Anda di halaman 1dari 41

1 Pendahuluan

1.1 Konsep sinyal dan sistem


Konsep dan ide mengenai sinyal dan sistem banyak dipergunakan dan
memainkan peranan penting di berbagai bidang seperti elektronika,
komunikasi, penerbangan, antariksa, biomedis, sistem distribusi dan produksi
energi, kendali dan pengolahan suara.
Sinyal adalah fenomena dari lingkungan yang terukur atau terkuantisasi.
Sementara sistem adalah bagian dari lingkungan yang menghubungkan sinyal-
sinyal atau dengan kata lain merespon sinyal masuk dengan menghasilkan
sinyal lainnya. Tegangan dan arus sebagai fungsi waktu didalam rangkaian
listrik merupakan contoh dari sinyal sementara rangkaiannya sendiri
merupakan contoh dari sebuah sistem.
Secara umum sinyal dapat dibagi seperti pada gambar berikut:
Sumbu kisaran
(range/amplitudo)
Kontinyu (Real)
Sinyal
Sumbu waktu
Sumbu sinyal Diskrit (Integer)
Sumbu frekuensi

Untuk membedakan sinyal waktu kontinyu dan sinyal waktu diskrit digunakan
simbol t untuk mewakili variabel waktu kontinyu dan n untuk variabel waktu
diskrit.
Contoh sinyal kontinyu:
dv
vc (t ) + RC c = v(t ), tε Re al
dt
vc (t ) = 1 − e − t / RC , t≥0
x(t)

0
t

Contoh sinyal diskrit:


n −1
y[n] = a n y[0] + (1 − a ) a k u[n − k ], n = int eger
k =0
x[n]

0
n
1.2 Contoh-contoh aplikasi
Konsep dan teknik sinyal dan sistem banyak digunakan di berbagai bidang
ilmu diantaranya :
Pemrosesan sinyal
d(derau)

s(sinyal + y ≈ s
Filter
Sinyal yang
u = s+d diterima
(Sinyal yang
diterima)

Komunikasi
Sinyal
termodulasi

s(pesan) y
Modulasi Demodulasi
(Pesan yang
Asal Media Tujuan diterima)
Transmisi

Kontrol otomatik

vr + vr - v v
Kontroler Ship
-
2 Sinyal dan Sistem
2.1 Definisi matematis sinyal, sinyal diskrit, dan sinyal kontinyu
Sinyal : Jika A ⊂ Real / A ⊂ Complex dan T ⊂ real maka x: T → A adalah
sinyal dengan sumbu sinyal T dan sumbu kisaran A.
Himpunan semua sinyal x: T → A : powerset {x: T → A} = AT
Sinyal diskrit :
a) T ⊂ Real adalah diskrit jika mengandung himpunan (set)
terbatas/countable waktu-waktu sesaat (time instants).
b) Sinyal waktu yang sumbu waktunya diskrit adalah sinyal waktu diskrit.
Sinyal kontinyu :
a) T ⊂ Real adalah kontinyu jika mengandung jika mengandung suatu
interval dalam Real.
b) Sinyal waktu yang sumbu waktunya kontinyu adalah sinyal waktu
kontinyu.

2.2 Operasi-operasi sinyal


a) Refleksi : x(-t), x[-n]
x(t) x(-t)

Refleksi
0
t ==========> 0
t

x[n] x[-n]

Refleksi
0
n ==========> 0
n

b) Skaling waktu : x(2t), x(t/2), x[2n], x[n/2]

x(t) x(2t) x(t/2)

0 0 0
t t t
x[n] x[2n] x[n/2]

0 0 0
n n n

c) Delay waktu : x(t - t0), x[n – n0]


x(t) x(t)

Delay Waktu
0
t ==========> t0 t

x[n] x[n]

Delay Waktu
0 ==========> 0 n0
n n

d) Sampling
Def : A = Sumbu kisaran
Tcon = Sumbu waktu kontinyu
Tdis = Sumbu waktu diskrit, Tdis < Tcon
Maka sampling sinyal waktu kontinyu x ε ATcon pada sumbu waktu diskrit
Tdis menghasilkan sinyal tercacah x* ε ATcon
e) Interpolasi
Def : A = Sumbu kisaran
Tdis = Sumbu waktu diskrit
Tcon = Sumbu waktu kontinyu, Tcon > Tdis
Maka x ε ATcon disebut interpolasi x* pada Tcon jika x(t) = x*(t) pada semua
t ε Tdis.
f) Kuantisasi
Setiap transformasi kisaran : Aold → Anew, sehingga Anew adalah himpunan
terbatas.
Sumbu kisaran: Analog → Digital
Sumbu waktu: Kontinyu → Diskrit
2.3 Sinyal ganjil dan genap
Sinyal ganjil
Sinyal ganjil mempunyai sifat; x(t) = - x(-t) atau x[n] = - x[-n]
Sinyal ganjil dari x(t) = od{x(t)} = ½[x(t) - x(-t)]
Sinyal ganjil dari x[n] = od{x[n]} = ½{x[n] - x[-n]}
Sinyal genap
Sinyal genap mempunyai sifat; x(t) = x(-t) atau x[n] = x[-n]
Sinyal genap dari x(t) = ev{x(t)} = ½[x(t) + x(-t)]
Sinyal genap dari x[n] = ev{x[n]} = ½{x[n] + x[-n]}
Setiap sinyal selalu dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dari dua sinyal yaitu
sinyal ganjil dan sinyal genap.
x(t)
S. Ganjil {x(t)} = od{x(t)} S. Genap {x(t)} = ev{x(t)}
1
½ ½

0 1 2 t -2 -1 0 1 2 t -2 -1 0 1 2 t
(a) -½

x[n] S. Ganjil {x[n]} = od(x[n]) S. Genap {x[n]} = ev(x[n])


1 1 1
. . . . . . . . .
-3 -2 -1 -3 -2 -1 -3 -2 -1
. . . 0 1 2 3 n . . . 0 1 2 3 n . . . 0 1 2 3 n
-1 -1

2.4 Sinyal periodik


Suatu sinyal kontinyu bersifat periodik jika memenuhi persamaan:
x(t) = x(t + T), untuk semua t, periodik dengan perioda T.
x(t) = x(t + mT), untuk semua t dan bilangan bulat m, periodik dengan periode
T, 2T, 3T ……..
T0 adalah nilai positif terkecil dari T dan merupakan periode dasar/fundamental
periode minimum sehingga x(t) = x(t+T).
Sinyal diskrit juga bersifat periodik dengan perioda N apabila:
x[n] = x[n+N], untuk semua n, dengan N adalah bilangan bulat positif.
x[n] juga periodik dengan perioda 2N, 3N dengan perioda dasar No adalah
nilai positif terkecil N yang memenuhi persamaan periodik diatas.
Contoh Sinyal periodik:
2.5 Sinyal-sinyal waktu kontinyu
a). Unit step u(t)
0, t < 0
u (t ) = 1
1, t > 0

0 t
b). Unit impuls
0, t ≠ 0 δ(t)
δ (t ) =
∞, t = 0

δ (t ) = 1 ( Luas = 1) 0 t
−∞

c). Eksponensial dan sinusoidal kompleks kontinyu: x(t) = ceat


(i.) c & a ε Real
Jika a > 0 maka x(t) akan bersifat growing eksponensial

c
t

Jika a < 0 maka x(t) akan bersifat decaying eksponensial

c
t

Jika a = 0 maka x(t) akan bersifat konstan

(ii.) c ε Real, a ε Kompleks


x(t) = ejω0t
= cosω0t + jsinω0t x(t) = Acos(ω0t + φ)
Im{x(t)} = sinω0t
Re{x(t)} = cosω0t
(iii.) c & a ε Kompleks
a = r + jω0
c = |c|ejθ
x(t) = ceat = |c|ertcos(w0t + θ) + j|c|ertsin(w0t + θ)
Jika r = 0 maka x(t) akan bersifat sinusoidal

Jika r > 0 maka x(t) akan bersifat sinusoidal menaik

Jika r < 0 maka x(t) akan bersifat sinusoidal menurun

d). Periodisitas
x(t) = ejω0t = ejω0(t+T)
ejω0T = 1 Jika ω0 = 0, T sebarang dan T0 tak terdefinisi

Jika ω0 ≠ 0, T0 =
| ω0 |

e). Eksponensial harmonik kontinyu


Sinyal eksponensial yang frekuensi-frekuensi dasarnya kelipatan bulat
frekuensi dasar terkecil.
φk(t) = ejkω0t, dengan k = 0, ±1, ±2, ±3, . . . .
Jika k = 0 maka φk(t) bersifat konstan

Jika k ≠ 0 maka φk(t) bersifat periodik dengan periode dasar =
k | ω0 |
dan frekuensi dasar kω 0 .

adalah frekuensi bersama eksponensial harmonik karena x(t) = x(t
| ω0 |
+ mT), dengan m = bilangan bulat.
2.6 Sinyal-sinyal waktu diskrit
a). Unit step u[n]

0, n < 0 1
u[n] = ....
1, n ≥ 0 ...
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 n

b). Unit impuls


δ[n]
0, n ≠ 0
δ [ n] = 1
1, n = 0

0 n

c). Eksponensial dan sinusoidal kompleks diskrit: x[n] = cαn


(i.) c & α ε Real
Jika α > 1 maka x[n] akan bersifat growing eksponensial tidak
berganti-ganti tanda

x[n]

n
-
Jika 0 < α < 1 maka x[n] akan bersifat decaying eksponensial
tidak berganti-ganti tanda
x[n]

Jika -1 < α < 0 maka x[n] akan bersifat decaying eksponensial


berganti-ganti tanda
x[n]

n
Jika α < -1 maka x[n] akan bersifat growing eksponensial
berganti-ganti tanda
x[n]

Jika α = 0 maka x[n] akan bersifat konstan


x[n]

Jika α = -1 maka x[n] akan berganti-ganti tanda +c/-c


x[n]
c

n
-c

(ii.) c ε Real, α ε Kompleks


x[n] = ejΩ0n
= cosΩ 0n + jsinΩ 0n x[n] = Acos(Ω 0n + φ)
Im{x[n]} = sinΩ0n
Re{x[n]} = cosΩ0n
(iii.) c & α ε Kompleks
α = |α|e jΩ0
c = |c|ejθ
x[n] = |c||α|n cos(Ω 0n + θ) + j|c||α|nsin(Ω 0n + θ)
Jika α = 1 maka x[n] akan bersifat diskrit sinusoidal

x(n)

n
Jika α < 1 maka x[n] akan bersifat decaying sinusoidal

x(n)

Jika α > 1 maka x[n] akan bersifat growing sinusoidal

x(n)

d). Periodisitas
x[n] = ejΩ0n
ejΩ0n = ejΩ0(n + N) (Syarat periodisitas)
Ω m
Ω 0N = 2πm atau 0 = , harus bilangan rasional (N > 0 dan m =
2π N
integer)
Syarat tersebut hanya akan periodik hanya jika syarat diatas dipenuhi
(Tidak unutk setiap Ω 0)
e). Eksponensial harmonik diskrit
Sinyal eksponensial yang frekuensi-frekuensi dasarnya kelipatan bulat
frekuensi dasar terkecil.
φk[n] = ejk(2π/N)n, dengan k = 0, ±1, ±2, ±3, . . . .
φk+N[n] = ej(k+N)(2π/N)n = ej2πnejk(2π/N)n = φk[n]
Hanya ada N buah eksponensial harmonik yang berbeda. φ0[n],
φ1[n], . . . . . . , φN-1[n] (yang lain identik misalkan φ0[n] = φN[n])
Sampling pada sinyal periodik kontinyu belum tentu memberikan
sinyal diskrit periodik (“envelope” nya saja yang tetap periodik)
Contoh : x(t) = cos2πt → x[n] = x[nT] = cos[(2πT)n] = cosΩ0n
Pada T = 1/12, x[n] periodik
Pada T = 4/32, x[n] periodik
Pada T = 1/(12π), x[n] tak periodik

envelope

waktu
2.7 Sistem : Definisi Sistem, Interkoneksi Sistem
Sistem dapat dipandang sebagai setiap proses transformasi sinyal
Sinyal Input Sinyal Output
Transformasi
Sistem Diskrit (SD)
x[n] SD y[n]
Transformasi : diskrit dikrit
Sistem Kontinyu (SK)
x(t) SK y(t)
Transformasi : kontinyu kontinyu

Interkoneksi sistem
a) Seri/kaskade
x S1 S2 y

b) Paralel
S1
x y
+
S2

c) Umpan balik
x S1 y

S2

2.8 Sifat-sifat Sistem


x S y
input output

a) Sistem bermemori dan tak bermemori


Sistem tak bermemori adalah suatu sistem yang outputnya pada setiap
variabel independen (waktu) hanya bergantung pada inputnya pada saat
yang sama.
Contoh : y[n] = x[n] (Sistem identitas)
y(t) = Rx(t), R = konstanta
Sistem bermemori adalah suatu sistem yang outputnya pada setiap
variabel independen (waktu) dapat bergantung pada inputnya pada saat
sebelumnya.

Contoh : y[n] = x[k-n]
k =−∞
y(t) = x(t-1)
b) Sistem inversibel
Pada sistem ini akan dihasilkan output yang berbeda untuk setiap input
yang berbeda. Interkoneksi seri sisteem dengan inversnya menghasilkan
sistem identitas. Contoh:
y(t) = 2x(t) Invers z(t) = ½y(t)


y[n] = x[k] Invers z[n] = y[n] - y[n-1]
k =−∞

c) Sistem kausal/nonantisipatif
Jika outputnya setiap saat hanya bergantung pada input saat itu dan atau
saat sebelumnya.Contoh : y(t) = x(t-1)
Contoh sistem tak kausal : y[n] = x[n] - x[n+1]

d) Sistem stabil BIBO (Bounded Input Bounded Output)


Jika input yang terbatas memberikan output yang terbatas.
Contoh : y[n] = x[n]
n
Contoh sistem tak stabil : y[n] = x[k]
k =−∞

e) Sistem Time Invariant (TI)


