3/Juli/2013
155
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Jul-Sep/2013
156
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013
terwujudnya supremasi hukum sangat siang hari. Akal budi manusia memiliki
bergantung pada masyarakat itu sendiri. kemampuan untuk mengidentifikasi hukum
Thomas Aquinas menyatakan bahwa abadi, yaitu sebagai asas yang
hukum, dalam arti yang sebenarnya, menggerakkan manusia menuju tujuan
pertama-tama dan terutama dimaksudkan akhirnya Dalam pengertian inilah hukum
untuk kebaikan umum meskipun soal memiliki makna sebagai hukum.
tercapai tidaknya kebaikan umum tersebut Sebagai konsekwensinya, semua
menjadi tanggung jawab baik warga makhluk diarahkan dan diatur oleh hukum
masyarakat secara individu maupun abadi. Jika hukum abadi merupakan “ide
masyarakat secara keseluruhan. Oleh pengaturan” penguasa alam semesta, maka
karenanya, pembuatan atau perumusan ide pengaturan penguasa manusia serta
sebuah peraturan perundang-undangan daya paksa pemberlakuannya berasal atau
pada prinsipnya menjadi tugas masyarakat diturunkan dari hukum ini. Oleh karenanya
seeara keseluruhan atau individu maupun hukum abadi memiliki posisi terpenting di
lembaga yang memiliki wewenang. atas jenis-jenis hukum yang lainnya.
Konsep Thomas Aquinas tentang hukum Menurut Thomas, hukum abadi yang
kodrat penulis ketengahkan sebagai pokok “bekerja” secara konstan pada akal budi
bahasan dalam paper ini, karena dinilai legislator”, melalui keberlakuan hukum
sangat relevan untuk mengkritisi kodrat, memberi bobot kualitas legislasi
perkembangan hukum di Indonesia pada dalam perumusan hukum.
zaman reformasi ini.
Thomas Aquinas menentukan posisi 2. Hukum Kodrat.
hukum kodrat dalam struktur hierarkis Dibawah hukum abadi adalah hukum
hukum sebagai berikut: kodrat, tidak kin adalah partisipasi mahluk
1. Hukum Abadi. rasional di dalam hukum abadi. Manusia
Puncak dari hierarkis adalah hukum berpartisipasi atas hukum abadi karena
abadi, yaitu pengaturan rasional atas segala sesuai dengan kodrat rasionalnya, manusia
sesuatu di mana Tuhan yang menjadi harus berperilaku rasional supaya kodrat
penguasa alam semesta : rasionalnya menjadi sempurna Partisipasi
Thomas menempatkan hukum abadi manusia atas Hukum Abadi ini merupakan
dalam peranan yang sangat besar pada manifestasi yang khas untuk hukum kodrat.
teorinya tentang filsafat hukum. Ia Hal ini dapat diartikan bahwa hukum abadif
berpendapat bahwa hukum abadi adalah dan hukum kodrat itu pada dasarnya adalah
sumber dari segala hukum yang berlaku. satu, meskipun bukan dalam arti kesatuan
Hukum abadi adalah sumber langsung dari mutlak Yang menjadi sumber langsung
hukum ilahi maupun hukum kodrat, serta tentang pengenalan dan pemahaman
merupakan sumber tidak langsung dari manusia atas hukum kodrat adalah “akal
hukum manusiawi atau hukum positif. praktis”.
Meskipun demikian, Thomas mengingatkan Jika setiap perbuatan manusia pada
bahwa hukum abadi hanya dapat diamati dasarnya memiliki tujuan tertentu yang
“cahaya”-nya melalui akibat-akibat yang hendak dicapainya, dan tujuan ini memuat
timbul bukan melalui wujudnya. Cahaya hakikat kebaikan, maka kebaikan
hukum abadi hanya dapat dimengerti merupakan inti dari akal praktis dan
melalui analogi dan kias. Sebagai contoh dipahami pada saat manusia berbuat
misalnya meski kita tidak dapat melihat sesuatu. Makna dan hakikat kebaikan, yaitu
matahari secara langsung, namun kita sesuatu yang diinginkan manusia sesuai
masih melihatnya melalui cahayanya di dengan kodrat rasionalnya, merupakan
157
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Jul-Sep/2013
asas pertama bagi akal praktis. Dengan Seperti dikatakan Agustinus, tidak ada
demikian, aturan pertama hukum kodrat, hukum jika hukum itu tidak adil. Maka
yaitu “berbuatlah kebaikan dan hindarilah kebenaran hukum tergantung pada
kejahatan”, menjadi dasar dari semua keadilan yang terkandung di dalamnya.
