Pembimbing:
dr. Gupita Nareswari, Sp.Rad
Disusun Oleh:
Gusta Nieskala L. 31.191.004
Refia Putri Restiana 31.191.067
Mardyansyah 031.19.001
Jufia Syahailatua 030.14.105
Abryanna Eka Putri 030.14.001
Disusun oleh :
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat serta
bimbingannya dalam penulisan tugas referat ini sehingga tugas referat yang berjudul
“Gambaran Radiologi Hirsprung Disease " ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Gupita Nareswari, Sp.Rad selaku pembimbing penulis di kepaniteraan klinik
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti periode 7 September- 18 September
2020.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah yang
disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara serta masyarakat luas pada
umumnya di masa yang akan datang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
1. Anatomi...............................................................................................5
2. Fisiologi...............................................................................................5
3. Definisi................................................................................................6
4. Epidemiologi.......................................................................................6
5. Etiologi................................................................................................6
6. Patofisiologi........................................................................................7
7. Manifestasi Klinis.............................................................................10
8. Penegakkan Diagnosis.......................................................................12
9. Tatalaksana........................................................................................21
10. Komplikasi........................................................................................25
11. Prognosis...........................................................................................26
BAB III KESIMPULAN........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Anatomi colon.................................................................................. 3
Gambar 2 Anatomi colon bagian dalam........................................................... 4
Gambar 3 Histologi sel ganglion...................................................................... 5
Gambar 4 Patofisiologi Hirsprung Disease..................................................... 7
Gambar 5 Neonatus dengan Hirsprung Disease.............................................. 10
Gambar 6 Zona transisi pada pemeriksaan barium enema............................... 14
Gambar 7 Gambaran radiologi barium enema pada pasien Hirsprung disease 14
Gambar 8 Gambaran zona transisi.................................................................... 15
Gambar 9 Gambaran rektum pada barium enema............................................ 15
Gambar 10 Gambaran spasme pada segmen aganglionik................................. 16
Gambar 11 Gambaran penyempitan bagian rektum dan sigmoid sisi lateral . . 16
Gambar 12 Gambaran pemeriksaan barium enema pada neonatus.................. 17
Gambar 13 Gambaran megakolon pada barium enema.................................... 17
Gambar 14 Gambaran hirsprung disease tipe segmen pendek ........................ 18
Gambar 15 Gambaran hirsprung disease.......................................................... 18
Gambar 16 Gambaran Hirsprung disease pada neonatus usia 6 bulan............. 19
Gambar 17 Gambaran manometri anorectal..................................................... 20
Gambar 18 Prosedur bedah definitif........................................................... 23
Gambar 19 Perbedaan prosedur bedah definitif............................................... 24
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Beberapa faktor resiko terjadinya HD pada neonatus adalah faktor bayi 0-28 hari,
riwayat sindrom down, faktor ibu yang melahirkan usia >35 tahun, ras yang beresiko
terkena pada keluarga perkawinan kerabat dekat atau incest. Terdapat trias gambaran
klinis yang sering didapatkan dalam menegakkan diagnose tersebut. Pertama tidak
dijumpai keluarnya mekonium atau terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Distensi abdomen merupakan manifestasi dari obstruksi dari usus dan bias juga
disebabkan oleh kelainan lain seperti atresia ileum. Muntah berwarna hijau juga dapat
ditemui pada kelainan lain seperti gangguan pasase usus, enterokolitis nekrotikans atau
peritonitis intrauterine. Hirschprung Disease dapat menyerang pasien pada usia berapa
saja, namun seringnya ditemukan pada usia 2-4 minggu. Gejalanya berupa diare, distensi
abdomen, feses berbau busuk dan disertai demam .(7)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Usus besar terdiri dari cecum, apendiks, ascending colon, transverse colon,
descending colon, sigmoid colon, rektum, dan anal canal. (8) Mukosa usus besar terdiri dari
epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada
lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan
sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.
Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan- lipatan
yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula
lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra
coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler.(8)
Ganglion merupakan kumpulan badan sel saraf diluar atau di dalam system saraf pusat.(9)
Usus besar memiliki 3 fungsi primer yaitu: mengabsorpsi air dan elektrolit,
menuju rektum yang kemudian akan dieliminasi. Pada saat bahan yang tidak dapat
dicerna mencapai usus besar, sebagian besar nutrisi dan hingga 90% air telah diabsorpsi
oleh usus kecil. Kemudian peran dari ascending colon adalah untuk mengabsorpsi sisa air
dan nutrisi penting lainnya dari bahan yang tidak dapat dicerna sebelumnya,
memadatkannya menjadi bentuk suatu feses. Kemudian melalui transverse colon dan
descending colon sampai pada sigmoid colon. Sigmoid colon akan berkontraksi untuk
meningkatkan tekanan dalam colon, menyebabkan feses berpindah ke rektum. Kemudian
2.3 Definisi
2.4 Epidemiologi
neonatus dan bayi. Prevalensi pada hirschprung disease dilaporkan sekitar 1 dari 5000
kelahiran atau 1:5000 dan insidensinya lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
2.5 Etiologi
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita HD ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.(7)
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
Pada dasarnya pemeriksaan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosa dari penyakit Hirschsprung. Kita dapat melihat dengan
jelas tanda dan gejala yang muncul saat melakukan pemeriksaan fisik. Berikut
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain (18)
Pada anak penderita Hirschsprung akan sangat terlihat
pembesaran dari perutnya
Pemeriksaan colok dubur, dimana sering sekali pada
pemeriksaan ini menunjukkan rektum yang kosong di sekitar jari
pemeriksa, memberikan kesan bahwa sfingter yang memanjang.
Pada saat jari ditarik keluar dari anus, seringkali feses yang
tertahan menyemprot keluar.
c Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen (BNO)
Sulit untuk membedakan antara distensi kolon dengan distensi pada
usus kecil jika hanya melalui foto polos abdomen. Oleh karena itu,
harus dilakukan pemeriksaan radiologi lanjutan untuk mendiagnosa
penyakit ini. Pemeriksaan dengan barium enema adalah pemeriksaan
yang terbaik untuk melihat obstruksi yang disebabkan oleh penyakit
Hirschsprung ini.(19)
Pemeriksaan Barium Enema
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda
khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daereah rectum dan
sigmoid.(20)
Gambar 6 Pemeriksaan barium enema menunjukkan zona transisi. Zona ini
merupakan transisi dari dilatasi usus yang biasanya diinervasi normal. (21)
Gambar 9. Rektum pada bayi baru lahir ini kelihatan lebih kecil dari sigmoid dan kolon
descendens, tetapi tidak terdapat zona transisi yang jelas. (22)
Gambar 10. Pemeriksaan dengan kontras (barium enema) pada bayi lainnya
menunjukkan segmen aganglionik yang ireguler dan mengalami spasme. (22)
Gambar 11. Tampak penyempitan dibagian rektum dan sigmoid pada foto barium
enema sisi lateral(22)
Semakin lanjut usia pasien saat terdeteksi penyakit ini, maka semakin jelas
perbedaan yang tampak antara usus yang normal dan abnormal.(19)
Gambar 12. Pemeriksaan barium enema pada bayi baru lahir dengan penyakit
Hirschsprung. Biasanya perubahan klasik dari penyakit ini tidak begitu jelas pada
periode neonatal.(22)
Anorektal manometri
Pemeriksaan anorektal manometri dilakukan pertama kali oleh
Swenson pada tahun 1949 dengan memasukkan balón kecil dengan
kedalaman yang berbeda- beda dalam rektum dan kolon. Alat ini
melakukan pemeriksaan objektif terhadap fungsi fisiologi defekasi pada
penyakit yang melibatkan spingter anorektal. Pada dasarnya, alat ini
memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti
poligraph atau komputer. Beberapa hasil manometri anorektal yang
spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah (16)
1 Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2 Tidak didapati kontraksi peristaltik yang terkoordinasi
pada segmen usus aganglionik; Motilitas usus normal
digantikan oleh kontraksi yang tidak terkoordinasi dengan
intensitas dan kurun waktu yang berbeda-beda.
3 Refleks inhibisi antara rektum dan sfingter anal internal
tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feses. Tidak
dijumpai relaksasi spontan.
Biopsi rektum
Biopsi rektum merupakan tes yang paling akurat untuk
mendeteksi penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian sangat
kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan
penyakit Hirschsprung tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel
yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan
menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan
jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi.
Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit
Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada
jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan untuk
mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih
banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah
untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel
ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.(24)
2.9 Tatalaksana
Pada pasien neonatus dan anak-anak dengan Hirschsprung Disease, harus
dirujuk ke dokter spesialis bedah anak yang tersedia untuk mendapatkan tatalaksana
definitif perawatan yang pasti.(25) Konsultasi genetik dapat diindikasikan apabila
dicurigai adanya kelainan pada kromosom.(26)
Tujuan umum perawatan medis Hirschsprung Disease, yaitu untuk mengobati
manifestasi dan komplikasi Hirschsprung Disease, yang tidak diobati. Kemudian
untuk melakukan tindakan sementara sampai operasi rekonstruksi definitif dan
untuk mengelola fungsi usus pasca operasi.(26)
Sejumlah prosedur bedah definitif telah menunjukkan hasil yang sangat baik bila
dilakukan oleh ahli bedah yang telah berpengalaman. Terdapat tiga buah tindakan
bedah definitif yang paling sering dilakukan, yakni adalah prosedur Swenson,
Duhamel, dan Soave. Diketahui bahwa prosedur Duhamel dan soave memberikan hasil
yang lebih baik dan dapat digunakan pada kasus aganglionik total.(27)
a. Prosedur Swenson
b. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai
modifikasi dari prosedur Swenson. Pendekatan retrorektal digunakan, dan
segmen rektum aganglionik yang signifikan dipertahankan. Prosedur dilakukan
dengan melakukan reseksi usus aganglionik hingga ke rektum, dan rektum
berada di luar. Usus proksimal kemudian dibawa melalui ruang retrorektal
(antara rektum dan sakrum), dan anastomosis ujung ke sisi dilakukan dengan
rektum yang tersisa.
c. Prosedur Soave
1. Enterokolitis
Enterokolitis menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
pada pasien dengan Hirschsprung disease dan dapat berkembang menjadi toxic
megacolon. [30] Enterokolitis ditandai dengan peradangan pada usus besar atau
mukosa usus halus. Seiring dengan perkembangan penyakit, lumen usus terisi
dengan eksudat fibrinosa, dan meningkatnya risiko perforasi. Proses ini dapat
terjadi di segmen aganglionik atau ganglionik usus. Pasien biasanya datang
dengan diare, perut kembung, demam, muntah, dan kelesuan.
Diketahui sekitar 10%-30% pasien dengan Hirschsprung disease
mengalami enterokolitis. Maka dari itu, identifikasi awal gejala sangat penting.
Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu terdiri dari resusitasi cairan, pemberian
antibiotik spektrum luas secara intravena dan dekompresi usus.
2. Konstipasi
Konstipasi dapat disebabkan oleh megakolon fungsional atau obstruksi
mekanis setelah prosedur Duhamel ataupun Soave. Pemeriksaan rektal dan
kontras enema sangat membantu untuk membantu mengidentifikasi penyebab
mekanis. Penyebab lainnya yaitu termasuk aganglionosis berulang atau residual
dan achalasia sfingter ani internal.
3. Soiling
Soiling dapat disebabkan oleh sensasi rektal yang abnormal, fungsi sfingter
abnormal, atau pseudoincontinenc'. Hal ini juga dapat terjadi jika sfingter ani
interna rusak selama prosedur pull-through.
2.11 Prognosis(30)
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND
th
SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17 edition. Elsevier-Saunders.
Philadelphia. Page 2113-2114
2. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprung’s Disease
rd
in: Ashcraft Pediatric Surgery 3 edition W.B. Saunders Company.
Philadelphia. page 453-468.
3. Rochadi.Hipoalbuminemia prabedah sebagai factor prognostic enterokolitis
pasca bedah penderita megakolon kongenital (Hirsprung’s disease).Jurnal Gizi
Klinik Indonesia.Januari 2013;9(3):111-16
4. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery
th
in: Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8 edition. McGraw-Hill. New
York. Page 1496-1498.
5. Estevao-Costa J, Fragoso AC, Campos M, Soares- Oliveira M, Carvalho JL. An
approach to minimize postoperative enterocolitis in Hirschprung’s disease. J
Pediatr Surg 2006;41(10):1704-07.
6. El-Sawaf MI, Drongowski RA, Chamberlain JN, Coran AG, Teitelbaum DH.
Are the long term results of the transanal pull-through equal to those of the
transabdominal pull-through? A comparison of the 2 approaches for
Hirschsprung disease. J Pediatr Surg 2007;42(1):41-7.
25. Ralls MW, Coran AG, Teitelbaum DH. Redo pullthrough for Hirschsprung
disease. Pediatr Surg Int. 2017 Apr. 33(4):455-60.
26. Hirschsprung Disease Treatment & Management: Approach Considerations,
Medical Care, Surgical Care. Medscape. 2020. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/178493-treatment#showall [cited 26
September 2020]
27. Langer J C. Hirschsprung Disease. Dalam: Coran AG, Adzick NS, Krummel
TM, Laberge JM, Caldamone A, Shamberger R, editor. Pediatric Surgery. Edisi
7. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.h. 1265-78