Anda di halaman 1dari 8

BLOK AESTHETIC DENTISTRY 1

RESUME

CASE STUDY 4

PERAWATAN SALURAN AKAR (CROWN DOWN)

Tutor:

drg. Mahindra Awwaludin Romdlon, M.H.

Disusun Oleh:

Nabilah Annisa Rahmah

G1B017017

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2020
PERAWATAN SALURAN AKAR

I. Tinjauan Pustaka
Perawatan saluran akar (PSA) merupakan perawatan yang dilakukan untuk
mempertahankan gigi yang mengalami kondisi patologis. PSA terdiri dari tiga
prinsip (triad endodontik), yaitu preparasi biomekanis meliputi cleaning and
shaping, sterilisasi meliputi irigasi dan disinfeksi, serta obturasi atau pengisian
saluran akar. PSA bertujuan untuk meringankan rasa sakit, mengontrol sepsis
dari pulpa dan jaringan periapikal serta mempertahan gigi di rongga mulut
(Bachtiar, 2016).
Perawatan saluran akar menggunakan teknik crown down diindikasikan
untuk saluran akar yang bengkok. Kelebihan teknik ini: debris lebih mudah
keluar, taper lebih besar, pengerjaan lebih cepat; sedangkan kekurangannya:
penghilangan jaringan gigi lebih banyak. Preparasi teknik crown down
menggunakan instrument protaper. Instument protaper dipublikasikan pada
tahun 2000 yang merupakan instrument endodontik yang didesai untuk
mempertinggi efisiensi pemotongan dentin dengan fleksibilitas tinggi (Diana
dan Santosa, 2013).

II. Materi Tambahan


A. Larutan Irigasi Saluran Akar (Ramadhiani dkk., 2016)
1. Sodium Hypochlorite (NaOCl); merupakan larutan irigasi yang umum
digunakan. Larutan ini berfungsi untuk melarutkan komponen organik
dan debris. NaOCl memiliki sifat antibakteri, tetapi jikan digunakan
dalam konsentrasi besar dapat menyebabkan toksik pada jaringan.
2. Ethylene Diamine Tetracetic Acid (EDTA); merupakan agen kelasi.
Larutan ini mempunyai efek demineralisasi kuat karena dapat
memperbesar tubulus dentin dan menyebabkan denaturasi fiber
kolagen. Larutan ini dapat membantu preparasi saluran akan yang
sempit dan terkalsifikasi.
3. Chlorhexidine (CHX); merupakan larutan antibakteri spektrum luas.
Penggunaan larutan ini harus dibarengi dengan larutan irigasi lain
karena CHX tidak mampu melarutkan sisi jaringan organic dan
anorganik dan tidak mempengaruhi kolagen dentin.
CHX tidak boleh berkontak langsung dengan NaOCl karena dapat
menyebabkan perubahan warna oranye kecoklatan dan berpotensi
membentuk endapat yang bersifat karsinogenik yaitu para chloroaniline
(PCA). CHX juga tidak boleh berkontak langsung dengan EDTA karena
kombinasi ini akan meninggalkan endapan garam yang mengandung asam
trifluorpacetic. Kedua endapan yang dihasilkan dari kombinasi
CHX+NaOcl dan CHX+EDTA tersebut berpotensi mempengaruhi
kerapatan dari material sealer terhadap dentin yang menyebabkan
kebocoran apikal.

