Anda di halaman 1dari 22

Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

PARADIGMA FILSAFAT ETIKA LINGKUNGAN DALAM MENENTUKAN ARAH


POLITIK HUKUM LINGKUNGAN

1
M.Yasir Said; 2 Yati Nurhayati
1
Fakultas Hukum, Universitas Lambung Mangkurat
Jl.Brigjen Hasan Basry, Kota Banjarmasin 70123
Email: yasirsaid93@gmail.com
Scopus ID: 57209336516

2
Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan MAB
Jl.Adhyaksa No.2, Kota Banjarmasin 70123
Email: yatinurhayati1904@yahoo.com
Scopus ID: 6507923727

Abstract
The idea of anthropocentric environmental is the main failure of values system that is still
puts the interests of humans above other creatures. Human concern for sustainable life and
nature which is reflected in the local culture that upholds the concept of environmental
harmony, also begins to fade with the increasing demands of human life. This legal research
and writing is focuses on: (1) Finding the philosophical framework for environmental ethics
to preserve the environments; (2) Examine how the paradigm of environmental ethics can be
used as the direction of Indonesian environmental-legal politics. This research uses the
doctrinal (normative) method in addition of conceptual and historical approach. The results
of this study show that the environment according to the ecosentrime is in line with the theory
of corrective justice by Aristotle, it can be interpreted as to gave 'rights' for the environment.
Whereas to determine the direction of the constituendum. It is necessary to focus on
improving the legal culture rather than merely increasing the law itself.

Keywords: Environmental Ethics; Legal Politics; Environmental law; Ecosentrim.

Abstrak
Tata nilai yang menyebabkan meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan
adalah masih dianutnya etika lingkungan yang anthropocentric. Etika ini menempatkan
kepentingan manusia di atas kepentingan makhluk lainnya. Kepedulian manusia untuk
menjunjung keberlanjutan hidup dan alam yang tercermin dalam nilai-nilai kearifan lokal
yang menjunjung konsep pemeliharaan lingkungan, juga mulai pudar seiring dengan
meningkatnya tuntutan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Adapun penelitian
dan penulisan hukum ini memusatkan pada permasalahan yakni: (1) Menemukan kerangka
pemikiran filsafat etika lingkungan (environmental ethics) dalam upaya menjaga kelestarian
lingkungan hidup; (2) Mengkaji bagaimana paradigma perkembangan etika lingkungan dapat
digunakan sebagi arah politik hukum lingkungan Indonesia. Penelitian ini menggunakan

39
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

metode penelitian doctrinal (normative) dengan pendekatan konseptual dan pendekatan


historis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa lingkungan hidup menurut aliran
ekosentrime apabila dikaitkan dengan teori keadilan korektif oleh Aristoteles, dapat dimaknai
sebagai adanya suatu „hak‟ yang diberikan kepada lingkungan hidup. Sedangkan untuk
menentukan arah ius constituendum hukum lingkungan Indonesia diperlukan fokus perbaikan
budaya hukum daripada semata-mata peningkatan substansi.

Kata Kunci: Etika Lingkungan; Politik Hukum; Hukum Lingkungan; Ekosentrime.

materi atau zat tertentu dalam jangka


PENDAHULUAN waktu lama.2
Permasalahan lingkungan secara Sehingga dari penjelasan tersebut,
global semakin meningkat seiring dengan pencemaran mengakibatkan tidak
perkembangan industri dan jumlah berfungsinya lingkungan dalam
penduduk terutama di negara-negara mendukung kehidupan manusia. Dapat
berkembang, Bahwa kualitas lingkungan dikatakan pula, pencemaran yang terjadi
yang semakin rusak tidak dapat diperbaiki secara terus-menerus akan mengakibatkan
dan dipulihkan kembali seperti sediakala timbulnya kerusakan lingkungan. Di
1
(irreversible environmental damage). Jika samping menimbulkan kerusakan alam,
ditarik benang merahnya, maka pencemaran juga akan mengakibatkan
terganggunya kualitas lingkungan hidup berbagai kerusakan bagi alam dan makhluk
tidak terlepas dari pemanfaatan sumber hidup yang ada di dalamnya. Lebih lanjut
daya alam yang serampangan dan Daniel Callahan dalam The Tyranny of
berlebihan (over exploitation of natural Survival menjelaskan bahwa teknologi
resources). Terjadinya pencemaran tidak merupakan salah satu komponen yang
secara seketika tetapi melalui proses berdampak pada penurunan kualitas
penurunan kualitas lingkungan secara
bertahap. Diawali dengan pengotoran oleh

