Anda di halaman 1dari 4

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Definisi
Menurut Dewi, T., dan Risilwa, M., 2017 kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium
kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang terjadi di ovarium, cavum
abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter.

Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan ektopik melibatkan banyak faktor. Secara teoritis, semua
faktor yang mengganggu migrasi embrio ke dalam rongga endometrium dapat menyebabkan
kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan penyebab dari separuh kasus kehamilan ektopik.
Obstruksi dapat terjadi karena inflamasi kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis
(Kurniawan, A., dan Mutiara, H., 2016).

Gejala
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik menurut Lomboan, P., et al., 2015 adalah
1. Riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea yang diikuti
2. Perdarahan abnormal (60-80%),
3. Nyeri abdominal atau pelvik (95%)
Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6–8 minggu saat
timbulnya gejala tersebut di atas.
Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual,
rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan
fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa.

Patofisiologi
Ruptur umumnya terjadi spontan dan awitan rupture dipengaruhi oleh lokasi implantasi.
Apabila berada di ismus, waktu ruptur biasanya pada minggu ke-6 sampai 8 kehamilan
karena diameternya relatif kecil. Implantasi di ampulla biasanya rupture pada minggu ke-8
sampai 12, sedangkan di interstisium pada minggu ke-12 sampai 16 kehamilan. Pendarahan
pada ruptur interstisium umumnya lebih masif karena lebih dekat dengan pembuluh darah
uterus dan ovarium. Setelah ruptur, hasil konsepsi dapat diserap atau tinggal menjadi massa
pada abdomen (Liwang, F., dan Kayika I., 2020).

Faktor Resiko
Faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya ialah: Infeksi saluran telur (salpingitis)
dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur, riwayat operasi tuba, cacat
bawaan pada tuba seperti tuba sangat panjang, kehamilan ektopik sebelumnya, aborsi tuba,
pemakaian IUD, kelainan zigot. yaitu kelainan kromosom, bekas radang pada tuba
menyebabkan perubahan – perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilitas dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat, operasi plastik pada tuba, dan abortus buatan
(Lomboan, P., et al., 2015).

Pemeriksaan Fisik
Pada Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) yang ruptur dapat terlihat pucat, takikardia,
hipotensi dengan distensi abdomen, kekakuan hemoperitoneum dan nyeri gerak serviks.
Apabila pendarahan per-vaginam banyak, terdapat tanda-tanda syok seperti tekanan darah
menurun dan pernafasan meningkat.

Adanya darah di rongga peritoneum akibat ruptur kehamilan ektopik akan menimbulkan
nyeri tekan. Pemeriksaan spekulum mungkin menunjukkan darah di vagina. Pemeriksaan
bimanual untuk memeriksa massa adneksa dapat dilakukan dengan sangat hati-hati karena
tindakan ini dapat menyebabkan ruptur kehamilan ektopik (Nama, V., Manyonda, I., 2008).

Pemeriksaan penunjang
1. Darah perifer lengkap : hemoglobin atau hematocrit, untuk skrining kegawatdaruratan
2. Pemeriksaan kehamilan : Beta-hCG positif pada kehamilan ektopik
3. Pemeriksaan khusus : USG untuk membedakan dengan kehamilan normal, abortus, dan
blighted ovum. Modalitas pemeriksaan lainnya antara lain laparoskopi dan MRI

Terapi
1. Non bedah
Terapi medis dengan metotreksat (MTX) menjadi pilihan utama setelah diagnosis KE dengan
USG dan kadar βHCG yang tanpa memerlukan tindakan bedah.(4) Indikasi pemberian MTX
dapat diberikan pada pasien stabil, asimtomatik, kadar βHCG ≤3000 – 5000 mlU/mL dan
tanpa bukti hemoperitonium maupun aktivitas jantung janin pada USG (Dewi, T., dan
Risilwa, M., 2017).
2. Bedah
Penanganan kehamilan ektopik pada umunya ialah laparotomi. Dalam tindakan demikian,
beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dari dokter operator, dan kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat. Hasil perimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan ppembedahan konservatif dalam
arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba (Lomboan, P., et al., 2015).

Prognosis
Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, oleh karena itu deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan merupakan tatalaksana yang disarankan yaitu dengan obat-obatan atau operasi.
Daftar Pustaka
Kurniawan, A., dan Mutiara, H. 2016. Kehamilan Ektopik Di Abdomen. Jurnal Medula
Unila. Volume 5, Nomor 2, Hal 1-4.
Lomboan, P.S., Mamengko, L., Wantania, J. 2015. Gambaran Kehamilan Ektopik Terganggu
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari 2012 - 31 Desember 2013 .
Jurnal e-Clinic (eCl). Volume 3, Nomor 2, Hal 624-628.
Dewi, T. P., dan Risilwa, M. 2017. Kehamilan Ektopik Terganggu: Sebuah Tinjauan Kasus.
Jurnal Kedokteran Syaih Kuala. Volume 17, Nomor 1, Hal 26-32.
Nama, V., dan Manyonda, I. 2009. Tubal ectopic pregnancy: diagnosis and management.
Jurnal Arch Gynecol Obstet. Volume 279, Nomor 4, Hal 443-453.
Liwang, F., dan Kayika, I P. G. 2020. Pendarahan Pada Kehamilan Muda. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Jilid II. Edisi ke-5. Depok: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai