Anda di halaman 1dari 22

A.

Konsep Teori Coronary Artery Disease (CAD)


1. Definisi
Arteriosklerosis atau pengerasan arteri adalah suatu proses dimana
serabut otot dan lapisan endotel artikel kecil dan arteriola mengalami
penebalan. Aterosklerosis merupakan proses yang berbeda yang menyerang
tunika intima arteri besar dan medium. Proses tersebut meliputi penimbunan
lemak, kalsium, komponen darah, karbohidrat dan jaringan fibrosa pada
tunika intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal sebagai “ateroma” atau
“plak”. (Huda N, 2015:77)
Coronary Artery Disease (CAD) merupakan akibat dari penyempitan
arteri koronaria seiring berjalannya waktu. Menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen dan nutrisi ke jaringan miokardium akibat berkurangnya
aliran darah. (Ronald, 2014: 26)
2. Etiologi
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut
monosit,pindah dari alirandarah kedalam dinding arteri dan diubah menjadi
sel-sel yang menggumpulkan bahan- bahan lemak.Padasaatnya,monosit yang
terisi lemak ini akan terkumpul,menyebabkan bercak penebalan dilapisan
dalam arteri.Setiap daerah penebalan (yang disebut plak
aterosklerotik/ateroma) yang terisi dengan bahan lembut seperti keju,
mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol,sel-sel otot polos dan
sel-sel jaringan ikat.Ateromabisa tersebar didalam arteri sedang dan arteri
besar,tetapi biasanya mereka terbentuk di daerah percabangan,mungkin
karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera pada dinding
arteri,sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma(Huda N, 2015:77).
Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilngan kelenturannya
dankarena ateroma terus tumbuh,maka arteri akan menyempit.Lama-lama
ateroma mengumpulkan endapan kalsium,sehingga menjadi rapuh dan bisa
pecah.Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah,sehingga ateroma
menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri.Ateromayang pecah juga
bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan bekuaan
darah(thrombus). Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan

1
menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan menggalir bersama aliran
darah dan menyebabkan sumbatan ditempat lain(emboli).
Resiko terjadinya aterosklerosis meningkat pada:
a. Tekanan darah tinggi.
b. Kadarkolesterol tinggi.
c. Perokok
d. Diabetes (kencing manis).
e. Kegemukan (obesitas).
f. Malas berolahraga
g. Usia lanjut
Pria memiliki resiko lebih tinggi dari pada wanita.Penderita penyakit
keturunan homosistinuria memiliki ateroma yang meluas,terutama pada usia
muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu menggenai
arteri coroner (arteri yang menuju ke jantung). Sebaliknya,pada penyakit
hiperkolesterolemia familial, kadar kolesterol yang sangat tinggi
menyebabkan terbentuk nya ateroma yang lebih banyak di dilam arteri
koroner dibandingkan arteri lain nya. (Huda N, 2015:77)
3. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima
arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak yang menganggu
absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol
ke lumen pembuluh darah(Huda N, 2015:80).
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran
darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaimana
terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang
merupakan komplikasi tersering aterosklerosis(Huda N, 2015:80).
Berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terjadi telah
diajukan, tetapi tidak satu pun yang terbukti secara meyakinkan. Mekanisme
yang mingkin, adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak dan

2
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka
febris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan
kapiler di sebelah distal plak yang pecah. (Huda N, 2015:80)
4. Pathway

(Huda N, 2015:82)
5. Tanda dan Gejala
a. Asimtomatik.
b. Sakit dada (angina) karena aliran darah berkurang ke otot jantung
dan atau meningkatnya permintaan oksigen karena stres.
c. Rasa sakit bisa menyebar ke lengan, punggung, dan rahang.