2
“Pencemaran adalah suatu keadaan,
dalam mana suatu zat atau energy diintroduksikan
1
Merujuk pada pendapat R. Stewart dan J. ke dalam suatu lingkungan oleh kegiatan manusia
E. Krier bahwa masalah lingkungan umumnya tiga atau oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi
hal, yakni: (1) Pencemaran lingkungan (pollution); sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya
(2) Penggunaan atau pemanfaatan lahan yang salah perubahan dalam keadaan termaksud
(land misuse); dan (3) Pengerukan secara mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi
berlebihan yang menyebabkan habisnya sumber seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan
daya alam (natural resource depletion). Lihat dan keselamatan hayati”. Lihat Danusaputro,
Stewart, Richard and James E Krier. (1978). Munadjat. (1986). Hukum Lingkungan dalam
Environmental Law and Policy, New York: The Pencemaran Lingkungan Melandasi Sistem Hukum
Bobbs Merril Co. Indianapolis, hlm. 3-5. Pencemaran, Bandung: Bina Cipta, hlm. 77.

40
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

lingkungan hidup.3 Hal ini dapat dilihat manusia. Ada sejumlah kebiasaan dan nilai
pada kasus kebocoran pabrik pestisida di Indonesia dan negara lain yang memiliki
milik Union Carbide di Kota Bhopal, India tata nilai yang sangat bersahabat dengan
dan meledaknya reaktor nuklir di lingkungan. Ajaran agama juga selalu
Chernobyl, Uni Soviet. mengajarkan nilai untuk menghormati dan
Adapun faktor ekonomi juga sangat tidak merusak alam dan lingkungan.
berpengaruh. Keinginan untuk mengeruk Jika dilihat dari penjelasan di atas,
keuntungan dengan memanfaatkan maka dapat dikatakan tata nilai yang
sebesar-besarnya sumber daya alam, menyebabkan meningkatnya pencemaran
memacu negara-negara di dunia untuk dan perusakan lingkungan adalah masih
mengeksploitasi sumber daya alam yang dianutnya etika lingkungan yang
dimiliki, yang secara kumulatif anthropocentric. Etika ini menempatkan
mengakibatkan penurunan kualitas dan kepentingan manusia di atas kepentingan
kuantitas sumber daya tersebut. Selain itu makhluk lainnya. Oleh karena itu, segala
ada pula faktor politik. Pada faktor ini sesuatu yang ada di alam dimanfaatkan
masih erat kaitannya dengan kepentingan- sebesar-besarnya untuk memenuhi
kepentingan yang ada antara negara-negara kebutuhan dan kepentingan manusia
maju dan negara berkembang dan negara semata. Dalam pendekatan
miskin. Menjadi masalah apabila sistem antroposentrisme, seringkali dianggap
politik dari negara-negara tersebut tidak posisi manusia berada di luar dan terpisah
mendukung terhadap rehabilitasi dari lingkungannya. Oleh karena
lingkungan, di mana masalah utama dari menganggap bahwa keberadaan
negara berkembang dan negara miskin lingkungan tersebut diperuntukkan semata-
adalah keterbatasan anggaran/ kurangnya mata untuk kepentingan manusia, kita
dana rehabilitasi lingkungan. sering kali lupa memeliharanya.4
Faktor terakhir adalah tata nilai. Selain nilai anthropocentric,
Kehidupan manusia selalu bertalian kepedulian manusia untuk menjunjung
dengan tata nilai yang dianggap baik serta
4
dipahami sebagai cara berpikir yang Erri Megantara, “Pendekatan
Pembangunan Antroposentris Vs Ekosentris”,
diwujudkan dalam etika dan tindakan Koran Republika, 11 Januari 1997, dalam
Supariadi. (2008). Hukum Lingkungan Indonesia
Sebuah Pengantar, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 40.
Untuk memahami sejarah pergeseran nilai ini, baca
3
Daniel Callahan dalam Ginting. (2012). lebih lanjut dalam Roderick Nash, Frazier. (1989).
Teori Etika Lingkungan, Bali: Udayana University The Rights of Nature: A History of Environmental
Press, hlm. 13. Ethics, terbitan University of Wisconsin Press.

