Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar teori
2.1.1. Pengertian nyeri
Menurut Bahrudin M. (2017) Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emos
ional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun po
tensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.Mekanisme timbu
lnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, peruba
han fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan p
enurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri
terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
2.1.2. Fisiologi nyeri
Menurut Bahrudin M. (2017) Mekanisme timbulnya nyeri didasari
oleh proses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip,
sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penuru
nan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif ny
eri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi, dan pe
rsepsi.
1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahka
n stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe ser
abut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C. Ser
abut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokk
an sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta da
n C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut sa
raf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dor
salis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron a
feren primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimi
awi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhub
ungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kap
pa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunya
i jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya
ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spin
alis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan pengh
ambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupak
an hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, da
n karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyer
i adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus ku
at yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara
anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak
bermiyelin dari syaraf aferen.
2.1.3. Klasifikasi nyeri
Klasifikasi nyeri Menurut Lusianah dkk (2012) nyeri dapat diklasifikasika
n kedalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nye
ri, dan waktu lamanya serangan.
1. Nyeri berdasarkan tempatnya
a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pa
da kulit, mukosa.
b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dala
m atau pada organ-organ tubuh visceral.
c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/str
uktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah yang berb
eda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem sar
af pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
e. Nyeri akibat kanker merupakan nyeri yang dirasakan pada klien yang men
derita kanker. Nyeri yang dirasakan biasanya bersifat akut atau kronis. Nye
ri kanker disebabkan oleh berkembangnya tumor dan berhubungan dengan
proses patologis, prosedur invasif, toksin-toksin dari pengobatan, infeksi d
an keterbatasan secara fisik. Nyeri ini 10 dirasakan pada lokasi dimana tu
mor berada atau tidak jauh dari tumor atau kanker.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilan
g.
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta yang dirasakan
dalam waktu yang lama.
c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan ku
at. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, k
emudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
b. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan b
erakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui de
ngan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka o
perasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
Nyeri akut merupakan nyeri yang bersifat sementara, mendadak, area
nyeri teridentifikasi. Gejala nyeri muncul seperti berkeringat, pucat, pe
ningkatan tekanan darah, nadi dan pernapasan.
b. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan be
rtahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan perio
de yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali nyeri, d
an begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya
rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa makin lama semakin meningka
t intensitasnya walaupun telah diberikan pengobatan. Misalnya, pada n
yeri karena neoplasma. 11 Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlang
sung lebih dari 5 bulan, lokasi nyeri tidak teridentifikasi, sulit dihilang
kan, tidak ada perubahan pada tanda-tanda vital tubuh. · Nyeri kronis y
ang tak teratur merupakan nyeri yang sesekali terjadi dalam jangka wa
kru tertentu. Nyeri berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu.
2.2. Uraian Bahan
2.2.1. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, Etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Struktur :

Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan


semua pelarut organik.
Pemerian : Cairan tak berwarna; jernih; mudah menguap; dan mu
dah bergerak; bau khas dan rasa panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Antiseptik (menghambat mikroorganisme)
Kegunaan : Mensterilkan alat.
2.2.2. Aquadest (Dirjen POM, 1979 )
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18.02 gram/mol
Rumus Struktur :
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan.
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak me
mpunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan
2.2.3. Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM
Nama Lain : Natrium karboksimetil selulosa
Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kuning gading,
tidak berbau,dan bersifat higroskopik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk
suspense koloida, tidak larut dalam etanol
Kegunaan : Sebagai kontrol
2.2.4. Pepton (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : PEPTON
Nama Lain : Pepton
Pemerian : Serbuk, kuning sampai coklat, bau khas, tidak
busuk
Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan berwarna,
coklat kekuningan yang bereaksi asam.
Kegunaan : Sebegai penginduksi.
2.3. Uraian obat
2.3.1. Paracetamol ( Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetaminofen, parasetamol
Rumus molekul : C6H9NO2
Pemerian : Hablur/serbuk putih, tidak berbau, dan rasa
pahit
Kelarutan : Larut daam 70 bagian air, dalam 70 bagian
etanol, 13 bagian aseton P, 40 bagian
gliserol, propilenglikol P, dan
alkalihidroksi
Pentimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai obat antipiretik dan analgetik
Indikasi : Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk
bagi pasien yang tidak tahan asetosal.
Sebagai analgesik, misalnya untuk
mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala,
sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada
otot.menurunkan demam pada influenza
dan setelah vaksinasi.
Efek samping :  Demam yang disertai menggigil atau
sakit tenggorokan yang tidak terkait
dengan penyakit sebelumnya menjadi
tanda dari reaksi alergi terhadap
parasetamol.
 Luka, bintik-bintik putih di mulut dan
bibir, dan luka pada mulut juga
merupakan efek samping lain yang bisa
terjadi.
 Selain itu, ruam kulit atau gatal-gatal
dicatat pula sebagai efek samping yang
lebih umum, dan dalam beberapa kasus,
terjadi perdarahan atau memar yang tidak
biasa
Kontra indkasi : Parasetamol jangan diberikan kepada
penderita hipersensitif/alergi terhadap
Paracetamol. Penderita gangguan fungsi
hati berat.
Farmakologi : Paracetamol atau acetaminophen adalah
obat yang mempunyai efek mengurangi
nyeri (analgesik) dan menurunkan demam
(antipiretik). Parasetamol mengurangi
nyeri dengan cara menghambat
impuls/rangsang nyeri di perifer.
Parasetamol menurunkan demam dengan
cara menghambat pusat pengatur panas
tubuh di hipotalamus.
Paracetamol (parasetamol) sering
digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit seperti sakit kepala, nyeri otot,
radang sendi, sakit gigi, flu dan demam.
Parasetamol mempunyai efek mengurangi
nyeri pada radang sendi (arthritis) tapi
tidak mempunyai efek mengobati
penyebab peradangan dan pembengkakan
sendi.
Farmakodinami : Parasetamol adalah drivat p-aminofenol
k yang mempunyai sifat antipiretik /
analgesik. 
Sifat antipiretiknyadisebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga
berdasarkan efek sentral. Sifat analgesik
Parasetamol dapat menghilangkan rasa
nyeri ringan sampai sedang. Sifat
antiinflamasinya sangat rendah sehingga
tidak digunakan sebagai antirematik. Pada
penggunaan per oral Parasetamol diserap
dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar
maksimum dalam plasma dicapai dalam
waktu 30 menit sampai 60 menit setelah
pemberian. Parasetamol diekskresikan
melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa
mengalami perubahan dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi.
Dosis : Paracetamol Tablet
 Dewasa dan anak  di atas 12 tahun : 1
tablet, 3 – 4 kali sehari.
 Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ – 1, tablet 3
– 4 kali sehari.
Paracetamol Sirup 125 mg/5 ml
 Anak usia 0 – 1 tahun : ½ sendok takar
(5 mL), 3 – 4 kali sehari.
 Anak usia 1 – 2 tahun : 1 sendok takar (5
mL), 3 – 4 kali sehari.
 Anak usia 2 – 6 tahun : 1 – 2 sendok
takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.
 Anak usia 6 – 9 tahun : 2 – 3 sendok
takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.
 Anak usia 9 – 12 tahun : 3 – 4 sendok
takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Mus musculus) Menurut Rudy (2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae Gambar 2.3
Genus : Mus Mencit (Mus musculus)
Spesies : Mus musculus
2.4.2 Karakteristik Mencit (Mus musculus) menurut Kusumawati (2014)
Masa pebertas : 4 – 5 hari (poliestrus)
Masa beranak : 7 – 18 bulan
Masa hamil : 19 – 21 hari
Jumlah sekali lahir : 10 – 12 ekor
Masa hidup : 1,5 – 3,0 tahun
Masa tumbuh : 50 hari
Masa menyusui : 21 hari
Frekuensi kelahiran : 6 – 10 kali kelahiran
Suhu tubuh : 36,5 -38,0 0 C
Laju respirasi : 163 x / mn
Tekanan darah : 113-147/81-106 mm Hg
Volume darah : 76 – 80 mg/kg
Luas permukaan tubuh : 20 g : 36 cm
2.4.3 Sifat Hewan Coba
Mencit merupakan hewan yang sering digunakan sebagai hewanlaboratori
um. Penggunaan mencit sebagai model laboratorium berkisar 40%. Mencit banya
k digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus
hidup relative pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tin
ggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip h
ewan mamalia lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Selain itu, mencit dap
at hidup mencapai umur 1-3 tahun. (Rudy,2018).
Dapus

Bahrudin. M., 2017. Patofisiologi nyeri. 13(1). 17-13


Lusianah, Indaryani, E. D., & Suratun. (2012). Prosedur Keperawatan (p. 287).
: Trans Info Media. Jakarta
Kusmawati, D. 2014. Bersahabat dengan Hewan Coba. : Gadjah mada University
press. Yogyakarta
Dirjen POM. 1979. farmakope indonesia. Jakarta
Rudy A. (2018). mengenal mencit sebagai hewan laboratorium. Mulawarman
university press. Samarinda

Anda mungkin juga menyukai