3
d. Sakit dada muncul setelah tenaga terkuras, senang berlebihan, atau
ketika pasien terkapar hawa dingin karena ada peningkatan dalam
aliran darah ke seluruh tubuh, meningkatkan kecepatannya.
e. Sakit dada berakhir antara 3 sampai 5 menit.
f. Sakit dada dapat terjadi ketika pasien sedang beristirahat.
(Mary D, 2014: 17)
6. Komplikasi
a. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berdasarkan penurunan
sirkulasi darah ke jantung(koroner).
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berdasarkan penurunan
sirkulasi darah ke perifer, penurunan nadi, hipertensi.
c. Nyeri akut berdasarkan gangguan kemampuan pembuluh darah
menyuplai oksigen ke jaringan.
d. Hambatan mobilitas fisik berdasarkan penurunan masa otot,
kekuatan otot, kaku sendi.
e. Kerusakan integritas kulit berdasarkan gangguan sirkulasi (luka post
operasi).
f. Ansietas berdasarkan rencana pembedahan yang kompleks
g. Resiko infeksi berdasarkan adanya port de entry akibat luka operasi
(pembedahan).(Huda N, 2015: 80)

B. KonsepAsuhanKeperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan bertambahnya
usia. Pada laki-laki biasanya resiko meningkat setelah umur 45 tahun
sedangkan padawanita umur 55 tahun.Aterosklerosis 3 kali lebih sering
terjadi pada pria dibanding wanita.Wanita agaknya relatif lebih kebal
terhadap penyakit ini karena dilindungi oleh hormon estrogen. Namun
setelah menopause sama rentannya dengan pria. (Muttaqin, 2010)

4
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Seorang beresiko terkena CAD kembali apabila memiliki riwayat
penyakit tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan
merupakan perokok berat. (Muttaqin, 2010)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pemeriksaan fisik, pasien dengan CAD akan mengalami
sakit di bagian dada. Dan sakit ini menyebar ke lengan, punggung,
dan leher. Pasien juga mengeluh akan tersa sakit di bagian dada
setelah melakukan aktivitas fisik. (Muttaqin, 2010)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit arteri koroner,
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis premature.
Riwayat keluarga penderita jantung umumnya mewarisi faktor-
faktor resiko lainnya, seperti abnormalitas kadar kolesterol,
peningkatan tekanan darah, kegemukan dan DM. (Muttaqin, 2010)
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium,
semikoma atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang,
berat, ringan atau tampak tidak sakit.(Mary D, 2014)
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah berkisar antara 124/91mmHg- 137/97 mmHg,
denyut nadi berkisar antara 100-112 x/menit, pernapasan sekitar
16-20 x/menit.(Mary D, 2014)
3) Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem persyarafan,
Pada penderita CAD terjadi nyeri kepala yang hebat, changes
mentation. (Mary D, 2014)

5
b) Sistem penginderaan,
Mata dan pendengaran tidak mengalami gangguan
(Mary D, 2014)
c) Sistem pernafasan,
Akan ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan, napas
sesak/kuat, suara napas bersih atau crackels/wheezes atay juga
vesikuler, sputum jernih atau juga merah muda. (Mary D, 2014)
d) Sistem kardiovaskuler,
Pada penderita CAD ketika pemeriksaan akan ditemukan
tekanan darah dapat normal atau naik turun. Pada nadi dapat
normal, penuh/tak kuat, lemah/kuat.Irama jantung dapat teratur
atau tidak.Membrane mukosa dan bibir keliatan pucat atau
sianosis.(Ronald, 2014)
e) Gastrointestinal,
Pada pemeriksaan bising usus pada pasien CAD biasanya
terdengar normal atau bunyi usus meningkat.(Mary D, 2014)
f) Sistem perkemihan,
Pada penderita CAD tidak ditemukan pembengkakan pada ginjal
kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan pada kedua ginjal. (Ronald,
2014)
g) Sistem reproduksi,
Pada penderita CAD tidak terdapat gangguan pada sistem
reproduksi. (Ronald, 2014)
h) Sistem muskuloskeletal,
Adanya kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul ketidak
mampuan melakukan aktifitas yang diharapkan atau aktifitas
yang biasanya dilakukan.
(Ronald, 2014)
i) Sistem integumen,

Pada penderita CAD ditemukan penurunan turgor kulit, kulit


berkeringat banyak.(Ronald, 2014)

6
j) Sistem endokrin,
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan getah bening.
(Ronald, 2014)
k) Sistem imunitas,
Tidak terdapat gangguan imun pada penderita CAD (Ronald,
2014)

d. Test diagnostik
1) EGC : menunjukkan adanya elevasi yang merupakan tanda dari
iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda
dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya
nekrosis.
2) Enzym dan Isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam
4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT
dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
3) Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya
penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti
hipo atau hiperkalemia.
4) Whole Blood Cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan
hari setelah serangan.
5) Analisa Gas Darah: menunjukkan terjadinya hipoksia atau proses
penyakit paru yang kronis atau akut.
6) Kolesterol atau Trigliseid: mungkin mengalami peningkatan
yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
7) Chest X-Ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF,
atau aneurisma ventrikiler.
8) Echocardiogram: mungkin harus dilakukan guna
menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
9) Exercise Stress Test: menunjukkan kemampuan jantung
beradaptasi terhadap suatu stress/aktivitas. (Huda N, 2015: 78)

7
e. Penatalaksaan Medik
1) Perawatan
a) Menurunkanberatbadan
b) Perubahan diet: rendah sodium, rendahkolesteroldanlemak,
mengurangiasupankalori, meningkatkanseratpangan.
c) Perubahan gaya hidup: pola makan sehat dan seimbang,
dengan lebih banyak sayuran atau buah-buahan, penting untuk
melindungi arteri jantung kita. Makanan yang kaya lemak,
khusunya lemak jenuh, dapat mengakibatkan kadar kolesterol
tinggi, yang merupakan komponen utama kumpulan yang
berkontribusi terhadap penyempitan arteri jantung(Mary D,
2014:18).
2) Pengobatan
a) Memberikan aspirin secara oral240 ml.
b) Memberikan beta-adrenergic blocker untuk mengurangi
beban kerja jantung seperti metoprolol: tab 50 dan 100 mg,
propranolol: tab 10 dan 40 mg, nadolol: tab 40 dan 80 mg
c) Memberikan calcium channel blocker: 5-10 mg untuk
menurunkan denyut jantung, tekanan darah, dan ketegangan
otot; membantu dengan vasodilasi koroner; memperlambat
konduksi nodusAV.
d) Memberikan nitrat dosis awal 20 mg, 2-3 kali sehari atau 40
mg, 2 kali sehari. Jika pasien memiliki gejala sakit dada
untuk mengurangi ketidaknyamanan dan meningkatkan
aliran darah ke otot jantung.
e) Turunan asam fibric mengurangi sintesis dan meningkatkan
pemecahan partikel-partikel VLDL: gemfibrozil sehari 2 x
300-600 mg
f) Asam empedu mengikat resin yang mengikat asam empedu
di dalam usus besar: colestipol secara oral dalam bentuk
tablet sehari 2-16 gr

8
g) Asam nikotin mengurangi produksi VLDL: niacin 4 gr per
hari (Mary D, 2014:18)
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri Akut
1) Definisi: Pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial.
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan
isyarat.
b) Objektif
1) Posisi untuk menghindari nyeri.
2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku).
3) Respons autonomik (misalnya, diaforesis; perubahan
tekanan darah, pernapasan, atau nadi; dilatasi pupil).
4) Perubahan selera makan.
5) Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari
orang dan/ atau aktifitas lain, aktivitas berulang).
3) Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik,
dan psikologis). (Wilkinson, 2013: 530)
b. Intoleransi aktivitas
1) Definisi: Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin
atau harus dilakukan.
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif
1) Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas.
2) Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
b) Objektif

9
1) Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal
sebagai respons terhadap aktivitas.
2) Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau
iskemia.
3) Faktor yang berhubungan
a) Tirah baring dan imobilitas.
b) Kelemahan umum.
c) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d) Gaya hidup kurang gerak. (Wilkinson, 2013: 24)
c. Gangguan pertukaran gas
1) Definisi: kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi
karbon dioksida di membran kapiler-alveolar.
2) Batasan karakteristik
a) Subjektif
1) Dipsnea.
2) Sakit kepala pada saat bangun tidur.
3) Gangguan penglihatan.
b) Objektif
1) Gas darah arteri yang tidak normal.
2) pH arteri tidak normal.
3) Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman
pernapasan.
4) Warna kulit tidak normal (misalnya, pucat dan
kehitaman).
5) Konfusi.
6) Sianosis (hanya pada neonatus).
7) Karbon dioksida menurun.
8) Diaforesis.
9) Hiperkapnia.
10) Hiperkabia.
11) Hipoksia.
12) Hipoksemia.

10
13) Iritabilitas.
14) Napas cuping hidung.
15) Gelisa.
16) Somnolen.
17) Takikardia.
3) Faktor yang berhubungan
a) Perubahan membran kapiler-alveolar.
b) Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
(Wilkinson, 2013:185)
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri Akut
1) Kriteria hasil:
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang
efektif untuk mencapai kenyamanan.
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada __ atau kurang
(dengan skala 0-10).
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
d) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan
untuk memodifikasi faktor tersebut.
e) Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan.
f) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik
dan non analgesik secara tepat.
g) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung, atau tekanan darah.
h) Mempertahankan selera makan yang baik.
i) Melaporkan pola tidur yang baik.
j) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa
peran dan hubungan interpersonal.
2) Intervensi
Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian.

11
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat).
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri
oleh analgesik dan kemungkinan efek sampingnya.
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respons pasien.
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai
usia dan tingkat perkembangan pasien.
f) Manajemen nyeri (NIC):
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus
yang harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan
efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya,
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada
perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau
opioid (misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis).

12
e) Manajemen Nyeri (NIC): berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
f) Manajemen Nyeri (NOC):
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya,
umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hinosis, relaksasi, imajinasi terbimbing,
terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas,
akupresur, kompres hangat atau dingin, dan masase
sebelum/setelah, dan jika memungkinkan, selama aktivitas
yang menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan bersama penggunaan tindakan peredaan
nyeri yang lain.
Aktivitas Kolaboratif
a) Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian obat yang
terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA.
b) Manajemen Nyeri (NIC)
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat. Laporkan kepada dokter jika tindakan
tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di
masa lalu.
Aktivitas Lain
a) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian
nyeri dan efek samping.
b) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang
efektif di masa lalu, seperti: distraksi, relaksasi, atau
kompres hangat/dingin.
c) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman dan aktivitas lain untuk membantu relaksasi,
meliputi tindakan sebagai berikut: lakukan perubahan posisi,
masase punggung, dan relaksasi. Ganti linen tempat tidur

13
bila diperlukan. Berikan perawatan dengan tidak terburu-
buru, dengan sikap yang mendukung. Libatkan pasien dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut aktivitas
perawatan.
d) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan
pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan melalui televisi, radio, tape dan interaksi dengan
pengunjung.
e) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan
respons pasien terhadap analgesik (misalnya, “Obat ini akan
mengurangi nyeri Anda”)
f) Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Untuk meyakinkan
pasien, tanyakan “Jika tidak mengalami nyeri, apakah Anda
akan tetap membutuhkan obat ini?”
g) Manajemen Nyeri (NIC):
Libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi respons pasien terhadap ketidaknyamanan
(misalnya, suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan).
Pastikan pemberian analgesia terapi atau strategi
nonfarmakologis sebelum melakukan prosedur yang
menimbulkan nyeri. (Wilkinson, 2013: 531)
b. Intoleransi aktivitas
1) Kriteria hasil:
a) Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan
kecemasan yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas.
b) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan
peningkatan normal denyut jantung, frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas
normal.