41
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

keberlanjutan hidup dan alam yang Adapun berdasarkan latar belakang


tercermin dalam nilai-nilai kearifan lokal sebagaimana dijelaskan sebelumnya maka
yang menjunjung konsep pemeliharaan penelitian dan penulisan hukum ini
lingkungan, juga mulai pudar seiring memusatkan pada permasalahan yakni:
dengan meningkatnya tuntutan hidup 1. Menemukan kerangka pemikiran
manusia dalam memenuhi kebutuhannya. filsafat etika lingkungan
Bertolak dari realitas yang ada, bumi dan (environmental ethics) dalam upaya
seluruh sumber daya alam yang ada di menjaga kelestarian lingkungan
dalamnya tidak dapat dijadikan sebagai hidup.
objek untuk pemenuhan kebutuhan dan 2. Mengkaji bagaimana paradigma
kesenangan manusia belaka, tapi harus perkembangan etika lingkungan
ditempatkan sebagai subjek yang setara dapat digunakan sebagi arah politik
dengan manusia. hukum lingkungan Indonesia.

RUMUSAN MASALAH
METODE PENELITIAN
Adapun berdasarkan latar belakang
Secara hakekat, ilmu hukum
sebagaimana dijelaskan sebelumnya maka
berusaha untuk menampilkan hukum
penelitian dan penulisan hukum ini
secara integral sesuai dengan kebutuhan
memusatkan pada permasalahan yakni:
kajian ilmu hukum itu sendiri.5 Penelitian
1. Bagaimana kerangka pemikiran
hukum yang digunakan dalam penelitian
filsafat etika lingkungan
ini adalah penelitian hukum normatif
(environmental ethics) dalam upaya
(normative legal research). Metode ini
menjaga kelestarian lingkungan
dipilih karena obyek kajian penelitian
hidup?
adalah mengenai asas dan prinsip hukum,
2. Bagaimana kajian dari paradigma
kaidah hukum, teori dan doktrin hukum
perkembangan etika lingkungan
dari para ahli hukum.6 Peter Mahmud
dapat digunakan sebagai arah
politik hukum lingkungan 5
Yati Nurhayati, “Perdebatan Antara
Indonesia? Metode Normatif Dengan Metode Empirik Dalam
Penelitian Ilmu Hukum Ditinjau Dari Karakter,
Fungsi, dan Tujuan Ilmu Hukum” Jurnal Al Adl,
Vol 5, No 10 (2013), hlm.15
6
TUJUAN PENELITIAN Penelitian hukum normatif adalah
penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai
sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang
dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,
kaidah dari peraturan perundangan, putusan

42
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Marzuki menjelaskan penelitian hukum hukum, hak dan kewajiban,