Jika input bergeser waktu maka output akan tergeser sejumlah waktu yang
sama.
Contoh : y(t) = sinx(t)
Jika sistem diberikan input x1(t) akan menghasilkan output y1(t)
x(t) = x1(t) y(t) = y1(t) = sinx1(t)
Jika sistem diberikan input x2(t) akan menghasilkan output y2(t)
x(t) = x2(t) y(t) = y2(t) = sinx2(t)
Sementara x2(t) adalah sinyal x1(t) yang tergeser waktu sebesar t0.
x2(t) = x1(t-t0) y(t) = y2(t) = sin x1(t-t0)
Sementara apabila kita geser output y1(t) sebesar t0, akan didapat
y1(t-t0) = sinx1(t-t0)
Ternyata output y2(t) sama dengan y1(t) yang tergeser sebesar t0.
y2(t) = y1(t-t0) Sistem time invariant

f) Sistem linier
Jika memenuhi persyaratan/prinsip superposisi
a1x1 + a2x2 → a1y1 + a2y2
(i) Sifat aditif
x1 + x2 → y1 + y2
(ii) Sifat homogen
ax1 → ay1
Contoh : y[n] = 2x[n]
Contoh tak linier : y[n] = sinx[n]
3 Sistem Linear Time Invariant (LTI)
3.1 Representasi sinyal dalam unit impuls
3.1.1 Diskrit δ[n-1]
x[1]δ

x[1] -1 0 1 n
x[0] δ[n]
x[0]δ
x[n] :
+
-1 0 1 n -1 0 1 n
-1

-1 0 1 n
δ[n+1]
x[-1]δ

x[n] = x[1]δ[n-1] + x[0]δ[n] + x[-1]δ[n+1]



Secara umum : x[n] = x[k]δ[n-k]
k =−∞

Sebarang sinyal x[n] merupakan kombinasi linier/penjumlahan sinyal impuls


tergeser waktu δ[n-k] dengan bobot x[k].

Contoh : u[n] = δ[n-k]
k =0

3.1.2 Kontinyu
∆)δ
x(∆ δ∆(t-∆
∆)∆


-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t

δ∆(t) ∆
x(0)δ

x(t) :
+

-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t ∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t

∆)δ
x(-∆ δ∆(t+∆
∆)∆

1/∆ δ∆(t) ∆
-∆ 0 ∆ ∆
2∆ t
δ (t ) = lim δ ∆ (0)
∆ →0

0 ∆ t

xˆ (t ) = x( k∆)δ ∆ (t − k∆)∆
k = −∞

x(t ) = lim xˆ (t ) = lim x ( k∆)δ ∆ (t − k∆)∆
∆ →0 ∆ →0
k = −∞


Secara umum : x(t ) = x(τ )δ (t − τ )dτ
−∞

Sebarang sinyal x(t) merupakan kombinasi linier/penjumlahan sinyal-sinyal


δ∆(t-k∆)∆ dengan bobot x(k∆) dengan ∆ → 0.

Contoh : u (t ) = δ (t − τ )dτ
0

3.2 Konvolusi : Diskrit, kontinyu, sifat-sifat konvolusi


Unit impuls respons, h[n] atau h(t) didefiniskan sebagai output sistem jika
inputnya adalah fungsi impuls, δ[n] atau δ(t).

Diskrit : δ[n] SL h0[n] δ[n-k] SL hk[n] = h0[n-k]

δ(t) h0(t) δ[t-τ] hk(t) = h0(t-τ)


Kontinyu : SL SL

a) Konvolusi diskrit :

x[n] y[n]
SD

Input : x[n] = x[k]δ[n-k] , x[k] adalah sinyal untuk bobot ke-k
k =−∞

Untuk sistem linier, input x[n] = x[k]xk[n] memberikan output
k =−∞

y[n] = y[k]yk[n]
k =−∞

Jika input sembarang xk[n] = δ[n-k] memberikan output hk[n], maka



y[n] = x[k]hk[n]
k =−∞

Jika sistem juga bersifat Time Invariant (TI) maka : hk[n] = h[n-k]

y[n] = x[k]h[n-k] = x[n]*h[n] , * = operator konvolusi
k =−∞
b) Konvolusi kontinyu :

x(t) y(t)
SK


Input : x(t ) = x(τ )δ (t − τ )dτ
−∞

Untuk sistem linier, input x(t) = δ(t-τ) memberikan output y(t) = hτ(t)

Jika sistem linear, maka y (t ) = x (τ )hτ (t )dτ
−∞

Jika sistem juga bersifat Time Invariant (TI) maka : hτ(t)= h(t-τ)

y(t) = x (τ )h(t − τ )dτ = x(t)*h(t) , * = operator konvolusi
−∞

c) Karakterisasi sistem LTI secara lengkap :

x(t) ∞
h(t) y(t) = x(t) * h(t) y(t) = x (τ )h(t − τ )dτ
−∞


x[n]
h[n] y[n] = x[n] * h[n] y[n] = x[k]h[n-k]
k =−∞

d) Sifat-sifat konvolusi :
Komutatif : x * h = h * x
Asosiatif : x * (h1 * h2) = (x * h1) * h2
Distributif : x * (h1 + h2) = (x * h1) + (x * h2)

e) Interkoneksi sistem LTI :

Seri :
x h1 h2 y x h1 * h2 y
=

Paralel :
h1
x y x h1 + h2 y
+ =

h2
3.3 Sifat-sifat sistem LTI
a) Sistem tak bermemori (memoryless)
Suatu sistem tidak bermemori jika output pada suatu waktu hanya
bergantung pad input pada waktu yang sama.
Sehingga sistem LTI diskrit bersifat memoyless jika :
h[n] = 0 untuk n ≠ 0 atau h[n] = Kδ[n] dengan K = h[0] adalah konstanta,
sehingga sistem ini mempunyai relasi y[n] = Kx[n].
Sistem LTI kontinyu bersifat memoyless jika :
h(τ) = 0 untuk τ ≠ 0 atau h(τ) = Kδ(τ) dengan K adalah konstanta, sehingga
sistem ini mempunyai relasi y(τ) = Kx(τ).

b) Sistem inversibel
Suatu sistem LTI yang mempunyai respons impuls h jika mempunyai sitem
invers yang berespon impuls h1, maka akan mempunyai relasi sebagai
berikut :
h[n] * h1[n] = δ[n]
h(t) * h1(t) = δ(t)

c) Sistem kausal
Output sistem kausal bergantung hanya pada nilai input saat itu dan
sebelumnya. Pada sistem LTI diskrit akan bersifat kausal jika y[n] tidak
bergantung pada x[k] pada k > n, sehingga:
∞ ∞
h[n] = 0 pada n < 0 → y[n] = x[k]h[n-k] = h[k]x[n-k]
k =−∞ k =−∞
Sistem LTI kontinyu juga akan bersifat kausal jika :
∞ ∞
h(t) = 0 pada t < 0 → y(t) = x(τ )h(t −τ )dτ = h(τ ) x(t −τ )dτ
−∞ −∞

d) Sistem Stabil
Input : |x[n]| < B untuk ∀n maka suatu sistem akan stabil BIBO jika

outputnya: |y[n]| =| h[k]x[n-k]|
k =−∞

≤ |h[k]|.|x[n-k] |
k =−∞

≤B |h[k]|
k =−∞

≤ B ||h[k]||1

Definisi “Absolutely Summable” : |h[k]| < ∞ atau ||h[k]||1 < ∞.
k =−∞
Sistem diskrit LTI bersifat stabil BIBO jika “Absolutely Summable”.