14
c) Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas
(uraikan tingkat yang diharapkan dari daftar pada saran
penggunaan.
d) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang
kebutuhan oksigen, obat, dan/atau peralatan yang dapat
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
e) Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
dengan beberapa bantuan (misalnya, eliminasi dengan
bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi).
f) Menampilkan manajemen pemeliharaan rumah dengan
beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk
kebersihan setiap minggu).
2) Intervensi
Pengkajian
a) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat
tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI.
b) Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
c) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas.
d) Manajemen Energi (NIC)
Tentukan penyebab keletihan (misalnya, perawatan, nyeri,
dan pengobatan).
Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas
(misalnya, takikardis, disritmia lain, dispnea, diaforesis,
pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi pernapasan).
Pantau respons oksigen pasien (misalnya, denyut nadi, irama
jantung, dan frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas
perawatan diri atau aktivitas keperawatan.
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber
energi yang adekuat.
Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya
waktu tidur dalam jam.

15
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam:
a) Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika
perlu.
b) Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk
kondisi yang perlu dilaporkan kepada dokter.
c) Pentingnya nutrisi yang baik.
d) Pegunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas.
e) Penggunaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, visualisasi)
selama aktivitas.
f) Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran
dalam keluarga dan tempat.
g) Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh:
menyimpan alat atau benda yang sering digunakan di tempat
yang mudah dijangkau.
h) Manajemen Energi (NIC):
Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik
perawatan-diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen
(misalnya, pemantauan mandiri dan teknik langkah untuk
melakukan ARS).
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen
waktu untuk mencegah kelelahan.
Aktivitas Kolaborasi
a) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri
merupakan salah satu faktor penyebab.
b) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (misalnya,
untuk latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merencanakan
dan memantau program aktivitas, jika perlu.
c) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan
kesehatan jiwa di rumah.

16
d) Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk
mendapatkan pelayanan bantuan perawatan rumah, jika
perlu.
e) Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energi.
f) Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan
berhubungan dengan penyakit jantung.
Aktivitas Lain
a) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan
selama periode istirahat.
b) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala,
bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi, sesuai toleransi.
c) Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan setelah
aktivitas; hentikan aktivitas jika tanda-tanda vital tidak
dalam rentang normal bagi pasien atau jika ada tanda-tanda
bahwa aktivitas tidak dapat ditoleransi (misal, nyeri dada,
pucat, vertigo, dispnea)
d) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan ketahanan, sebagai contoh:
anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara
bergantian. Buat tjuan yang sederhana, realistis, dan dapat
dicapai oleh pasien yang dapat meningkatkan kemandirian
dan harga diri.
e) Manajemen Energi (NIC)
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas.
Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki
energi paling banyak.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur (misalnya, ambulasi,
berpindah, mengubah posisi, dan perawatan personal), jika
perlu batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan
kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi.

17
Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan
membuat dan menggunakan dokumentasi tertulis yang
mencatat asupan kalori dan energi, jika perlu. (Wilkinson,
2013: 26)
c. Gangguan pertukaran gas.
1) Kriteria hasil:
a) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
b) Memiliki ekspansi paru yang simetris.
c) Menjelaskan rencana perawatan di rumah.
d) Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu.
e) Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea.
f) Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas.
2) Intervensi
Pengakajian
a) Kaji suara paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha
napas, dan produksi sputum sebagai indikator keefektifan
penggunaan alat penunjang.
b) Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi.
c) Pantau hasil gas darah (misalnya, kadar PaO2 yang rendah,
dan PaCO2 yang tinggi menunjukkan perburukan
pernapasan).
d) Pantau kadar elektrolit.
e) Pantau status mental (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah,
dan kofusi).
f) Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak
somnolen.
g) Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa
mulut.
h) Manajemen jalan napas (NIC)
Identifikasi kebutuhan pasien terhadap pemasangan jalan
napas aktual atau potensial.