peristiwa hukum dalam peraturan
normatif (Penelitian Hukum) dilakukan
perundangan.
untuk menghasilkan argumentasi, teori c. Penelitian terhadap taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal,
atau konsep baru sebagai preskripsi dalam
yaitu meneliti keserasian hukum
menyelesaikan masalah yang dihadapi.7 positif (peraturan perundagan) agar
tidak bertentangan berdasarkan
Adapun dalam hal ini peneliti
hierarki perundang-undangan
menggunakan pendekatan konsep (stufenbau theory).
d. Perbandingan hukum, yaitu
(conceptual approach) dan pendekatan
membangun pengetahuan umum
historis (historical approach). Soerjono mengenai hukum positif dengan
membandingkan sistem hukum di
Soekanto dan Sri Mamudji memperkuat
satu negara dengan sistem hukum
pendapat mengenai penelitian normatif di negara lainnya
e. Sejarah hukum, yaitu meneliti
adalah penelitian yang dilakukan dengan
perkembangan hukum positif
cara meneliti:8 (peraturan perundangan) dalam
kurun waktu tertentu (misalnya
a. Penelitian terhadap asas-asas
hukum tanah, perkawinan,
hokum, yaitu penelitiian terhadap
perpajakan perusahaan dsb).
unsur-unsur hukum baik unsur ideal
(normwissenschaft / Sementara itu Sutadnyo
sollenwissenschaft) yang
menghasilkan kaidah-kaidah Wigyosubroto memberikan istilah
hukum melalui filsafat hukum dan penelitian doktrinal, yaitu penelitian
unsur real (tatsachenwissenschaft /
seinwissenschaft) yang terhadap hukum yang dikonsepkan dan
menghasilkan tata hukum tertentu dikembangkan atas dasar doktrin yang
(tertulis).
b. Penelitian terhadap sistematika dianut sang pengkonsep atau sang
hukum, yaitu mengadakan pengembangnya. Penelitian hukum
identifikasi terhadap pengertian
pokok dalam hukum seperti subyek doktrinal tersebut dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu9:
pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).
Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad. (2009). Dualisme
a. Penelitian doktrinal yang
Penelitian Hukum: Normatif dan Empirirs, mengkaji hukum yang
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 33- 38 dikonsepkan sebagai asas hukum
7
“... suatu proses untuk menemukan suatu alam dalam sistem moral
aturan hukum , prinsip prinsip hukum, maupun menurut doktrin hukum alam;
doktrin-doktrin hukum untuk menjawab
permasalahan hukum yang dihadapi. ... Penelitian
b. Penelitian doktrinal yang
hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan mengkaji hukum yang
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai dikonsepkan sebagai kaidah
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang perundang-undangan menurut
dihadapi. Peter Mahmud Marzuki. (2005). doktrin positivism;
Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana., hlm. 35
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji.
(1995). Penelitian Hukum Normatif, Suatu
9
Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo, hlm. 15. Ibid.

43
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

c. Penelitian doktrinal yang akar-akar dasar tersembunyi di balik segala


mengkaji hukum yang
persoalan konkret.11 Tujuan filsafat yang
dikonsepkan sebagai keputusan
hakim in concreto menurut sebenarnya menurut Kattsoff adalah untuk
doktrin realisme.
menyusun suatu pandangan dunia.
Pentingnya pandangan dunia mudah
PEMBAHASAN
dimengerti bila kita memandang zaman
Etika Lingkungan (Environmental
Ethics) Sebagai Hasil Pemikiran- kita sendiri. Zaman ini ditandai oleh
Pemikiran Filsafat Moral dan Filsafat pandangan dunia yang tampak tidak
Lingkungan
lengkap dan berada dalam proses
12
Filsafat, seperti kehidupan, adalah perubahan.

suatu proses pemeriksaan kembali yang Suatu perubahan di dalam filsafat

terus-menerus, karena filsafat adalah suatu menurut Skolimowski adalah suatu

penyulingan khas bagian sadar dari perubahan dalam prinsip-prinsip utama

kehidupan kita. Filsafat adalah suatu keyakinan yang diterima, entah keyakinan

bagian penting dari citra diri kita, yang kita itu berwatak religius atau sekuler. Dan

bentuk dalam interaksi dengan dunia luar, sebaliknya, ketika suatu warga,

dengan sejarah masa lampau kita dan masyarakat, atau peradaban tertentu

mimpi-mimpi masa depan kita, diguncang atau dihancurkan, dibutuhkan

sebagaimana diutarakan Skolimowski pemikiran segar, yang faktanya, lebih

bahwa tanpa filsafat maka tidak sering merupakan suatu landasan filosofis

mempunyai arah, tidak mempunyai yang baru.13 Sugiharto mengemukakan

pengertian akan makna hidup.10 Konsep bahwa „modernisme‟ di bidang filsafat

filsafat memang terdengar mengawang dan adalah gerakan pemikiran dan gambaran

abstrak, tapi proses abstraksi itu diperlukan dunia tertentu yang awalnya diinspirasikan

