Anda di halaman 1dari 40

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA


NOMOR … TAHUN tahun 2019
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG PERKOTAAN MADAPANGGA
TAHUN 2019 - 2039

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI BIMA,

Menimbang : a. bahwa Kawasan Perkotaan Madapangga memiliki peran


penting sebagai Pusat Pelayanan Kawasan;
b. bahwa Kawasan Perkotaan Madapangga akan
mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kawasan
pada tahun-tahun mendatang sehingga membutuhkan
penataan dan pengaturan ruang secara selaras, serasi dan
seimbang;
c. bahwa Rencana Detail Tata Ruang Perkotaaan merupakan
produk hukum untuk mengatur perwujudan pemanfaatan
ruang;
d. bahwa perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten
Bima tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Madapangga.

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Udang_Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelengaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara

1
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
7. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Daerah Propinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat Nomor.
56); dan
8. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun …
Nomor … Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima
Nomor …).

Dengan Persetujuan Bersama.


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA
dan
BUPATI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL


TATA RUANG PERKOTAAN MADAPANGGA
TAHUN 2019-2039

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Kabupaten adalah Kabupaten Bima.
2. Kawasan Perkotaan adalah Kawasan Perkotaan Madapangga.
3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidup.
4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

2
6. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan social ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya.
9. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
10. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
12. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun
untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam
rencana rinci tata ruang.
13. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus
yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau
persil.
14. Rencana tata ruang wilayah kabupaten yang selanjutnya disebut
RTRW Kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari
wilayah kabupaten, yang merupakan penjabaran dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis
kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
15. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten yang
dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten.
16. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat
RTBL adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan
yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan serta memuat materi pokok
ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan
panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana, pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah
bagian dari kabupaten dan/atau kawasan strategis kabupaten yang
akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai

3
arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten yang
bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona
peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang.
19. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut sub BWP
adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri
dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan
Subzona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelengaraan Penataan
Ruang.
20. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayaan sosial, dan kegiatan ekonomi.
21. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
22. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
24. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
dan utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
25. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman,
baik perkotaan maupun pedesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah
yang layak huni.
26. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
27. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dan unsur yang
lain.
28. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh
batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan,
saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau
yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan
prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana perkotaan, dan
memiliki pengertian yang sama dengan blok peruntukan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
29. Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan
perbedaan Subzona.
30. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
spesifik.

4
31. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.
32. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh dasar bangunan
gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
33. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di
luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/
penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
34. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya dingkat KLB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan
gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
35. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi
jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas
terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak
bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap
lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa
bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi
listrik, jaringan pipa gas, dan lain sebagainya (building line).
36. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yng penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
37. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah
ruang terbuka dibagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam
kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan
air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi
tanaman atau berpori.
38. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat
SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat
penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik
dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 278
kV.
39. Saluran udara tegangan tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah
tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang
digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dan pusat pembangkit ke
pusat beban dengan tegangan di atas 70 kV sampai dengan 278 kV.

5
Bagian Kedua
Bagian Wilayah Perkotaan

Pasal 2

(1) Wilayah Perencanaan RDTR Perkotaan Madapangga disebut sebagai


BWP Perkotaan Madapangga.
(2) Lingkup ruang BWP Perkotaan Madapangga berdasarkan aspek
administratif dan fungsional dengan luas kurang lebih 2.058,22 Ha (dua
ribu lima puluh delapan koma dua puluh dua) hektar, beserta ruang
udara diatasnya dan ruang di dalam bumi.
(3) Batas-batas BWP Perkotaan Madapangga meliputi:
a. Sebelah Utara : Jaringan jalan, sungai dan Kecamatan Donggo
b. Sebelah Selatan : Sungai
c. Sebelah Timur : Sungai, Kecamatan Bolo
d. Sebelah Barat : Sungai
(4) BWP Perkotaan Madapangga terdiri atas Desa Monggo, Bolo, Rade,
Ncandi, Dena, Tonda, Mpuri dan Woro.
(5) BWP Perkotaan Madapangga dibagi menjadi 4 (empat) Sub BWP yang
terdiri atas :
a. Sub BWP U terdapat di Desa/ Kelurahan Monggo dan Bolo dengan
luas kurang lebih 564,92 (lima ratus enam puluh empat koma
sembilan puluh dua) hektar;
b. Sub BWP S terdapat di Desa/ Kelurahan Tonda, Mpuri dan Woro
dengan luas kurang lebih 637,77 (enam ratus tiga puluh tujuh koma
tujuh puluh tujuh) hektar;
c. Sub BWP T terdapat di Desa/ Kelurahan Rade dan Dena dengan
luas kurang lebih 388,83 (tiga ratus delapan puluh delapan koma
delapan puluh tiga) hektar;
d. Sub BWP B terdapat di Desa/ Kelurahan Monggo, Ncandi dan Dena
dengan luas kurang lebih 469,87 (empat ratus enam puluh sembilan
koma delapan puluh tujuh) hektar.
(6) BWP Perkotaan Madapangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Jangka Waktu

Pasal 3

(1) RDTR Perkotaan Madapangga berlaku selama 20 tahun.


(2) RDTR Perkotaan Madapangga ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
(3) RDTR kabupaten dapat ditinjau kembali kurang dari 5 (lima) tahun
apabila:
a. Terjadi perubahan kebijakan provinsi dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang BWP, dan/atau ;
b. Terjadi dinamika internal BWP yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang secara mendasar, seperti: bencana alam skala besar atau

6
pemekaran wilayah yang ditetapkan melalui peraturan perundang-
undangan.

BAB II
TUJUAN PENATAAN BWP

Pasal 4

Penataan BWP Madapangga bertujuan untuk mewujudkan Kawasan


Perkotaan Madapangga sebagai Pusat Pengembangan Permukiman,
agrobisnis, agroindustri, perdagangan dan jasa yang dilengkapi
infrastruktur Skala Kecamatan Yang Optimal dan Berkelanjutan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Rencana Struktur Ruang terdiri atas:


a. Rencana Pengmbangan Pusat Pelayanan;
b. Rencana Jaringan Transportasi;
c. Rencana Jaringan Prasarana;
(2) Rencana struktur ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 sampai
Lampiran 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Bagian Kesatu
Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

Pasal 6

Rencana pengembangan pusat pelayanan sebagai sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pusat pelayanan kawasan perkotaan di blok T-3, B1, S-2 ;
b. sub pusat pelayanan kawasan perkotaan di blok U-4; dan
c. pusat lingkungan, berupa pusat blok lingkungan di blok U-1, U-3, B-2,
B-3, T-2, T-3, S-1, S-3.

7
Bagian Kedua
Rencana Jaringan Transportasi

Pasal 7

Rencana jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat


(1) huruf b meliputi:
a. Jaringan jalan arteri;
b. Jaringan jalan kolektor;
c. Jaringan jalan lokal;
d. Jaringan jalan lingkungan; dan
e. Jaringan jalan lainnya.

Pasal 8

(1) Jaringan jalan arteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a,


meliputi:
a. Jaringan jalan arteri primer; dan
b. Jaringan jalan arteri sekunder.
(2) Jaringan jalan arteri prmier sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, berupa peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 10,18
(sepuluh koma delapan belas) kilo meter di blok B-1, U-2, U-3, U-4;
(3) Jaringan jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, berupa peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 1,14
(satu koma empat belas) kilo meter di blok B-4, U-4.

Pasal 9

Jaringan jalan kolektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b,


berupa jalan kolektor sekunder, meliputi:
(1) peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 22,81 (dua puluh dua
koma delapan puluh satu) kilo meter di blok B-1, B-2, B-3, S-1, S-2, S-
3, T-2, T-3, U-1, U-2, U-4; dan
(2) pembangunan jaringan jalan baru sepanjang 7,18 (tujuh koma delapan
belas) kilo meter di blok B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, U-1, U-3, U-4.

Pasal 10

(1) Jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c,


meliputi:
a. Jaringan jalan lokal primer; dan
b. Jaringan jalan lokal sekunder.
(2) Jaringan jalan lokal prmier sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
a, berupa peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 16,92 (enam
belas koma sembilan puluh dua) kilo meter di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-
3, T-2, T-3, U-1, U-2, U-3;

8
(3) Jaringan jalan lokal sekunder sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 11,46 (sebelas koma
empat puluh enam) kilo meter di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, T-
3, U-3; dan
b. pembangunan jaringan jalan baru sepanjang 7,18 (tujuh koma
delapan belas) kilo meter di blok B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, U-1, U-3, U-
4.

