboran (l) = 8 mm
Diameter bor (d) = 10 mm
Langkah Bor (L) = 1 + 0,3 d
= 8 + 0,3 . 10
= 11 mm
Feeding / pemakanan (Sr) = 18 m/menit
Putaran spindel :
60

n=

n=
n = 573,25 rpm
Waktu permesinan :

Tm =

Tm =
Tm = 0,107 menit
Jumlah pengerjaan 4 buah :
Tm = 0,107 . 4
Tm = 0,43 menit
Waktu setting (Ts) = 5 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 5 menit
Waktu total = Tm + Ts +Tu
= 0,43 + 5 + 5
= 10,43 menit
3. Pengeboran dudukan reducer
Dalam pengeboran (l) = 8 mm
Diameter mata bor (d) = 10 mm
Langkah bor (L) = l + 0,3 d
= 3 + 0,3 . 10
= 11 mm
Feeding / pemakanan (Sr) = 0,18 mm/putaran
Kecepatan potong (V) = 18 m/menit
Putaran spindel :

n=

n=
n = 573,25 rpm
Waktu permesinan :
61

Tm =

Tm =
Tm = 0,107 menit
Jumlah pengerjaan 4 buah :
Tm = 0,107 . 4
= 0,43
Waktu setting (Ts) = 5 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 5 menit
Waktu total = Tm + Ts +Tu
= 0,43 + 5 + 5
= 10,43 menit
4. Pengeboran tabung untuk penekan
Dalam pengeboran (l) = 2 mm
Diameter mata bor (d) = 5 mm
Langkah bor (L) = 1 + 0,3 d
= 2 + 0,3 . 5
= 3,5 mm
Feeding / pemakanan (Sr) = 0,1 mm/putaran
Kecepatan potong (V) = 15 m/menit
Putaran spindel :

n=

n=
n = 955,41 rpm

Waktu permesinan :

Tm =

Tm =
Tm = 0,02 menit
62

Jumlah pengerjaan 4 buah :


Tm = 0,02 . 4
= 0,08 menit
Waktu setting (Ts) = 5 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 5 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 0,02 + 5 + 5
= 10,02 menit
Waktu total yang dibutuhkan untuk semua pengeboran :
= (10,7 + 10,43 + 10,4 + 10,02) menit
= 41,55 menit = 0,7 jam

3.9.3. Pengelasan
Kecepatan pengelasan saat pengerjaan yaitu 0,25 cm/detik, panjang total
pengelasan 674 cm :
Waktu pengelasan :
Tm = 674 . 4 detik
= 2696 detik = 44,93 menit
Waktu setting (Ts) = 60 menit
Waktu pengukuran (Tu) = 30 menit
Waktu total = Tm + Ts + Tu
= 44,93 + 60 + 30
= 134,93 menit = 2,24 jam

3.10 Analisa hasil uji coba


Dari hasil uji coba mesin ini, diperoleh data sebagai berikut :
- Berat singkong kulit = 6 kg
- Berat singkong setelah dikupas = 5,4 kg
- Berat singkong parut = 5 kg
63

- Berat adonan singkong = 10 kg ( setelah dicampur air


dengan perbandingan 1 : 1, untuk mempermudah takaran maka air
diasumsikan ke dalam satuan berat )
- Berat sari setelah pemerasan = 6,9 kg
- Berat ampas setelah pemerasan = 3,1 kg
Dari hasil uji coba diatas, maka dapat dihitung prosentase keberhasilan mesin
dalam melakukan proses pemerasan. yaitu :

Ekstraksi sari = ×
100 %

= × 100 %
= 69 %

Ekstraksi ampas =
× 100 %

= × 100 %
= 31 %

Anda mungkin juga menyukai