untuk menerangi pengalaman dan melihat oleh Descartes, dikokohkan oleh gerakan
Pencerahan (Enlightement/Aufklarung).14
10
Skolimowski adalah professor filsafat
11
pada Departement of Humanities, University of Bambang Sugiharto, “Filsafat dan
Michigan, Ann Arbor yang berpendapat “Without Pengalaman”, Pengantar buku Gaarder, Jostein.
philosophy, we have no anchor, no direction, no (1996), Dunia Sophie: Sebuah Novel Filsafat,
sense of the meaning of life. Each epoch and each Bandung: Mizan, hlm. 14-15.
12
society is rooted in some fundamental beliefs and Kattsoff, Louis O. (2004), Pengantar
assumptions, which are acted upon as if they were Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana
true. They justify all other things that follow from Yogya, hlm. 455.
13
them, while they themselves are accepted on faith.” Skolimowski, Op. Cit., 31-32.
14
Lihat Skolimowski, Henryk. (1981). Eco- Sugiharto, Bambang. (1996).
philosophy: Designing New Tactics for Living. New Postmodernisme: Tantangan Bagi Filsafat.
Hampshire: Marion Boyars Inc.,hlm. 21. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 29.

44
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Pada taraf praksis, pandangan dualistiknya suatu tantangan yang memiliki persoalan-
yang membagi seluruh kenyataan menjadi persoalan yang cukup signifikan untuk
subjek dan objek, spiritual-material, membuat para filsuf (dan bukan hanya para
manusia-dunia, dan sebagainya, telah filsuf) merefleksikan, merenungkan,
mengakibatkan objektivisasi alam secara mengkaji ulang, mengusulkan wawasan,
berlebihan dan pengurasan alam semena- dan kebenarankebenaran baru.18 Krisis
mena, yang telah mengakibatkan krisis lingkungan muncul karena kita telah
ekologi. Modernisme15 bidang filsafat membangun kode yang kurang baik untuk
sebagaimana dikemukakan oleh Sugiharto membaca alam, yang menyebabkan
16
di atas merupakan filsafat kontemporer kekurangan dalam interaksi kita dengan
seperti yang diutarakan oleh Skolimowski. alam. Akar penyebabnya terletak pada
Filsafat kontemporer merupakan filsafat fondasi-fondasi pandangan dunia ilmiah
empirisis, analitis, yakni aliran ilmiah kita, dan pada persepsi-persepsi yang
Barat dewasa ini. Filsafat tidak hanya dihasilkan pandangan dunia ini. Ia
mendominasi kajian universitas-universitas menyatakan19:
Anglo-Saxon, tetapi secara tidak langsung “... most of our crises..., but
arise for more fundamental
telah menjadi filsafat yang diterima secara
reasons: they arise because we
global.17 have constructed a deficient code
for reading nature, leading to a
Skolimowski kemudian mencoba
deficiency in interacting with
menawarkan filsafat lingkungan sebagai nature. The root cause lies in the
very foundations of our scientific
world view; and in the very
15
Ibid. perceptions which this world view
16
Filsafat kontemporer adalah cara engenders.”
pandang dan berpikir mendalam menyangkut
kehidupan pada masa saat ini. Filsafat kontemporer Skolimowski juga mengemukakan
memiliki sifat yang sangat heterogen. Filsafat
kontemporer mensyaratkan kebebasan dan tidak bahwa dalam memikirkan taktik-taktik
selalu harus simetris. Aliran-aliran filsafat
kontemporer antara lain: eksistensialisme, baru untuk kehidupan, kita perlu
pragmatisme, postmodernisme, strukturalisme,
fenomenologi, neo-thomisme, vitalisme, filsafat memikirkan kembali hubunganhubungan
analitis.
17
Skolimowski menyatakan: “Kita berada
kita dengan dunia pada umumnya,
pada periode kegemparan dan kekacauan yang meninggalkan konsepsi dunia yang
lain, di mana kita harus menantang batas-batas
pemahaman analitis dan empiris atas dunia seraya mekanistik, dan menggantikannya dengan
kita harus menyusun suatu kerangka kerja
konseptual dan filosofis yang dapat menampung konsepsi yang lebih luas dan lebih kaya.
seabrek masalah sosial, etis, ekologis,
epistemologis yang baru. Perlunya suatu kerangka
18
kerja filosofis yang baru dirasakan oleh hampir Ibid., 38.
19
setiap orang.” Skolimowski, op. cit., 33-34, dan 39. Ibid., 2.

