DSS Dengue Syok Sindrom
DSS Dengue Syok Sindrom
Disusun oleh :
MOJOKERTO
2020
1
Lembar Pernyataan
Kami mempunyai copy darimakalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang dikumpulkan hilang
atau rusak.
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiridanbukanmerupakankarya orang lainkecuali yang
telahdituliskandalamreferensi, sertatidakadaseorang pun yang membuatkanmakalahiniuntuk kami.
Jikadikemudanhariterbuktiadanyaketidakjujuranakademik, kami
bersediamendapatkansangsisesuaiperaturan yang berlaku.
2
KATA PENGANTAR
PenyusunmenyadaribahwaKaryailmiahinibelumtersusunsecarasempurnadanmemiliki
banyakkekurangan.Olehkarenaitu, segalakritikdan saran yang
bersifatmembangundarisemuapihakpenyusunharapkan demi perbaikankaryatulisilmiahini
Penulis
3
DAFTAR ISI
Cover.............................................................................................................................................i
LembarPernyataan.........................................................................................................................ii
KataPengantar...............................................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................................iv
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. RumusanMasalah......................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara
hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran
penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih
banyak di daerah tropis. Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di
seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian
berkisar 24.000. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini
menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue
shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok
dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah
kesehatan global.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah adakah hubungan
antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tingkat keparahan awal pasien dengue shock
sindroma.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang tingkat keparahan pasien
2. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga dengan tingkat keparahan
penderita
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.(Ngastiyah, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul
tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994).
B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus)
group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana
yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.(Soedarto, 1990).
6
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi
yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang
akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat
disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma.Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik.Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang
akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi
hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup,
sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi
sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas
kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel
pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis,
yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau
lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
(Soedarto, 1990).
2. Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat
berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
7
(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis.(Nelson, 1993).Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri
perut yang hebat.(Ngastiyah, 1995).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga
sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda
kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
o Asites
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang –
kejang. (Soedarto, 1995).
E. KLASIFIKASI
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF
IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa,
epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 /
menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80 mmHg.
8
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 0/0 ) 80/0 80/70
90/70 120/110 120/100 120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120x/mnt ) tekanan nadi
sempit (
d. Derajat IV
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.Nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak teatur (denyut jantung
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
9
o SGOT, SGPT sedikit meningkat
o Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
o NS 1 positif
2. Foto rontgen
3. USG
o Hepatomegali
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206
adalah.
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik
yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
10
o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
5. Obat-obatan lain :
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah.
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan
Terapi cairan
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
11
o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
o Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan
tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam
kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :
o 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur
kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah
dapat mengatasi renjatan.
3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun
lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :
Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler.Cepat mempertahankan
volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1) Kristaloid
oR/C
12
o NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi
2) Koloid
o HES
o Wida HES
o Voluven
o Pemberian Antibiotika
Pathway
13
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
14
DENGUE SHOCK SINDROMA
d)
Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital :
15
nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis
16
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah perumusan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan. Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk menghilangkan, mengurangi dan
mencegah masalah keperawatan klien.
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
O
Hipertermi Pengobatan demam
Termoregulasi
berhubungan 1. Monitor suhu
Kriteria hasil :
dengan proses sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam
penyakit 2. Berikan anti piretik
rentang normal
ditandai dengan 3. Kompres pada
1 2. Nadi dan RR dalam
suhu tubuh lipatan paha dan
rentang normal
diatas normal, aksila
3. Tidak ada perubahan
kulit merah, 4. Kolaborasi
warna kulit dan tidak
takikardi, kulit pemberian cairan
ada pusing.
terasa hangat. intravena
Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
1. klien mampu nyeri secara
mengontrol nyeri komprehensif
(tahu penyebab (P,Q,R,S,T).
Nyeri akut nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
berhubungan menggunakan teknik nonverbal dari
dengan agen non farmakologi ketidaknyamanan.
cidera biologis untuk mengurangi 3. Gunakan teknik
nyeri). nyeri, mencari komunikasi
(penekanan intra bantuan ). terapeutik untuk
2 abdomen)
2. klien dapat mengetahui
ditandai dengan
Perubahan selera
melaporkan bahwa pengalaman nyeri
makan, nyeri berkurang pasien.