Pasal 11

(1) Jaringan jalan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf


d, berupa jaringan jalan lingkungan sekunder.
(2) Jaringan jalan lingkungan sekunder sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), meliputi:
a. peningkatan jaringan jalan eksisting sepanjang 23,47 (dua puluh
tiga koma empat puluh tujuh) kilo meter di blok B-1, B-3, S-1, S-2,
S-3, T-2, T-3, U-1, U-2, U-3, U-4; dan
b. pembangunan jaringan jalan baru sepanjang 10,21 (sepuluh koma
dua puluh satu) kilo meter di blok B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, U-1, U-2,
U-3.

Pasal 12

(1) Pengembangan jaringan jalan lainnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 7 huruf e, meliputi:
a. Jalur pejalan kaki;
b. Jalan masuk dan keluar terminal terminal penumpang;
c. Jaringan jalan moda transportasi umum; dan
d. Jalan masuk dan keluar parkir.
(2) Pengembangan jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a meliputi ruas jaringan Jalan arteri primer, arteri sekunder,
kolektor sekunder, lokal primer, lokal sekunder.
(3) Jalan masuk dan keluar terminal terminal penumpang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b untuk mendukung pembangunan
terminal tipe C dengan alternatif lokasi di Blok U-4.
(4) Jaringan jalan moda transportasi umum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c, meliputi ruas jalan Jalan arteri primer, arteri sekunder,
kolektor sekunder, lokal primer.
(5) Jalan masuk dan keluar parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf d untuk mendukung sistem parkir off street di ruas jalan arteri
primer, arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal primer.

9
Bagian Ketiga
Rencana Jaringan Prasana

Paragraf 1
Umum

Pasal 13

Rencana jaringan prasarana sebagai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Rencana Jaringan Energi/Kelistrikan;
b. Rencana Jaringan Telekomunikasi;
c. Rencana Jaringan Air Minum;
d. Rencana Jaringan Drainase;
e. Rencana Pengelolaan Air Limbah; dan
f. Rencana Jaringan Prasarana Lainnya.

Paragraf 2
Rencana Penembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

Pasal 14

(1) Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Pengembangan jaringan distribusi primer
b. Jaringan distribusi sekunder
(2) Pengembangan jaringan distribusi primer sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. pengembangan SUTUT/ SUTET/ SUTT akan dilalui diatur lebih
lanjut oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. pengembangan Gardu induk di Sub BWP U,S,T,B; dan
c. pengembangan Gardu hubung di setiap Blok.
(3) Pengembangan jaringan distribusi sekunder sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf b, berupa pengembangan Jaringan distribusi secara
hirarkris, meliputi:
a. Jaringan primer sepanjang 22,91 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3,
T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4;
b. Jaringan Sekunder sepanjang 19,91 KM di blok B-1, B-2, B-3, S-1,
S-2, S-3, T2, T3, U-1, U-2, U-4; dan
c. Jaringan Tersier sepanjang 50,58 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3,
T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 15

Pengembangan Jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13 ayat (1) huruf c meliputi:

10
(1) Pengembangan infrastruktur dasar telekomunkasi berupa penetapan
pusat automatisasi sambungan telepon;
(2) Penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel secara hirarkris,
meliputi:
a. Jaringan Primer sepanjang 22,91 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-
3, T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4;
b. Jaringan Sekunder sepanjang 19,91 KM di blok B-1, B-2, B-3, S-1,
S-2, S-3, T2, T3, U-1, U-2, U-4;
c. Jaringan Tersier sepanjang 50,58 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-
3, T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4.
(3) Penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel berupa
penetapan menara telekomunikasi/menara BTS berupa pemakaian
menara telekomunikasi bersama antar berbagai operator telepon
genggam yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
(4) Pengembangan sistem televisi kabel;
(5) Penyediaan jaringan serat optik secara terpadu dengan jaringan
infrastruktur lainnya; dan
(6) Peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

Pasal 16

Pengembangan Jaringan Air Minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14


ayat (1) huruf d terdiri atas:
(1) Pengembangan sistem penyediaan air minum, berupa:
a. Pengembangan sistem jaringan perpipaan ke seluruh blok dengan
memanfaatkan potensi sumber air baku di wilayah perkotaan; dan
b. Pengembangan sistem jaringan non perpipaan dengan
memanfaatkan air tanah dangkal dan dalam secara terkendali.
(2) Pengembangan bangunan pengambil air baku untuk memanfaatkan
potensi mata air, air tanah dan air sungai.
(3) Pengembangan Pipa unit distribusi secara hirarkis dan terpadu dengan
jaringan jalan hingga pensil, meliputi:
a. Jaringan Primer sepanjang 22,91 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3,
T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4;
b. Jaringan Sekunder sepanjang 19,91 KM di blok B-1, B-2, B-3, S-1,
S-2, S-3, T2, T3, U-1, U-2, U-4; dan
c. Jaringan Tersier sepanjang 50,58 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3,
T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4.
(4) Pengembangan bangunan penunjang dan bangunan pelengkap.
(5) Pengembangan bak penampung di seluruh blok untuk memanfaatkan
potensi air hujan.

11
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Jaringan Drainese

Pasal 17

(1) Pengembangan Jaringan Drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal


14 (ayat 1) huruf e terdiri atas:
a. Sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah genangan;
b. Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase.
(2) Pengembangan sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk
mencegah genangan berupa:
a. Sumur resapan dan biopori;
b. Sistem drainase terintegrasi secara menyeluruh;
c. perlindungan daerah tangkapan air;
d. normalisasi sungai;
e. perbaikan drainase; dan
f. pembangunan turap, talud dan tanggul di Sungai
(3) Rencana kebutuhan sistem jaringan drainase terdiri atas:
a. Optimalisasi saluran sungai sebagai jaringan primer;
b. Pengembangan sistem jaringan drainase secara terpadu dengan
jaringan jalan dan jalur pejalan kaki.
c. Peningkatan kapasitas sungai sebagai jaringan primer;
d. Jaringan Sekunder sepanjang 42,82 KM di blok B-1, B-2, B-3, S-1,
S-2, S-3, T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4;
e. Jaringan Tersier sepanjang 50,58 KM di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3,
T2, T3, U-1, U-2, U-3, U-4;
f. Pemeliharaan jaringan drainase di seluruh blok.
g. Penanganan banjir dan genangan melalui normalisasi sungai,
pembuatan bronjong, perbaikan saluran drainase, peningkatan
kapasitas jaringan drainase dan penataan sempadan sungai.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

Pasal 18

Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 ayat (1) huruf f, meliputi:
a. Rencana pengembangan Jaringan Air Limbah, meliputi Sistem
pembuangan air limbah setempat dan Sistem pembuangan air limbah
terpusat.
b. Pemenuhan prasarana septic tank atau teknologi pengolah air limbah
ramah lingkungan lainnya untuk pengolahan limbah domestik.
c. Penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah industri, limbah
medis, limbah berbahaya beracun (B3) secara mandiri pada fasilitas
tertentu maupun secara terpadu.

12
Paragraf 7
Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

Pasal 19

(1) Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf g terdiri atas:
a. Rencana Pengelolaan Sampah;
b. Rencana jalur evakuasi Bencana; dan
c. Tempat Evakuasi Sementara.
(2) Rencana pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. pengembangan teknologi komposting sampah organik dan sistem
Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle
(mendaur ulang) atau 3R lainnya;
b. Pengembangan Tempat Penampungan Sementara ditempatkan pada
pusat kegiatan masyarakat; dan
c. pengembangan penyediaan sarana prasarana pengolahan sampah.
(3) Rencana jalur evakuasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b meliputi jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor sekunder,
lokal primer, dan jalan lingkungan.
(4) Tempat Evakuasi Sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c berupa:
a. lapangan olahraga atau lapangan terbuka; dan
b. fasilitas umum dan sosial meliputi: gedung sekolah, puskesmas atau
gedung kesehatan lainnya, kantor pemerintah; dan terminal.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20

(1) Rencana pola ruang terdiri atas:


a. zona lindung; dan
b. zona budidaya.
(2) Rencana pola ruang RDTR digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1 : 5.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10 dan
tabel pola ruang pada Lampiran 9 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Peta rencana pola ruang RDTR tersebut merupakan peta zonasi bagi
Peraturan Zonasi.

13
Bagian Kedua
Zona Lindung

Pasal 21

Zona Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a


meliputi:
a. Zona perlindungan setempat; dan
b. Zona RTH kota.

Paragraf 1
Zona Perlindunga Setempat

Pasal 22

Zona perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf


a berupa sempadan sungai seluas 69,52 (enam puluh sembilan koma lima
puluh dua) hektar di seluruh blok.