B. Medikamen Saluran Akar (Mattulada, 2010)


1. Chlorophenol Kamfer Menthol (ChKM); merupakan bahan antiseptik
yang umum untuk saluran akar. ChKM memiliki efek antiseptik dan
disinfeksi yang lebih kuat dibandingkan dengan golongan fenol lain.
Penambahan kanfer membuat ChKM lebih stabil pada suhu ruang.
ChKM diindikasikan unutk semua perawatan saluran akar dan pada gigi
yang memiliki kelainan periapikal. ChKM tidak dapat digunakan pada
pasien yang alergi dengan fenol.
2. Cresophene; merupakan bahan merupakan bahan antiseptic saluran
akar. Kandungan dexamethasone pada cresophene menyebabkan efek
antiinflamasi. Bahan ini dapat digunakan pada sterilisasi kavitas yang
dalam. Creshopene tidak dapat digunakan pada pasien yang alergi
dengan fenol dan kortikosteroid.
3. Trikresol Formalin (TKF); merupakan bahan antiseptic saluran akar.
Bahan ini memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri anaerob.
Kekurangan bahan ini: bersifat toksik, karsinogenik, serta
pengaplikasian berlebih menyebabkan periodontitis.
III. Case Study
Skenario:
Pria (22 tahun) seorang mahasiswa, datang ke RSGMP Unsoed dengan
keluhan gigi belakang atasnya sering terasa sakit dan seminggu lalu gusi di
daerah tersebut terasa bengkak. Saat ini gigi terasa sakit saat menggigit
makanan. Pasien pernah ke dokter gigi 6 bulan yang lalu untuk pembersihan
karang gigi. Pada pemeriksan intraoral tampak gigi 36/46 berlubang besar pada
oklusalnya hingga mencapai ke pulpa. Perabaan pada area mukosa gingival
36/46 ditemukan adanya parulis pada mukosa labial bagian apikal gigi tersebut.
Tes dengan menggunakan CE, pasien tidak merasakan linu, tes perkusi positif.
Pasien ingin giginya dipertahankan.
Catatan:
▪ Panjang kerja akar mesiobukal, mesiolingual, distobukal, dan distolingual
diketahui 18 mm.
▪ Pada gambaran radiologi terlihat akar gigi dan saluran akarnya sedikit
membengkok.

A. Cara diagnosis pasien tersebut.


1. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesa)
a. Identitas pasien: Panita, 22 tahun
b. CC: Gigi belakang atasnya sering terasa sakit dan seminggu lalu gusi
di daerah tersebut terasa bengkak
c. PI: Saat ini gigi terasa sakit saat menggigit makanan
d. PMH: Tidak ada dalam skenario
e. PDH: 6 bulan yang lalu untuk pembersihan karang gigi
f. FH: Tidak ada dalam skenario
g. SH: Mahasiswa
2. Pemeriksaan Objektif
a. Visual: Gigi 36/46 berlubang besar pada oklusalnya hingga
mencapai ke pulpa
b. Palpasi: Perabaan pada area mukosa gingival 36/46 ditemukan
adanya parulis pada mukosa labial bagian apikal gigi tersebut (+)
c. Perkusi: Perkusi terasa sakit (+)
d. Mobiltias: Tidak ada dalam skenario
e. Vitalitas: Pasien tidak merasakan ngilu saat dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan Chlor Ethyl (CE) (-)
3. Pemeriksaan Penunjang (Radiografi): Terlihat akar gigi dan saluran
akarnya sedikit membengkok.

B. Diagnosis pasien tersebut.


Nekrosis pulpa et causa abses pada gigi 36/46; karena saat tes vitalitas (-)
pasien tidak merasa ngilu ketika diberi rangsangan (dingin), hasil tes
perkusi posititf serta tes palapasi ditemui lesi parulis

C. Klasifikasi karies pasien tersebut (dengan beberapa jenis klasifikasi)


1. GV. Black: Klas I (karies terletak pada oklusal gigi posterior)
2. GJ. Mount: Site 1, Size 3 (karies terletak pada oklusal dan telah
mencapai pulpa)
3. Kedalaman: Karies Profunda (karies telah mencapai pulpa)
4. Keparahan: Karies Parah (karies telah mencapai pulpa)
5. WHO: D4 (karies telah mencapai pulpa)
6. ICDAS: 6 (karies telah mencapai pulpa)