Definisi “Absolutely Integrable” : |h(τ)| < ∞ atau ||h(τ)||1 < ∞.
−∞
Sistem kontinyu LTI bersifat stabil BIBO jika “Absolutely Summable”.
e) Respon unit step
Respon unit step adalah output suatu sistem ketika diberikan input berupa
fungsi step u[n] atau u(t).
n
Sistem diskrit : S[n] = h[k] = y[n]|x[n] = u[n]
k =−∞
H[n] = S[n] – S[n-1]
τ
Sistem kontinyu : S(t) = h(τ)dτ = y(t)|x(t) = u(t)
−∞
H(t) = dS(t)/dt

3.4 Representasi dari Sistem LTI


3.4.1 Sistem Diskrit LTI
Elemen-elemen dasar untuk membentuk blok diagram untuk sistem diskrit
LTI :
x2[n]
(i) Adder (Penjumlah) x1[n] + x1[n] + x2[n]

a
(ii) Multiplication (Pengali) x[n] ax[n]

(iii) Unit Delay x[n] D x[n-1]

Contoh 1: Sebuah sistem LTI dengan persamaan orde-1


y[n] + ay[n-1] = bx[n] (3.4.1)
y[n] = -ay[n-1] + bx[n] (3.4.2)

Persamaan 3.4.2 dapat direpresentasikan dengan blok diagram berikut :


b
x[n] + y[n]

D
-a
y[n-1]

Gambar diatas adalah contoh dari sistem umpan balik (feedback), dimana
sinyal output, y[n], diumpan balik melalui sebuah unit delay, D, dan sebuah
pengali , -a, dan kemudian dijumlah dengan sinyal input yang dikali dengan
b, bx[n]. Keberadaan umpan balik diatas merupakan konsekuensi dari sifat
rekursif dari persamaan 3.4.2 diatas.
Contoh 2: Sebuah sistem LTI nonrekursif
y[n] = b0x[n] + b1x[n-1] (3.4.3)
Persamaan 3.5.3 ini dapat direpresentasikan dengan blok diagram berikut :
b0
x[n] + y[n]

D
b1
x[n-1]

Sistem ini juga memerlukan unit delay tetapi tidak mempunyai umpan
balik/feedback karena output sebelumnya tidak digunakand alam perhitungan
nilai saat ini.

Contoh 3: Sebuah sistem LTI dengan persamaan


y[n] + ay[n-1] = b0x[n] + b1x[n-1] (3.4.4)
y[n] = -ay[n-1] + b0x[n] + b1x[n-1] (3.4.5)

Persamaan 3.4.2 dapat direpresentasikan dengan blok diagram berikut :


b0 w[n]
x[n] + + y[n]

D D
b1 -a
x[n-1] y[n-1]
w[n] = b0x[n] + b1x[n-1]

Atau dengan :
z[n] b0
x[n] + + y[n]

D D
-a b1

z[n] = -az[n-1] + x[n]


y[n] = b0z[n] + b1z[n-1]
y[n] = b0(-az[n-1] + x[n]) + b1(-az[n-1] + x[n])
y[n] = -ab0z[n-1] + b0x[n] + -ab1z[n-1] + b1x[n]
y[n] = -ay[n-1] + b0x[n] + b1x[n-1]
Atau dapat disederhanakan menggunakan satu unit delay saja, menjadi:
b0
x[n] + + y[n]

D
-a b1
Ide dasar diatas dapat diaplikasikan pada persamaan rekursif umum:
1 M N
y[n] = bk x[n − k ] − a k xy[n − k ] (3.4.6)
a 0 k =0 k =1

Untuk kemudahan kita ulangi persamaan 3.4.6 dengan mengeset M=N (Jika
M≠N, maka kita set ak atau bk yang bersesuaian menjadi nol).
1 N N
y[n] = bk x[n − k ] − a k xy[n − k ] (3.4.7)
a 0 k =0 k =1

Algoritma untuk merealisasikan persamaan 3.4.7 digambarkan dengan


diagram berikut :
b0 w[n] 1/a0
x[n] + + y[n]

D D
b1 -a1
+ +

D D
b2 -a2
+ +
.…

.…

.…

.…

bN-1 -aN-1
+ +

D D
bN -aN

Algoritma diatas disebut dengan direct form I realization, yang merupakan


interkoneksi kaskade dari sistem nonrekursif
N
w[n] = bk x[n − k ] (3.4.8)
k =0
dan sistem rekursif
1 N
y[n] = − a k y[n − k ] + w[n] (3.4.9)
a0 k =1

Dengan membalikkan order dari dua sistem diatas, kita peroleh struktur
alternatif dengan persamaan-persamaan:
1 N
z[n] = − a k z[n − k ] + x[n] (3.4.10)
a0 k =1
N
y[n] = bk z[n − k ] (3.4.11)
k =0
Struktur alternatif itu adalah :

x[n] 1/a0 z[n] b0 y[n]


+ +

D D
-a1 b1
+ +

D D
-a2 b2
+ +
.…

.…

.…

.…
-aN-1 bN-1
+ +

D D
-aN bN

Dua rantai unit delay pada diagram diatas mempunyai input yang sama
sehingga dapat digabung membentuk satu rantai, menghasilkan direct form II
realization, seperti diagram berikut :

x[n] 1/a0 b0 y[n]


+ +

D
-a1 b1
+ +

D
-a2 b2
+ +
.…

.…

.…

-aN-1 bN-1
+ +

D
-aN bN
Pada konfigurasi direct form II realization diatas, yang biasa disebut dengan
canonic realization, hanya dibutuhkan N elemen delay dibanding 2N elemen
pada direct form I realization.

Contoh Soal:
Konstruksilah realisasi dari direct form II dari persamaan sinyal diskrit 2y[n]
– y[n-1] + y[n-3] = x[n] – 5x[n-4]
Jawab:
2y[n] – y[n-1] + y[n-3] = x[n] – 5x[n-4]
y[n] = ½{x[n] – 5x[n-4] + y[n-1] - y[n-3]}
a0 = 2
x[n] 1/a0 = 1/2 b0 = 1 y[n]
a1 = -1 + +
a3 = 1
b0 = 1 D
b4 = -5
-a1 = 1
+

-a3 = -1

b4 = -5

3.4.2 Sistem Kontinyu LTI


Elemen-elemen dasar untuk membentuk blok diagram untuk sistem diskrit
LTI :
x2(t)
(i) Adder (Penjumlah) x1(t) + x1(t) + x2(t)

(ii) Multiplication (Pengali) x(t) a


ax(t)

(iii) Unit Delay x(t) D dx(t)/dt


Analogi dengan sistem LTI diskrit, persamaan diferensial koefisien konstan
linier untuk sistem LTI kontinyu dapat ditulis dalam bentuk:
1 N d k x(t ) N d k y (t )
y (t ) = bk − a k (3.4.12)
a 0 k =0 dt k k =1 dt k
Bagian kanan dari persamaan (3.4.12) mempunyai tiga operasi dasar:
penjumlahan, perkalian, dan turunan.