Paragraf 2
Zona RTH Kota

Pasal 23

(1) Zona RTH Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, terdiri
atas:
a. Subzona hutan kota;
b. Subzona taman kecamatan;
c. Subzona taman kelurahan/ desa;
d. Subzona taman RW; dan
e. Subzona pemakaman.
(2) Target zona RTH kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20 %
dari luas kawasan efektif perkotaan untuk RTH Publik atau seluas
kurang lebih 411,64 (empat ratus sebelas koma enam puluh empat)
hektar dan 10 % untuk RTH Privat atau seluas 205,82 (dua ratus lima
koma delapan puluh dua) hektar di semua blok.
(3) Subzona hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat seluas 157,37 (seratus lima puluh tujuh koma tiga puluh
tujuh) hektar di blok B-1, B-2, B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, T-3, U-2, U-3,
dan U-4;
(4) Subzona taman kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b terdapat seluas 1,24 (satu koma dua puluh empat) hektar di blok U-4;
(5) Subzona taman kelurahan/ desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat seluas 1,90 (satu koma sembilan puluh) hektar di blok
S-1, S-3, dan T-2;
(6) Subzona taman RW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdapat seluas 2,42 (dua koma empat puluh dua) hektar di blok B-1, S-
1, S-3, dan T-3; dan

14
(7) Subzona pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
terdapat seluas 5,26 (lima koma dua puluh enam) hektar di blok B-1, S-
1, S-2, S-3, T-2, U-3.

Bagian Ketiga
Zona Budi Daya

Paragraf 1
Umum

Pasal 24

Zona budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. zona perumahan;
b. zona perdagangan dan jasa;
c. zona perkantoran;
d. zona sarana pelayanan umum
e. zona industri;
f. zona lainnya; dan
g. zona campuran.

Paragraf 2
Zona Perumahan

Pasal 25

(1) Zona perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a


meliputi:
a. Subzona perumahan dengan kepadatan tinggi;
b. Subzona perumahan dengan kepadatan sedang; dan
c. Subzona perumahan dengan kepadatan rendah;
(2) Subzona perumahan dengan kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a seluas 104,12 (seratus empat koma dua belas)
hektar di blok B-3, S-1, S-2, T-2, T-3, U-3, U-4;
(3) Subzona perumahan dengan kepadatan Sedang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b seluas 135,09 (seratus tiga puluh lima koma nol
sembilan) hektar di blok B-1, B-2, B-3, S-1, S-3, T-2, T-3, U-3, U-4; dan
(4) Subzona perumahan dengan kepadatan Rendah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c seluas 280,19 (dua ratus delapan puluh koma
sembilan belas) hektar di seluruh blok.

15
Paragraf 2
Zona Perdagangan dan Jasa

Pasal 26

Zona perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b


berupa Subzona perdagangan dan jasa skala BWP seluas 38,16 (tiga puluh
delapan koma enam belas) hektar di blok B-1, S-3, U-2, U-4.

Paragraf 3
Zona Perkantoran

Pasal 27

Zona perkantoran pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 24


huruf c seluas 3,40 (tiga koma empat puluh) hektar di blok B-1, B-3, S-1, S-
3, T-2, T-3, U-2.

Paragraf 4
Zona Sarana Pelayanan Umum

Pasal 28

(1) Zona sarana pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 26


huruf d terdiri atas :
a. Subzona sarana pelayanan umum skala kecamatan;
b. Subzona sarana pelayanan umum skala kelurahan/ desa; dan
c. Subzona sarana pelayanan umum skala RW.
(2) Subzona sarana pelayanan umum skala kecamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 0,78 (nol koma tujuh puluh
delapan) hektar di blok T-3, U-3, U-4;
(3) Subzona sarana pelayanan umum skala kelurahan/ desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 12,31 (dua belas koma tiga
puluh satu) hektar di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, T-3, U-3; dan
(4) Subzona sarana pelayanan umum skala RW sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c seluas 3,52 (tiga koma lima puluh dua) hektar di
blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, T-3, U-3.

Paragraf 5
Zona Industri Kecil dan Menengah

Pasal 29

Zona sentra industri kecil menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal


24 huruf e seluas 72,03 (tujuh puluh dua koma nol tiga) hektar di blok B-1,
S-3, U-2, U-4.

16
Paragraf 6
Zona Lainnya

Pasal 30

(1) Zona lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 huruf f terdiri


atas:
a. Subzona pertanian lahan basah; dan
b. Subzona pertahanan dan keamanan.
(2) Subzona pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas 1038,38 (seribu tiga puluh delapan koma tiga puluh
delapan) hektar di seluruh blok.
(3) Subzona pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b seluas 0,07 (nol koma nol tujuh) hektar di blok T-3.

Paragraf 7
Zona Campuran

Pasal 31

Zona campuran sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf g berupa


Subzona Perumahan dan Perdagangan/ Jasa seluas 78,09 (tujuh puluh
delapan koma nol sembilan) hektar di blok B-1, B-3, S-1, S-2, S-3, T-2, T-3,
U-1, U-2, U-3.

BAB V
PENETAPAN SUB BWP YANG DI PRIORITASKAN PENANGANANNYA

Pasal 32

(1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya terdiri atas :


a. Koridor Jalan Utama Sub BWP Barat dan Timur; dan
b. Sungai Utama Sub BWP Barat, Timur dan Selatan.
(2) Tema penanganan Koridor Jalan Utama Sub BWP Barat dan Timur
terdiri atas:
a. Penataan Pusat Pemerintahan, berupa perbaikan sarana prasarana
kantor kecamatan;
b. Pengembangan pusat perdagangan dan jasa, berupa pembangunan
pasar, terminal dan taman kecamatan, peningkatan jaringan jalan
c. Penataan koridor, berupa penataaan jaringan jalan terpadu jalur
pedestrian.
(3) Tema penanganan Sungai Utama Sub BWP Barat, Timur dan Selatan
berupa Normalisasi Sungai.
(4) Rencana Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 5.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

17
(5) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan dasar
penyusunan RTBL yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati yang
dikeluarkan paling lama 24 bulan sejak ditetapkannya Peraturan
Daerah Rencana Detail Tata Ruang ini.

BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 33

(1) Ketentuan pemanfaatan ruang Perkotaan Madapangga merupakan


acuan dalam mewujudkan rencana pola ruang dan rencana jaringan
prasarana sesuai dengan RDTR Perkotaan Madapangga.
(2) Ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. Program pemanfaatan ruang prioritas di BWP;
b. Lokasi;
c. Besaran;
d. Sumber pendanaan;
e. Instalasi pelaksana; dan
f. Waktu dan tahapan pelaksanaan.

Pasal 34

Program perwujudan renana pola ruang di BWP sebagaimana dimaksud


pada pasal 33 ayat (2) huruf a meliputi:
a. Program perwujudan rencana struktur ruang;
b. Program perwujudan rencana pola ruang di BWP; dan
c. Program perwujudan penetapan Sub BWP yang di prioritaskan
penanganannya.

Pasal 35

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf b


terdapat di blok dalam sub BWP.

Pasal 36

Besaran program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada pasal 33


ayat (2) huruf c berupa jumlah satuan masing-masing volume kegiatan.

Pasal 37

Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf d


berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); dan
b. Sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

18
Pasal 38

Sumber pelaksana sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf e


terdiri atas:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah provinsi;
c. Pemerintah kabupaten;
d. Pemerintah desa/ kecamatan;dan
e. Masyarakat/ swasta.

Pasal 39

Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2) huruf f


terdiri atas 4 (empat) tahapan, sebagai dasar bagi instansi pelaksana dalam
menetapkan prioritas pembangunan pada wilayah perencanaan RDTR
Perkotaan Madapangga yang meliputi:
a. Tahap pertama pada periode tahun 2019-2024;
b. Tahap kedua pada periode tahun 2024-2029;
c. Tahap ketiga pada periode tahun 2029-2034; dan
d. Tahap keempat pada periode tahun 2034-2039.

Pasal 40

Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada pasal 33 ayat (2)


disusun berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 12 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan Daerah ini.

BAB VII
PERATURAN ZONASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 42
(1) Peraturan zonasi berfungsi sebagai:
a. Perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang termasuk di
dalamnya air right development dan pemanfaatan ruan di bawah
tanah;
c. Acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
d. Acuan dalam pengenaan sanksi; dan
e. Acuan dalam inventasi.
(2) Peraturan zonasi terdiri atas;
a. Materi wajib; dan
b. Materi pilihan.
(3) Materi wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;

19
c. Ketentuan tata bangunan;
d. Ketentuan prasarana dan sarana minimal; dan
e. Ketentuan pelaksanaan.
(4) Materi pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. Ketentuan tambahan; dan
b. Ketentuan khusus

Bagian Kedua
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Pasal 43

(1) Ketentuan tentang kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf a merupakan ketentuan untuk
menyatakan layak/tidaknya suatu kegiatan tertentu untuk dilakukan
pada suatu jenis zona tertentu sehingga diizinkan;
(2) Ketentuan layak/tidaknya kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri atas 4 kategori, yaitu:
a. diperbolehkan/diizinkan (kode I), artinya: kegiatan tertentu
diizinkan untuk berlokasi pada zona tertentu karena dan selama
karakternya sesuai dengan peruntukan lahan yang ditempatinya.
b. diperbolehkan/diizinkan secara terbatas (kode T), artinya Kegiatan
tertentu diizinkan berlokasi di zona tertentu namun ada
persyaratan pembatasan.
c. diperbolehkan/diizinkan secara bersayarat (kode B), artinya
Kegiatan tertentu diizinkan untuk berlokasi di suatu zona
tertentu, namun harus dilengkapi dengan izin-izin/persyaratan
berdasarkan peraturan yang berlaku, karena kegiatan tersebut
umumnya menimbulkan sejumlah gangguan/ dampak lingkungan
bagi zona yang ditempatinya.
d. dilarang (kode X), artinya Kegiatan tertentu tidak diizinkan untuk
berlokasi di suatu zona tertentu karena memiliki karakteristik
yang tidak sesuai dengan zona (peruntukan lahan) yang
direncanakan dan dapat menurunkan norma zona yang
bersangkutan akibat adanya dampak yang cukup besar yang
ditimbulkannya atau karena tidak menguntungkan bagi kegiatan
yang bersangkutan.
e. Ketentuan X sebagaimana dimaksud pada huruf d tidak berlaku
untuk kegiatan yang sudah ada dan berizin.

Pasal 44

Ketentuan kegiatan penggunaan lahan terdiri atas:


(1) Zona Sempadan Sungai (SS) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Diizinkan dengan untuk kegiatan yang mampu menghindari atau
meminimalisir pendirian bangunan berdinding permanen berupa
pedagang kaki lima, bumi perkemahan, kolam pemancingan, RTH,
RTNH, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan,
kolam perikanan, tempat pelelangan ikan, wisata;

20
b. Diizinkan untuk kegiatan infrastruktur strategis atau mendukung
kepantingan orang banyak berupa pertahanan keamanan,
bandara, pelabuhan/ dermaga, pengambilan air tanah, TPS, TPST,
instalasi pengolahan air limbah, BTS, instalasi pengolahan air
baku, pembangkit listrik;
c. Diizinkan sarana ibadah secara terbatas sebagai sarana penunjang
kegiatan yang diizinkan dan bersyarat konstruksi bangunan tidak
berdinding;
d. Diizinkan terbatas untuk jenis tambang yang bernilai ekonomis
tinggi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat; dan
e. Diizinkan TPS secara terbatas untuk memenuhi kebutuhan
prasarana dasar kegiatan yang diizinkan.

(2) Zona Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota (RTH-1) berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Diizinkan kegiatan secara terbatas dengan proporsi ruang sesuai
ketentuan berlaku untuk mendukung RTH yang memiliki fungsi
sosial atau tempat berinteraksinya masyarakat berupa pedagang
kaki lima, kolam pemancingan, hiburan keluarga, sarana ibadah,
RTNH, wisata, TPS ; dan
b. Diizinkan untuk kegiatan kepentingan orang banyak yang tidak
dapat dihindari dan tidak ada alternatif lokasi lain berupa
pengambilan air tanah, BTS, instalasi pengolahan air baku,
pembangkit listrik.

(3) Zona Ruang Terbuka Hijau Taman (RTH) berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Diizinkan kegiatan secara terbatas dengan proporsi ruang sesuai
ketentuan berlaku untuk mendukung RTH yang memiliki fungsi
sosial atau tempat berinteraksinya masyarakat berupa pedagang
kaki lima, kolam pemancingan, sarana ibadah, lapangan olah raga,
RTNH, pengambilan air tanah, TPS, instalasi pengolahan air
limbah, instalasi pengolahan air baku, pembangkit listrik; dan
b. Diizinkan untuk kegiatan yang masih sesuai berupa RTH.

(4) zona Ruang Terbuka Hijau Pemakaman (RTH-7) berlaku ketentuan


sebagai berikut:
a. Diizinkan kegiatan secara terbatas dengan proporsi ruang sesuai
ketentuan berlaku untuk mendukung RTH berupa kantor
pengelola, sarana ibadah, RTNH, pengambilan air tanah, TPS,
instalasi pengolahan air limbah, instalasi pengolahan air baku,
pembangkit listrik; dan
b. Diizinkan untuk kegiatan kepentingan orang banyak yang tidak
dapat dihindari dan tidak ada alternatif lokasi lain berupa BTS.

(5) zona Perumahan kepadatan tinggi (R-2) berlaku ketentuan sebagai


berikut:

21
a. Sesuai dengan jenis zona perumahan, diizinkan semua jenis
perumahan termasuk sarana pendukung skala lingkungan
perumahan;
b. Diizinkan secara terbatas untuk kegiatan pendukung perumahan,
berupa warung terbatas jenis dagangan yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan penduduk perumahan sehari- hari, sarana
ibadah terbatas sesuai kebutuhan penduduk setempat;
c. Diizinkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,
memberi kemudahan berusaha, memberi kesempatan berusaha
masyarakat yang seluas- luasnya terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah, meliputi: toko, PKL/ sektor informal, restoran/
rumah makan, jasa lainnya, kantor swasta, bumi perkemahan,
kolam pemancingan, ruko, rukan dengan ketentuan:
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
d. Diizinkan toko modern secara terbatas pada koridor jalan dengan
ROW minimum setingkat lokal sekunder yang menerus sampai
jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
menyediakan ruang parkir dan jarak minimum antar toko modern
2.500 meter;
e. Diizinkan showroom, gudang, pool bus, teater, tempat pelelangan
ikan, rumah potong hewan, wisata, kantor pemerintah tingkat
kabupaten atau lebih tinggi secara terbatas pada koridor jalan
dengan ROW minimum setingkat kolektor sekunder yang menerus
sampai jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
dan menyediakan ruang parkir;
f. Diizinkan bersyarat mampu menyediakan infrastruktur memadai
dan terintegrasi dalam struktur perkotaan secara utuh bagi
kegiatan besar yang dapat meningkatkan pelayanan, mendorong
pertumbuhan ekonomi kawasan/ masyarakat atau infrastruktur
strategis yang dibutuhkan banyak orang berupa: pertahanan
keamanan, rumah sakit, perguruan tinggi, stadion/ gelanggang
olah raga, superblok, pelabuhan/ dermaga, terminal, TPST,
instalasi pengolahan air limbah, BTS, instalasi pengolahan air
baku, pembangkit listrik, musium, penampungan sementara
korban bencana alam;
g. Diizinkan kegiatan non perumahan yang diperkirakan dampak
masih bisa ditoleransi terhadap kegiatan perumahan, berupa
kantor pemerintah tingkat kecamatan atau lebih rendah, kantor
pos, SMP/ Sederajat, SMA/ Sederajat, Sekolah Khusus/ Kursus/
Diklat, Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes/ Poskesdes/
Balai Pengobatan/ Klinik, Rumah Bersalin, Apotik, Laboratorium
Kesehatan, Gedung Olah Raga, Gedung Serba Guna/ Balai
Pertemuan/ Pameran, dengan ketentuan:

22
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
h. Diizinkan kegiatan yang perlu didorong hampir di setiap zona
berupa RTH, RTNH, gedung/ lapangan parkir;
i. Diizinkan kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah dari
perumahan secara terbatas untuk kegiatan sampingan penduduk
setempat berupa pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, kolam perikanan;
j. Diizinkan kegiatan pertambangan dengan ketentuan:
1. Terbatas jenis tambang yang bernilai ekonomis tinggi dan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan.
3. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar
4. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat
5. Menyediakan tempat parkir kendaraan
k. Diizinkan kegiatan skala pelayanan lingkungan, meliputi TK/
sederajat, SD/ sederajat, posyandu, praktek dokter, bidan;
l. Tidak diizinkan pada koridor jalan utama perkotaan yang dilalui
kendaraan dengan intensitas tinggi berupa TK/ sederajat, SD/
sederajat; dan
m. Diizinkan bersyarat berupa kegiatan industri kecil menengah,
kandang ternak, lapangan penggembalaan, yaitu mampu mengelola
dampak berat bagi masyarakat setempat, lingkungan alami,
mendapat izin dari warga setempat.

(6) zona Perumahan kepadatan sedang (R-3) berlaku ketentuan sebagai


berikut:
a. Sesuai dengan jenis zona perumahan, diizinkan semua jenis
perumahan termasuk sarana pendukung skala lingkungan
perumahan;
b. Diizinkan secara terbatas untuk kegiatan pendukung perumahan,
berupa warung terbatas jenis dagangan yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan penduduk perumahan sehari- hari, sarana
ibadah terbatas sesuai kebutuhan penduduk setempat;
c. Diizinkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,
memberi kemudahan berusaha, memberi kesempatan berusaha
masyarakat yang seluas- luasnya terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah, meliputi: toko, PKL/ sektor informal, restoran/
rumah makan, jasa lainnya, kantor swasta, bumi perkemahan,
kolam pemancingan, ruko, rukan dengan ketentuan:
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat

23
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
d. Diizinkan toko modern secara terbatas pada koridor jalan dengan
ROW minimum setingkat lokal sekunder yang menerus sampai
jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
menyediakan ruang parkir dan jarak minimum antar toko modern
2.500 meter;
e. Diizinkan showroom, gudang, pool bus, teater, tempat pelelangan
ikan, rumah potong hewan, wisata, kantor pemerintah tingkat
kabupaten atau lebih tinggi secara terbatas pada koridor jalan
dengan ROW minimum setingkat kolektor sekunder yang menerus
sampai jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
dan menyediakan ruang parkir;
f. Diizinkan bersyarat mampu menyediakan infrastruktur memadai
dan terintegrasi dalam struktur perkotaan secara utuh bagi
kegiatan besar yang dapat meningkatkan pelayanan, mendorong
pertumbuhan ekonomi kawasan/ masyarakat atau infrastruktur
strategis yang dibutuhkan banyak orang berupa: pertahanan
keamanan, rumah sakit, perguruan tinggi, stadion/ gelanggang
olah raga, superblok, pelabuhan/ dermaga, terminal, TPST,
instalasi pengolahan air limbah, BTS, instalasi pengolahan air
baku, pembangkit listrik, musium, penampungan sementara
korban bencana alam;
g. Diizinkan kegiatan non perumahan yang diperkirakan dampak
masih bisa ditoleransi terhadap kegiatan perumahan, berupa
kantor pemerintah tingkat kecamatan atau lebih rendah, kantor
pos, SMP/ Sederajat, SMA/ Sederajat, Sekolah Khusus/ Kursus/
Diklat, Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes/ Poskesdes/
Balai Pengobatan/ Klinik, Rumah Bersalin, Apotik, Laboratorium
Kesehatan, Gedung Olah Raga, Gedung Serba Guna/ Balai
Pertemuan/ Pameran, dengan ketentuan:
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
h. Diizinkan kegiatan yang perlu didorong hampir di setiap zona
berupa RTH, RTNH, gedung/ lapangan parkir;
i. Diizinkan kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah dari
perumahan secara terbatas untuk kegiatan sampingan penduduk
setempat berupa pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, kolam perikanan;
j. Diizinkan kegiatan pertambangan dengan ketentuan:

24
1. Terbatas jenis tambang yang bernilai ekonomis tinggi dan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan.
3. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar
4. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat
5. Menyediakan tempat parkir kendaraan
k. Diizinkan kegiatan skala pelayanan lingkungan, meliputi TK/
sederajat, SD/ sederajat, posyandu, praktek dokter, bidan;
l. Tidak diizinkan pada koridor jalan utama perkotaan yang dilalui
kendaraan dengan intensitas tinggi berupa TK/ sederajat, SD/
sederajat; dan
m. Diizinkan bersyarat berupa kegiatan industri kecil menengah,
kandang ternak, lapangan penggembalaan, yaitu mampu mengelola
dampak berat bagi masyarakat setempat, lingkungan alami,
mendapat izin dari warga setempat.

(7) zona Perumahan kepadatan rendah (R-4) berlaku ketentuan sebagai


berikut:
a. Sesuai dengan jenis zona perumahan, diizinkan semua jenis
perumahan termasuk sarana pendukung skala lingkungan
perumahan;
b. Diizinkan secara terbatas untuk kegiatan pendukung perumahan,
berupa warung terbatas jenis dagangan yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan penduduk perumahan sehari- hari, sarana
ibadah terbatas sesuai kebutuhan penduduk setempat;
c. Diizinkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan,
memberi kemudahan berusaha, memberi kesempatan berusaha
masyarakat yang seluas- luasnya terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah, meliputi: toko, PKL/ sektor informal, restoran/
rumah makan, jasa lainnya, kantor swasta, bumi perkemahan,
kolam pemancingan, ruko, rukan dengan ketentuan:
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
d. Diizinkan toko modern secara terbatas pada koridor jalan dengan
ROW minimum setingkat lokal sekunder yang menerus sampai
jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
menyediakan ruang parkir dan jarak minimum antar toko modern
2.500 meter;
e. Diizinkan showroom, gudang, pool bus, teater, tempat pelelangan
ikan, rumah potong hewan, wisata, kantor pemerintah tingkat
kabupaten atau lebih tinggi secara terbatas pada koridor jalan

25
dengan ROW minimum setingkat kolektor sekunder yang menerus
sampai jalan utama perkotaan, mendapat izin dari warga setempat,
dan menyediakan ruang parkir;
f. Diizinkan bersyarat mampu menyediakan infrastruktur memadai
dan terintegrasi dalam struktur perkotaan secara utuh bagi
kegiatan besar yang dapat meningkatkan pelayanan, mendorong
pertumbuhan ekonomi kawasan/ masyarakat atau infrastruktur
strategis yang dibutuhkan banyak orang berupa: pertahanan
keamanan, rumah sakit, perguruan tinggi, stadion/ gelanggang
olah raga, superblok, pelabuhan/ dermaga, terminal, TPST,
instalasi pengolahan air limbah, BTS, instalasi pengolahan air
baku, pembangkit listrik, musium, penampungan sementara
korban bencana alam;
g. Diizinkan kegiatan non perumahan yang diperkirakan dampak
masih bisa ditoleransi terhadap kegiatan perumahan, berupa
kantor pemerintah tingkat kecamatan atau lebih rendah, kantor
pos, SMP/ Sederajat, SMA/ Sederajat, Sekolah Khusus/ Kursus/
Diklat, Puskesmas/ Puskesmas Pembantu, Polindes/ Poskesdes/
Balai Pengobatan/ Klinik, Rumah Bersalin, Apotik, Laboratorium
Kesehatan, Gedung Olah Raga, Gedung Serba Guna/ Balai
Pertemuan/ Pameran, dengan ketentuan:
1. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan;
2. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar;
3. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat; dan
4. Menyediakan tempat parkir kendaraan.
h. Diizinkan kegiatan yang perlu didorong hampir di setiap zona
berupa RTH, RTNH, gedung/ lapangan parkir;
i. Diizinkan kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah dari
perumahan secara terbatas untuk kegiatan sampingan penduduk
setempat berupa pertanian lahan basah, pertanian lahan kering,
perkebunan, kolam perikanan;
j. Diizinkan kegiatan pertambangan dengan ketentuan:
1. Terbatas jenis tambang yang bernilai ekonomis tinggi dan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan.
3. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar
4. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat
5. Menyediakan tempat parkir kendaraan
k. Diizinkan kegiatan skala pelayanan lingkungan, meliputi TK/
sederajat, SD/ sederajat, posyandu, praktek dokter, bidan;
l. Tidak diizinkan pada koridor jalan utama perkotaan yang dilalui
kendaraan dengan intensitas tinggi berupa TK/ sederajat, SD/
sederajat; dan

26
m. Diizinkan bersyarat berupa kegiatan industri kecil menengah,
kandang ternak, lapangan penggembalaan, yaitu mampu mengelola
dampak berat bagi masyarakat setempat, lingkungan alami,
mendapat izin dari warga setempat.

(8) zona Perdagangan dan Jasa Skala BWP (K-2) berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Sesuai dengan jenis zona perdagangan dan jasa, diizinkan semua
jenis kegiatan perdagangan dan jasa, kecuali skala regional.
b. Untuk memberi kesempatan berusaha masyarakat golongan
ekonomi lemah diizinkan pedagang kaki lima dengan syarat diatur
secara tertata dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan setempat.
c. Untuk optimalisasi pemfaatan zona dalam jangka pendek diizinkan
secara terbatas kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah
dari perdagangan dan jasa berupa perumahan yang dibangun
secara individual.
d. Sesuai dengan kestrategisan lokasi diizinkan kegiatan sarana
pelayanan umum yang bersifat perdagangan.
e. Diizinkan terbatas sesuai kebutuhan zona berupa berupa sarana
ibadah, TPS
f. Diizinkan kegiatan yang perlu didorong di setiap zona berupa RTH,
RTNH, gedung/ lapangan parkir
g. Diizinkan kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah dari
perdagangan dan jasa secara terbatas untuk kegiatan sampingan
penduduk setempat berupa pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering, perkebunan, kolam perikanan.
h. Diizinkan kegiatan yang bersifat komersial, berupa wisata, tempat
pelelangan ikan, rumah potong hewan
i. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,
telekomunikasi, instalasi air bersih, instalasi air limbah.