aturan atau perintah hukum kodrat Namun, dalam perkara-perkara
Hukum kodrat memerintahkan manusia kemanusiaan sesuatu dikatan adil jika
untuk cinta kebaikan dan menjauhi sesuai dengan aturan akal budi Padahal
kejahatan, bahkan bila perlu dihayati seperti telah dikatakan sebelumnya,
melalui hati nurani. aturan pertama dari akal budi adalah
Dari sudut pandang ini, hukum kodrat hukum kodrat Jadi, semua hukum positif
merupakan pernyataan kecenderungan buatan manusia baru akan disebut
struktural atau kecenderungan kodrat yang rasional jika diturunkan dari hukum
melekat pada kodrat manusia. kodrat. Jadi jika ada hukum lain yang
Menurut Thomas, ada tiga, ternyata bertentangan dengan hukum
kecenderungan struktural di dalam kodrat kodrat, ini bukagx hukum, melainkan
manusia, dan ketiganya tersusun secara kemerosotan hukum.
hierarkhis : Hal ini dapat berarti bahwa manusia
1. Kecenderungan yang berlaku sama wajib taat kepada para penguasa negara
untuk semua makhluk hidup, yaitu demi tuntutan keadilan. Jika penguasa
kecenderungan kodrat untuk negara ternyata tidak adil dalam
mempertahankan diri dan menjalankan kekuasaannya, bahkan
keberadaannya. melecehkan nilai-nilai keadilan, atau jika
2. Kecenderungan; yang hanya berlaku mereka memerintahkan hal-hal yang tidak
untuk makhluk hidup yang berjiwa, adil supaya dikerjakan oleh setiap orang,
namun bukan makhluk rasional, yaitu maka warga negara tidak wajib menaati
kecenderungan kodrat untuk mereka. Adapun makna kutipan di atas,
mempertahankan jenis atau spesiesnya. ketidaktaatan warga negara pada penguasa
3. Kecenderungan yang khas manusiawi yang tidak adil bukan hanya merupakan
dan menjadi tanda partisipasi manusia sebuah melainkan sebuah kewajiban.
pada hukum abadi, yaitu
kecenderungan kodrat untuk 3. Hukum Buatan Manusia atau Hukum
berperilaku berdasatkan putusan akal Positif.
serta kecenderungan untuk Dibawah hukum kodrat adalah hukum
merealisasikan kemampuan positif atau hukum buatan manusia. Hukum
rasionalnya. kodrat kita pahami hanya melalui atauran-
Dalam perwujudannya, hukum kodrat aturan kodrat yang bersifat umum. Oleh
memiliki dua bentuk: pertama, karena itu, hukum kodrat memerlukan
kebijaksanaan atau kearifan yang perlu supplement dari hukum lain yang
untuk menjalani hidup dengan “akal diundangkan secara pasti dan terperinci,
praktis”; kedua, aequitas (equity), yaitu yaitu hukum positif.
kewenangan pemerintah untuk Ada dua bentuk hukum positif, yaitu :
meninggalkan ketentuan hukum jika hukum positif “deklaratif” dan hukum
penerapan harfiahnya justru positif “determinative”. Hukum positif
menghilangkan “semangat kalimat”- nya; deklaratif menyatakan atau menyimpulkan
Dalam Summa Theologiae, Thomas hal-hal yang diatur di dalam hukum kodrat,
Aquinas sebagai berikut: seperti misalnya : larangan membunuh,
mencuri, dan sebagainya. Hukum positif
158
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013
159
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Jul-Sep/2013
tentang Prinsip Syariah dalam praktek Ayat (1) : Dalam memberikan kredit
perbankan di Indonesia. Penerapan prinsip atau pembiayaan berdasarkan
syariah dalam bidang perkreditan dan prinsip syariah, Bank Umum
pembiayaan baru muncul setelah wajib mempunyai keyakinan
dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 berdasarkan analisis yang
tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun mendalam atas itikad baik dan
1992. kemampuan serta
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 kesanggupan nasabah debitur
butir 12 dan 13 berbunyi sebagai berikut: untuk melunasi utangnya atau
Butir 12 : Pembiayaan berdasarkan mengembalikan pembiayaan
Prinsip Syariah adalah dimaksud sesuai dengan yang
penyediaan uang atau tagihan diperjanjikan
yang dipersamakan dengan itu Ayat (2) : Bank Umum wajib memiliki
berdasarkan persetujuan atau dan menerapkan pedoman
kesepakatan antara bank perkreditan dan pembiayaan
dengan pihak lain yang berdasarkan prinsip syariah,
mewajibkan pihak yang sesuai dengan ketentuan yang
dibiayai untuk mengembalikan ditetapkan oleh Bank
uang atau tagihan tersebut Indonesia.
setelah jangka waktu tertentu Perkreditan merupakan salah satu
dengan imbalan atau bagi bidang usaha yang paling potensial untuk
hasil. mendatangkan profit bagi perbankan, jika
Butir 13 : Prinsip Syariah adalah aturan dibandingkan dengan bidang usaha lainnya.
perjanjian berdasarkan hukum Itulah sebabnya perkreditan selalu menjadi
Islam antara bank dengan bidang usaha unggulan oleh kalangan
pihak lain untuk menyimpan perbankan. Sekalipun tidak dapat disangkal
dana dan/atau pembiayaan bahwa kredit juga memiliki tingkat risiko
kegiatan usaha atau kegiatan yang cukup tinggi jika dalam penyalurannya
lainnya yang dinyatakan sesuai tidak dilakukan penilaian dan analisis yang
dengan syariah, antara lain akurat serta mengabaikan prinsip-prinsip
pembiayaan berdasarkan perkreditan yang sehat, sehingga
prinsip bagi hasil menyebabkan terjadi kemacetan.
(mudharabah), pembiayan Bahwa penerapan Prinsip Syariah dalam
berdasarkan prinsip usaha perbankan di Indonesia saat ini tidak
penyertaan modal terlalu menguntungkan pihak nasabah
(musharakah), atau maupun lembaga perbankan sendiri,
pembiayaan barang modal apabila ditinjau dari prinsip-prinsip hukum
berdasarkan prinsip sewa bisnis. Oleh karena bank adalah merupakan
murni tanpa pilihan (ijarah) badan usaha yang pendiriannya semata-
atau dengan adanya pilihan mata untuk mencari laba. Sebagian besar
pemindahan kepemilikan atas laba bank justru diperoleh dan bersumber
barang yang disewa dari pihak dari bunga kredit dan sebagian lain lagi dari
bank oleh pihak lain (ijarah wa hasil kegiatan pembiayaan lainnya, di
iqtina). samping jasa-jasa.
Selanjutnya di dalam Pasal 8 ayat (1) dan Mengingat lembaga perbankan
(2) UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan : merupakan urat nadi pembangunan
ekonomi bangsa maka seyogianya
160
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013
161
Lex Privatum, Vol.I/No.3/Jul-Sep/2013
DAFTAR PUSTAKA.
Achmad Ali, 1996, Menguak Tabir Hukum
(Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Cetakan I, Chandra Pratama, Jakarta.
E. Sumaryono, 2002, Etika & Hukum,
Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas
Aquinas, Kanisius, Yogyakarta.
Hans Kelsen, 1995, Teori Hukum Murni,
Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif,
Alih Bahasa oleh Drs Somardi, Cetakan I,
Rimdi Press, Jakarta.
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2002,
Pengantar Filsafat Hukum, Cetakan ke III,
Mandar Maju, Bandung.
Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan
di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1993.
O. P. Simorangkir., Pengantar Lembaga
Keuangan Bank & Nonbank, cetakan ke-
2, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004.
Rahmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum
Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2001
W. Friedmenn, 1996, Teori & Filsafat
Hukum, Telaah Kritis Atas Teori-Teori
Hukum, Diterjemahkan oleh Mohammad
Arifin, Cetakan ketiga, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
162