Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.

org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Analisis Perkembangan Ekonomi Daerah di Kabupaten / Kota di


Provinsi Sulawesi Selatan Di Indonesia
Sanusi Fattah 1 * Abdul Rahman 2

1. Jurusan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10, Makassar 90245, Indonesia
Tel.62-411-586200 Ext. 2210, 2212, 2606-2608 Fax. 62-411-587218

2. Jurusan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Macassar Jalan AP Pettarani Makassar, 90222 Telp: +62 (411)
869854 / +62 82349 600888

* Email dari penulis terkait: fattahsanusi@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perekonomian daerah pada setiap kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua, penelitian
juga mengupayakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekonomi unggulan di setiap kabupaten /
kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketiga, studi masa depan bertujuan untuk mengetahui perkembangan ekonomi wilayah dengan menggunakan Analisis
Tipologi Klassen, Analisis Location Quotient, dan Indeks Wilayah Krugman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 kabupaten / kota di Provinsi
Sulawesi Selatan, hanya Luwu Timur, Makassar, dan Pare-Pare yang masuk dalam klasifikasi daerah dengan pertumbuhan tinggi dan pendapatan tinggi.
Luwu dan Palopo termasuk wilayah berpenghasilan tinggi tetapi pertumbuhan rendah. Pangkep dan Pinrang dapat diklasifikasikan sebagai daerah dengan
pertumbuhan tinggi tetapi berpenghasilan rendah, sedangkan kabupaten / kota lainnya sebagai daerah dengan pertumbuhan rendah dan berpenghasilan
rendah. Selanjutnya analisis location quotient menunjukkan bahwa setiap kabupaten / kota memiliki sektor ekonomi unggulan / unggulan yang berbeda.
Terakhir, hasil analisis spesialisasi wilayah menunjukkan bahwa spesialisasi antar kabupaten memiliki ketergantungan ekonomi, meskipun ketergantungan di
beberapa bagian kabupaten / kota masih lemah yang ditunjukkan dengan semakin beragamnya sektor ekonomi.

Kata kunci: Perkembangan Wilayah Indonesia, Tipologi Klassen, Location Quotient, Indeks Wilayah Krugman, Sektor Unggul, Peminatan
Daerah

1. Perkenalan

Pembangunan wilayah sebaiknya disesuaikan dengan prioritas dan potensi masing-masing wilayah di wilayah tersebut. Selain itu, setiap pemerintah
daerah juga harus mengupayakan pembangunan yang lebih seimbang di daerahnya masing-masing. Kenyataan bahwa setiap daerah memiliki sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan kondisi yang berbeda menunjukkan langkah pembangunan yang berbeda di daerah tersebut. Perbedaan potensi
ekonomi antar daerah yang dapat berkembang pesat dengan daerah tertinggal dapat dikaitkan dengan berbagai keterbatasan yang ada di daerah
tersebut. Hal ini menyebabkan pentingnya peran pemerintah pusat sebagai pengatur kebijakan pembangunan nasional agar pembangunan yang
seimbang dan sinkron di dalam wilayah lokal (Tjiptoherijanto, 1995).

Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di setiap daerah juga bisa berbeda atau bervariasi satu sama lain. Hal ini menyebabkan beberapa wilayah
dapat disebut sebagai wilayah dengan pertumbuhan cepat, wilayah dengan pertumbuhan lambat, sedangkan wilayah lainnya memiliki pertumbuhan
yang stagnan. Variasi laju pertumbuhan antardaerah juga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jumlah dan kapasitas penduduk, potensi sumber
daya alam, ketersediaan pembangunan infrastruktur dan pembangunan sarana, perbedaan karakteristik wilayah, kemampuan pembangunan suatu
daerah, kemudahan pembangunan. , dan lainnya (Adisasmita, 2009).

Dalam pembangunan daerah, baik pemerintah daerah maupun masyarakat berupaya mengelola sumber daya daerah secara bergandengan tangan
dengan menjalin kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di daerah ( Arsyad, 2005). Menurut Siregar (2004), sumber daya dalam suatu daerah dapat dibagi menjadi tiga aspek
utama. Pertama, sumber daya alam berupa sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kedua, sumber daya manusia
yang terdapat dalam diri manusia seperti potensi akal, seni, keterampilan dan lain sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
dirinya atau orang lain atau masyarakat pada umumnya. Ketiga, prasarana berupa buatan manusia dan dapat digunakan untuk menunjang kehidupan
manusia serta memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia secara maksimal.

Terkait dengan pembangunan daerah, Sulawesi Selatan telah menetapkan dua kebijakan dasar pembangunan ekonomi. Pertama,
pengembangan industri dalam rangka meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing
1
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

dilakukan dalam bentuk pola padat keterampilan dengan manfaat tinggi, bukan pola padat karya produksi dan sumber daya alam. Kedua,
pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas lahan dengan menggunakan teknologi tepat guna.