18
Auskultasi suara napas, tandai area penurunan atau
hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan .
Pantau status pernapasan dan oksigenasi, sesuai dengan
kebutuhan.
i) Pengaturan hemodinamik (NIC)
Auskultasi bunyi jantung.
Pantau dan dokumentasikan frekuensi, irama, dan denyut
jantung.
Pantau adanya edema perifer, distensi vena jugularis, dan
bunyi jantung S3 dan S4.
Pantau fungsi alat pacu jantung, jika sesuai.
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a) Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
pengisap, spirometer, dan IPPB)
b) Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi.
c) Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian
oksigen dan tindakan lainnya.
d) Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok
itu dilarang.
e) Manajemen jalan napas (NIC)
Ajarkan tentang batuk efktif.
Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler
yang dianjurkan, sesuai dengan kebutuhan.
Aktivitas Kolaboratif
a) Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya
pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan alat
bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan
kondisi pasien.
b) Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (mis,
sensorium pasien, suara napas, pola napas, analisis gas
darah arteri, sputum, efek obat).

19
c) Berikan obat yang diresepkan (mis, natrium bikarbonat)
untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa.
d) Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu.
e) Manajemen jalan napas (NIC)
Berikan udara yang dilembabkan atau oksigen, jika perlu.
Berikan bronkodilator, jika perlu.
Berikan terapi aeorosol, jika perlu.
Berikan terapi nebulasi ultrasonik, jika perlu.
f) Pengaturan hemodinamik (NIC)
Berikan obat anti aritmia, jika perlu.
Aktivitas lain
a) Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan
prosedur, untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan
rasa kendali.
b) Beri penenangan kepada pasien selama periode gangguan
atau kecemasan.
c) Lakukan higiene oral secara teratur.
d) Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen
(mis, pengendalian demam dan nyeri, mengurangi
ansietas).
e) Apabila oksigen diprogamkan bagi pasien yang memiliki
masalah pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan
pernapasan secara hati-hati karena adanya resiko depresi
pernapasan akibat oksigen.
f) Buat rencana perawatan untuk pasien yang menggunakan
ventilator, yang meliputi:
Meyakinkan keadekuatan pemberian oksigen dengan
melaporkan ketidaknormalan gas darah arteri,
menggunakan Ambu bag yang dilekatkan pada sumber
oksigen di sisi tempat tidur, dan lakukan hiperoksigenasi
sebelum melakukan pengisapan.

20
Meyakinkan keefektifan pola pernapasan dengan mengkaji
sikronisasi dan kemungkinan kebutuhan sedasi.
Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan
pengisapan dan mempertahankan slang endotrakea atau
penggantian slang endotrakea di tempat tidur.
Memantau komplikasi (misal, pneumotoraks, aerasi
unilateral).
Memastikan ketepatan penempatan slang ET.
g) Manajemen jalan napas (NIC)
Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi.
Atur posisi untuk mengurangi dispnea.
Pasang jalan napas melalui mulut atau nasofaring, sesuai
dengan kebutuhan.
Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau melalui
pengisapan.
Dukung untuk bernapas pelan, dalam; berbalik; dan batuk.
Bantu dengan spirometer insentif, jika perlu.
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
h) Pengaturan hemodinamik (NIC)
Tinggikan bagian kepala tempat tidur, jika perlu.
Atur posisi pasien ke posisi tredelenburg, jika perlu.
(Wilkinson, 2013:187)

21
Daftar Pustaka
Amin H, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc . Jogjakarta: Medi Action.

Dr.Ronald, D. (2014). Atlas Saku Patofisiologi Klinik. Tangerang: Karisma.

I, S. (2010). Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Umum.

Judith M, W. N. (2013). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9 . Jakarta: EGC.

Mary D, D. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha.

Muttaqin, Arif.2010. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. jakarta: Salemba Medika

22

Anda mungkin juga menyukai