Anda di halaman 1dari 5

Tanah dalam terminologi asing disebut dengan Land, Soil (Inggris),

dalam beberapa terminologi daerah disebut dengan Siti, Bumi, Lemah (Jawa);

Pelemahan (Bali), Taneuh, leumah (Sunda); Petak, Bumi (Dayak). Perbedaan

istilah terjaadi bukan sekedar karena adanya perbedaan bahasa, namun lebih

dari itu karena perbedaan pemaknaan tanah oleh manusia yang menguasai atau

menggunakannya. Tanah yang dulu dipandang dari sudut sosial, yang tercakup

dalam lingkup hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat dari

sudut ekonomi, sehingga tepat apabila Perserikatan Bangsa-bangsa mensinyalir

bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi menyangkut isu kemasyarakatan

tetapi telah berkembang menjadi isu ekonomi.1

Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam

kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan

hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi

orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan konflik

kepentingan dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan dan

penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.2

Hak tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan

serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya

untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang menjadi haknya. Sesuatu yang

boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan

1
Muhammad Yamin dan Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria,
Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hlm.26.
2
Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, Cetakan Kelima,
hlm.7.
itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur di antara hak-hak penguasaan atas

tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.3

Dengan adanya hak menguasai dari Negara sebagaimana dinyatakan dalam


Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu :
“Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan yang
tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
masyarakat”.

Atas dasar ketentuan tersebut,Negara berwenang untuk menentukan hak-


hak atas tanah yang dimiliki oleh dan atau diberikan kepada perseorangan badan
hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan tersebut diatur
dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UUPA, yaitu :
Dalam ayat (1) :
“Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang baik sendiri maupun bersama dengan orang lain serta
badan-badan hukum”.
Dalam ayat (2) :
“Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
engan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi”.
Berdasarkan Pasal tersebut, maka Negara menentukan hak- hak atas tanah
sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu :
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa;
f. Hak Membuka Tanah;
3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 24.
g. Hak Memungut Hasil Hutan.
Adapun macam-macam hak atas tanah yang umum oleh masyarakat
ketahui seperti:
a. Hak Milik
Hak memiliki beberapa keistimewaan, antara lain seperti: Jangka waktunya
tak terbatas (berlangsung terus menerus), dapat diwariskan, terkuat dan
terpenuh. Berdasarkan Pasal 20 UUPA Hak Milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah serta
mempunyai fungsi sosial.
b. Hak Guna Usaha
Berdasarkan Pasal 28 UUPA Hak Guna Usaha adalah hak untuk
mengusahakan kegiatan Pertanian (Perkebunan, Peternakan, Perikanan) di
atas tanah Negara selama-lamanya 25 tahun. Hak ini dapat dialihkan kepada
pihak lain, dan hanya WNI atau Badan Hukum Indonesia saja yang dapat
memilikinya.
c. Hak Guna Bangunan
Berdasarkan Pasal 30 UUPA, Hak Guna Bangunan adalah hak untuk
mendirikan bangunan diatas tanah Negara selama-lamanya 30 tahun dan
dapat diperpanjang selama-lamanya 25 tahun, dapat dialijkan kepada pihak
lain dan hanya warga negara indonesia/badan hukum Indonesia saja yang
dapat memilikinya.
d. Hak Pakai
Berdasarkan Pasal 41 UUPA hak sewa adalah hak untuk menggunakan dan/
atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau
tanah milik orang lain.
e. Hak Sewa
Hak sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah milik orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewanya.
Pasal 20 ayat (2) UUPA menetapkan bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Dua bentuk peralihan hak milik atas tanah, yaitu:
1. Beralih Beralih
Artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain
disebabkan karena peristiwa hukum. Peristiwa hukum adalah meninggal
dunianya pemilik tanah, maka hak milik atas tanah secara yuridis berpindah
kepada ahli warisnya sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai
subjek hak milik. Berpindahnya hak milik atas tanah ini melalui suatu proses
pewarisan dari pemilik tanah sebagai pewaris kepada pihak lain sebagai ahli
waris.
2. Dialihkan
Dialihkan artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepada
pihak lain disebabkan oleh perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Contoh perbuatan hukum adalah
jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan
(inbreng), lelang.
Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah
Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa Pendaftaran Tanah adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta
dan daftar mngenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak
tertentu yang membebaninya. Berkaitan dengan hal ini terdapat 2 macam asas
hukum, yaitu:4
1. Asas itikad baik, yaitu bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak dengan
itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut hukum. Asas
ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad baik.
2. Asas nemo plus yuris, yaitu bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak
melebihi hak yang ada padanya. Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak

4
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm.117-121.
yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama
siapapun.
Menurut A.P Parlindungan, tujuan pendaftaran tanah ialah untuk kepastian
hak seseorang, disamping untuk pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga
untuk penetapan suatu perpajakan:5
1. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas
misalnya apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak-
hak lainnya.
2. Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka
dapat dihindari terjadinya sengketa tentang perbatasannya, karena dengan
didaftarnya tanah tersebut, maka telah diketaui berapa luasnya serta batas –
batasnya.
3. Penetapan suatu perpajakan
Dengan diketahuinya berapa luas sebidang tanah, maka berdasarkan hal
tersebut dapat ditetapkan besar pajak yang harus dibayar oleh seseorang.
Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan pendaftaran itu selain
memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya,
pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya
dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang
terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya
sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.

5
A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm.6.

Anda mungkin juga menyukai