Jika dilihat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan per sektor, dapat disimpulkan bahwa hal tersebut didukung oleh pertumbuhan di sektor pertanian,
perdagangan, hotel, transportasi dan komunikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sulawesi Selatan masih mengandalkan pertanian sebagai salah
satu sektor ekonomi yang memiliki potensi baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Selain itu, secara geografis Sulawesi Selatan
memiliki beberapa kemampuan dan kondisi strategis yang membuat wilayah tersebut rentan terhadap dampak globalisasi sehingga perlu untuk
menanggulangi dampak tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan sektoral perlu diperbaiki dan disesuaikan, agar struktur perekonomian Sulawesi
Selatan mampu bersaing di era global, disamping berhadapan dengan otonomi daerah dan desentralisasi.

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perekonomian daerah pada setiap kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi
Selatan. Kedua, penelitian juga mengupayakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekonomi
unggulan di setiap kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketiga, penelitian selanjutnya bertujuan untuk menentukan peminatan antardaerah
menggunakan Analisis Tipologi Klassen, Analisis Location Quotient, dan Indeks Wilayah Krugman.

2. Kerangka Teoritis: Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan daerah dapat dianggap sebagai bagian integral dari setiap upaya pembangunan nasional. Arsyad (2005) menyatakan bahwa
pembangunan ekonomi daerah sebagai proses pengelolaan sumber daya daerah oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Lebih lanjut, Arsyad (2005)
mengemukakan pembentukan kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di daerah sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi daerah.

Permasalahan utama dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan pada kebijakan pembangunan yang didasarkan pada keunikan daerah
yang bersangkutan (pembangunan endogen) dengan memanfaatkan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik yang ada
secara lokal. Orientasi ini mengarah pada penciptaan inisiatif dari daerah itu sendiri dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja
baru dan mendorong pembangunan ekonomi.

Radianto (2003) mengemukakan bahwa salah satu aspek pembangunan daerah adalah pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktural. Perubahan struktur ekonomi dapat berupa pergeseran dari kegiatan pertanian ke non pertanian,
dari industri ke jasa, perubahan skala unit produksi, serta perubahan status tenaga kerja. Oleh karena itu, konsep pembangunan daerah sesuai
bila didukung oleh teori pertumbuhan ekonomi, model dan teori basis ekonomi, konsep pusat pertumbuhan, dan teori spesialisasi.

Perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural ditandai dengan adanya persentase penyesuaian kontribusi berbagai sektor dalam
pembangunan ekonomi, yang disebabkan oleh intensitas aktivitas manusia dan perubahan teknologi (Kuznets dalam Sukirno, 1985).
Sehubungan dengan hal tersebut, Shift Share Analysis merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi.

Sedangkan inti dari model basis ekonomi menjelaskan bahwa arah dan pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh ekspor daerah tersebut.
Menurut model tersebut, ekspor tidak hanya terbatas pada barang dan jasa, tetapi juga berasal dari pengeluaran pihak asing di daerah terkait
dengan barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teori basis ekonomi mengklasifikasikan semua kegiatan ekonomi menjadi dua sektor yaitu
sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang melayani pasar di dalam dan luar daerah. Sedangkan sektor non basis
merupakan sektor yang hanya melayani pasar di wilayahnya masing-masing.

Berkaitan dengan konsep pusat pertumbuhan, diakui bahwa Perroux memikirkan pemusatan kegiatan industri di wilayah tertentu yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, kemudian berkembang menjadi konsep pusat pertumbuhan. Menurut konsep ini, ada empat ciri utama
pusat pertumbuhan. Pertama, kelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi di suatu lokasi tertentu. Kedua, konsentrasi kegiatan ekonomi
tersebut selanjutnya mampu mendorong dinamika pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian. Ketiga, adanya keterkaitan input dan output
yang kuat antar kegiatan ekonomi di masing-masing pusat pertumbuhan. Keempat, dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut terdapat induk
industri yang mendorong perkembangan kegiatan ekonomi di pusat pertumbuhan tersebut (Richardson dalam Sjafrizal, 2008).

Berkaitan dengan upaya percepatan pembangunan daerah, maka keterkaitan ekonomi antar daerah juga menjadi penting, apalagi jika
dikaitkan dengan konsep peminatan. Adanya spesialisasi komoditi yang sesuai dengan masing-masing sektor / subsektor akan
memungkinkan terkonsentrasinya kegiatan sektor tersebut di

2
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

setiap daerah. Hal tersebut didukung oleh Samuelson dan Nordhaus (1995) yang menyatakan bahwa masyarakat dapat menjadi lebih efektif dan efisien
apabila terdapat pembagian kerja yang membagi seluruh proses produksi menjadi unit-unit khusus. Spesialisasi ekonomi memungkinkan terbentuknya
jaringan perdagangan antar individu dan antar bangsa. Ini adalah ciri khas ekonomi maju mana pun. Adanya keterkaitan ekonomi (atau spesialisasi) antar
daerah yang mendorong proses pertukaran agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah akan memungkinkan perekonomian daerah secara
simultan bergerak menuju proses pertumbuhan ekonomi.

