Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH UPAYA MENCEGAH DAN MEMINIMALISIR RISIKO HAZARD

PADA TAHAP IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN

Di Susun Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja)

Nama Kelompok:
1. Kelvin Kurniawan (202201108)
2. Lusi Anindya Mahatasari (202201109)
3. Muhajir Ridho Sanjaya (202201110)
4. Putri Nurmentari (202201112)
5. Riza Riswanda (202201113)
6. Shafa Tira Soulisa (202201114)
7. Sekar trisnaningrum (202201115)

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
TAHUN AKADEMIK 2020 – 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar Belakang
Setiap pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko bahaya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan
suasanabekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas
setinggi-tingginya. Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiahdalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard)
dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya
yang mungkin terjadi.
Diperkirakan bahwa setiap tahun terjadi 270 juta kecelakaan-kecelakaan yang
akibatkerja yang tidak fatal (setiap kecelakaan paling sedikit mengakibatkan paling
sedikit tiga hariabsen dari pekerjaan) dan 160 juta penyakit-penyakit baru akibat kerja.
Terjadinya kecelakaankerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan
suatu usaha. Kerugian yangdiderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar
namun lebih dari itu adalahtimbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya.
Kehilangan sumber daya manusia inimerupakan kerugian yang sangat besar karena
manusia adalah satu-satunya sumber daya yangtidak dapat digantikan oleh teknologi
apapun.
Maka dari itu Pelaksanaan K3 akan mewujudkan perlindungan terhadap tenaga
kerja daririsiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukanpekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan terciptatempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang
produktif, sehingga akanmeningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
Dan K3 mutlak untukdilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali.
Dalam pelaksanaan K3 sangatdipengaruhi oleh tigafaktor utama yaitu manusia, bahan,
dan metode yang digunakan.Ketigaunsur tersebut tidak dapat dipisahkan dalam mencapai
penerapan K3 yang efektif dan efisien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Risiko dan Hazard


1. Risiko
a. Pengertian

Risiko adalah gabungan dari kemungkinan (frekuensi) dan akibat atau

konsekuensi dari terjadinya bahaya tersebut. Penilaian risiko adalah penilaian

menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan apakah risiko

dapat diterima. Manajemen risiko adalah pengelolaan risiko yang mencakup

identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko. Manajemen risiko terdiri dari

3 langkah pelaksanaan yaitu identifikasi bahaya, penilaian risiko dan

pengendalian risiko (Ramli, 2010).

Definisi risiko menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari

suatu perbuatan atau tindakan. Risiko (Risk) adalah menyatakan

kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada periode waktu tertentu

atau siklus operasi tertentu (Tarwaka, 2008). Jadi resiko k3 adalah potensi

kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya

ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.

b. Pengendalian Risiko

Menurut Hanafi & Partawibawa (2016), pengendalian risiko terhadap

bahaya yang teridentifikasi dilakukan setelah dilakukan penilaian

sebelumnya, sehingga pengendalian risiko bahaya diprioritaskan pada

bahaya dengan kategori paling tinggi ke rendah. Pengendalian risiko


pada kategori High dapat dilakukan dengan mengurangi risiko bahaya

serendah mungkin sehingga risiko bahaya dapat diterima. Pengendalian

pada tingkat ini dilakukan dengan kontrol dari teknisi serta isolasi

terhadap sumber bahaya. Risiko bahaya pada kategori Moderate,

dimana risiko bahaya pada kategori ini dapat ditoleransi. Pengendalian

risiko pada kategori Moderate dapat dilakukan dengan mengatur

manajemen, misalnya degan program berupa tindakan dan referensi dari

HSE (Health Safety Executive), JSEA (Job Safety Environment

Analysis). Risiko bahaya kategori Low yaitu kategori bahaya paling

rendah dan dapat ditoleransi. Pengendalian risiko pada kategori ini

dapat dilakukan dengan manajemen risiko harian maupun dengan

referensi JSEA (Job Safety Environment Analysis)

c. Identifikasi dan Analisa Risiko

Menurut Darmawi (2016) tahapan pertama dalam proses manajemen

risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu

proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk

mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap

kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini

mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua

risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus

diidentifikasi.

Masih menurut Darmawi (2016) proses identifikasi harus dilakukan

secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan

atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat

dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain brainstorming, questionnaire,


industry benchmarking, scenario analysis, risk assessment workshop, incident

investigation.

2. Hazard

a. Pengertian

Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi

menciderai manusia atau sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya

(Puspitasari, 2010). Berdasarkan Kurniawan (2008) mengatakan bahwa

hazard adalah faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang

atau kondisi dan mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun

keselamatan pekerja serta lingkungan yang memberikan dampak buruk.

Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi

ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja)

dan atau penyakit akibat kerja – definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.

Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain :

Faktor Bahaya Biologi (Seperti : Jamur, Virus, Bakteri, dll.), Faktor Bahaya

Kimia (Seperti: Gas, Debu, Bahan Beracun, dll.), Faktor Bahaya

Fisik/Mekanik (Seperti : Mesin, Tekanan, dll.), Faktor Bahaya Biomekanik

(Seperti : Posisi Kerja, Gerakan, dll.), Faktor Bahaya Sosial Psikologis

(Seperti : Stress, Kekerasan, dll.)

b. Klasifikasi hazard
Menurut Ndejjo (2015) bahaya secara luas diklasifikasikan sebagai

biologis dan nonbiologis. Klasifikasi orang asing dihasilkan sebagai titik

akhir komposit. Adapun beberapa cedera : slip, perjalanan, dan jatuh; fisik,

psikologis, seksual, atau verbal penyalahgunaan; luka/ laserasi; luka bakar;

patah; cedera terkait-tajam (yaitu, jarum, dll.); radon dari sinar-X dan
seterusnya; tumpahan bahan kimia; kebisingan; kontak langsung dengan

terkontaminasi spesimen/ bahan biohazard; bioterorisme; cedera

muskuloskeletal seperti nyeri otot/ strain/ keseleo, ogens jalan yang

ditularkan melalui darah; penyakit/ infeksi menular; penyakit di udara;

vector borne diseases; stres; crosscontamination dari material kotor; dan

radiasi nonionisasi. Tanggapan-tanggapan ini disortir untuk menghasilkan

klasifikasi gabungan, biologis atau nonbiologis :

1) bahaya biologis didefinisikan untuk dimasukkan luka/ luka/ laserasi,

luka terkait yang tajam, kontak langsung dengan spesimen yang

terkontaminasi/ bahan biohazardous, bioterorisme, yang ditularkan

melalui darah patogen, penyakit infeksi/ infeksi, penyakit udara,

penyakit vektor yang ditanggung, dan kontaminasi silang dari material kotor;

2) bahaya nonbiologis didefinisikan untuk termasuk fisik, psikososial, dan

ergonomis bahaya:

a) bahaya fisik termasuk slip, perjalanan, jatuh, luka bakar, fraktur,


radiasi dari sinar X, kebisingan, dan radiasi nonionisasi;
b) bahaya psikososial termasuk fisik, penyalahgunaan psikososial,
seksual, dan verbal dan menekankan;
c) bahaya ergonomis adalah muskuloskeletal cedera seperti nyeri otot/
strain/ terkilir.

c. Identifikasi Hazard

Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan

manajemen risiko K3. Mengidentifikasi suatu bahaya adalah upaya sistematis

untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkunga kerja. Dengan

mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, maka dapat lebih berhati-hati dan

waspada untuk melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi

kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah (Ramli,
2009).

d. Risiko dan Hazard Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

1) Risiko dan Hazard dalam Evaluasi Asuhan Keperawatan

Menurut Putri, T. E. R, (2017) kesalahan pada saat melakukan

evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan mengakibatkan

pendokumentasian dalam asuhan keperawatan kurang data yang sudah di

lakukan oleh perawat. Terkadang perawat lupa mengonfirmasikan ke dalam

catatan atau dokumentasi dalam asuhan keperawatan sehingga dokumen

yang tertulis atau yang tadi di laksanakan oleh perawat kepada klien tidak

ada di dokumentasi asuhan keperawatan.

2) Risiko dan Hazard dalam Implementasi Keperawatan

Menurut Putri, T. E. R, (2017) kesalahan saat melakukan

implementasi ataupun pelaksanaan tindakan keperawatan adalah salah satu

yang sangatlah fatal. Dan mengakibatkan kecelakaan pada pasien ataupun

perawat, contohnya misal kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien

oleh perawat di karenakan perawat lupa membaca instruktur atau catatan

atau dokumen rekam medik pada pasien.

B. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Pengertian

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu terapan yang

bersifat multi disiplin, bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan,

dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi


proyek. Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3

diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua

jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk

menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan mencapai tujuan yaitu

produktivitas setinggi-tingginya (Yuamita & Waruru, 2016). Terjadinya

kecelakaan kerja dimulai dari disfungsi manajemen dalam upaya penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Ketimpangan tersebut menjadi

penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja. Dengan semakin meningkatnya

kasus kecelakaan kerja dan kerugian akibat kecelakaan kerja, serta

meningkatnya potensi bahaya dalam proses produksi, dibutuhkan pengelolaan

K3 secara efektif, menyeluruh, dan terintegrasi dalam manajemen

perusahaan. Manajemen K3 dalam organisasi yang efektif dapat membantu

untuk meningkatkan semangat pekerja dan memungkinkan mereka memiliki

keyakinan dalam pengelolaan organisasi (Akpan, 2011).

Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja disamping

mempelajari faktorfaktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan manusia

menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun penyakit yang

berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease) juga berupaya

untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya,

bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health promotion)

pada manusia pekerja tersebut.

Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi

terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap


manusia, maupun yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat

bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung.

Sedangkan kesehatan kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan,

pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi

pekerjaan, perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan

kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan

kerja yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan manusia

dengan jabatannya. Jadi, keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit yang

selanjutnya disingkat K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah

sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah

sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di

rumah sakit (PERMENKES RI No.66, 2016).

2. Subdisiplin/ cabang keilmuan

Menurut Joint Committee of OHS dari ILO dan WHO bahwa

subkeilmuan besar dari K3 adalah :

a. Kesehatan Kerja (occupational Health) : kedokteran kerja, toksikologi

industri, epid, kesehatan kerja, promosi kesehatan kerja.

b. Keselamatan Kerja (safety) : savety enginering, risk management,

public safetu dll.

Menurut Suma’mur (2010:104) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

merupakan suatu rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang


aman dan tentram bagi para karyawannya yang bekerja diperusahaan yang

bersangkutan. Dari beberapa devinisi dan konsep diatas peneliti

menyimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu cara

untuk menerapkan diri atau mengatur diri sendiri pada suatu pekerjaan

agar bisa bekerja dengan aman dan sehat baik secara jasmani maupun

rohani yang berhubungan dengan proses kerja dan lingkungan kerja.

a. Unsur dan Prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk dapat menciptakan kondisi yang aman dan sehat dalam bekerja

diperlukan adanya unsur-uns ur dan prinsip-prisip Keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Adapun unsur-unsur Keselamatan dan Kesehatan

Kerja antara lain:

1. Adanya APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja.

2. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.

3. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.

4. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja.

5. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.

6. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan

kerja.

prinsip-prinsip keselamatan kerja yang meliputi aspek hyegene, aspek sanitasi

dan aspek lingkungan kerja. Aspek hyegene meliputi kesehatan dan

kebersihan pribadi, makanan, minuman serta pakaian.

Alat pelindung diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat

alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau

sebagian tubuh dari adanya potensi bahaya dan kecelakaan kerja

(Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor Per.08/MEN/VII/2010).

Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat

bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri

dan orang disekelilingnya. Alat pelindung diri merupakan peralatan yang

harus digunakan oleh tenaga kerja apabila berada dalam lingkungan kerja

yang berbahaya.

Tujuan dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah untuk

melindungi tenaga kerja dan resiko cedera fisik dengan menciptakan

penghalang dari bahaya di tempat kerja. Standar penggunaan Alat

Pelindung Diri (APD) dalam penggunaan alat pelindung diri instansi atau

pengusaha harus secara hati-hati menyediakannya.

Alat Pelindung Diri yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh

tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat.

Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang

disediakan tidak memenuhi syarat. Dalam penggunaan APD ada beberapa

hal yang harus diperhatikan oleh pemakainya yaitu:

1) Pengujian Mutu

Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan

untuk menjamin bahwa alat pelindung diri akan memberikan

perlindungan sesuai yang diharapkan. Semua alat pelindung diri harus

diuji dahulu mutunya sebelum digunakan.

2) Cara Pemakaian Yang Benar

Sekalipun APD disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan

memberikan manfaat yang maksimal bila cara pemakaiannya tidak

benar.
3) Syarat-syarat APD

Untuk dapat memberikan perlindungan yang maksimal pada tenaga

kerja maka harus mempertimbangkan syarat dari APD itu sendiri.

Macam-macam Alat Pelindung Diri (APD) Pada umumnya alat pelindung

diri terdiri dari:

1) Safety helmet, berfungsi sebagai pelindung kelapa dari benda yang

mengenai kepala secara langsung.

Gambar 2.1 Pelindung kepala (Safety helmet)

2) Tali keselamatan (safety belt), berfungsi sebagai alat pengaman ketika

menggunakan alat transportasi ataupun peralatan peralatan serupa

(mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain).

Gambar 2.2 Tali keselamatan (safety belt)

3) Sepatu karet (safety boots), berfungsi sebagai alat pelindung kaki saat

bekerja ditempat yang becek maupun berlumpur.


Gambar 2.3 Sepatu karet (safety boots)

4) Sepatu pelindung (safety shoes), berfungsi untuk mencegah

kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau

berat, benda panas, cairan kimia dan sebagainya.

Gambar 2.4 Sepatu pelindung (safety shoes)

5) Sarung tangan, berfungsi sebagai alat pelindung tangan saat bekerja

ditempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cidera tangan.

Macam-macam sarung tangan antaran lain:

a) Sarung tangan metak mesh, tahan terhadap ujung yang lancip dan

menjaga jari agar tidak terpotong.