Dalam hal praktis adalah sulit untuk merealisasikan elemen diferensiator


didalam pengimplementasian persamaan 3.4.12. Alternatif diambil dengan
mengganti elemen diferensiator dengan elemen integrator.
y ( 0) (t ) = y (t )
t
y (1) (t ) = y (t ) * u (t ) = y (τ )dτ
−∞
t t
y ( 2) (t ) = y (t ) * u (t ) * u (t ) = y (1) (t ) * u (t ) = y (σ )dσ dτ
−∞ −∞

Secara umum integral ke-k dari y(t) adalah :


t
y ( k ) (t ) = y ( k −1) (t ) * u (t ) = y ( k −1) (τ )dτ
−∞

Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh inetgral x(k)(t) dari x(t).
d k y (t )
Jika kita asumsikan kondisi awal nol maka integral ke-N dari adalah
dt k
y(N-k)(t) karena kondisi-kondisi awal untuk integrasi adalah nol. Hal yang
sama juga berlaku untuk x(t).
Sehingga persamaan (3.4.12) dapat ditulis menjadi : (y(0)(t) = y(t))
N −1
1 N
y (t ) = bk x( N − k ) (t ) − a k x( N − k ) (t ) (3.4.13)
a N k =0 k =0

Elemen integrator digambarkan dalam diagram berikut ini :


t
x(t) x(τ )dτ
−∞
Sehingga analogi dengan sistem diskrit kita juga dapat membangun direct
form I realization:

bN 1/aN
x(t) + + y(t)

bN-1 -aN-1
+ +

bN-2 -aN-2
+ +
.…

.…

.…

.…
b1 -a1
+ +

b0 -a0

Dan direct form II realizationnya adalah:

1/aN bN
x(t) + + y(t)

-aN-1 bN-1
+ +

-aN-2 bN-2
+ +
.…

.…

.…

-a1 b1
+ +

-a0 b0
Contoh Soal:
Konstruksilah realisasi dari direct form II dari persamaan sinyal kontinyu
d 2 y (t ) dy (t )
− − 2 y (t ) = x(t )
dt 2 dt
Jawab
d 2 y (t ) dy (t ) x(t) 1/a2 = 1
− − 2 y (t ) = x(t ) +
dt 2 dt
dy (t ) d 2 y (t )
y (t ) = − 12 x(t ) + −
dt dt 2
-a1 = 1
a0 = -2 +
a1 = -1
a2 = 1
b0 = 1
-a0 = 2 b0 = 1 y(t)
+
4 Analisa Fourier untuk sinyal dan sistem waktu kontinyu
4.1 Representasi sinyal periodik : Deret Fourier waktu kontinyu
4.1.1 Kombinasi Linear eksponensial kompleks harmonik
Sebuah sinyal bersifat periodik jika
x(t) = x(t + T), untuk semua t. (4.1)
Dengan perioda dasar T0 dari x(t) adalah nilai minimum positif bukan nol dari
T sehingga persamaan (4.1) masih terpenuhi.. Dan nilai 2π/T0 disebut
frekuensi dasar.
Dua bentuk sinyal periodik :
Sinusoid : x(t) = cosω0(t) (4.2)
jω0t
Eksponensial kompleks periodik : x(t ) = e (4.3)
Kedua sinyal ini periodik dengan frekuensi dasar ω0 dan perioda dasar 2π/ω0.
Asosiasi dengan sinyal pada persamaan (4.3) adalah deret eksponensial
kompleks harmonik :
φ k (t ) = e jkω0t , k = 0, ±1, ±2, ±3, ….. (4.4)
Masing-masing sinyal ini mempunyai frekuensi dasar yang merupakan
kelipatan ω0, dan periodik dengan perioda T0. Maka kombinasi linier dari
eksponensial kompleks harmonik dengan bentuk
+∞
x(t ) = a k e jkω0t (4.5)
k = −∞
adalah periodik dengan perioda T0.
Untuk k = 0, persamaan (4.5) adalah komponen dc atau konstan. Untuk k =
+1 dan k = -1, keduanya mempunyai perioda dasar T0 dan disebut komponen
dasar atau komponen harmonik pertama. Untuk k = +2 dan k = -2, keduanya
mempunyai perioda ½ perioda dasar dan disebut komponen harmonik kedua.
Secara umum untuk k = +N dan k = -N, disebut dengan komponen harmonik
ke-N.
Representasi sinyal periodik dari bentuk persamaan (4.5) disebut representasi
deret Fourier.

4.1.2 Menentukan representasi deret fourier dari sinyal periodik


Dari persamaan (4.5),
+∞
x(t ) = a k e jkω0t (4.6)
k = −∞

Apabila kedua ruas dikalikan dengan e − jnω0t , maka


+∞
x(t )e − jnω0t = a k e jkω0t e − jnω0t (4.7)
k = −∞
T0 +∞ T0

x(t )e − jnω0t dt = ak e j ( k − n )ω0t dt (4.8)


0 k = −∞ 0
T0 T0 T0

e j ( k − n )ω0t dt = cos(k − n)ω 0 tdt + j sin(k − n)ω 0 tdt (4.9)


0 0 0
Untuk k ≠ n, kedua integral disisi kanan persamaan (4.9) adalah nol.
Untuk k = n, persamaan (4.9) sama dengan T0.
T0
T ,k = n
e j ( k − n )ω0t dt = 0 (4.10)
0
0 ,k ≠ n
Dari persamaan (4.8), didapat
T0

x(t )e jnω0t dt = a nT0 (4.11)


0
T
1 0
an = x(t )e jπω0t dt (4.12)
T0 0
Jadi jika x(t) mempunyai representasi deret fourier (atau dengan kata lain,
jika dapat diekspresikan sebagai sebuah kombinasi linier eksponensial
kompleks dalam bentuk persamaan (4.5), maka
+∞
x(t ) = a k e jkω0t Persamaan Sintesis (4.13)
k = −∞

1
ak = x(t )e − jkω0t dt Persamaan Analisis (4.14)
T0 T0

Koefisien {ak} disebut dengan koefisien deret fourier atau koefisien spektral
dari x(t).

4.2 Representasi sinyal aperiodik : Transformasi Fourier waktu kontinyu


4.2.1 Representasi transformasi fourier dari sinyal aperiodik
Ide dasar pengembangan fourier untuk representasi sinyal aperiodik adalah
dengan menganggap sinyal aperiodik sebagai sinyal periodik yang
mempunyai perioda sangat besar.
Diketahui sebuah sinyal aperiodik, sebagai berikut:

y(t)

-T1 T1 t

(t) adalah sinyal periodik yang dibangun untuk sama dengan y(t) untuk satu
perioda.
(t)

-2T0 -T0 -T1 T1 T0 2T0 3T0

Jika T0 → ∞ maka (t) akan sama dengan y(t)


+∞
(t) = a k e jkω0t (4.15)
k = −∞
T0
2
1 ~
ak = y (t )e − jkω0t dt (4.16)
T0 −T0
2
Karena (t) = y(t) untuk |t| < T0/2 dan juga y(t) = 0 diluar interval ini, maka
T0
2 ∞
1 1
ak = y (t )e − jkω0t dt = y (t )e − jkω0t dt (4.17)
T0 −T0 T0 −∞
2

sampul (“envelope”), Y(ω) dari T0 adalah sebagai berikut



Y (ω ) = y (t )e − jω0t dt (4.18)
−∞
1
ak = Y (kω 0 ) (4.19)
T0
+∞
1
(t) = Y (kω 0 )e jkω0t (4.20)
T
k = −∞ 0

Karena 2π/T0 = ω0, maka


1 +∞
(t) = Y (kω 0 )e jkω0t ω 0 (4.21)
2π k = −∞
T0 → ∞ , (t) → y(t), sehingga sisi kanan persamaan (4.21) menjadi integral

1
y (t) = Y (ω )e jωt dω (4.22)
2π − ∞

Y (ω ) = y (t )e − jω0t dt (4.23)
−∞
Y(ω) adalah transformasi fourier atau integral fourier dari x(t), dan x(t)
adalah inverse transformasi fourier dari Y(ω).