3. Hasil

3.1 Analisis Tipologi Klassen

Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik wilayah pada setiap kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi Selatan ditinjau dari
tingkat pertumbuhan dan pendapatan masing-masing. Menurut Tipologi Klassen, wilayah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu wilayah
dengan pertumbuhan tinggi dan pendapatan tinggi, wilayah berpenghasilan tinggi namun pertumbuhan rendah, wilayah pertumbuhan tinggi namun
berpenghasilan rendah, dan wilayah pertumbuhan rendah dan berpenghasilan rendah (Radianto, 2003; Kuncoro 2006; Syafrizal, 2008).

Oleh karena itu, untuk tujuan penelitian kami, kami telah mengklasifikasikan wilayah berdasarkan empat klasifikasi tersebut. Pertama, daerah dengan pertumbuhan dan pendapatan tinggi

merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang lebih tinggi dari provinsi Sulawesi Selatan. Kedua, daerah berpendapatan tinggi tetapi pertumbuhan

rendah merupakan daerah yang memiliki penghasilan lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari provinsi Sulawesi Selatan. Ketiga, daerah dengan pertumbuhan

tinggi tetapi berpenghasilan rendah merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tetapi tingkat pendapatannya lebih rendah dibandingkan dengan

Provinsi Sulawesi Selatan. Keempat, daerah dengan tingkat pertumbuhan dan pendapatan rendah merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang

lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan.

Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) atau PDRB 2 per kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi Selatan pada periode 2003-2007 dapat
dilihat pada tabel 1 dan 2. Berdasarkan data dari tabel-tabel tersebut, maka kabupaten / kota di Sulawesi Selatan dapat dibagi menjadi empat
klasifikasi menurut Tipologi Klassen seperti pada Tabel 2. meja
3.

Kuadran I: Wilayah Pertumbuhan Tinggi dan Pendapatan Tinggi

Luwu Timur, Makassar dan Pare-Pare merupakan daerah yang dapat digolongkan sebagai daerah yang memiliki pertumbuhan dan pendapatan yang
tinggi dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan. Pada periode 2003-2007, rata-rata laju pertumbuhan Luwu Timur sebesar 7,14%, Makassar
(7,42%), dan Pare-Pare sebesar 6,23%, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada periode 2003- 2007 adalah sebesar
5,96%. Pendapatan rata-rata di Luwu Timur pada periode 2003-2007 adalah sebesar Rp.23.403.192; Makassar (Rp12.917.889); dan Pare-Pare sebesar
Rp.7.004.365 sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp.6.947.190.

Kuadran II: Pendapatan Rendah tetapi Wilayah Pertumbuhan Tinggi

Luwu dan Palopo merupakan daerah yang berpenghasilan rendah, tetapi pertumbuhannya tinggi. Dalam kurun waktu 2003-2007, rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi di Luwu sebesar 6,17% dan Palopo (7,29%), sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 5,96%. Rata-rata pendapatan dalam
kurun waktu 2003-2007 untuk Luwu adalah sebesar Rp5.377.045, Palopo (Rp.6.647.191), sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp6.947.190.

Kuadran III: Pendapatan Tinggi tetapi Wilayah Pertumbuhan Rendah

Pangkep dan Pinrang dapat diklasifikasikan sebagai daerah dengan pertumbuhan rendah tetapi berpenghasilan tinggi. Kedua kabupaten tersebut memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan keseluruhan Provinsi Sulawesi Selatan, namun memiliki rata-rata pendapatan yang
lebih tinggi dari rata-rata pendapatan Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kurun waktu 2003-2007 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pangkep
sebesar 5,16% dan Pinrang sebesar 5,19%, sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 5,96%. Pendapatan rata-rata perkapita pada periode 2003-2007 di
Kabupaten Pangkep adalah sebesar Rp.8.534.280, Pinrang (Rp.7.226.074), sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp.6.947.190.

Kuadran IV: Wilayah Pertumbuhan Rendah dan Pendapatan Rendah

Enam belas daerah lainnya yaitu Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Enrekang, Tana
Toraja, dan Luwu Utara dapat dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat pertumbuhan rendah dan berpenghasilan rendah. karena memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan rata-rata yang lebih rendah dibandingkan Provinsi Sulawesi Selatan. Daerah-daerah tersebut relatif terbelakang karena kondisi daerah
yang kurang mendukung sehingga kurang mampu berperan serta dalam pembangunan ekonomi. Kabupaten-kabupaten ini kalah bersaing dengan daerah lain,
bahkan dalam satu sektor perekonomian. Apalagi daerah-daerah tersebut tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk dimanfaatkan.

3
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Tenaga kerja lokal tidak memiliki keterampilan untuk memenuhi kualifikasi industri modern untuk membentuk modal lokal, sehingga produktivitas daerah tersebut
sangat rendah.

3.2 Analisis Location Quotient

Location Quotient Analysis merupakan alat analisis untuk mengetahui basis ekonomi suatu daerah, terutama dari kriteria kontribusi lokal.
Rumusan Location Quotient menurut Bendavid-Val (1991) adalah sebagai berikut.

Dimana:

Xr = PDRB sektor pertama di kabupaten / kota

RV r = Jumlah PDRB Kabupaten / Kota X n = PDRB sektor

pertama di provinsi

RV r = Total PDRB sektor pertama di provinsi tersebut

Sedangkan untuk kriteria pengukuran location quotient, misalnya bila LQ> 1, hal ini mengimplikasikan bahwa tingkat peminatan pada sektor
tertentu di masing-masing kabupaten lebih besar jika dibandingkan dengan sektor yang sama di provinsi masing-masing. Dengan kata lain jika
LQ> 1 berarti sektor tersebut merupakan sektor unggulan di kabupaten / kota dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah. Apalagi jika LQ <1, artinya tingkat kekhususan sektor tertentu kabupaten tersebut lebih rendah dari sektor yang sama
di provinsi tersebut. Oleh karena itu, jika LQ <1 berarti sektor tersebut bukan merupakan sektor yang dominan dan kurang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Akhirnya, ketika LQ = 1, Artinya, tingkat peminatan pada suatu sektor tertentu di
tingkat daerah sama dengan bidang yang bersangkutan di tingkat provinsi. Dengan kata lain, jika LQ = 1, maka peran relatif sektor tertentu di
kabupaten / kota sama dengan peran relatif sektor tertentu di tingkat provinsi.

Jadi, Tabel 4 menyiratkan dua hal penting. Pertama, dilihat dari keunggulan komparatif wilayahnya, Makassar hanya memiliki dua sektor ekonomi
yang inferior, yaitu sektor pertanian dan pertambangan. Palopo juga memiliki sektor inferior yaitu industri pertambangan dan pengolahan.
Sedangkan kabupaten / kota yang kurang memiliki keunggulan komparatif wilayah atau tidak memiliki sektor ekonomi unggulan adalah Pangkep
dan Luwu Timur karena hanya bertumpu pada sektor manufaktur. Demikian pula halnya dengan Wajo, Pinrang, Luwu dan Luwu Utara yang hanya
bertumpu pada sektor pertanian, dan Luwu Timur yang hanya bertumpu pada sektor pertambangan.

Kedua, dilihat dari sebaran sektor ekonomi, maka pertanian dapat dikatakan sebagai sektor yang menjadi sektor unggulan ekonomi. Namun
demikian, sektor pertanian belum memiliki potensi pengembangan ekonomi di Pangkep, Luwu Timur, Makassar, dan Pare-Pare. Kemudian,
sektor pertambangan bisa dikatakan memiliki keunggulan komparatif yang timpang, karena sektor ini hanya memiliki potensi pengembangan
ekonomi di Luwu Timur. Selanjutnya, sektor manufaktur telah menunjukkan potensi yang besar untuk dikembangkan di Maros, Pangkep, dan
Makassar. Terakhir, sektor jasa tidak memiliki potensi ekonomi yang berkembang di Pangkep Wajo, Pinrang, Luwu, Luwu Utara, dan Luwu
Timur.

3.3 Analisis Indeks Divergensi Regional Krugman

Analisis Indeks Divergensi Wilayah Krugman dilakukan untuk mengetahui tingkat dan derajat perbedaan spesialisasi antar kabupaten / kota di
provinsi Sulawesi Selatan. Kuncoro dalam Krugman (2002) memberikan rumus indeks sebagai berikut:

Dimana:

SI jk = Indeks peminatan kabupaten / kota j dan k

E aku j = PDRB sektor I kabupaten / kota j

4
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Ej = Jumlah PDRB Kabupaten / Kota j

E ik = PDRB sektor I kabupaten / kota k = Jumlah PDRB kabupaten /

Ek kota k

Itu Nilai dari rumus ini bisa berkisar antara 2 dan 0. Jika nilainya mendekati nol, maka masing-masing daerah jk tidak memiliki spesialisasi yang
dan berbeda, dengan kata lain mereka beroperasi di sektor ekonomi yang sama. Jika angka itu
Semakin mendekati dua, maka wilayah j dan k menunjukkan spesialisasi ekonomi, sehingga nilai lebih dari satu mengimplikasikan bahwa daerah
tersebut dapat dianggap memiliki sektor spesialisasi. Sedangkan untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat peminatan masing-masing daerah
terhadap daerah lain sebagai pembanding dapat menggunakan nilai rata-rata dari seluruh indeks peminatan daerah.

Berdasarkan perhitungan kami, maka terjadi penurunan nilai rata-rata indeks spesialisasi kabupaten / kota di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu
dari 0,67 pada tahun 2003 menjadi 0,65 pada tahun 2007. Penurunan nilai rata-rata tersebut disebabkan adanya penurunan rata-rata indeks
spesialisasi hampir seluruh wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan. Selanjutnya dari 23 daerah / kota delapan diantaranya tidak mengalami
penurunan dengan nilai rata-rata
0,01 hingga 0,02. Namun penurunan tersebut menunjukkan perekonomian dan spesialisasi ekonomi yang lebih terdiversifikasi di delapan wilayah dibandingkan dengan
23 wilayah lainnya.

Selain itu, dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan besar dalam struktur perekonomian antara Pangkep, Luwu Utara, dan Luwu Timur
dibandingkan dengan daerah lain. Hal tersebut terlihat dari besarnya nilai rata-rata indeks antara Pangkep, Luwu Utara, dan Luwu Timur
dibandingkan dengan daerah lain karena ketiga kabupaten tersebut memiliki nilai indeks lebih dari satu. Artinya, ketiga daerah tersebut memiliki
spesialisasi pada satu sektor ekonomi, misalnya Pangkep dengan spesialisasi sektor manufaktur, Luwu Utara dengan sektor pertanian, dan
Luwu Timur dengan spesialisasi pertambangan.

Namun jika dilihat dari rata-rata indeks spesialisasi antar kabupaten / kota, dapat dikatakan bahwa hanya tiga kabupaten yang memiliki indeks
spesialisasi lebih tinggi dari rata-rata indeks spesialisasi seluruh wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
kekhususan pada masing-masing daerah bukan merupakan jaminan bahwa suatu daerah dapat dikatakan memiliki keunggulan ekonomi, karena
jika dikaitkan dengan Tipologi Klassen maka nampaknya dari 23 daerah tersebut merupakan daerah yang berkembang dengan baik. hanya
mencakup Luwu Timur, Makassar dan Pare-Pare.

4. Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan

4.1 Kesimpulan

Analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa dari 23 daerah tersebut, hanya Luwu Timur, Makassar, dan Pare-Pare yang dapat masuk dalam klasifikasi daerah
dengan pertumbuhan tinggi dan pendapatan tinggi. Luwu dan Palopo termasuk wilayah berpenghasilan tinggi tetapi pertumbuhan rendah. Pangkep dan Pinrang
termasuk dalam klasifikasi daerah dengan pertumbuhan tinggi tetapi berpenghasilan rendah. Sedangkan 16 kabupaten lainnya tergolong daerah pertumbuhan
rendah dan berpenghasilan rendah.

Sedangkan Location Quotient Analysis menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki sejumlah sektor ekonomi unggulan yang berbeda. Oleh
karena itu, dimungkinkan diadakan spesialisasi produksi antar daerah, guna membuka peluang untuk saling tukar menukar sesuai dengan
kebutuhan masing-masing daerah. Implikasinya, pertumbuhan di setiap wilayah akan berdampak pada pertumbuhan wilayah lain dalam jangka
panjang.

Terakhir, hasil analisis spesialisasi wilayah menunjukkan bahwa antar daerah di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki keterkaitan ekonomi. Meskipun
demikian, keterkaitan ini agak lemah di beberapa daerah, yang ditunjukkan dengan sektor ekonomi yang semakin terdiversifikasi di beberapa
kabupaten / kota.

4.2 Implikasi Kebijakan

Analisis sebelumnya dan kesimpulan berikut menunjukkan sejumlah implikasi kebijakan. Pertama, penetapan dan pengembangan kebijakan
pembangunan daerah harus dititikberatkan pada leading sector yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Meski demikian, perhatian juga harus
diberikan pada sektor lain yang sesuai dengan potensi dan peluang pembangunan untuk menciptakan keterkaitan antar wilayah di Provinsi
Sulawesi Selatan. Hal ini harus dilakukan untuk menciptakan spesialisasi ekonomi yang akan menyebabkan pergerakan ekonomi yang sinkron
melalui pertukaran antardaerah.

Kedua, guna memobilisasi pertumbuhan ekonomi di daerah, khususnya untuk 16 kabupaten / kota itu

5
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

berada pada wilayah yang tergolong tergolong terpencil, maka diperlukan kebijakan intensif yang dapat memungkinkan masuknya investasi di
wilayah tersebut. Kebijakan intensif ini dapat mencakup pembangunan dan peningkatan infrastruktur yang bagaimanapun juga dapat memfasilitasi
hubungan investor dengan daerah terkait.

Ketiga, diperlukan kebijakan yang dapat memberikan investasi yang intensif di Luwu dan Palopo yang posisinya berada di daerah yang tumbuh
pesat, untuk meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan masyarakat. Meski secara geografis letak kedua wilayah ini jauh dari Makassar sebagai
ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, namun potensi ekonominya perlu dimanfaatkan untuk terciptanya interaksi ekonomi antara kedua wilayah
pada khususnya dengan wilayah lain pada umumnya.

Referensi

Adisasmita, R. (2008). Pengembangan Wilayah, Konsep dan Teori. Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia: Graha Ilmu.

Adisasmita, R. (2009). Pertumbuhan Wilayah dan Pertumbuhan Wilayah. Makassar, Indonesia: Seruni com.

Arsyad, L. (2005). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. ( Edisi Kedua). Yogyakarta, Indonesia: BPFE.

Badan Pusat Statistik (2007). Produk Domestik Bruto Provinsi Sulawesi Selatan 2006, Makassar, Indonesia: BPS.

Badan Pusat Statistik (2008). Propinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka, Makassar, Indonesia: BPS.

Badan Pusat Statistik (2008). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten / Kota Se Sulawesi Selatan
2007. Makassar, Indonesia: BPS.

Bendavid-Val, A. (1991). Ekonomi Regional dan Lokal: Analisis bagi Praksi. ( Edisi ke-4). NewYork: Praeger.

Budiharsono. S. (2001). Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta, Indonesia: PT Pradnya Paratmita.

Djojohadikusumo, S. (1994). Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta,
Indonesia: Penerbit PT Pustaka LP3ES.

Kuncoro, M. (2004). Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri-Industri. Yogyakarta, Indonesia: UPPAMPYKPN.

Kuncoro, M. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan Strategi, dan Peluang.
Jakarta, Indonesia: Penerbit Erlangga.

Kuznets, S. (1964). Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Pertanian. Dalam Eicher CK & Witt, LW (ed),
Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi, NewYork: McGraw-Hill.

Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan. 2006. Pendapatan Regional. On line.


( http://www.sulsel.go.id/pendapatan-regional.html ). Diakses 20 Mei 2008.

Putong, I. (2007). Ekonomi, Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta, Indonesia: Mitra Wacana Media

Radianto, E. (2003). Evaluasi Pembangunan Regional Pasca Kerusuhan di Maluku. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 51, 479-499.

Richardson, HW (1972). Ekonomi Regional: Teori Lokasi, Struktur Perkotaan, dan Perubahan Wilayah. New York: Penerbit Praeger.

Richardson, HW (1977). Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta, Indonesia: LPFE UI. Siregar, D. (2004). Manajemen

Aset. Jakarta, Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama Sjafrizal (2008). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Padang,

Indonesia: Baduose Media.

Sukirno, S. (1985). Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta, Indonesia: LPFE UI - Bima Grafika.

Sukirno, S. (2002). Pengantar Teori Makro Ekonomi. ( Edisi Kedua). Jakarta, Indonesia: PT Raja Grafindo Persada.

Tambunan, T. (2003). Perekonomian Indonesia, Beberapa Masalah Penting. Bandung: Ghalia Indonesia. Tarigan, R. (2005). Ekonomi

Regional, Teori dan Aplikasi. Edisis Revisi. PT Bumi Aksara, Jakarta

Tjiptoherijanto, P. (1995). Pengembangan Pembangunan Daerah. Ekonomi dan Keuangan Indonesia, XLIII, 2, 117-133.

6
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Todaro, MP (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. ( Edisi Ketujuh). Jakarta, Indonesia: Erlangga.

Catatan

1 Draf pertama makalah ini selesai pada bulan Juni 2012. Komentar atas makalah ini harus dikirim ke penulis pertama.

2 Pendapatan daerah di Indonesia diukur sebagai bagian dari komponen infrastruktur dan diukur dari Produk Domestik Bruto di masing-masing
kabupaten / kota. Di Indonesia pendapatan daerah ini dikenal dengan Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB yang disesuaikan dengan
daya beli masyarakat.