D. Rencana perawatan pasien tersebut


Rencana perawatan pasien adalah drainase abses dan pemberian antibiotik.
Setelah abses sembuh, dilakukan perawatan saluran akar dengan teknik
crown down. Perawatan dilanjutkan dengan pembuatan crown.
E. Tahapan kerja pasien tersebut (sebutkan alat yang digunakan pada tiap
tahapan kerja)
1. Kunjungan pertama
a. Melakukan pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang
(radiografi periapikal)
b. Melakukan anastesi menggunakan pehacain
c. Melakukan isolasi menggunakan rubber dam
d. Melakukan open access menggunakan round bur dan tapered fissure
bur hingga menembus atap pulpa. Jika sudah menembus atap pulpa
saluran akar bisa di cari menggunakan root canal explorer.
e. Mengambil jaringan pulpa menggunakan jarum eksterpasi/barber
broach dengan gerakan memutar 180° searah jarum jam. Tahapan
ini diulang sampai jaringan pulpa terambil.
f. Melakukan negosiasi saluran akan yang bertujuan untuk mengetahui
bentuk saluran akar dan menjaga bentuk anatomis akar. Tahapan ini
dilakukan menggunakan K-file no. 6/8/10
g. Mengukur panjang kerja, pada scenario diketahui panjang kerja
pasien 18 mm
h. Melakukan preparasi saluran akar menggunakan teknik crown
down. Teknik ini dilakukan dengan cara mempreparasi 2/3 korona
terlebih dahulu, sehingga panjang kerja awal 12 mm dengan
menggunakan k-file No. 10, No. 15 dan file protaper S1. Kemudian
dilanjutkan preparasi 1/3 apikal dengan panjang kerja 18 mm,
menggunakan file No. 10, No. 15, file protaper S1, SX, S2, dan F1.
Keterangan (Diana dan Santosa, 2013):
▪ File SX berfungsi untuk memperlebar orifice
▪ File S1 dan S2 (shaping file) berfungsi untuk membentuk
preparasi saluran akar
▪ File F1, F2 dan F3 (finishing file) berfungsi untuk mempreparasi
1/3 apikal
i. Setiap mengganti ukuran file lakukan irigasi menggunakan sodium
hypochlorite dan EDTA. Hasil preparasi dikeringkan dengan paper
point.
j. Memberikan interkanal medikamen berupa CHKM yang berfungsi
untuk membunuh dan mencegah pertumbuhan bakteri, mengurangi
rasa sakit, mengurangi peradangan periradikular, serta mencegah
reinfeksi akar (Karimah, 2016)
k. Melakukan trial gutta point menggunakan gutta percha point dengan
nomor yang sama dengan file yang terakhir dipakai. Gutta percha
point diukur sesuai dengan panjang kerja dan diberi tanda. Lakukan
pemeriksaan radiografi untuk mengevaluasi penempatan gutta
percha point (Bachtiar, 2016).
l. Melakukan tes perkusi, jika perkusi negatif bisa dilakukan obturasi
m. Melakukan obturasi atau pengisian saluran akar yang bertujuan
untuk menutup jalan masuk saluran akar sehingga tidak terjadi
infeksi ulang. Pengisian saluran akar menggunakan gutta percha dan
sealer (endomethason). Bahan sealer dioleskan pada gutta percha
lalu dimasukkan kedalam saluran akar menggunakan pinset dengan
di pompa dengan tekanan kecil sampai penuh. Setelah itu gutta
percha point dipotong 1 mm dibawah orifice.
a. Melakukan restorasi sementara menggunakan cavit
2. Evaluasi perawatan
a. Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 4 tahun
b. Indikator keberhasilan dilihat dari: pada pemeriksaan subjektif tidak
ada pembengakkan atau ngilu; pada pemeriksaan objektif tes palpasi
negatif, tes perkusi negatif, dan tes mobilitas negatif; serta pada
pemeriksaan radiografi tidak ditemukan lesi radiolusen atau lesi
yang sebelumnya ada sudah sembuh minimal satu tahun (Bachtiar,
2016).
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Z. A. 2016. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak dengan
bahan gutta percha. Jurnal PDGI. 65(2): 60-67

Diana, S., Santosa, P. 2013. Perawatan satu kunjungan pada premolar pertama atas
menggunakan protaper rotary dan restorasi resin komposit. Majalah
Kedokteran Gigi. 20(1): 85-91

Karimah. 2016. Jenis-Jenis Bahan Dressing dan Irigasi Saluran Akar. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang

Mattulada, I. K. 2010. Pemilihan medikamen intrakanal antar kunjungan yang


rasional. Dentofasial. 9(1): 63-68

Ramadhiani, C. N., Santosa, R. T. E. U. P., Mulyawati, E. 2016. Pengaruh


kombinasi larutan irigasi terhadap kebocoran apical pada obturasi saluran
akar menggunakan siler resin epoksi dan mineral trioxide aggregate. Jurnal
Kedokteran Gigi. 7(2): 19-25

Anda mungkin juga menyukai