4.2.2 Sinyal periodik dan transformasi fourier waktu kontinyu


Transformasi fourier diaplikasikan pada sinyal periodik waktu kontinyu.
4.2.3 Sifat-sifat transformasi fourier waktu kontinyu

Linearitas
Jika x1(t) X1(ω)
dan x2(t) X2(ω)

maka ax1(t) + bx2(t) aX1(ω) + bX2(ω)

Sifat Simetri
Jika x(t) adalah fungsi waktu bernilai real, mka
X(-ω) = X*(ω)
* menyatakan kompleks conjugate

Time Shifting (Pergeseran waktu)


Jika x(t) X(ω)
Maka x(t-t0) e-jωt0 X(ω)

Diferensiasi dan Integrasi


Jika x(t) X(ω)

dx (t )
Maka jωX(ω)
dt
t
1
x(τ )dτ X ( ω) + πX (0)δ (ω )
−∞

Time and Frequency Shifting (Perkalian waktu dan frekuensi)
Jika x(t) X(ω)
1 ω
Maka x(at) X( )
a a , a = konstan real

Sifat konvolusi
y(t) = h(t) * x(t) Y(w) = H(ω)X(ω)
Sifat modulasi 1
r(t) = s(t)p(t) R(w) = [S (ω ) * P(ω )]

5 Analisa Fourier untuk sinyal dan sistem waktu diskrit
5.1 Representasi sinyal periodik : Deret Fourier waktu diskrit
5.1.1 Kombinasi linear eksponensial kompleks harmonik
Sinyal waktu diskrit x[n] adalah periodik jika x[n] = x[n + N] dengan N
bilangan bulat bernilai positif.
Sinyal eksponensial kompleks ej(2 /N)n adalah periodik dengan perioda N.
Maka, deret semua sinyal eksponensial kompleks diskrit yang periodik
dengan perioda N, adalah:
φ k [n] = e jk ( 2π / N ) n , k = 0, ±1, ±2, ±3, ….. (5.1)
Semua sinyal pada deret ini mempunyai frekuensi yang merupakan kelipatan
frekuensi dasar, 2 /N, dan sehingga bersifat harmonik.
Untuk sinyal pada persamaan (5.1) hanya ada N buah sinyal yang berbeda,
alasannya adalah eksponensial kompleks waktu diskrit yang berbeda dengan
frekuensi kelipatan 2 adalah identik.
e j ( Ω + 2πr ) n = e jΩn e j 2πrn = e jΩn (5.2)
Konsekuensi langsung dengan dari ini adalah φ 0 [ n] = φ N [n] , φ1 [ n] = φ N +1 [ n]
atau secara umum
φ k [n] = φ k + rN [n] (5.3)
Sekarang kita representasikan sekuen periodik yang lebih umum dalam
bentuk kombinasi linier dari sekuen φ k [n] , seperti pada persamaan (5.1)
Kombinasi linier ini mempunyai bentuk:
x[n] = a k φ k [ n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.4)
k k

karena sekuen φ k [n] berbeda hanya pada range N yang berurutan pada k,
maka penjumlahan pada persamaan (5.4) hanya cukup mengikutkan pada
range ini saja. Kita batasi penjumlahan sebagai k = <N>, sehingga
x[n] = a k φ k [ n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.5)
k =< N > k =< N >

Sebagai contoh k dapat bernilai dari 0 s/d N-1 atau dari 3 s/d N+2, dan
semacamnya. Persamaan (5.5) disebut sebagai dengan deret fourier waktu
diskrit dan koefisien ak disebut sebagai koefisien deret fourier.
5.1.2 Menentukan representasi deret fourier dari sinyal periodik
Jika kita evaluasi persamaan (5.5) untuk nilai n berurutan, maka
x[0] = ak
k =< N >

x[1] = a k e j 2πk / N
k =< N >

. (5.6)
.
x[ N − 1] = a k e j 2πk ( N −1) / N
k =< N >

Persamaan (5.6) diatas menyatakan satu deret N buah persamaan untuk N


jumlah koefisien ak, k adalah bilangan bulat dengan range N yang berurutan.
Dapat kita lihat bahwa deret N persamaan bersifat independen linier dan
dapat dipecahkan untuk mendapatkan koefisien ak dlam fungsi x[n].
Kemudian mari kita lihat hubungan
N −1 N , k = 0,± N ,±2 N
e jk ( 2π / N ) n = (5.7)
n =0 0, lainnya
Persamaan (5.7) menunjukkan jumlah satu perioda nilai-nilai eksponensial
kompleks periodik adalah nol kecuali eksponensial kompleks tersebut
konstan. Karena masing-masing eksponensial kompleks pada penjumlahan di
persamaan (5.7) bersifat periodik dengan perioda N, maka persamaan (5.7)
akan tetap valid dengan mengambil penjumlahan sebanyak interval N, yaitu
N , k = 0,± N ,±2 N
e jk ( 2π / N ) n = (5.8)
n =< N > 0, lainnya

Sekarang mari kita lihat representasi deret fourier pada persamaan (5.5).
Dengan mengalikan kedua suku dengan e − jr ( 2π / N ) n dan menjumlahkan
sepanjang N, sehingga akan kita dapatkan
x[n]e − jr ( 2π / N ) n = a k e j ( k − r )( 2π / N ) n (5.9)
n =< N > n =< N > k =< N >

x[n]e − jr ( 2π / N ) n = ak e j ( k − r )( 2π / N ) n (5.10)
n =< N > k =< N > n =< N >

Dengan melihat persamaan (5.8), kita akan dapatkan bahwa penjumlahan


bagian dalam persamaan (5.10) adalah nol kecuali jika k-r adalah nol atau
bilangan bulat kelipatan N. Sehingga, jika kita pilih nilai r sama rangenya
dengan k pada penjumlahan luar, penjumlahan dalam sisi kanan persamaan
(5.10) sama dengan N jika k=r dan sama dengan 0 jika k≠r.
Sehingga
x[n]e − jr ( 2π / N ) n = a r .N (5.11)
n =< N >

1
ar = x[ n]e − jr ( 2π / N ) n (5.12)
N n =< N >
Persamaan (5.12) adalah pernyataan bentuk terutup untuk mendapatkan
koefisien deret fourier. Dapat disimpulkan pasangan deret fourier waktu
diskrit, sebagai berikut:
x[n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.13)
k =< N >

1
ak = x[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.14)
N n =< N >

Persamaan 5.13 disebut persamaan sintesis, sementara persamaan 5.14


disebut persamaan analisis.

5.2 Representasi sinyal aperiodik : Transformasi Fourier waktu diskrit


5.2.1 Representasi transformasi fourier waktu diskrit
Ide dasar pengembangan fourier untuk representasi sinyal aperiodik adalah
dengan menganggap sinyal aperiodik sebagai sinyal periodik yang
mempunyai perioda sangat besar.
Diketahui satu sekuen aperiodik x[n] dengan durasi yang terhingga yaitu x[n]
= 0 jika |n| > N1, untuk suatu bilangan bulat N1.
x[n]

-N1 N1 n

xˆ[n] adalah sinyal periodik yang dibangun untuk sama dengan x[n] untuk
satu perioda.
xˆ[n]

-3N -2N -N -N1 N1 N 2N 3N n

Jika kita pilih N sangat besar, N → ∞, xˆ[n] = x[n] untuk setiap nilai N
berhingga.
Sekarang kita buat represesentasi deret fourier untuk xˆ[n] .
xˆ[n] = a k e jk ( 2π / N ) n (5.15)
k =< N >

1
ak = xˆ[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.16)
N n =< N >

Karena x[n] = xˆ[n] untuk satu perioda pada interval |n| ≤ N1, dan x[n] = 0 di
luar interval tersebut, maka:
N1 ∞
1 1
ak = x[n]e − jk ( 2π / N ) n = x[n]e − jk ( 2π / N ) n (5.17)
N n = − N1 N n = −∞

Jika kita definisikan envelop X(Ω) dari Nak sebagai:



X ( Ω) = x[ n]e − jΩn (5.18)
n = −∞

Kita dapatkan koefisien ak sebagai


1
a k = X (kΩ 0 ) (5.19)
N
dimana Ω0 adalah jarak sampel 2π/N.
Dengan menggabungkan persamaan (5.14) dan (5.19), didapatkan
1
xˆ[n] = X (kΩ 0 )e jkΩ 0 n (5.20)
n =< N > N

2π 1 Ω0
Karena Ω 0 = , atau = , persamaan (5.20) menjadi
N N 2π
1
xˆ[n] = X (kΩ 0 )e jkΩ 0 n Ω 0 (5.21)
2π n =< N >

Karena N → ∞, xˆ[n] = x[n] dan Ω0 → 0, maka persamaan (5.21) menjadi


persamaan integral.
1
x[n] = X (Ω)e jΩn dΩ (5.22)
2π 2π
karena X(Ω)ejΩn adalah periodik dengan perioda 2 , interval integrasi diambil
sebagai interval dengan panjang 2 . Sehingga kita punya pasangan
persamaan
1
x[n] = X (Ω)e jΩn dΩ (5.23)
2π 2π
+∞
X ( Ω) = x[ n]e − jΩn (5.24)
n = −∞

Persamaan (5.23) disebut persamaan sintesis, sementara persamaan (5.24)


disebut dengan persamaan analisis. Fungsi X(Ω) adalah transformasi fourier
waktu diskrit.

5.2.2 Sinyal periodik dan transformasi fourier waktu diskrit


Transformasi fourier diaplikasikan pada sinyal periodik waktu diskrit.

5.2.3 Sifat-sifat transformasi fourier waktu diskrit

Linearitas
Jika x1[n] X1(Ω)
dan x2[n] X2(Ω)

Maka ax1[n] + bx2[n] aX1(Ω) + bX2(Ω)


Sifat Simetri
Jika x[n] adalah fungsi real, maka
X(Ω) = X*(-Ω)

Pergeseran waktu dan pergeseran frekuensi


Jika x[n] X(Ω)

Maka x[n-n0] e-jΩnoX(Ω)

eΩ0nx[n] X(Ω-Ω 0)

Diferensiasi dan Penjumlahan


n +∞
1
x[m] X ( Ω ) + π X ( 0 ) δ (Ω − 2πk )
m = −∞ 1 − e − jΩ k = −∞

Diferensiasi pada frekuensi


dX (Ω)
nx[n] j
dΩ

Konvolusi
y(t) = h(t) * x(t) Y(Ω) = H(Ω) * X(Ω)

Modulasi
1
y(t) = x1(t)x2(t) Y (Ω ) = X 1 (θ ) X 2 (Ω − θ )dθ
2π 2π
6 Transformasi Laplace

Untuk sistem linier time invariant (LTI), dengan response impuls h(t), bahwa
respon y(t) dari sistem untuk input eksponensial kompleks dengan bentuk est
adalah
y(t) = H(s)est (6.1)
dimana
+∞
H(s) = h(t )e − st dt (6.2)
−∞

Apabila s bersifat imajiner (s = jω), integral persamaan (6.2) mengacu pada


transformasi fourier dari h(t). Untuk bentuk umum variabel kompleks s,
persamaan (6.2) disebut sebagai transfomasi laplace dari respons impuls h(t).
Transformasi Laplace dari sinyal x(t) didefinisikan sebagai berikut :
+∞
X ( s) = x (t )e − st dt (6.3)
−∞

Variabel kompleks s mempunyai bentuk umum s = σ + jω, dengan σ dan ω


adalah bagian real dan imajiner.
Jika s = jω, persamaan (6.3) menjadi
+∞
X ( jω ) = x(t )e − jωt dt (6.4)
−∞

yang merupakan transformasi fourier dari x(t), yaitu


X ( s) s = jω = F{x(t )} (6.5)
Transformasi laplace juga mempunyai hubungan dengan transformasi fourier,
walaupun variabel kompleks s tidak murni bersifat imajiner. Untuk melihat
hubungan tersebut, X(s) dapat dinyatakan dengan bentuk s = σ + jω, sehingga
+∞
X (σ + jω ) = x(t )e − (σ + jω )t dt (6.6)
−∞

atau
+∞
X (σ + jω ) = [ x(t )e −σt ]e − jωt dt (6.7)
−∞

Sisi kanan dari persamaan (6.7) sebagai transformasi fourier dari x(t)e-σt,
sehingga berarti transformasi laplace dapat diinterpretasikan sebagai
transformasi fourier dari x(t) setelah dikalikan dengan sinyal eksponensial
real. Eksponensial e-σt dapat menaik atau turun dengan waktu, bergantung
apakah σ positif atau negatif.
Contoh 1
Diketahui sinyal x(t) = e-atu(t), dengan a < 0, tentukan transformasi
Laplacenya.
Dari persamaan (6.3) didapat:
+∞
X (s) = e -at u (t )e − st dt
−∞
+∞
X ( s ) = e − ( s + a )t dt
0

1
X ( s) = , Re{s} > -a
s+a

Contoh 2
Diketahui sinyal x(t) = -e-atu(-t), dengan a < 0, tentukan transformasi
Laplacenya.
+∞
X ( s ) = − e -at u (−t )e − st dt
−∞
0
X ( s ) = − e −( s + a )t dt
−∞
1
X ( s) = , Re{s} < -a
s+a

Persamaan aljabar untuk transformasi Laplace pada kedua contoh diatas sama
percis tetapi nilai s dimana transformasi tersebut supaya ada/eksis sangat
berbeda. Hal ini menunjukkan fakta bahwa didalam menentukan transformasi
Laplace suatu sinyal, kedua hal harus ditentukan yaitu; persamaan aljabar dan
batas-batas nilai s dimana persamaan tersebut valid. Secara umum batas-batas
nilai s dimana persamaan (6.3) bersifat konvergen disebut sebagai region of
convergence (ROC) dari transformasi Laplace.
Gambar 6.1 memperlihatkan ROC untuk kedua contoh transformasi Laplace
diatas.

s-plane s-plane

-a -a

(a) (b)

Gambar 6.1 (a) ROC untuk contoh 1; (b) ROC untuk contoh 2
Contoh 3
Pada contoh ini kita akan melihat transformasi Laplace dari sinyal yang
merupakan penjumlahan dari dua sinyal eksponensial real.

x(t) = e-tu(t) + e-2tu(t)

Persamaan aljabar untuk transformasi Laplacenya adalah :


+∞
X ( s ) = [e - t u (t ) + e -2t u (t )]e − st dt
−∞
+∞ +∞
X ( s) = e −t e − st u (t )dt + e − 2t e − st u (t )dt
−∞ −∞
1 1
X ( s) = +
s +1 s + 2