Gambar 2.5 Sarung tangan Metak mesh

b) Sarung tangan kulit, sarung tangan jenis ini melindungi tangan dari
permukaan benda yang kasar.

Gambar 2.6 Sarung tangan kulit

c) Sarung tangan vinyl dan neoprene, melindungi tangan terhadap

bahan kimia beracun.

Gambar 2.7 Sarung tangan viny dan neoprene

d) Sarung tangan padded cloth, melindungi tangan dari ujung ysng

tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi.

Gambar 2.8 Sarung tangan padded cloth


e) Sarung tangan heat resistant, melindungi tangan dari panas dan api.

Gambar 2.9 Sarung tangan heat resistant

f) Sarung tangan karet, melindungi saat bekerja disekitar arus listrik.

Gambar 2.10 Sarung tangan karet


g) Sarung tangan latex disposable, melindungi tangan dari kuman dan

bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai.

Gambar 2.11 Sarung tangan latex disposable

h) Sarung tangan lead lined, sarung tangan ini digunakan untuk

melindungi tangan dari sumber radiasi.

Gambar 2.12 Sarung tangan lead lined

6) Penutup telinga (ear plug/ear muff), berfungsi sebagai alat

pelindung telinga saat bekerja di tempat yang bising.

Gambar 2.13 Penutup telinga (Ear plug/ear muff)

7) Kacamata pengaman (safety glasses), berfungsi sebagai pelindung mata


ketika melakukan pekerjaan, misalnya pekerjaan pengelasan.
Gambar 2.14 Kacamata penganan (Safety glasses)

8) Masker (respirator), berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup


saat bekerja ditempat dengan kualitas udara buruk, misalnya tempat
yang berdebu, beracun, berasap dan sebagainya.

Gambar 2.15 Masker (respirator)

9) Pelindung wajah (face shield), memberikan perlindungan wajah


menyeluruh dan sering digunakan pada operasi peleburan logam,
percikan bahan kimia, atau partikel yang melayang.

Gambar 2.16 pelindung wajah (Face shield)

10) Topeng las (welding helmet), berfungsi memberikan perlindungan


pada wajah dan mata. Topeng las memakai lensa absorpsi khusus yang
menyaring cahaya yang terang dan energi radiasi yang dihasilkan
selama operasi pengelasan.
Gambar 2.17 Topeng las (Welding helmet)

11) jas hujan (rain coat), berfungsi melindungi diri dari percikan air saat

bekerja.

Gambar 2.18 Jas hujan (rain coat).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari pendekatan
ilmiahdalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko
(risk) terjadinyapenyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang
mungkin terjadi. Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini
meliputi pada gangguan kesehatan dan cidera,hilangnya waktu kerja, kerusakan pada
property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan,kerugian pada proses produksi
ataupun kerusakan – kerusakan lainnya.
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka
jenis bahaya dapat dikelompokanmenjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya
keselamatan kerja Sedangkan Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul
dari sumber bahaya(hazard) tertentu yang terjadi. Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam
tipe risiko, yaitu: risikokeselamatan, risiko kesehatan, risiko lingkungan dan ekologi,
risiko finansial, dan risiko terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Firawati.(2012). Pelaksanaan Program Keselamatan Pasien di RSUD Solok.
Jurnal KeselamatanPasien,6(2), 74-77.
Indragiri, Suzana.,Triesda Yuttya.2018.Manajemen Risiko K3 Menggunakan
HazardIdentification Risk Assement and Risk Control (HIRARC). Jurnal Kesehatan 9
(1), 54-60
Irawan,Shandy.,dkk.20 15.Penyusunan Hazard Identification Risk Assesment and
Risk Control(HIRARC). Di PT. X. Jurnal Titra 3 (1), 110-117
Prasetyo, Erwan Henri.,dkk.2018. Analisis Hira (Hazard identification and risk
assessment) padainstansi x di Semarang.Jurnal Kesehatan masyarakat 6 (5), 45-
58.Ramadhan, F. (2017). Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Menggunakan
Metode Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC).
JurnalSeminar Nasional Riset Terapan 10 (5), 164-169.
Ramdan,Iwan M.,dkk.2017. Analisi Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(K3) PadaPerawat.Jurnal Kesehatan 5 (3), 97-110.Restuputri, D. P. (2015). Analisis
Kecelakaan Kerja Dengan Menggunakan Metode Hazard andOperability Study
(HAZOP). Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 14(1), 77-87
Simamora, R. H. (2011). ROLE CONFLICT OF NURSE RELATIONSHIP
WITHPERFORMANCE IN THE EMERGENCY UNIT OF HOSPITALS RSD DR.
SOEBANDIJEMBER. The Malaysian Journal of Nursing, 3(2), 23-32.Suhariono.(2019).
Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dirumah Sakit. JawaTimur : Uwais
Inspirasi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai