Diktat Sinyal Dan Sistem
Diktat Sinyal Dan Sistem
Untuk membedakan sinyal waktu kontinyu dan sinyal waktu diskrit digunakan
simbol t untuk mewakili variabel waktu kontinyu dan n untuk variabel waktu
diskrit.
Contoh sinyal kontinyu:
dv
vc (t ) + RC c = v(t ), tε Re al
dt
vc (t ) = 1 − e − t / RC , t≥0
x(t)
0
t
0
n
1.2 Contoh-contoh aplikasi
Konsep dan teknik sinyal dan sistem banyak digunakan di berbagai bidang
ilmu diantaranya :
Pemrosesan sinyal
d(derau)
s(sinyal + y ≈ s
Filter
Sinyal yang
u = s+d diterima
(Sinyal yang
diterima)
Komunikasi
Sinyal
termodulasi
s(pesan) y
Modulasi Demodulasi
(Pesan yang
Asal Media Tujuan diterima)
Transmisi
Kontrol otomatik
vr + vr - v v
Kontroler Ship
-
2 Sinyal dan Sistem
2.1 Definisi matematis sinyal, sinyal diskrit, dan sinyal kontinyu
Sinyal : Jika A ⊂ Real / A ⊂ Complex dan T ⊂ real maka x: T → A adalah
sinyal dengan sumbu sinyal T dan sumbu kisaran A.
Himpunan semua sinyal x: T → A : powerset {x: T → A} = AT
Sinyal diskrit :
a) T ⊂ Real adalah diskrit jika mengandung himpunan (set)
terbatas/countable waktu-waktu sesaat (time instants).
b) Sinyal waktu yang sumbu waktunya diskrit adalah sinyal waktu diskrit.
Sinyal kontinyu :
a) T ⊂ Real adalah kontinyu jika mengandung jika mengandung suatu
interval dalam Real.
b) Sinyal waktu yang sumbu waktunya kontinyu adalah sinyal waktu
kontinyu.
Refleksi
0
t ==========> 0
t
x[n] x[-n]
Refleksi
0
n ==========> 0
n
0 0 0
t t t
x[n] x[2n] x[n/2]
0 0 0
n n n
Delay Waktu
0
t ==========> t0 t
x[n] x[n]
Delay Waktu
0 ==========> 0 n0
n n
d) Sampling
Def : A = Sumbu kisaran
Tcon = Sumbu waktu kontinyu
Tdis = Sumbu waktu diskrit, Tdis < Tcon
Maka sampling sinyal waktu kontinyu x ε ATcon pada sumbu waktu diskrit
Tdis menghasilkan sinyal tercacah x* ε ATcon
e) Interpolasi
Def : A = Sumbu kisaran
Tdis = Sumbu waktu diskrit
Tcon = Sumbu waktu kontinyu, Tcon > Tdis
Maka x ε ATcon disebut interpolasi x* pada Tcon jika x(t) = x*(t) pada semua
t ε Tdis.
f) Kuantisasi
Setiap transformasi kisaran : Aold → Anew, sehingga Anew adalah himpunan
terbatas.
Sumbu kisaran: Analog → Digital
Sumbu waktu: Kontinyu → Diskrit
2.3 Sinyal ganjil dan genap
Sinyal ganjil
Sinyal ganjil mempunyai sifat; x(t) = - x(-t) atau x[n] = - x[-n]
Sinyal ganjil dari x(t) = od{x(t)} = ½[x(t) - x(-t)]
Sinyal ganjil dari x[n] = od{x[n]} = ½{x[n] - x[-n]}
Sinyal genap
Sinyal genap mempunyai sifat; x(t) = x(-t) atau x[n] = x[-n]
Sinyal genap dari x(t) = ev{x(t)} = ½[x(t) + x(-t)]
Sinyal genap dari x[n] = ev{x[n]} = ½{x[n] + x[-n]}
Setiap sinyal selalu dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari dua sinyal yaitu
sinyal ganjil dan sinyal genap.
x(t)
S. Ganjil {x(t)} = od{x(t)} S. Genap {x(t)} = ev{x(t)}
1
½ ½
0 1 2 t -2 -1 0 1 2 t -2 -1 0 1 2 t
(a) -½
0 t
b). Unit impuls
0, t ≠ 0 δ(t)
δ (t ) =
∞, t = 0
∞
δ (t ) = 1 ( Luas = 1) 0 t
−∞
c
t
c
t
d). Periodisitas
x(t) = ejω0t = ejω0(t+T)
ejω0T = 1 Jika ω0 = 0, T sebarang dan T0 tak terdefinisi
2π
Jika ω0 ≠ 0, T0 =
| ω0 |
0, n < 0 1
u[n] = ....