Untuk menentukan ROC, kita lihat bahwa karena x(t) adalah penjumlahan
dua eksponensial real dan operator transform laplace bersifat linear maka
X(s) adalah penjumlahan dari transformasi laplace dari masing-masing suku.
Suku pertama adalah transformasi laplace e-tu(t) dan suku kedua adalah
transformasi laplace dari e-2tu(t). Dari contoh 1 kita dapat lihat bahwa
1
e-tu(t) , Re{s} > -1
s +1
1
e-2tu(t) , Re{s} > -2
s+2

Sehingga, nilai Re{s} untuk transformasi laplace untuk kedua suku adalah
Re{s} > -1.
1 1
e-tu(t) + e-2tu(t) + , Re{s} > -1
s +1 s + 2
2s + 3
e-tu(t) + e-2tu(t) , Re{s} > -1
s + 3s + 2
2

Transformasi laplace adalah rasio dari persamaan polinomial dalam kompleks


variabel s, dalam bentuk
N (s)
X ( s) = (6.8)
D( s)

dimana N(s) dan D(s) adalah polinomial numerator dan denominator. Untuk
transformasi laplace rasional, akar (root) dari polinomial numerator
merupakan nilai zero dari X(s), karena menyebabkan X(s) = 0. Sementara
akar (root) dari polinomial denumerator merupakan nilai pole dari X(s).
Gambar 6.2 menunjukkan representasi bidang s dari transformasi laplace
contoh 3 diatas.

s-plane X = Pole
ROC O = Zero
-3/2
x o x
-2 -1

Gambar 6.2 Representasi bidang s untuk menunjukkan


lokasi ROC serta plot pole dan zero dari X(s)
7 Transformasi Z

Untuk sistem LTI diskrit dengan response impuls h[n], maka respon y[n] dari
sistem untuk input eksponensial kompleks dengan bentuk zn adalah
y[n] = H(z)zn (7.1)
dengan
+∞
H(z) = h[ n] z − n (7.2)
n = −∞

Untuk z = ejΩ dengan Ω bersifat real (|z| = 1) persamaan (7.2) adalah


merupakan transformasi fourier waktu diskrit dari h[n]. Secara umum, jika |z|
tidak terbatas bernilai satu, maka persamaan (7.2) adalah merupakan
transfomasi Z dari h[n].
Transformasi Z dari sinyal diskrit x[n] didefinisikan sebagai berikut :
+∞
X(z) = x[n]z − n (7.3)
n = −∞
Dimana z merupakan variabel kompleks.
Untuk mencari hubungan antra transformasi fourier diskrit dengan
transformasi z ini, sekarang kita nyatakan z dalam bentuk polar, yaitu
z = rejΩ
(7.4)
dimana r adalah magnitude dari z dan Ω adalah sudut fasa dari z. Maka
persamaan (7.3) menjadi
+∞
X(rejΩ) = x[n](re jΩ ) − n (7.5)
n = −∞
Atau
+∞
X(rejΩ) = {x[n]r − n }e - jΩn (7.6)
n = −∞

Dari persamaan (7.6) kita lihat bahwa X(rejΩ) adalah merupakan transformasi
fourier dari x[n] dikalikan dengan eksponensial real r-n, atau
X(rejΩ) = {x[n]r-n} (7.7)
Untuk r = 1 atau |z| = 1, transformasi Z menjadi transformasi fourier, yaitu
X(z)|r = ejΩ = {x[n]} (7.8)

Contoh 1
Diketahui sinyal x[n] = anu[n], tentukan transformasi Znya.
Dari persamaan (7.3) didapat:
+∞
X (z) = a n u[n]z − n
n = −∞
+∞
X (z) = ( az −1 ) n
n=0
+∞
Agar X(z) bersifat konvergen, ( az −1 ) n < ∞ , maka region of
n =0

convergencenya adalah nilai z dimana |az-1| < ∞ atau |z| > |a|, sehingga
+∞
1 z
X ( z ) = (az −1 ) n = −1
= , |z| > |a|
n=0 1 − az z−a
Untuk contoh ini ada satu zero yaitu z = 0 dan satu pole z = a.

Unit circle
z-plane

O aX 1

Gambar 7.1 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 1
Contoh 2
Diketahui sinyal x[n] = -anu[-n-1], tentukan transformasi Znya.
+∞ −1
X (z) = − a n u[ − n − 1] z − n = − a n z −n
n = −∞ n = −∞
+∞ +∞
X (z) = − a −n z n = 1 − (a −1 z ) n
n =1 n =0

Agar X(z) bersifat konvergen, maka a −1 z < 1 , atau |z| < |a|, sehingga
1 1 z
X (z) = 1 − −1
= −1
= , |z| < |a|
1 − a z 1 − az z − a
Plot pole-zero dan region of convergencenya digambarkan pada
gambar 7.2 dibawah ini.

Unit circle
z-plane

O Xa 1

Gambar 7.2 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 2
Contoh 3
Diketahui sinyal yang merupakan penjumlahan dari dua eksponensial real.
x[n] = (½)nu[n] + ( )nu[n],
Maka transformasi Znya,
+∞
X (z) = {( 12 ) n u[ n] + ( 13 ) n u[ n]}z − n
n = −∞
+∞ +∞
X (z) = ( 12 ) n u[n]z − n + ( 13 ) n u[n]z − n
n = −∞ n = −∞
+∞ +∞
X (z) = ( 12 z −1 ) n + ( 13 z −1 ) n
n=0 n =0

1 1 2 − ( 56 ) z −1
X (z) = + =
1 − 12 z −1 1 − 13 z −1 (1 − 12 z −1 )(1 − 13 z −1 )
z (2 z − 56 )
X (z) =
( z − 12 )( z − 13 )
Agar X(z) bersifat konvergen, maka 1
2
z −1 < 1 dan 1
3
z −1 < 1 atau |z|
> ½ dan |z| > . Sehingga region of convergence (ROC) nya adalah |z|
> ½.

z-plane z-plane

O X O X
½ 1 1

z-plane

OXO X
½ 1

Gambar 7.1 Plot pole-zero dan region of convergence (ROC) untuk contoh 3
Daftar Pustaka

1. Alan V. Oppenheim, Alan S. Willsky dan Ian T. Young, “Signal and Systems”,
Prentice Hall, 1990.
2. Eva Part-Enander dan Anders Sjoberg, “The Matlab 5 Handbook”, Addison
Wesley, 1999.
3. David J. DeFatta, Joseph G. Lucas, dan William S. Hodgkiss, “Digital Signal
Processing: A System Design Approach”, John Wiley & Sons, 1988.
4. Samuel D. Stearns dan Ruth A. David, “Signal Processing Algorithms in
Matlab”, Prentice Hall, International Editions, 1996.
5. Gordon E. Carlson, “Signal and Linear System Analysis”, 2nd ed, John Wiley &
Sons, 1998.
6. Gordon E. Carlson, “Solutions Manual to Accompany Signal and Linear System
Analysis”, 2nd ed, John Wiley & Sons, 1998.
7. Samir S. Suliman dan Mandyam D. Srivath, “Continous and Discrete Signals and
Systems”, Prentice Hall, International Editions, 1998.
8. Rodger E. Zimmer, William H. Tranter, dan D. Ronald Fannin, “Signal &
Systems Continous and Discrete”, 4th ed, Prentice Hall, 1998.

Anda mungkin juga menyukai