Tabel

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDRB) kabupaten / kota berdasarkan harga pasar di kabupaten / kota

di Sulawesi Selatan

Kabupaten / Kota
y 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Selayar 3575525,00 3994489.70 4365072.10 4829807,90 5429603.70 4438899.66
Bulukumba 3534989,00 4162612.30 4597429.40 5148225.20 5699441,00 4628539.39
Bantaeng 3556938,00 4170690.20 4637377,00 5267781.20 6020353.60 4730627,98
Jeneponto 2646018,00 2873613,00 3124342.30 3478232.70 3908754,90 3206192.17
Takalar 3127916,00 3420474.20 3912675.20 4434165.20 5070561,90 3993158.47
Gowa 3279242,00 3224436.10 3704043,70 4193457.10 4802864.10 3840808.62
Sinjai 4365199,00 4853118.70 5495183.60 6270385.50 7141519.60 5625081.29
Maros 2842215,00 3645517,90 4054644,00 4516570,00 5033996.60 4018588.70
Pangkep 10817285.0
6315520,00 7726013.30 8357123,00 9455459.40 0 8534280.23
Barru 4215079,00 4441288,90 5039515.40 5608037.50 6298623.80 5120508.91
Tulang
4252701,00 4328924.70 4833725,90 5541502,00 6310991.70 5053569.07
Soppeng 4368617,00 6060359.60 5456583.30 6131382.30 6972590.60 5797906.53
Wajo 5283953,00 5713795.40 6733550,90 7732587.70 8690771.40 6830931.69
Sidrap 4583735,00 5275442,90 6132870.40 7006365,90 7896585,90 6179000.03
Pinrang 5446174,00 6586147.20 7323996.60 7887199,00 8886852.30 7226073.32
Enrekang 3336381,00 4040654,80 4663461,50 5228124,50 6103457.40 4674415.83
Luwu 3133271,00 4932778.60 5598535.80 6194259.70 7026378,90 5377044,79
Tana Toraja 2773317,00 2904197.10 3205669.30 3511633.10 3939261.60 3266815,61
Luwu Utara 3103827,00 4331267.10 4808667,00 5355700.20 6103675.10 4740627.27
Luwu Timur 15817052.0 21561671.0 24274301.0 26358147.0 29004788.0 23403191.8
0 0 0 0 0 0
Makassar 11233681.0 13096577.0 14846982.0 16834573.0 12917888.9
8577631,00 0 0 0 0 0
Pare-Pare 5289995,00 5952403.40 6895533.10 7740703.60 9143190.80 7004365.19
Palopo 4109434,00 6175366.40 6911807,90 7627809.20 8411539.70 6647191.45
Sulawesi Selatan 48.18410,00 6043999.70 6895137.60 7982346.80 8996056,00 6947190.03
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten / Kota Se
Sulawesi Selatan 2007. Makassar, Indonesia: BPS.

7
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Tabel 2. Pertumbuhan ekonomi kabupaten / kota di Sulawesi Selatan tahun 2003-2007 (persentase)
Kabupaten/ 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
Kotamadya
Selayar 4.18 4.50 3.90 5.57 6.45 4.92
Bulukumba 3.64 4.69 4.49 6.38 5.36 4.91
Bantaeng 4.89 4.22 4.35 5.10 5.14 4.74
Jeneponto 3.76 2.07 1.21 3.97 4.06 3.01
Takalar 3.98 4.47 5.58 5.91 6.04 5.20
Gowa 4.02 4.87 5.74 6.17 6.19 5.40
Sinjai 4.95 5.52 5.23 6.11 5.43 5.45
Maros 3.84 2.17 3.11 4.33 4.58 3.61
Pangkep 1.98 6.19 5.61 5.92 6.12 5.16
Barru 5.96 4.22 4.94 4.90 4.94 4.99
Tulang 4.56 2.11 4.31 5.95 6.01 4.71
Soppeng 4.02 5.32 2.85 6.63 5.37 4.84
Wajo 4.24 3.13 5.97 5.66 5.87 5.64
Sidrap 4.24 3.29 8.25 6.96 5.46 5.64
Pinrang 4.75 5.89 6.04 4.12 5.14 5.19
Enrekang 5.26 5.34 5.91 3.77 5.11 5.08
Luwu 6.54 6.11 7.16 5.51 5.53 6.17
Tana Toraja 2.61 4.23 4.82 4.07 5.35 4.22
Luwu Utara 1.23 5.23 8.69 7.61 6.83 5.92
Luwu Timur 10.08 8.77 5.57 6.86 5.75 7.41
Makassar 8.60 10.24 7.16 8.09 8.11 10.13
Pare-Pare 5.01 6.23 5.98 6.96 6.98 6.23
Palopo 8.53 7.37 7.72 6.32 6.53 7.29
Sulawesi Selatan 5.42 5.26 6.05 6.72 6.34 5.96
Sumber: Badan Pusat Statistik (2008). Propinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka, Makassar, Indonesia: BPS.

Tabel 3. Klasifikasi Kabupaten Sulawesi Selatan Menurut Pertumbuhan Tipologi Klassen


PDRB per Kapita (y)
Tarif (r)
y i> y y saya < y

Daerah dengan pertumbuhan tinggi dan pendapatan tinggi: Daerah berpenghasilan tinggi tetapi pertumbuhan rendah:
r i> r
Luwu Timur, Makassar, dan Pare-Pare Luwu & Palopo

Wilayah dengan pertumbuhan rendah dan pendapatan rendah:

Selayar, Bulukumba, Bantaeng,


Wilayah dengan pertumbuhan tinggi tetapi berpenghasilan rendah: Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros,
r saya < r
Pangkep dan Pinrang Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap,
Enrekang, Tana Toraja, dan
Luwu Utara

8
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan ISSN www.iiste.org
2222-1700 (Makalah) ISSN 2222-2855 (Online) Vol.4, No.1, 2013

Tabel 4. Nilai rata-rata location quotient sektor ekonomi di Sulawesi Selatan tahun 2003-2007
Sektor Ekonomi
Kabupaten / Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Selayar 1.330 0,050 0.440 0.430 1.450 1.020 1.570 0,570 1.300
Bulukumba 1.870 0,030 0.440 0,380 0,500 0.790 0.290 0.740 1.290
Bantaeng 1.930 0,060 0.250 0,560 1.110 0.710 0,330 0,960 1.030
Jeneponto 1.840 0.170 0.170 0,600 1.100 0,500 0.470 1.210 1.330
Takalar 1.550 0,070 0,660 1.080 1.160 0.720 0,620 1.040 1.280
Gowa 1.630 0,060 0.290 1.040 0,660 0.880 0.750 1.020 1.420
Sinjai 1.970 0,050 0.140 0,300 0.810 0,630 0.440 0.780 1.360
Maros 1.380 0.160 1.550 0.890 0,330 0,530 0.700 0,960 1.150
Pangkep 0,580 0,520 4.020 0,380 0,620 0,300 0.460 0.440 0,620
Barru 1.560 0.110 0.270 0,630 1.540 0.800 0,540 0,960 1.560
Tulang 1.790 0,040 0.670 0.770 0,990 0,590 0,650 0.740 1.010
Soppeng 1.600 0,050 0,540 0.820 1.220 0,620 0.770 0,900 1.380
Wajo 1.410 0.480 0,580 0.710 0,600 1.380 0,660 0.710 0,910
Sidrap 1.690 0,050 0,500 0,990 1.330 0.760 0,390 0.780 1.290
Pinrang 2.110 0,080 0,320 0.670 0.750 0.670 0,510 0.610 0,690
Enrekang 1.700 0,040 0,350 0,660 0,950 0.700 0,330 0,690 1.770
Luwu 2.000 0.110 0.730 0.210 1.200 0.430 0.210 0.340 0,990
Tator 1.620 0,040 0,300 0,520 0,940 0,920 0,500 0.890 1.580
Luwu utara 2.350 0,030 0.150 0,550 0.770 0.460 0.230 0.810 0,650
Luwu timur 0.400 8.180 0.130 0.130 0,060 0,070 0,070 0.150 0.100
Makassar 0,030 0,001 1.680 2.090 1.680 1.920 2.120 1.660 1.040
Pare-Pare 0.260 0,030 0.230 1.460 1.850 1.970 3.220 2.160 1.110
Palopo 1.190 0,020 0,320 1.380 1.550 1.190 1.340 1.600 1.130

9
Artikel akademis ini diterbitkan oleh The International Institute for Science, Technology and Education
(IISTE). IISTE adalah pelopor dalam layanan Penerbitan Akses Terbuka yang berbasis di AS dan
Eropa. Tujuan dari lembaga ini adalah Mempercepat Berbagi Pengetahuan Global.

Informasi lebih lanjut tentang penerbit dapat ditemukan di beranda IISTE:


http://www.iiste.org

PANGGILAN UNTUK KERTAS

IISTE saat ini menampung lebih dari 30 jurnal akademik peer-review dan bekerja sama dengan
institusi akademik di seluruh dunia. Tidak ada batas waktu pengiriman. Calon penulis jurnal
IISTE dapat menemukan instruksi pengiriman di halaman berikut: http://www.iiste.org/Journals/

Tim editorial IISTE berjanji untuk meninjau dan mempublikasikan semua kiriman yang memenuhi syarat
di a cepat cara. Semua artikel jurnal tersedia online untuk pembaca di seluruh dunia tanpa hambatan
finansial, hukum, atau teknis selain yang tidak dapat dipisahkan dari mendapatkan akses ke internet itu
sendiri. Versi cetak jurnal juga tersedia atas permintaan pembaca dan penulis.

Mitra Berbagi Pengetahuan IISTE

EBSCO, Index Copernicus, Ulrich's Periodicals Directory, JournalTOCS, PKP Open Archives
Mesin penuai, Bielefeld Akademik Cari Mesin, Elektronische
Zeitschriftenbibliothek EZB, Open J-Gate, OCLC WorldCat, Universe Digtial Library, NewJour,
Google Cendekia

Anda mungkin juga menyukai