1, n ≥ 0 ...
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 n
0 n
x[n]
n
-
Jika 0 < α < 1 maka x[n] akan bersifat decaying eksponensial
tidak berganti-ganti tanda
x[n]
n
Jika α < -1 maka x[n] akan bersifat growing eksponensial
berganti-ganti tanda
x[n]
n
-c
x(n)
n
Jika α < 1 maka x[n] akan bersifat decaying sinusoidal
x(n)
x(n)
d). Periodisitas
x[n] = ejΩ0n
ejΩ0n = ejΩ0(n + N) (Syarat periodisitas)
Ω m
Ω 0N = 2πm atau 0 = , harus bilangan rasional (N > 0 dan m =
2π N
integer)
Syarat tersebut hanya akan periodik hanya jika syarat diatas dipenuhi
(Tidak unutk setiap Ω 0)
e). Eksponensial harmonik diskrit
Sinyal eksponensial yang frekuensi-frekuensi dasarnya kelipatan bulat
frekuensi dasar terkecil.
φk[n] = ejk(2π/N)n, dengan k = 0, ±1, ±2, ±3, . . . .
φk+N[n] = ej(k+N)(2π/N)n = ej2πnejk(2π/N)n = φk[n]
Hanya ada N buah eksponensial harmonik yang berbeda. φ0[n],
φ1[n], . . . . . . , φN-1[n] (yang lain identik misalkan φ0[n] = φN[n])
Sampling pada sinyal periodik kontinyu belum tentu memberikan
sinyal diskrit periodik (“envelope” nya saja yang tetap periodik)
Contoh : x(t) = cos2πt → x[n] = x[nT] = cos[(2πT)n] = cosΩ0n
Pada T = 1/12, x[n] periodik
Pada T = 4/32, x[n] periodik
Pada T = 1/(12π), x[n] tak periodik
envelope
waktu
2.7 Sistem : Definisi Sistem, Interkoneksi Sistem
Sistem dapat dipandang sebagai setiap proses transformasi sinyal
Sinyal Input Sinyal Output
Transformasi
Sistem Diskrit (SD)
x[n] SD y[n]
Transformasi : diskrit dikrit
Sistem Kontinyu (SK)
x(t) SK y(t)
Transformasi : kontinyu kontinyu
Interkoneksi sistem
a) Seri/kaskade
x S1 S2 y
b) Paralel
S1
x y
+
S2
c) Umpan balik
x S1 y
S2
∞
y[n] = x[k] Invers z[n] = y[n] - y[n-1]
k =−∞
c) Sistem kausal/nonantisipatif
Jika outputnya setiap saat hanya bergantung pada input saat itu dan atau
saat sebelumnya.Contoh : y(t) = x(t-1)
Contoh sistem tak kausal : y[n] = x[n] - x[n+1]
f) Sistem linier
Jika memenuhi persyaratan/prinsip superposisi
a1x1 + a2x2 → a1y1 + a2y2
(i) Sifat aditif
x1 + x2 → y1 + y2
(ii) Sifat homogen
ax1 → ay1
Contoh : y[n] = 2x[n]
Contoh tak linier : y[n] = sinx[n]
3 Sistem Linear Time Invariant (LTI)
3.1 Representasi sinyal dalam unit impuls
3.1.1 Diskrit δ[n-1]
x[1]δ
x[1] -1 0 1 n
x[0] δ[n]
x[0]δ
x[n] :
+
-1 0 1 n -1 0 1 n
-1
-1 0 1 n
δ[n+1]
x[-1]δ
3.1.2 Kontinyu
∆)δ
x(∆ δ∆(t-∆
∆)∆
∆
∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t
δ∆(t) ∆
x(0)δ
x(t) :
+
∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t ∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t
∆)δ
x(-∆ δ∆(t+∆
∆)∆
∆
1/∆ δ∆(t) ∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t
δ (t ) = lim δ ∆ (0)
∆ →0
0 ∆ t
∞
xˆ (t ) = x( k∆)δ ∆ (t − k∆)∆
