“EPILEPSI”
Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Ulfa Rohayatun
2. Rachmawati Kalpita R.
3. Syarah Eka P.
4. Siti Marfuah
5. Wisnu Aji S.
S1 KEPERAWATAN III
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMMIYAH CILACAP
2017
A. Pengertian Epilepsi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan
bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
B. Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok :
C. Klasifikasi Kejang
Epilepsi dapat dibagi menjadi dua golongan besar :
a. Epilepsi Idiopatik atau disebut juga
epilepsi primer.
Pada epilepsi ini tidak terdapat adanya kelainan ataupun lesi
jaringan otak. Ada dugaan kuat bahwa gangguan keseimbangan zat
kimia dalam sel-sel otak dapat menimbulkkan timbulnya epilepsi ini
karena gangguan keseimbangan kimiawi ini akan menimbulkan
cetusan listrik yang tidak normal. Epilepsi primer kebnanyakan
menyerang pada usia anak-anak.
b. Epilepsi simptomatik. Juga disebut
epilepsi sekunder.
Pada epilepsi tipe ini disebabkan karena adanya kelainan pada
jaringan otak.
Epilepsi juga dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
1) Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas
muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-
di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak
dan talamus.Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4
menit.
2) Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan
tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik,
di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan
beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like), biasanya
di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
3) Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian
otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-
struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang
otak.Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau
adanya kelainan fungsional.
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan cairan serebrospinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
2) Pemeriksaan laboratorium rutin, untuk mengetahui sumber infeksi. (mansjoer
arief, 2000)
3) Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
4) Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5) EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6) CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral
oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
H.Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan :
1) Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri.Pada waktu pasien sedang
kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan
kepalanya apabila muntah untuk mencegah aspirasi.Jalan napas harus
bebas agar oksigenasi terjamin.Pengisapan lendir dilakukan secra
teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu dilakukan intubasi.Awasi
keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan, dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air
dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama
dengan pemberian secara intravena atau intrarektal (Soetomenggolo,
2000).
2) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama.Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai meningitis atau apabila kejang
demam berlangsung lama.Pada bayi kecil sering mengalami meningitis
tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari
18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari
penyebab (Soetomenggolo, 2000).
3) Pengobatan profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi
keluarga.Bila kejang demam berlangsung lama dan mengakibatkan
kerusakan otak yang menetap (cacat).
Adapun 3 upaya yang dapat dilakukan:
a. Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam
dengan ketentuan orangtua pasien atau pengasuh mengetahui
dengan cepat adanya demam pada pasien.Obat yang diberikan
harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak.Diazepam
intermittent memberikan hasil lebih baik kerena penyerapannya
lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap
pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia (Soetomenggolo, 2000).
b. Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar
darah sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain
yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek
fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping
hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg
BB/hari.Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan
kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjandinya epilepsi di
kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).
c. Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang ,
hindarilah rasa panik dan lakukanlah langkah-langkah pertolongan
sebagai berikut :
a) Telungkupkan dan palingkan wajah ke samping
b) Ganjal perut dengan bantal agar tidak tersedak
c) Lepaskan seluruh pakaian dan basahi tubuhnya dengan air
dingin. Langkah ini diperlukan untuk membantu menurunkan
suhu badanya.
d) Bila anak balita muntah, bersihkan mulutnya dengan jari.
e) Walupun anak telah pulih kondisinya, sebaiknya tetap dibawa
ke dokter agar dapat ditangani lebih lanjut (Widjaja, 2001).
2. ANALISIS DATA
Penurunan suara
nafas
Orthopneu
Kesulitan
berbicara
Gelisah
Perubahan
frekuensi dan
irama nafas
2. DS Hipertermi Proses penyakit
DO
kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
pertambahan RR
takikardi
Gangguan status
mental
Perubahan respon
motorik
Perubahan reaksi
pupil
Kelemahan atau
paralisis
ekstrermitas
Abnormalitas
bicara
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas tidakefektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
transport gas
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
. keperawatan
1. Pola Nafas Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan pasien untuk
tidakefektif keperawatan selama ... x 24 jam memaksimalkanventilasi
berhubungan diharapkan pola napas pasien 2. Auskultasi suara nafas,
dengan kembali normal catat adanyasuara
Disfungsi tambahan
Kriteria hasil :
Neuromuskul 3. Atur intake untuk cairan
er Respiratory status : ventilation mengoptimalkankeseimb
Indikator IR ER angan.
3. Tanda Tanda
vital
dalamrentang
normal
(tekanandarah,
nadi,
pernafasan)
9. Tinggikan kepala 0-
45otergantungpada
konsisi pasien dan order
medis
9. Tingkatkan sirkulasi
udara
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/296763028/176826084-Pathway-Epilepsi.
Diakses tanggal 11 Mei 2017 pukul 08.00
http://www.academia.edu/17304462/LAPORAN_PENDAHULUAN_KEJANG_
DEMAM. Diakses tanggal 12 Mei 2017 pukul 12.15
http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html2. Diakses tanggal 12 Mei 2017
pukul 12.30
Lampiran Pathways Kejang (Epilepsy)
Faktor predisposisi
Ketidaksinkronan impuls
Kejang epileptik
Epilepsi
parsial umum
Gangguan perfusi
jaringan cerebral