(9) zona Perkantoran Pemerintah (KT) berlaku ketentuan sebagai berikut:


a. Diizinkan untuk semua kegiatan perkantoran;
b. Diizinkan terbatas luasan, jenis yang bersifat mendukung atau
memiliki keterkaitan dengan kegiatan perkantoran pemerintah
berupa perumahan dengan sarana lingkungan pendukungnya,
sarana perdagangan dan jasa, sarana pelayanan umum;
c. Untuk memberi kesempatan berusaha masyarakat golongan
ekonomi lemah diizinkan pedagang kaki lima dengan syarat diatur
secara tertata dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan setempat.
d. Diizinkan terbatas sesuai kebutuhan zona berupa berupa sarana
ibadah, TPS
e. Diizinkan kegiatan yang sebaiknya ada di semua zona budidayaya
berupa sarana ibadah, RTH, RTNH, gedung parkir; dan
f. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,

27
telekomunikasi, instalasi air bersih, instalasi air limbah.

(10) Zona Industri Kecil dan Menengah (SIKM)


a. Diizinkan untuk kegiatan industri;
b. Diizinkan terbatas pendukung zona berupa perumahan, sarana
perdagangan dan jasa, sarana pelayanan umum, RTH, RTNH,
peruntukan lainnya, TPS, pembangkit listrik.
c. Untuk memberi kesempatan berusaha masyarakat golongan
ekonomi lemah diizinkan pedagang kaki lima dengan syarat diatur
secara tertata dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan setempat.
d. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,
telekomunikasi, instalasi air bersih, instalasi air limbah.

(11) Zona sarana pelayanan umum (SPU) berlaku ketentuan sebagai


berikut:
a. Diizinkan untuk semua kegiatan sarana pelayanan umum sesuai
skala pelayanan;
b. Diizinkan terbatas luasan, jenis yang bersifat mendukung atau
memiliki keterkaitan dengan kegiatan sarana pelayanan umum
berupa perumahan dengan sarana lingkungan pendukungnya,
sarana perdagangan dan jasa;
c. Untuk memberi kesempatan berusaha masyarakat golongan
ekonomi lemah diizinkan pedagang kaki lima dengan syarat diatur
secara tertata dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan setempat.
d. Diizinkan terbatas sesuai kebutuhan zona berupa berupa sarana
ibadah, TPS, RTH, RTNH.
e. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,
telekomunikasi, instalasi air bersih, instalasi air limbah.

(12) Zona pertanian lahan basah (PL-1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Diizinkan untuk kegiatan pertanian lahan basah;
b. Diizinkan terbatas pendukung berupa gudang, sarana ibadah, TPS
c. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,
telekomunikasi, sarana transportasi, instalasi air bersih, instalasi
air limbah, pertahanan dan keamanan, prasarana penunjang
keselamatan umum, dan penampungan sementara korban bencana
alam.
d. Diizinkan kegiatan pertambangan dengan ketentuan:
1. Terbatas jenis tambang yang bernilai ekonomis tinggi dan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Terbatas pada koridor jalan dengan ROW minimum setingkat
lokal sekunder yang menerus sampai jalan utama perkotaan.
3. Mendapatkan izin dari warga setempat melalui Ketua RT, Ketua
RW setempat, tetangga sekitar

28
4. Tidak mengganggu lingkungan sekitar yang dapat menimbulkan
dampak besar bagi warga setempat
5. Menyediakan tempat parkir kendaraan

(13) Zona pertahanan dan keamanan(PL-7) berlaku ketentuan sebagai


berikut:
a. Diizinkan untuk semua kegiatan pertahanan keamanan;
b. Diizinkan terbatas luasan, jenis yang bersifat mendukung atau
memiliki keterkaitan dengan kegiatan pertahanan dan keamanan
berupa perumahan dengan sarana lingkungan pendukungnya,
sarana perdagangan dan jasa, sarana pelayanan umum, RTH,
RTNH, TPS, instalasi pengolahan air limbah, instalasi pengolahan
air baku, pembangkit listrik.
c. Untuk memberi kesempatan berusaha masyarakat golongan
ekonomi lemah diizinkan pedagang kaki lima dengan syarat diatur
secara tertata dan tidak menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan setempat.

(14) zona Campuran Perumahan dan Perdagangan/ jasa (C-1) berlaku


ketentuan sebagai berikut:
a. Sesuai dengan jenis zona perumahan, diizinkan semua jenis
perumahan termasuk sarana pendukung skala lingkungan
perumahan.
b. Sesuai dengan jenis zona perdagan dan jasa, diizinkan semua jenis
perdagangan dan jasa, kecuali untuk skala besar.
c. Sesuai dengan kestrategisan lokasi diizinkan kegiatan untuk
pengembangan perkantoran pemerintah, sarana pelayanan umum
minimun skala desa, sarana pelayanan umum yang bersifat
perdagangan.
d. Diizinkan terbatas sesuai kebutuhan zona berupa berupa sarana
ibadah, TPS
e. Diizinkan kegiatan yang perlu didorong di setiap zona berupa RTH,
RTNH, gedung/ lapangan parkir
f. Diizinkan kegiatan dengan intensitas kegiatan lebih rendah dari
perdagangan dan jasa secara terbatas untuk kegiatan sampingan
penduduk setempat berupa pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering, perkebunan, kolam perikanan.
g. Diizinkan kegiatan yang bersifat komersial, berupa wisata, tempat
pelelangan ikan, rumah potong hewan
h. Diizinkan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan
strategis yang tidak dapat dielakkan meliputi: instalasi energi,
telekomunikasi, instalasi air bersih, instalasi air limbah.
i. Tidak diizinkan kegiatan skala lingkungan perumahan berupa TK/
sederajat, SD/ sederajat, pos yandu.

(15) Ketentuan Kegiatan dan Peruntukan Lahan (zona) sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) sampai ayat (19) tercantum dalam Lampiran
13 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

29
Bagian Ketiga
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang

Pasal 45

(1) Ketentuan tentang intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf b merupakan besaran
pemanfaatan ruang yang diperbolehkan pada suatu zona;
(2) Ketentuan tentang intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan parameter Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum, jumlah
lantai maksium, dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
(3) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), yaitu:
a. Zona sempadan sungai berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar
20%, KDH minimum sebesar 76 %, jumlah lantai maksimum
sebesar 1 lantai, KLB maksimum sebesar 0,2.
b. Zona RTH hutan kota berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar
20%, KDH minimum sebesar 76 %, jumlah lantai maksimum
sebesar 1 lantai, KLB maksimum sebesar 0,2.
c. Zona RTH taman berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar 20%,
KDH minimum sebesar 76 %, jumlah lantai maksimum sebesar 1
lantai, KLB maksimum sebesar 0,2
d. Zona RTH pemakaman berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar
20%, KDH minimum sebesar 76 %, jumlah lantai maksimum
sebesar 1 lantai, KLB maksimum sebesar 0,2.
e. Zona rumah kepadatan tinggi berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 60%, KDH minimum sebesar 28 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 3 lantai, KLB maksimum sebesar 1,8.
f. Zona rumah kepadatan sedang berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 60%, KDH minimum sebesar 28 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 3 lantai, KLB maksimum sebesar 1,8.
g. Zona rumah kepadatan sedang berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 60%, KDH minimum sebesar 28 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 3 lantai, KLB maksimum sebesar 1,8
h. Kegiatan perumahan vertikal berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 60%, KDH minimum sebesar 52 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 5 lantai, KLB maksimum sebesar 3,0.
i. Kegiatan perdagangan dan jasa skala regional berlaku ketentuan
KDB maksimum sebesar 60%, KDH minimum sebesar 52 %,
jumlah lantai maksimum sebesar 6 lantai, KLB maksimum sebesar
3,6.
j. Kegiatan perdagangan dan jasa skala BWP berlaku ketentuan KDB
maksimum sebesar 60%, KDH minimum sebesar 52 %, jumlah
lantai maksimum sebesar 5 lantai, KLB maksimum sebesar 3,0.

30
k. Zona perkantoran pemerintah berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 50%, KDH minimum sebesar 40%, jumlah lantai
maksimum sebesar 4 lantai, KLB maksimum sebesar 2,0.
l. Zona sentra industri kecil menengah berlaku ketentuan KDB
maksimum sebesar 50%, KDH minimum sebesar 40%, jumlah
lantai maksimum sebesar 4 lantai, KLB maksimum sebesar 2,0.
m. Zona SPU sarana transportasi berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 70%, KDH minimum sebesar 16%, jumlah lantai
maksimum sebesar 4 lantai, KLB maksimum sebesar 2,8.
n. Zona SPU Lapangan Olah Raga berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 20%, KDH minimum sebesar 76 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 1 lantai, KLB maksimum sebesar 0,2.
o. Zona SPU lainnya berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar 50%,
KDH minimum sebesar 40%, jumlah lantai maksimum sebesar 4
lantai, KLB maksimum sebesar 2,0.
p. Zona pertanian lahan basah berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 10%, KDH minimum sebesar 88 %, jumlah lantai
maksimum sebesar 1 lantai, KLB maksimum sebesar 0,1.
q. Zona pertahanan keamanan berlaku ketentuan KDB maksimum
sebesar 50%, KDH minimum sebesar 40%, jumlah lantai
maksimum sebesar 5 lantai, KLB maksimum sebesar 2,5.
r. Zona pariwisata berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar 50%,
KDH minimum sebesar 40%, jumlah lantai maksimum sebesar 5
lantai, KLB maksimum sebesar 2,5.
s. Kegiatan campuran perumahan dan perdagangan/ jasa berlaku
ketentuan KDB maksimum sebesar 60%, KDH minimum sebesar
52 %, jumlah lantai maksimum sebesar 5 lantai, KLB maksimum
sebesar 3,0.
t. Kegiatan RTNH berlaku ketentuan KDB maksimum sebesar 80%,
KDH minimum sebesar 4%, jumlah lantai maksimum sebesar 1
lantai, KLB maksimum sebesar 0,8.
(4) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) untuk RTH dan kegiatan RNTH berlaku untuk semua kegiatan
RTH dan RTNH di semua zona.

Bagian Keempat
Ketentuan Tata Masa Bangunan

Pasal 46
(1) Ketentuan tentang tata masa bangunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) huruf c merupakan ketentuan yang mengatur
perletakan bangunan pada suatu persil/tapak pada suatu zona
tertentu;
(2) Ketentuan tentang tata masa bangunan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur berdasarkan parameter Garis Sempadan Bangunan
(GSB), yaitu:
a. Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8 m, GSB minimum = ½ rumija
b. Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = ½ rumija + 1

31
c. Bangunan di sepanjang bantaran sungai, mempunyai arah
orientasi muka bangunan ke arah sungai dimana orientasinya
tidak langsung ke sungai tetapi orientasi ini sebelumnya di
rencanakan jalur jalan maupun jalur hijau di tiap sisi kiri-
kanannya sebagai pemanfaatan ruang sempadan sungai.
d. Bangunan sudut pertemuan antara sungai dan jalan mempunyai
dua (2) arah orientasi, yaitu ke arah jalan dan sungai.

Bagian Kelima
Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

Pasal 47
(1) Ketentuan tentang prasarana minimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) huruf d merupakan prasarana minimum yang harus
disediakan oleh setiap persil yang menempati suatu jenis zona tertentu
untuk membentuk prasarana dasar zona;
(2) Ketentuan tentang prasarana minimum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdiri atas:
a. Penyediaan RTH;
b. Penyediaan Tempat Pemakaman Umum;
c. Parkir;
d. Pengendali Banjir;
e. Pejalan Kaki;
f. Bongkar Muat Barang;
g. Jaringan Jalan; dan
h. Sarana Prasarana.
(3) Ketentuan penyediaan RTH sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
meliputi:
a. Setiap pembangunan kawasan wajib menyediakan RTH minimal
sebesar 20% (dua puluh persen) dari luas lahan yang dimohon.
b. Pembangunan kawasan wajib menyediakan RTH jalan pada jalan
utama.
c. Setiap 100 m² Kavling, diharuskan minimum ada 1 pohon tinggi
dan rindang
(4) Ketentuan penyediaan Penyediaan Tempat Pemakaman Umum`
sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi:
a. Pembangunan rumah komunal harus menyediakan lahan Tempat
Pemakaman Umum sebesar 2% (dua persen) dari luas lahan
sesuai rencana perumahan horizontal dan vertikal pada rencana
tapak yang disetujui;
b. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan mekanisme
penyediaan TPU diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(5) Ketentuan penyediaan Penyediaan Tempat Parkir sebaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, meliputi:
a. Pembangunan kawasan secara komunal dan bangunan baru wajib
melaksanakan sistem parkir off steet atau menyediakan kantung
parkir bersama, kecuali rumah tinggal deret dan kopel.

32
b. Kegiatan non perumahan (bangunan baru) pada jalan utama
perumahan dan jalan utama kota wajib menyediakan ruang parkir
privat.
c. Pada peruntukan tanah tuang terbuka tidak diwajibkan
menyediakan parkir kecuali pada penggunaan rekreasi dan tempat
pemakaman.
d. Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi daerah-daerah
penghijauan, dan harus memperhatikan kelancaran sirkulasi
keluar masuk kendaraan dan pejalan kaki, keamanan,
keselamatan, kesehatan dan kenyamanan.
e. Penentuan parkir di dalam daerah milik jalan (on-street)
ditentukan dengan keputusan Bupati.
(6) Ketentuan Pengendali Banjir sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d, meliputi:
a. Pembangunan kawasan/ zona wajib melaksanakan zero run off.
b. Setiap bangunan diharuskan dilengkapi dengan sumur resapan
dan biopori, kecuali daerah tertentu, yaitu daerah yang muka air
tanah tinggi (diukur sekurang-kurangnya 3 m dari permukaan
tanah). Untuk daerah yang tinggi muka air tanahnya kurang dari 3
m atau permeabilitas tanahnya kurang dari 2 cm/jam, atau
persyaratan jaraknya tidak memenuhi syarat, maka air hujan
langsung dialirkan ke sistem penampungan air hujan terpusat
seperti tandon air, dsb, melalui sistem drainase lingkungan/kota.
c. Pengembangan kegiatan dalam skala besar wajib menyediakan
kolam retensi untuk menampung run off.
d. Saluran drainase tertutup dikembangkan di kavling-kavling yang
berada di zona-zona dimana banyak terdapat pejalan kaki seperti
di zona perdagangan, zona pendidikan, zona perkantoran, dan
lain- lain. Tujuan penggunaan sistem drainase saluran tertutup
adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan terperosoknya
pengguna jalan khususnya pejalan kaki ke saluran drainase.
Untuk mempermudah pemeliharaan, beton penutup (slab) dibuat
movable (mudah diangkat), dan di beberapa bagian dibangun bak
kontrol.
e. Saluran drainase terbuka dapat dikembangkan di kavling-kavling
di daerah-daerah dengan tingkat kepadatan bangunan rendah dan
aliran air permukaan cukup tinggi. Seperti di zona permukiman,
zona wisata alam, dan zona tidak terbangun lainnya.
(7) Ketentuan Pejalan Kaki sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e,
meliputi:
a. Wajib menyediakan ruang pejalan kaki pada jalan utama kawasan
dan jalan utama kota (khususnya bagi kawasan baru)
b. Ukuran dan bentuk trotoar harus dapat digunakan oleh seluruh
masyarakat baik masyarakat pejalan dan sebaiknya
menggakomodir pengguna kursi roda/ orang cacat.
(8) Ketentuan Bongkar Muat Barang sebaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f, yaitu tidak diperkenankan melakukan bongkar muat barang di
Rumija/ diwajibkan menyediakan ruang bongkar muat yang memadai.

33
(9) Ketentuan Jaringan jalan sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f,
meliputi:
a. Lebar Badan Jalan lingkungan perumahan minimum 6,0 meter
b. Lebar Badan Jalan Lingkungan utama perumahan minimum 6,5
meter.
c. Pada jalan yang dilalui kendaraaan besar menyediakan area
putaran untuk kendaraan besar
d. Pada jalan utama perkotaan diupayakan menyediakan jalur
lambat sebelum masuk ke dalam kavling
e. Pada jalan utama perkotaan diupayakan menyediakan area untuk
pemberhentian sementara angkutan umum (teluk jalan/ busbay)
(10) Ketentuan Sarana Prasarana sebaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
f, meliputi:
a. Pengembangan perumahan komunal menyediakan sarana
prasarana 40 % (termasuk RTH dan pemakaman) atau lahan yang
dapat dibangun untuk hunian maksimal 60%.
b. Pengembangan perumahan komunal menyediakan fasilitas
lingkungan untuk setiap blok yang memiliki 250 rumah, yaitu
miinimum berupa Lapangan Olah Raga terbuka untuk pelayanan
setingkat RW, Fasilitas kesehatan berupa Pos Yandu dan Balai
Pengobatan, Fasilitas pendidikan berupa TK.
c. Tempat sampah volume 50 liter sudah dibedakan jenis sampahnya
(organik dan non organik) dan meupayakan mampu menyediakan
TPS-3R.
d. Setiap bangunan harus menggunakan pengalahan air limbah
rumah tangga yang ramah lingkungan, yaitu mengolah air limbah
dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) individual kemudian
mengalirkan/menampung air limbah ke Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Terpadu dalam kawasan;
e. Ketersediaan menjadi salah satu syarat untuk pengembangan
zona/ kegiatan baru.

Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 48
(1) Ketentuan tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (3) huruf e merupakan ketentuan mengenai pelaksanaan
aturan zonasi pada pemanfaatan ruang;
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
terdiri atas:
a. ketentuan variansi pemanfaatan ruang;
b. ketetuan perubahan pemanfaatan ruang;
c. Ketentuan Insentif dan Disinsentif
d. Penggunaan lahan yang tidak sesuai

34
Paragraf 2
Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang

Pasal 49
(1) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
pasal 48 ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. minor variance dan non conforming dimension,
b. interim development; dan
c. interim/temporary use.
(2) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang dalam bentuk minor variance
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah izin untuk bebas
dari aturan standar sebagai upaya untuk menghilangkan kesulitan
yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk persil);
(3) Ketentuan variansi pemanfaatan ruang dalam bentuk non conforming
dimension sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah
kelonggaran atau pengurangan ukuran dari yang ditetapkan dalam
peraturan atau standar.
(4) Ketentuan interim development sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah izin pembangunan yang diberikan untuk
melaksanakan pembangunan antara sebagai bagian/tahapan dari
pembangunan secara keseluruhan.
(5) Ketentuan Interim/temporary use sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah izin penggunaan lahan sementara yang diberikan
untuk jangka waktu tertentu sebelum pemanfaatan ruang final
direalisasikan.

Paragraf 3
Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang

Pasal 50
(1) Ketentuan perubahan pemanaatan ruang sebagaimana dimaksud pada
pasal 48 ayat (2) huruf b adalah pemanfaatan ruang yang berbeda dari
pemanfaatan ruang dan peraturannya yang ditetapkan dalam
peraturan zonasi dan peta zonasi.
(2) Perubahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk mengakomodasi fleksibilitas pemanfaatan ruang
sehingga membuka peluang yang lebih besar bagi pihak swasta dalam
berpartisipasi dalam pembangunan, secara seimbang dengan tetap
berorientasi pada usaha melindungi kelestarian lingkungan,
kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
(3) Ketentuan perubahan pemanfaatan ruang bisa terjadi di zona lindung
maupun zona budidaya. Ketentuan perubahan pemanfaatan ruang di
zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
a. Izin Perubahan Pemanfaatan Ruang Bersyarat, yaitu Izin ini
adalah izin perubahan pemanfaatan ruang yang disertai dengan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku
kegiatan.
b. Izin Perubahan Pemanfaatan Ruang Tanpa Syarat, yaitu izin
perubahan pemanfaatan ruang yang tidak disertai dengan

35
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku
kegiatan. Jangka waktu izin perubahan pemanfaatan ruang bisa
bersifat sementara ataupun bersifat tetap.
c. Izin Perubahan Sementara, yaitu dilakukan dengan
mempertimbangkan perkembangan kota sepanjang merupakan
perubahan kecil dan sesuai dengan matriks perubahan
pemanfaatan ruang. Perubahan ini dilakukan dengan jangka
waktu maksimal 5 tahun.
d. Izin Perubahan Tetap, yaitu dilakukan dengan ketetapan bupati
dan melalui prosedur peninjauan rencana tata ruang kota sesuai
dengan mandat yang diberikan dalam peraturan daerah tentang
RDTR dan peraturan zonasi.

Paragraf 4
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 51
(1) Ketentuan tentang Insentif dan Disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c adalah aturan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam melerstarikan pembangunan atau juga
merupakan upaya atau bentuk keringanan/ imbalan terhadap
pengguna pembangunan apabila mereka berupaya untuk melestarikan
pembangunan. Sedangkan aturan disinsentif adalah aturan sebagai
upaya untuk mencegah, membatasi dan mengurangi terjadinya
perubahan atas pembangunan yang telah direncanakan.
(2) Bentuk aturan insentif, yaitu :
a. Penggantian nilai lahan yang memadai
b. Kemudahan izin
c. Penghargaan
d. Keringanan pajak
e. Kompensasi
f. Bantuan Pengelolaan
g. Subsidi prasarana
h. Bonus/insentif
i. Pengalihan Hak Membangun
(3) Bentuk aturan disinsentif, yaitu :
a. Perpanjang prosedur
b. Pengetatan / penambahan persyaratan
c. Retribusi tinggi
d. Denda
e. Pembatasan prasarana
(4) Perincian lebih lanjut mengenai ketentuan insentif dan dis-insentif
diatur dalam peraturan bupati.

36
Paragraf 5
Penggunaan Lahan Yang Tidak Sesuai

Pasal 52
Ketentuan tentang Penggunaan Lahan yang Tidak Sesuai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf d, yaitu:
a. Pembangunan yang tidak sesuai dengan peraturan zonasi ini namun
sudah memiliki izin, akan dibatasi pengembangan perluasannya.
b. Penggunaan lahan saat ini yang tidak sesuai dan tidak memiliki izin
yang sah harus segera disesuaikan setelah berlakunya Peraturan
Daerah ini.

Bagian Ketujuh
Ketentuan Tambahan

Pasal 53
(1) Ketentuan Tambahan sebagaimana dimaksud pada pasal 42 ayat (4)
huruf a adalah ketentuan lain yang dapat ditambahkan pada suatu
zona untuk melengkapi aturan dasar yang sudah ditetapkan.
(2) Zona dikenakan aturan tambahan, yaitu:
a. Zona Sempadan Sungai
b. Zona RTH
c. Zona Pertahanan dan Keamanan
(3) Ketentuan tambahan zona sempadan sungai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. diperkenankan kegiatan fisik buatan untuk perlindungan kawasan;
b. pelarangan membuang limbah secara langsung;
c. lahan milik negara dan merupakan lahan bebas diperuntukkan
bagi perluasan kawasan lindung;
d. semua kegiatan yang dibolehkan (I), Terbatas (T), Bersyarat (B)
berlaku ketentuan menerapkan konsep Green Building dan
bangunan penunjang rekreasi tidak diperkenankan dilengkapi
dinding.
(4) Ketentuan tambahan zona RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. diperbolehkan pendirian bangunan yang menunjang kegiatan
rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
b. tidak diperbolehkan pembangunan reklame dan sejenisnya di RTH.
(5) Ketentuan tambahan zona pertahanan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. pembatasan kegiatan budidaya di sekitar kawasan pertahanan dan
keamanan; dan
b. diperkenankan penyediaan infrastruktur pendukung kawasan
pertahanan dan keamanan ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

37
Bagian Kedelapan
Ketentuan Khsusus

Pasal 54

(1) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada pasal 42 ayat (4) huruf
b, berupa Ketentuan Kegiatan Non Hunian Pada Zona Perumahan.
(2) Ketentuan khsusus Kegiatan Non Hunian Pada Zona Perumahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Kegiatan Toserba di batasi jarak dengan kegiatan sejenis dan
dengan pasar tradisional sekurang-kurangnya 2.500 meter ( dua
ribu lima ratus meter).
b. Kegiatan Non Hunian pada zona perumahan harus mendapatkan
persetujuan dari warga setempat, RT dan RW;

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana detail tata


ruang yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perudang-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 56
(1) Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, semua peraturan daerah
yang berkaitan dengan perwujudan RDTR ini yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan peraturan daerah ini.
(2) Dengan berlakunya peraturan daerah ini, maka:
a. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan peraturan daerah ini tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya;
b. Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan, akan dibatasi pengembangannya.
c. Pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan
diterbitkan dan disesuiakan dengan Peraturan Daerah ini.
d. Pemanfaatan ruang yang sesuia dengan ketentuan Peraturan Daerah
ini, agar dipercepat unuk mendapatkan izin yang diperlukan.

38
BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini, dengan penempatannya dalam lembaran daerah
kabupaten.

Ditetapkan di …
Pada tanggal
BUPATI KABUPATEN BIMA,

………………………………..
Diundangkan di …
Pada Tanggal

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIMA,

………………………………………….

39
Datar Lampiran Raperda RDTR Kawasan Perkotaan Madapangga

Lampiran 1 Wilayah Perencanaan RDTR


Lampiran 2 Rencana Sistem Pusat Kegiatan
Lampiran 3 Peta Rencana Jaringan Pergerakan
Lampiran 4 Peta Rencana Jaringan Listrik
Lampiran 5 Peta Rencana Jaringan Telekomunikasi
Lampiran 6 Peta Rencana Jaringan Air Bersih
Lampiran 7 Peta Rencana Jaringan Drainase
Lampiran 8 Peta Sebaran TPS (Persampahan)
Lampiran 9 Tabel Rencana Pola Ruang Kawasan Perencanaan
Lampiran 10 Peta Rencana Pola Ruang
Lampiran 12 Peta Sub BWP Prioritas
Lampiran 13 Tabel Indikasi Program Pembangunan BWP
Lampiran 14 Matriks Penulisan Ketentuan Kegiatan dan
Pemanfaatan Ruang Zonasi

40

Anda mungkin juga menyukai