k = −∞
∞
x(t ) = lim xˆ (t ) = lim x ( k∆)δ ∆ (t − k∆)∆
∆ →0 ∆ →0
k = −∞
∞
Secara umum : x(t ) = x(τ )δ (t − τ )dτ
−∞
a) Konvolusi diskrit :
x[n] y[n]
SD
∞
Input : x[n] = x[k]δ[n-k] , x[k] adalah sinyal untuk bobot ke-k
k =−∞
∞
Untuk sistem linier, input x[n] = x[k]xk[n] memberikan output
k =−∞
∞
y[n] = y[k]yk[n]
k =−∞
Jika sistem juga bersifat Time Invariant (TI) maka : hk[n] = h[n-k]
∞
y[n] = x[k]h[n-k] = x[n]*h[n] , * = operator konvolusi
k =−∞
b) Konvolusi kontinyu :
x(t) y(t)
SK
∞
Input : x(t ) = x(τ )δ (t − τ )dτ
−∞
Untuk sistem linier, input x(t) = δ(t-τ) memberikan output y(t) = hτ(t)
∞
Jika sistem linear, maka y (t ) = x (τ )hτ (t )dτ
−∞
Jika sistem juga bersifat Time Invariant (TI) maka : hτ(t)= h(t-τ)
∞
y(t) = x (τ )h(t − τ )dτ = x(t)*h(t) , * = operator konvolusi
−∞
x(t) ∞
h(t) y(t) = x(t) * h(t) y(t) = x (τ )h(t − τ )dτ
−∞
∞
x[n]
h[n] y[n] = x[n] * h[n] y[n] = x[k]h[n-k]
k =−∞
d) Sifat-sifat konvolusi :
Komutatif : x * h = h * x
Asosiatif : x * (h1 * h2) = (x * h1) * h2
Distributif : x * (h1 + h2) = (x * h1) + (x * h2)
Seri :
x h1 h2 y x h1 * h2 y
=
Paralel :
h1
x y x h1 + h2 y
+ =
h2
3.3 Sifat-sifat sistem LTI
a) Sistem tak bermemori (memoryless)
Suatu sistem tidak bermemori jika output pada suatu waktu hanya
bergantung pad input pada waktu yang sama.
Sehingga sistem LTI diskrit bersifat memoyless jika :
h[n] = 0 untuk n ≠ 0 atau h[n] = Kδ[n] dengan K = h[0] adalah konstanta,
sehingga sistem ini mempunyai relasi y[n] = Kx[n].
Sistem LTI kontinyu bersifat memoyless jika :
h(τ) = 0 untuk τ ≠ 0 atau h(τ) = Kδ(τ) dengan K adalah konstanta, sehingga
sistem ini mempunyai relasi y(τ) = Kx(τ).
b) Sistem inversibel
Suatu sistem LTI yang mempunyai respons impuls h jika mempunyai sitem
invers yang berespon impuls h1, maka akan mempunyai relasi sebagai
berikut :
h[n] * h1[n] = δ[n]
h(t) * h1(t) = δ(t)
c) Sistem kausal
Output sistem kausal bergantung hanya pada nilai input saat itu dan
sebelumnya. Pada sistem LTI diskrit akan bersifat kausal jika y[n] tidak
bergantung pada x[k] pada k > n, sehingga:
∞ ∞
h[n] = 0 pada n < 0 → y[n] = x[k]h[n-k] = h[k]x[n-k]
k =−∞ k =−∞
Sistem LTI kontinyu juga akan bersifat kausal jika :
∞ ∞
h(t) = 0 pada t < 0 → y(t) = x(τ )h(t −τ )dτ = h(τ ) x(t −τ )dτ
−∞ −∞
d) Sistem Stabil
Input : |x[n]| < B untuk ∀n maka suatu sistem akan stabil BIBO jika
∞
outputnya: |y[n]| =| h[k]x[n-k]|
k =−∞
∞
≤ |h[k]|.|x[n-k] |
k =−∞
∞
≤B |h[k]|
k =−∞
≤ B ||h[k]||1
∞
Definisi “Absolutely Summable” : |h[k]| < ∞ atau ||h[k]||1 < ∞.
k =−∞
Sistem diskrit LTI bersifat stabil BIBO jika “Absolutely Summable”.
∞
Definisi “Absolutely Integrable” : |h(τ)| < ∞ atau ||h(τ)||1 < ∞.