45
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Filsafat lingkungan berusaha memberikan Berbagai kasus lingkungan hidup


dasar-dasar konsepsi alternatifnya, yakni20: yang terjadi sekarang ini, baik pada
“... in devising new tactics lingkup global maupun nasional, sebagai
for living we shall need to rethink
besar bersumber dari perilaku manusia.
our relationships with the world at
large, ... we shall need to abandon Masalah lingkungan hidup, menurut Sonny
the mechanistic conception of the
Keraf, adalah masalah moral, persoalan
world, and replace it with a much
broader and richer one. Eco- perilaku manusia. Maka, perlu etika dan
philosophy attempts to provide the
moralitas untuk mengatasinya.23 Dalam
rudiments of this alternative
conception.” kajiannya dengan filsafat sendiri, apabila
dilihat secara etimologi, Etika Lingkungan
Filsafat lingkungan Skolimowski
berasal dari dua kata, yaitu Etika dan
berusaha membawa kembali koherensi
Lingkungan. Etika berasal dari bahasa
antara sistem nilai manusia dengan
yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat
pandangannya atas alam semesta supaya
istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori
masing-masing akan menjadi aspek yang
mengenai pengertian etika, yaitu: etika
satu bagi yang lainnya, seperti dalam
Deontologi, etika Teologi, dan etika
kebudayaan-kebudayaan tradisional.21
Keutamaan.24 Maka, etika lingkungan
Sedangkan etika lingkungan, menurut J.
merupakan kebijaksanaan moral manusia
Baird Callicott, sebagai subjek disiplin
dalam bergaul dengan lingkungannya.
ilmu tersendiri, muncul pada awal 1970-an
Etika lingkungan diperlukan agar setiap
sebagai tanggapan atas situasi tahun 1960-
kegiatan yang menyangkut lingkungan
an ketika orang tiba-tiba sadar bahwa
dipertimbangkan secara cermat sehingga
peradaban industrial telah mengakibatkan
krisis lingkungan.22 Krisis lingkungan
23
Keraf, Sonny. (2010). Etika Lingkungan
Hidup, Jakarta: Kompas, hlm.1
24
hidup dewasa ini, menurut pendapat Arne Etika Deontologi adalah suatu tindakan
di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah
Naess, dapat diatasi dengan melakukan tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban.
Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan
perubahan cara pandang (worldview) dan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan.
perilaku manusia terhadap alam. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan
pengembangan karakter moral pada diri setiap
orang. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar manusia yang mempengaruhi
20
Ibid., 27-28. kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan
21
Ibid., 40. makhluk hidup lain baik secara langsung maupun
22
J. Baird Callicott, “Menuju Suatu Etika secara tidak langsung. Jadi, etika lingkungan
Lingkungan Global”, dalam Sunarko dan A. Eddy merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam
Kristiyanto (eds.), (2008), Menyapa Bumi bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan
Menyembah Hyang Ilahi: Tinjauan Teologis atas diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, lingkungan dipertimbangkan secara cermat
hlm. 29. sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga

46
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Etika Lingkungan (Environmental


Adapun hal-hal yang harus diperhatikan Ethics) Melahirkan Asas Dasar Hukum
sehubungan dengan penerapan etika Lingkungan Modern
25
lingkungan sebagai berikut : Salah satu versi teori ekosentrisme
a. Manusia merupakan bagian dari adalah teori etika lingkungan hidup yang
lingkungan yang tidak terpisahkan
sekarang ini populer dikenal sebagai deep
sehngga perlu menyayangi semua
kehidupan dan lingkungannya ecology. Sebagai sebuah istilah, deep
selain dirinya sendiri;
ecology pertama kali diperkenalkan oleh
b. Manusia sebagai bagian dari
lingkungan, hendaknya selalu Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada
berupaya untuk menjaga terhadap
1973. Naess kemudian dikenal sebagai
pelestarian, keseimbangan dan
keindahan alam; salah seorang tokoh utama gerakan deep
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber
ecology hingga sekarang. Dalam artikelnya
daya alam yang terbatas termasuk
bahan energy; yang berjudul “The Shallow and the Deep,
d. Lingkungan disediakan bukan
Long-range Ecological Movement: A
untuk manusia saja, melainkan juga
untuk makhluk hidup yang lain. Summary”, Naess membedakan antara
shallow ecological movement dan deep
Di samping itu, etika Lingkungan
ecological movement. Konsep Deep
tidak hanya berbicara mengenai perilaku
ecology menuntut suatu etika baru yang
manusia terhadap alam, namun juga
tidak berpusat pada manusia, tetapi
mengenai relasi di antara semua kehidupan
berpusat pada makhluk hidup seluruhnya
alam semesta, yaitu antara manusia dengan
dengan upaya mengatasi persoalan
manusia yang mempunyai dampak pada
lingkungan hidup. Etika baru ini tidak
alam dan antara manusia dengan makhluk
mengubah sama sekali hubungan antara
hidup lain atau dengan alam secara
manusia dengan manusia. Bahwa, manusia
keseluruhan. Dalam hal ini persoalan
dan kepentingannya bukan lagi pusat dari
lingkungan hidup harus dikaji dari
dunia moral. Deep ecology justru
berbagai perspektif salah satunya adalah
memusatkan perhatian kepada semua
perspektif kebijakan hukum dan perspektif
spesies, termasuk spesies bukan manusia.
moral lingkungan.
Singkatnya, kepada biosphere seluruhnya.
Demikian pula, deep ecology tidak hanya
memusatkan perhatian pada kepentingan
jangka pendek, tetapi jangka panjang.
25
Latifah Amir, Loc.Cit.
Maka, prinsip moral yang dikembangkan