Perubahan dengan 4. Kaji kultur yang
frekuensi menggunakan mempengaruhi
pernapasan, manajemen nyeri respon nyeri.
terlihat meringis skala 0-2. 5. Evaluasi pengalaman
3. Klien mampu nyeri masa lampau.
mengenali nyeri 6. Kontrol lingkungan
(skala, intensitas, yang dapat
frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri
17
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis nyeri).
(suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebsingan).
7. Kurangi factor
4. prespitasi nyeri.
nyaman setelah nyeri 8. Ajarkan teknik
berkurang. nonfarmakologi
(relaksasi napas
dalam).
9. Kolaborasi
pemberian analgetik.
3 Perfusi jaringan Manajemen sensasi
perifer tidak perifer
efektif 1. Monitor adanya
berhubungan daerah tertentu yang
dengan hanya peka
penurunan Status sirkulasi terhadap
konsentrasi Tissue perfusion cerebral panas/dingin/tajam/t
haemoglobin Kriteria hasil : umpul
ditandai dengan 1. Tekanan systole dan 2. Monitor adanya
akral teraba diastole dalam rentang paratese
dingin, warna normal 3. Instruksikan
kulit pucat 2. Tidak ada ortostatik keluarga untuk
hipertensi mengobservasi kulit
3. Tidak ada tanda-tanda jika ada lesi atau
peningkatan tekanan laserasi
intracranial (tidak 4. Batasi gerakan pada
lebih dari 15 mmHg) kepala, leher, dan
punggung
5. Kolaborasi
pemberian analgetik
6. Monitor adanya
tromboplebitis
18
yang meliputi PT,
PTT, trombosit
4. Haemoglobin dan
4. Pertahankan bed rest
hematokrit dalam
selama perdarahan
batas normal
Pencegahan syok
1. Monitor status
sirkulasi blood
preasure, warna
kulit, suhu, heart
rate, dan ritme nadi
5 Monitor status perifer dan capillary
cairan yang meliputi refile time
Pencegahan syok
intake dan output 2. Monitor suhu dan
Manajemen syok
Risiko syok pernafsan
Kriteria hasil :
hypovolemia 3. Monitor tanda dan
1. Nadi dalam batas
berhubungan gejala asites
yang normal
dengan 4. Pantau nilai lab :
2. Irama jantung dalam
kehilangan Hb, Ht, AGD, dan
batas yang diharapkan
cairan secara elektrolit
3. Frekuensi nafas dalam
aktif ditandai Syok management
batas yang diharapkan
dengan 1. Monitor fungsi
perdarahan neurologis
2. Monitor tekanan
nadi
3. Monitor status
cairan input output
4. Monitor EKG sesuai
kebutuhan
Pengurangan kecemasan
1. Pertahankan sikap
Cemas yang tenang dan
Tingkat kecemasan
berhubungan meyakinkan
Tingkat kecemasan sosial
dengan 2. Jelaskan prosedur dan
Kriteria Hasil
perpisahan aktivitas lain sebelum
1. Anak istirahat dengan
6 dengan orang memulai
tenang
tua, lingkungan 3. Jawab pertanyaan dan
2. Anak mendiskusikan
yang asing, jelaskan tujuan
prosedur dan aktivitas
ketidaknyamana aktivitas
tanpa bukti kecemasan
n 4. Anjurkan orang
terdekat bagi anak
untuk tetap bersama
19
anak sebanyak
mungkin
5. Memenuhi kebutuhan
bermain
20
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah :
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanankan
(evaluasi objektif).
2) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi
dengan perawat.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yng
disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang
akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya.
2.2.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri
dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses dan kegiatan
melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua
jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi
yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. Sedangkan evaluasi
sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu
berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan
infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar
20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah
21
demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal.
Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
(2,3,5,6)
Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting. Tatalaksana berdasarkan
atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya
perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis
cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis
DBD secara dini dan pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD. (1,2,3,4
B. Saran
Agar makalah ini dibaca oleh mahasiswa dan dapat dipahami tentang dengue shock syndroma
DAFTAR PUSTAKA
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
22
Mansjoer, Arif & Suprohaita.(2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman.(1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr
Soetomo Surabaya
23