−∞
Sistem kontinyu LTI bersifat stabil BIBO jika “Absolutely Summable”.
e) Respon unit step
Respon unit step adalah output suatu sistem ketika diberikan input berupa
fungsi step u[n] atau u(t).
n
Sistem diskrit : S[n] = h[k] = y[n]|x[n] = u[n]
k =−∞
H[n] = S[n] – S[n-1]
τ
Sistem kontinyu : S(t) = h(τ)dτ = y(t)|x(t) = u(t)
−∞
H(t) = dS(t)/dt
a
(ii) Multiplication (Pengali) x[n] ax[n]
D
-a
y[n-1]
Gambar diatas adalah contoh dari sistem umpan balik (feedback), dimana
sinyal output, y[n], diumpan balik melalui sebuah unit delay, D, dan sebuah
pengali , -a, dan kemudian dijumlah dengan sinyal input yang dikali dengan
b, bx[n]. Keberadaan umpan balik diatas merupakan konsekuensi dari sifat
rekursif dari persamaan 3.4.2 diatas.
Contoh 2: Sebuah sistem LTI nonrekursif
y[n] = b0x[n] + b1x[n-1] (3.4.3)
Persamaan 3.5.3 ini dapat direpresentasikan dengan blok diagram berikut :
b0
x[n] + y[n]
D
b1
x[n-1]
Sistem ini juga memerlukan unit delay tetapi tidak mempunyai umpan
balik/feedback karena output sebelumnya tidak digunakand alam perhitungan
nilai saat ini.
D D
b1 -a
x[n-1] y[n-1]
w[n] = b0x[n] + b1x[n-1]
Atau dengan :
z[n] b0
x[n] + + y[n]
D D
-a b1
D
-a b1
Ide dasar diatas dapat diaplikasikan pada persamaan rekursif umum:
1 M N
y[n] = bk x[n − k ] − a k xy[n − k ] (3.4.6)
a 0 k =0 k =1
Untuk kemudahan kita ulangi persamaan 3.4.6 dengan mengeset M=N (Jika
M≠N, maka kita set ak atau bk yang bersesuaian menjadi nol).
1 N N
y[n] = bk x[n − k ] − a k xy[n − k ] (3.4.7)
a 0 k =0 k =1
D D
b1 -a1
+ +
D D
b2 -a2
+ +
.…
.…
.…
.…
bN-1 -aN-1
+ +
D D
bN -aN
Dengan membalikkan order dari dua sistem diatas, kita peroleh struktur
alternatif dengan persamaan-persamaan:
1 N
z[n] = − a k z[n − k ] + x[n] (3.4.10)
a0 k =1
N
y[n] = bk z[n − k ] (3.4.11)
k =0
Struktur alternatif itu adalah :
D D
-a1 b1
+ +
D D
-a2 b2
+ +
.…
.…
.…
.…
-aN-1 bN-1
+ +
D D
-aN bN
Dua rantai unit delay pada diagram diatas mempunyai input yang sama
sehingga dapat digabung membentuk satu rantai, menghasilkan direct form II
realization, seperti diagram berikut :
D
-a1 b1
+ +
D
-a2 b2
+ +
.…
.…
.…
-aN-1 bN-1
+ +
D
-aN bN
Pada konfigurasi direct form II realization diatas, yang biasa disebut dengan
canonic realization, hanya dibutuhkan N elemen delay dibanding 2N elemen
pada direct form I realization.
Contoh Soal:
Konstruksilah realisasi dari direct form II dari persamaan sinyal diskrit 2y[n]
– y[n-1] + y[n-3] = x[n] – 5x[n-4]
Jawab:
2y[n] – y[n-1] + y[n-3] = x[n] – 5x[n-4]
y[n] = ½{x[n] – 5x[n-4] + y[n-1] - y[n-3]}
a0 = 2
x[n] 1/a0 = 1/2 b0 = 1 y[n]
a1 = -1 + +
a3 = 1
b0 = 1 D
b4 = -5
-a1 = 1
+
-a3 = -1
b4 = -5
Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh inetgral x(k)(t) dari x(t).
d k y (t )
Jika kita asumsikan kondisi awal nol maka integral ke-N dari adalah
dt k
y(N-k)(t) karena kondisi-kondisi awal untuk integrasi adalah nol. Hal yang
sama juga berlaku untuk x(t).
Sehingga persamaan (3.4.12) dapat ditulis menjadi : (y(0)(t) = y(t))
N −1
1 N
y (t ) = bk x( N − k ) (t ) − a k x( N − k ) (t ) (3.4.13)
a N k =0 k =0
bN 1/aN
x(t) + + y(t)
bN-1 -aN-1
+ +
bN-2 -aN-2
+ +
.…
.…
.…
.…
b1 -a1
+ +
b0 -a0
1/aN bN
x(t) + + y(t)
-aN-1 bN-1
+ +
-aN-2 bN-2
+ +
.…
.…
.…
-a1 b1
+ +
-a0 b0
Contoh Soal:
Konstruksilah realisasi dari direct form II dari persamaan sinyal kontinyu
d 2 y (t ) dy (t )
− − 2 y (t ) = x(t )
dt 2 dt
Jawab
d 2 y (t ) dy (t ) x(t) 1/a2 = 1
− − 2 y (t ) = x(t ) +
dt 2 dt
dy (t ) d 2 y (t )
y (t ) = − 12 x(t ) + −
dt dt 2
-a1 = 1
a0 = -2 +
a1 = -1
a2 = 1
b0 = 1
-a0 = 2 b0 = 1 y(t)
+
4 Analisa Fourier untuk sinyal dan sistem waktu kontinyu
4.1 Representasi sinyal periodik : Deret Fourier waktu kontinyu
4.1.1 Kombinasi Linear eksponensial kompleks harmonik
Sebuah sinyal bersifat periodik jika
x(t) = x(t + T), untuk semua t. (4.1)
Dengan perioda dasar T0 dari x(t) adalah nilai minimum positif bukan nol dari
T sehingga persamaan (4.1) masih terpenuhi.. Dan nilai 2π/T0 disebut
frekuensi dasar.
Dua bentuk sinyal periodik :
Sinusoid : x(t) = cosω0(t) (4.2)
jω0t
Eksponensial kompleks periodik : x(t ) = e (4.3)
Kedua sinyal ini periodik dengan frekuensi dasar ω0 dan perioda dasar 2π/ω0.
Asosiasi dengan sinyal pada persamaan (4.3) adalah deret eksponensial
kompleks harmonik :
φ k (t ) = e jkω0t , k = 0, ±1, ±2, ±3, ….. (4.4)
Masing-masing sinyal ini mempunyai frekuensi dasar yang merupakan
kelipatan ω0, dan periodik dengan perioda T0. Maka kombinasi linier dari
eksponensial kompleks harmonik dengan bentuk
+∞
x(t ) = a k e jkω0t (4.5)
k = −∞
adalah periodik dengan perioda T0.
Untuk k = 0, persamaan (4.5) adalah komponen dc atau konstan. Untuk k =
+1 dan k = -1, keduanya mempunyai perioda dasar T0 dan disebut komponen
dasar atau komponen harmonik pertama. Untuk k = +2 dan k = -2, keduanya
mempunyai perioda ½ perioda dasar dan disebut komponen harmonik kedua.
Secara umum untuk k = +N dan k = -N, disebut dengan komponen harmonik
ke-N.
Representasi sinyal periodik dari bentuk persamaan (4.5) disebut representasi
deret Fourier.
1
ak = x(t )e − jkω0t dt Persamaan Analisis (4.14)
T0 T0
Koefisien {ak} disebut dengan koefisien deret fourier atau koefisien spektral
dari x(t).
y(t)
-T1 T1 t
(t) adalah sinyal periodik yang dibangun untuk sama dengan y(t) untuk satu
perioda.
(t)
Linearitas
Jika x1(t) X1(ω)
dan x2(t) X2(ω)
Sifat Simetri
Jika x(t) adalah fungsi waktu bernilai real, mka
X(-ω) = X*(ω)
* menyatakan kompleks conjugate
dx (t )
Maka jωX(ω)
dt
t
1
x(τ )dτ X ( ω) + πX (0)δ (ω )
−∞
jω
Time and Frequency Shifting (Perkalian waktu dan frekuensi)
Jika x(t) X(ω)
1 ω
Maka x(at) X( )
a a , a = konstan real
Sifat konvolusi
y(t) = h(t) * x(t) Y(w) = H(ω)X(ω)
Sifat modulasi 1
r(t) = s(t)p(t) R(w) = [S (ω ) * P(ω )]
2π
5 Analisa Fourier untuk sinyal dan sistem waktu diskrit
5.1 Representasi sinyal periodik : Deret Fourier waktu diskrit
5.1.1 Kombinasi linear eksponensial kompleks harmonik
Sinyal waktu diskrit x[n] adalah periodik jika x[n] = x[n + N] dengan N
bilangan bulat bernilai positif.
Sinyal eksponensial kompleks ej(2 /N)n adalah periodik dengan perioda N.
Maka, deret semua sinyal eksponensial kompleks diskrit yang periodik
dengan perioda N, adalah:
φ k [n] = e jk ( 2π / N ) n , k = 0, ±1, ±2, ±3, ….. (5.1)
Semua sinyal pada deret ini mempunyai frekuensi yang merupakan kelipatan
frekuensi dasar, 2 /N, dan sehingga bersifat harmonik.
Untuk sinyal pada persamaan (5.1) hanya ada N buah sinyal yang berbeda,
alasannya adalah eksponensial kompleks waktu diskrit yang berbeda dengan
frekuensi kelipatan 2 adalah identik.
e j ( Ω + 2πr ) n = e jΩn e j 2πrn = e jΩn (5.2)
Konsekuensi langsung dengan dari ini adalah φ 0 [ n] = φ N [n] , φ1 [ n] = φ N +1 [ n]
atau secara umum
φ k [n] = φ k + rN [n] (5.3)
Sekarang kita representasikan sekuen periodik yang lebih umum dalam
bentuk kombinasi linier dari sekuen φ k [n] , seperti pada persamaan (5.1)
Kombinasi linier ini mempunyai bentuk:
x[n] = a k φ k [ n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.4)
k k
karena sekuen φ k [n] berbeda hanya pada range N yang berurutan pada k,
maka penjumlahan pada persamaan (5.4) hanya cukup mengikutkan pada
range ini saja. Kita batasi penjumlahan sebagai k = <N>, sehingga
x[n] = a k φ k [ n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.5)
k =< N > k =< N >
Sebagai contoh k dapat bernilai dari 0 s/d N-1 atau dari 3 s/d N+2, dan
semacamnya. Persamaan (5.5) disebut sebagai dengan deret fourier waktu
diskrit dan koefisien ak disebut sebagai koefisien deret fourier.
5.1.2 Menentukan representasi deret fourier dari sinyal periodik
Jika kita evaluasi persamaan (5.5) untuk nilai n berurutan, maka
x[0] = ak
k =< N >
x[1] = a k e j 2πk / N
k =< N >
. (5.6)
.
x[ N − 1] = a k e j 2πk ( N −1) / N
k =< N >
Sekarang mari kita lihat representasi deret fourier pada persamaan (5.5).
Dengan mengalikan kedua suku dengan e − jr ( 2π / N ) n dan menjumlahkan
sepanjang N, sehingga akan kita dapatkan
x[n]e − jr ( 2π / N ) n = a k e j ( k − r )( 2π / N ) n (5.9)
n =< N > n =< N > k =< N >
x[n]e − jr ( 2π / N ) n = ak e j ( k − r )( 2π / N ) n (5.10)
n =< N > k =< N > n =< N >
1
ar = x[ n]e − jr ( 2π / N ) n (5.12)
N n =< N >
Persamaan (5.12) adalah pernyataan bentuk terutup untuk mendapatkan
koefisien deret fourier. Dapat disimpulkan pasangan deret fourier waktu
diskrit, sebagai berikut:
x[n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.13)
k =< N >
1
ak = x[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.14)
N n =< N >
-N1 N1 n
xˆ[n] adalah sinyal periodik yang dibangun untuk sama dengan x[n] untuk
satu perioda.
xˆ[n]
Jika kita pilih N sangat besar, N → ∞, xˆ[n] = x[n] untuk setiap nilai N
berhingga.
Sekarang kita buat represesentasi deret fourier untuk xˆ[n] .
xˆ[n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.15)
k =< N >
1
ak = xˆ[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.16)
N n =< N >
Karena x[n] = xˆ[n] untuk satu perioda pada interval |n| ≤ N1, dan x[n] = 0 di
luar interval tersebut, maka:
N1 ∞
1 1
ak = x[n]e − jk ( 2π / N ) n = x[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.17)
N n = − N1 N n = −∞
2π 1 Ω0
Karena Ω 0 = , atau = , persamaan (5.20) menjadi
N N 2π
1
xˆ[n] = X (kΩ 0 )e jkΩ 0 n Ω 0 (5.21)
2π n =< N >
Linearitas
Jika x1[n] X1(Ω)
dan x2[n] X2(Ω)
eΩ0nx[n] X(Ω-Ω 0)
Konvolusi
y(t) = h(t) * x(t) Y(Ω) = H(Ω) * X(Ω)
Modulasi
1
y(t) = x1(t)x2(t) Y (Ω ) = X 1 (θ ) X 2 (Ω − θ )dθ
2π 2π
6 Transformasi Laplace
Untuk sistem linier time invariant (LTI), dengan response impuls h(t), bahwa
respon y(t) dari sistem untuk input eksponensial kompleks dengan bentuk est
adalah
y(t) = H(s)est (6.1)
dimana
+∞
H(s) = h(t )e − st dt (6.2)
−∞
atau
+∞
X (σ + jω ) = [ x(t )e −σt ]e − jωt dt (6.7)
−∞
Sisi kanan dari persamaan (6.7) sebagai transformasi fourier dari x(t)e-σt,
sehingga berarti transformasi laplace dapat diinterpretasikan sebagai
transformasi fourier dari x(t) setelah dikalikan dengan sinyal eksponensial
real. Eksponensial e-σt dapat menaik atau turun dengan waktu, bergantung
apakah σ positif atau negatif.
Contoh 1
Diketahui sinyal x(t) = e-atu(t), dengan a < 0, tentukan transformasi
Laplacenya.
Dari persamaan (6.3) didapat:
+∞
X (s) = e -at u (t )e − st dt
−∞
+∞
X ( s ) = e − ( s + a )t dt
0
1
X ( s) = , Re{s} > -a
s+a
Contoh 2
Diketahui sinyal x(t) = -e-atu(-t), dengan a < 0, tentukan transformasi
Laplacenya.
+∞
X ( s ) = − e -at u (−t )e − st dt
−∞
0
X ( s ) = − e −( s + a )t dt
−∞
1
X ( s) = , Re{s} < -a
s+a
Persamaan aljabar untuk transformasi Laplace pada kedua contoh diatas sama
percis tetapi nilai s dimana transformasi tersebut supaya ada/eksis sangat
berbeda. Hal ini menunjukkan fakta bahwa didalam menentukan transformasi
Laplace suatu sinyal, kedua hal harus ditentukan yaitu; persamaan aljabar dan
batas-batas nilai s dimana persamaan tersebut valid. Secara umum batas-batas
nilai s dimana persamaan (6.3) bersifat konvergen disebut sebagai region of
convergence (ROC) dari transformasi Laplace.
Gambar 6.1 memperlihatkan ROC untuk kedua contoh transformasi Laplace
diatas.
s-plane s-plane
-a -a
(a) (b)
Gambar 6.1 (a) ROC untuk contoh 1; (b) ROC untuk contoh 2
Contoh 3
Pada contoh ini kita akan melihat transformasi Laplace dari sinyal yang
merupakan penjumlahan dari dua sinyal eksponensial real.
Untuk menentukan ROC, kita lihat bahwa karena x(t) adalah penjumlahan
dua eksponensial real dan operator transform laplace bersifat linear maka
X(s) adalah penjumlahan dari transformasi laplace dari masing-masing suku.
Suku pertama adalah transformasi laplace e-tu(t) dan suku kedua adalah
transformasi laplace dari e-2tu(t). Dari contoh 1 kita dapat lihat bahwa
1
e-tu(t) , Re{s} > -1
s +1
1
e-2tu(t) , Re{s} > -2
s+2
Sehingga, nilai Re{s} untuk transformasi laplace untuk kedua suku adalah
Re{s} > -1.
1 1
e-tu(t) + e-2tu(t) + , Re{s} > -1
s +1 s + 2
2s + 3
e-tu(t) + e-2tu(t) , Re{s} > -1
s + 3s + 2
2
dimana N(s) dan D(s) adalah polinomial numerator dan denominator. Untuk
transformasi laplace rasional, akar (root) dari polinomial numerator
merupakan nilai zero dari X(s), karena menyebabkan X(s) = 0. Sementara
akar (root) dari polinomial denumerator merupakan nilai pole dari X(s).
Gambar 6.2 menunjukkan representasi bidang s dari transformasi laplace
contoh 3 diatas.
s-plane X = Pole
ROC O = Zero
-3/2
x o x
-2 -1
Untuk sistem LTI diskrit dengan response impuls h[n], maka respon y[n] dari
sistem untuk input eksponensial kompleks dengan bentuk zn adalah
y[n] = H(z)zn (7.1)
dengan
+∞
H(z) = h[ n] z − n (7.2)
n = −∞
Dari persamaan (7.6) kita lihat bahwa X(rejΩ) adalah merupakan transformasi
fourier dari x[n] dikalikan dengan eksponensial real r-n, atau
X(rejΩ) = {x[n]r-n} (7.7)
Untuk r = 1 atau |z| = 1, transformasi Z menjadi transformasi fourier, yaitu
X(z)|r = ejΩ = {x[n]} (7.8)
Contoh 1
Diketahui sinyal x[n] = anu[n], tentukan transformasi Znya.
Dari persamaan (7.3) didapat:
+∞
X (z) = a n u[n]z − n
n = −∞
+∞
X (z) = ( az −1 ) n
n=0
+∞
Agar X(z) bersifat konvergen, ( az −1 ) n < ∞ , maka region of
n =0
convergencenya adalah nilai z dimana |az-1| < ∞ atau |z| > |a|, sehingga
+∞
1 z
X ( z ) = (az −1 ) n = −1
= , |z| > |a|
n=0 1 − az z−a
Untuk contoh ini ada satu zero yaitu z = 0 dan satu pole z = a.
Unit circle
z-plane
O aX 1
Gambar 7.1 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 1
Contoh 2
Diketahui sinyal x[n] = -anu[-n-1], tentukan transformasi Znya.
+∞ −1
X (z) = − a n u[ − n − 1] z − n = − a n z −n
n = −∞ n = −∞
+∞ +∞
X (z) = − a −n z n = 1 − (a −1 z ) n
n =1 n =0
Agar X(z) bersifat konvergen, maka a −1 z < 1 , atau |z| < |a|, sehingga
1 1 z
X (z) = 1 − −1
= −1
= , |z| < |a|
1 − a z 1 − az z − a
Plot pole-zero dan region of convergencenya digambarkan pada
gambar 7.2 dibawah ini.
Unit circle
z-plane
O Xa 1
Gambar 7.2 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 2
Contoh 3
Diketahui sinyal yang merupakan penjumlahan dari dua eksponensial real.
x[n] = (½)nu[n] + ( )nu[n],
Maka transformasi Znya,
+∞
X (z) = {( 12 ) n u[ n] + ( 13 ) n u[ n]}z − n
n = −∞
+∞ +∞
X (z) = ( 12 ) n u[n]z − n + ( 13 ) n u[n]z − n
n = −∞ n = −∞
+∞ +∞
X (z) = ( 12 z −1 ) n + ( 13 z −1 ) n
n=0 n =0
1 1 2 − ( 56 ) z −1
X (z) = + =
1 − 12 z −1 1 − 13 z −1 (1 − 12 z −1 )(1 − 13 z −1 )
z (2 z − 56 )
X (z) =
( z − 12 )( z − 13 )
Agar X(z) bersifat konvergen, maka 1
2
z −1 < 1 dan 1
3
z −1 < 1 atau |z|
> ½ dan |z| > . Sehingga region of convergence (ROC) nya adalah |z|
> ½.
z-plane z-plane
O X O X
½ 1 1
z-plane
OXO X
½ 1
Gambar 7.1 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 3
Daftar Pustaka
1. Alan V. Oppenheim, Alan S. Willsky dan Ian T. Young, “Signal and Systems”,
Prentice Hall, 1990.
2. Eva Part-Enander dan Anders Sjoberg, “The Matlab 5 Handbook”, Addison
Wesley, 1999.
3. David J. DeFatta, Joseph G. Lucas, dan William S. Hodgkiss, “Digital Signal
Processing: A System Design Approach”, John Wiley & Sons, 1988.
4. Samuel D. Stearns dan Ruth A. David, “Signal Processing Algorithms in
Matlab”, Prentice Hall, International Editions, 1996.
5. Gordon E. Carlson, “Signal and Linear System Analysis”, 2nd ed, John Wiley &
Sons, 1998.
6. Gordon E. Carlson, “Solutions Manual to Accompany Signal and Linear System
Analysis”, 2nd ed, John Wiley & Sons, 1998.
7. Samir S. Suliman dan Mandyam D. Srivath, “Continous and Discrete Signals and
Systems”, Prentice Hall, International Editions, 1998.
8. Rodger E. Zimmer, William H. Tranter, dan D. Ronald Fannin, “Signal &
Systems Continous and Discrete”, 4th ed, Prentice Hall, 1998.