Anda di halaman 1dari 5

1.

Konsep dasar Nefrolitiasis


1.1 Definisi
Nefrolitialisis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana
ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan matriks
organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran kemih.
(Fauzi dkk., 2016)

1.2 Etiologi
Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal belum diketahui, oleh karena
banyak faktor yang dilibatkannya. Diduga dua proses yang terlibat dalam
batu ginjl yakni supersaturasi dan nukleasi. Superaturasi terjadi jika
substansi yang menyusun batu terdapat dalan jumlah besar dalam urin,
yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang menekan pembentukan batu
menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan
kristal hidroksipatit membentuk inti. (Fauzi dkk., 2016)

1.3 Epidemiologi
Pada nefrolitialisis didapatkan pria > wanita. Terjadi pada usia dewasa
muda. Diantar penduduk Eropa prevalensinya sekitar 3%. (Grace, P. &
Borley Neir, 2006)
Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering ditemui adalah
gagal ginjal dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis
yaitu di daerah Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Tengah Masing-masing (0,8%). (Fauzi dkk., 2016)

1.4 Faktor Resiko


Faktor resiko nefrolitiasis (batu ginjal) umunya karena adanya riwayat
batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat,
kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin
itu sendiri. Komposisi urin menentukan pembentukan batu berdasarkan
tiga faktor, berlebihnya komponen pemebentukan batu, jumlah komponen
penghambat pemebentukan batu (seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau
pemicu (seperti natrium, urat). (Fauzi dkk., 2016)

Daftar pustaka

Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.
Jakarta: Erlangga

Novaia, N., Ramadhan, A., Ibrahim, A. Efek Peluruhan Kalsium Batu Ginjal
Fraksi Etil Asetat Daun Nona Makan Sirih (Clerodendron thomsonae Balf.f.)
Secara In Vitro. Kalimantan Timur. 2016
http://prosiding.farmasi.unmul.ac.id/index.php/mpc/article/view/124. [Diakses
pada 14 Aril 2018].
Fauzi, A., M. Manza, A. Putra, B. Ortopedi, F. Kedokteran, dan U. Lampung.
2016. Nefrolitiasis. 5(April):69–73
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:bRH9QQRD9q0J:juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/
download/1080/920+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. [Diakses pada 14 April
2018]
1. Konsep Dasar Kanker Laring
1.1 Definisi
Kanker laring adalah karsinoma sel skuamosa yang merupakan malignasi
paling umum terjadi. Perubahan pada mukosa laring terjadi setiap waktu
terpajan akibat iritan beracun seperti merokok. Lesi putih bercak
prakanker dikenal sebagai leukoplia. Bercak merah beludru, disebut
eritroplakia, dianggap mewakili tahap akhir perkembangan karsinoma in
situ (CIS), adalah superfisial. Sel mailgnan mengganti lapisan pelapis,
tetapi tidak menginvasi hingga jaringan yang lebih dalam. Jika tidak
ditangani sebagian besar lesi CIS terjadi menjadi kanker sel skuamosa.
(NCI, 2009)
1.2 Etiologi
Merokok dan mengonsumsi alkohol merupakan penyebab karsinoma
laring. Sebuah studi Hasihibe dkk tahun 2009, menunjukkan bahwa
kejadian kanker yang disebabkan tembakau dan alkohol sebanyak 89%
dan sekitar 5% dari kanker laring terjadi pada perokok dan bukan
konsumsi alkohol. (Cahyadi dkk., 2015). Beberapa karsinogen yang telah
terbukti berkaitan dengan terjadinya kanker laring termasuk: tembakau
(berasap atau tidak) dan alkohol serta efek kombinasinya; pemajanan
terhadap asbestos; gas mustard; kayu; kulit dan logam. (Brunner &
Suddarth, 2001)
1.3 Epidemiologi
Karsinoma laring adalah urutan kedua terbanyak keganasan kepala dan
leher di seluruh dunia dengan kejadian diperkirakan lebih dari 151.000
kasus yang mengakibatkan sekitar 82.000 kematian setiap tahun. Di
FKUI/RSCM selama periode 2000-2005 ditemukan 3.344 kasus tumor
ganas di daerah kepala dan leher, dimana karsinoma laring menempati
urutan kedua yaitu sekitar 213 kasus (6,73%). Di RS. M. Djamil Padang
periode Januari 2011-Desember 2012 tercatat 1 kasus, di Manado angka
kejadian karsinoma laring sebanyak 26,9%. Di Bandung sebanyak 100
kasus (6,95%) penderita karsinoma laring dari 1.439 keganasan kepala
dan leher. (Cahyadi dkk., 2015)
1.4 Faktor Resiko
Resiko terjadinya kanker laring sangat besar pada perokok aktif daripada
perokok pasif. Konsumsi alkohol adalah kofaktor penting pada
peningkatan resiko. Ketika mengonsumsi alkohol bersamaan dengan
merokok, resiko meningkat secara sinergis dan signifikan kemungkinan
sebanyak 100 kali (NCI, 2009). Faktor resiko lain yaitu nutrisi yang
buruk, infeksi human papilovirus (HPV), pajanan terhadap asbestos dan
polutan, ras (kanker laring lebih umum pada orang Amerika Afrika
daripada orang berkulit putih). (Hurst, Marlene, 2016)
Faktor risiko lain yaitu nutrisi yang buruk, infeksi human
papilovirus(HPV), pajanan terhadap asbestos dan polutan, ras (kanker
laring lebih umum pada orang Amerika Afrika daripada orang berkulit
putih). (Hurst, Marlene 2016)
Daftar pustaka

NCI. 2009 dalam Hurst, Marlene. 2016. Keperawatan Medikal Bedah


Volum 1. Jakarta. EGC

Cahyadi, dkk. 2015. Karteristik Penderita Karsinoma Laring di


Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013- Juli
2015. Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran/RSUP dr. Hasan
Sadikin Bandung. Bandung.
http://jurnal.unswagati.ac.id/index.php/tumed/article/download/268/160
[Diakses pada 15 April 2018]

Hurst, Marlene. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Volum 1. Jakarta.


EGC

Anda mungkin juga menyukai