Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

DENGUE SHOCK SINDROMA

Disusun oleh :

1. Regita fika usarida 0117059

PRODI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANDIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020

1
Lembar Pernyataan

Denganini kami menyatakan bahwa :

Kami mempunyai copy darimakalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang dikumpulkan hilang
atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiridanbukanmerupakankarya orang lainkecuali yang
telahdituliskandalamreferensi, sertatidakadaseorang pun yang membuatkanmakalahiniuntuk kami.

Jikadikemudanhariterbuktiadanyaketidakjujuranakademik, kami
bersediamendapatkansangsisesuaiperaturan yang berlaku.

Mojokerto,22 februari 2020

Nama NIM TandaTanganMahasiswa


Regita fika usarida 0117059

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin.Pujisyukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan
praktek kerja industri ini.Dengan dilaksanakannya praktek kerja industri ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan kita sebagai seorang calon keperawatan agar pada kedepannya
skill kita semakin meningkat. Kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara
lain tidak lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak pembimbing

PenyusunmenyadaribahwaKaryailmiahinibelumtersusunsecarasempurnadanmemiliki
banyakkekurangan.Olehkarenaitu, segalakritikdan saran yang
bersifatmembangundarisemuapihakpenyusunharapkan demi perbaikankaryatulisilmiahini

Mojokerto, 22 februari 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

Cover.............................................................................................................................................i
LembarPernyataan.........................................................................................................................ii
KataPengantar...............................................................................................................................iii
Daftar Isi.......................................................................................................................................iv

BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. RumusanMasalah......................................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
22

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang
disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara
hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran
penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih
banyak di daerah tropis. Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di
seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian
berkisar 24.000. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini
menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue
shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok
dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah
kesehatan global.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah adakah hubungan
antara tingkat pengetahuan keluarga dengan tingkat keparahan awal pasien dengue shock
sindroma.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang tingkat keparahan pasien
2. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga dengan tingkat keparahan
penderita

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

DSS (Dengue Syok Sindrom)

A. DEFINISI

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn
virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.(Ngastiyah, 1995).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul
tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994).

B. ETIOLOGI

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus)
group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari
penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di
daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana
yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.(Soedarto, 1990).

6
3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi
yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama
tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua
kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut
menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang
akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat
disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma.Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati.Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan
berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan
akhirnya terjadi Asidosis metabolik.Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang
akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi
hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup,
sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi
sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas
kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel
pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis,
yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita;
2000).

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau
lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
(Soedarto, 1990).

2. Perdarahan

Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat
berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.

7
(Soedarto, 1990).Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis.(Nelson, 1993).Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri
perut yang hebat.(Ngastiyah, 1995).

3. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga
sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan
kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .(Soederta, 1995).

4. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda
kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
(Soedarto, 1995).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

o Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

o Asites

o Cairan dalam rongga pleura ( kanan )

o Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan kejang –
kejang. (Soedarto, 1995).

E. KLASIFIKASI

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF
IKA, 1994 ; 201) yaitu :

1. Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif

2. Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa,
epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

3. Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 /
menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80 mmHg.

8
4. Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

a. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

b. Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.

c. Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (> 0/0 ) 80/0  80/70 
90/70  120/110  120/100  120 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120x/mnt ) tekanan nadi
sempit (

d. Derajat IV

140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.Nadi tidak teraba, tekanan
darah tidak teatur (denyut jantung

Derajat (WHO 1997):

a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.

b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.

d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil laboratorium

o Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7

o Hematokrit meningkat 20% atau lebih

o Albumin cenderung menurun

9
o SGOT, SGPT sedikit meningkat

o Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.

o Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.

o NS 1 positif

2. Foto rontgen

Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext)

o Efusi Pleura (PEI ………%)

3. USG

Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan

o Asites dan Efusi pleura

o Hepatomegali

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206
adalah.

1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik
yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan

o Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari

o Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

o Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.

2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya

3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.

4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

10
o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

5. Obat-obatan lain :

o Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain

o Antipiretik untuk anti panas

o Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah.

1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang
dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan

o Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari

o Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

o Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari

o Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari

Terapi cairan

1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml /
kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya

2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya dan sesering
mungkin.

3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai
dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :

o 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

o 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

11
o 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg

o Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

2. Dengan Renjatan (Grade III) :

1) Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi
kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan
tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam
kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :

o 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

o 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.

o 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

o 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

2) Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi masih terukur
kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah
dapat mengatasi renjatan.

3) Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun
lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.

Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :

1. Resusitasi volume pada DSS :

Pilihan cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler.Cepat mempertahankan
volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.

Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :

1) Kristaloid

oR/C

12
o NacL 0,9%

Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan dehidrasi

2) Koloid

o HES

o Wida HES

o Voluven

o Fima HES, dll.

Efek yang menguntungkan :

o Dapat meningkatkan ankotik plasma

o Dapat meningkatkan volume darah

o Dapat membatasi kebocoran vaskuler

3) Kolaborasi MedisPemberian terapi /oksigen

4) Transfusi komponen darah

o Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB

o Bila terdapat trombositopeni beratTrombosit konsentrit

(Trombo <30.000 / m3).

5) Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)

o Pemberian Antibiotika

o Pemberian obat antipiretik

o Imunoglobolin intravena (Gamaras)

 BichatBila asidosis metabolik

Pathway

13
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

14
DENGUE SHOCK SINDROMA

Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status pernikahan,
suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Panas atau demam.
2.2.1.3 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertaimenggigil dengan kesadaran kompos
mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah.
Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
(Brunner & Suddart, 2015).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami riwayat penyakit DHF
sebelumnya.
2.2.1.4 Riwatat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2.2.1.5 Kondisi lingkungan.
sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air
yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai
berikut :
a) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,ada perdarahan spontan petekia,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur serta tensi menurun.

d)
Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital :

15
nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis

2) Kepala dan leher.


a) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,
pergerakan bola mata nyeri.
b) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
c) Hidung : Epitaksis
d) Tenggorokan : Hiperemia
e) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.
3) Dada (Thorax)
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4) Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun.
5) Pemeriksaan laboratorium.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb dan PCV meningkat ( ≥20%),
Trambositopenia (≤100.000/ml), Leukopenia. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia, Urium dan Ph darah mungkin
meningkat, Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg, SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1 Resiko pendarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi ditandai dengan trombositopeni.
.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra
abdomen).
.3 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas normal,
kulit merah, takikardi, kulit terasa hangat
.4 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin ditandai
dengan akral teraba dingin, warna kulit pucat.
.5 Resiko hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
ditandai dengan pendarahan.
.6 Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang asing, prosedur-
prosedur lingkungan. (Nanda,2015).

16
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Setelah perumusan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan. Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk menghilangkan, mengurangi dan
mencegah masalah keperawatan klien.
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
O
Hipertermi Pengobatan demam
Termoregulasi
berhubungan 1. Monitor suhu
Kriteria hasil :
dengan proses sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam
penyakit 2. Berikan anti piretik
rentang normal
ditandai dengan 3. Kompres pada
1 2. Nadi dan RR dalam
suhu tubuh lipatan paha dan
rentang normal
diatas normal, aksila
3. Tidak ada perubahan
kulit merah, 4. Kolaborasi
warna kulit dan tidak
takikardi, kulit pemberian cairan
ada pusing.
terasa hangat. intravena
Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
1. klien mampu nyeri secara
mengontrol nyeri komprehensif
(tahu penyebab (P,Q,R,S,T).
Nyeri akut nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
berhubungan menggunakan teknik nonverbal dari
dengan agen non farmakologi ketidaknyamanan.
cidera biologis untuk mengurangi 3. Gunakan teknik
nyeri). nyeri, mencari komunikasi
(penekanan intra bantuan ). terapeutik untuk
2 abdomen)
2. klien dapat mengetahui
ditandai dengan
Perubahan selera
melaporkan bahwa pengalaman nyeri
makan, nyeri berkurang pasien.
Perubahan dengan 4. Kaji kultur yang
frekuensi menggunakan mempengaruhi
pernapasan, manajemen nyeri respon nyeri.
terlihat meringis skala 0-2. 5. Evaluasi pengalaman
3. Klien mampu nyeri masa lampau.
mengenali nyeri 6. Kontrol lingkungan
(skala, intensitas, yang dapat
frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri

17
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis nyeri).
(suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebsingan).
7. Kurangi factor
4. prespitasi nyeri.
nyaman setelah nyeri 8. Ajarkan teknik
berkurang. nonfarmakologi
(relaksasi napas
dalam).
9. Kolaborasi
pemberian analgetik.
3 Perfusi jaringan Manajemen sensasi
perifer tidak perifer
efektif 1. Monitor adanya
berhubungan daerah tertentu yang
dengan hanya peka
penurunan Status sirkulasi terhadap
konsentrasi Tissue perfusion cerebral panas/dingin/tajam/t
haemoglobin Kriteria hasil : umpul
ditandai dengan 1. Tekanan systole dan 2. Monitor adanya
akral teraba diastole dalam rentang paratese
dingin, warna normal 3. Instruksikan
kulit pucat 2. Tidak ada ortostatik keluarga untuk
hipertensi mengobservasi kulit
3. Tidak ada tanda-tanda jika ada lesi atau
peningkatan tekanan laserasi
intracranial (tidak 4. Batasi gerakan pada
lebih dari 15 mmHg) kepala, leher, dan
punggung
5. Kolaborasi
pemberian analgetik
6. Monitor adanya
tromboplebitis

Risiko Kehilangan darah Tindakan pencegahan


perdarahan Kriteria hasil : pendarahan
4 berhubungan 1. Tidak ada hematuria 1. Monitor ketat tanda
dengan dan hematemesis tanda perdarahan
gangguan 2. Kehilangan darah 2. Catat nilai Hb dan
koagulasi yang terlihat Ht sebelum dan
ditandai dengan 3. Tekanan darah dalam sesudah terjadinya
trombositopeni batas normal systole perdarahan
dan diastole 3. Monitor nilai lab

18
yang meliputi PT,
PTT, trombosit
4. Haemoglobin dan
4. Pertahankan bed rest
hematokrit dalam
selama perdarahan
batas normal

Pencegahan syok
1. Monitor status
sirkulasi blood
preasure, warna
kulit, suhu, heart
rate, dan ritme nadi
5 Monitor status perifer dan capillary
cairan yang meliputi refile time
Pencegahan syok
intake dan output 2. Monitor suhu dan
Manajemen syok
Risiko syok pernafsan
Kriteria hasil :
hypovolemia 3. Monitor tanda dan
1. Nadi dalam batas
berhubungan gejala asites
yang normal
dengan 4. Pantau nilai lab :
2. Irama jantung dalam
kehilangan Hb, Ht, AGD, dan
batas yang diharapkan
cairan secara elektrolit
3. Frekuensi nafas dalam
aktif ditandai Syok management
batas yang diharapkan
dengan 1. Monitor fungsi
perdarahan neurologis
2. Monitor tekanan
nadi
3. Monitor status
cairan input output
4. Monitor EKG sesuai
kebutuhan
Pengurangan kecemasan
1. Pertahankan sikap
Cemas yang tenang dan
Tingkat kecemasan
berhubungan meyakinkan
Tingkat kecemasan sosial
dengan 2. Jelaskan prosedur dan
Kriteria Hasil
perpisahan aktivitas lain sebelum
1. Anak istirahat dengan
6 dengan orang memulai
tenang
tua, lingkungan 3. Jawab pertanyaan dan
2. Anak mendiskusikan
yang asing, jelaskan tujuan
prosedur dan aktivitas
ketidaknyamana aktivitas
tanpa bukti kecemasan
n 4. Anjurkan orang
terdekat bagi anak
untuk tetap bersama

19
anak sebanyak
mungkin
5. Memenuhi kebutuhan
bermain

2.2.3 Pelaksanaan Keperawatan


2.2.4.1 Fase Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam
tahap ini adalah memvalidasi keakuratan datadan rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hsil tindakan yang telah lalu.
Tujuan perawat dalam tahapan ini adalah :
1) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
2) Merumuskan kontrak (waktu, tempat, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan
menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
3) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan
dengan menggunkan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
4) Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
2.2.4.2 Fase Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap kerja
merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat
dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya
dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan klien secara aktif dan
dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang
sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
2.2.4.3 Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien.Tahap terminasi dibagi menjadi
dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu

20
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah :
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanankan
(evaluasi objektif).
2) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi
dengan perawat.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yng
disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang
akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya.
2.2.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri
dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses
keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses dan kegiatan
melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil. Terdapat dua
jenis evaluasi yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi
yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera. Sedangkan evaluasi
sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu
berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan
infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar
20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah

21
demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal.
Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
(2,3,5,6)

Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting. Tatalaksana berdasarkan
atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya
perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis
cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis
DBD secara dini dan pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD. (1,2,3,4

B. Saran

Agar makalah ini dibaca oleh mahasiswa dan dapat dipahami tentang dengue shock syndroma

DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2, (terjemahan).


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

22
Mansjoer, Arif & Suprohaita.(2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Soeparman.(1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Soetjiningsih.(1995). Tumbuh Kembang Anak.Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Soedarto (1994).Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr
Soetomo Surabaya

23

Anda mungkin juga menyukai