47
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

deep ecology menyangkut kepentingan dengan eko-sufisme.27 Suwito berpendapat


seluruh komunitas ekologis.26 bahwa deep ecology dengan beberapa
Dalam pemaknaan deep ecology, variasi temuan lebih dekat dengan eko-
sifat holistik tidak berhenti pada pengertian sufisme.28 Eko-sufisme menurut Suwito
hubungan fungsional antar bagian-bagian, dapat berarti sufisme berbasis ekologi,
yang pada masing-masing bagian terjadi artinya kesadaran spiritual yang diperoleh
saling ketergantungan. Lebih dari pada itu dengan cara memaknai interaksi antar
segera perlu ditambahkan adanya faktor sistem wujud terutama pada lingkungan
keterhubungan dengan basis lingkungan sekitar.29 Eko-sufisme atau green sufisme
alamiah dan basis sosialnya. Ketika adalah konsep baru sufi yang dikonstruk
berpikir tentang sepeda misalnya, persepsi melalui penyatuan kesadaran antara
yang muncul tidak hanya sebatas pada kesadaran berlingkungan dan juga
sepeda sebagai suatu keseluruhan berketuhanan. 30
fungsional dan karena itu mengerti
27
kesaling-tergantungan bagian-bagiannya. Suwito, (2011), Eko-Sufisme: Konsep,
Strategi, dan Dampak, Purwokerto: STAIN Press &
Pandangan deep ecology mengenai sepeda Yogyakarta: Buku Litera, hlm.viii
28
Orientasi pada keselamatan diri dapat
mencakup pandangan holistik, tetapi diarahkan secara lebih positif dan berdampak baik
pada lingkungan, jika diri/ego tersebut mencoba
segera ditambahkan persepsi tentang mengharmonikan diri pada ilahi, sesama, dan alam
bagaimana sepeda tersebut terlekat dalam semesta. Lihat, Ibid.
29
Ibid., hlm. 47.
30
lingkungan alamiah dan sosialnya dari Sedangkan perkembangan membawa
para penganut etika deep ecology untuk
mana didapat bahan mentahnya, menambahkan setidaknya delapan asas, yaitu: (1)
Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan
bagaimana sepeda tersebut diproduksi manusiawi ataupun bukan di bumi mempunyai nilai
intrinsic; (2) Kekayaan dan keanekaragaman
secara massal, bagaimana pemakaiannya bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada
mempengaruhi lingkungan alamiah dan terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-
nilai sendiri; (3) Manusia tidak berhak mengurangi
komunitas yang memakai, dan sebagainya. kekayaan dan keanekaragaman ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya; (4) Keadaan baik
Deep ecology menurut Suwito NS dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat
dicocok-kan dengan dikuranginya secara
mencoba memadukan aspek spiritualitas substansial jumlah penduduk; (5) Campur tangan
manusia dengan ekosistem kini terlalu besar; (6)
agama dengan lingkungan (eco- Kebijakan umum harus dirubah, yang menyangkut
spirituality), manusia bagian dari alam dan struktur-struktur dasar di bidang ekonomis,
teknologis, dan ideologis; (7) Perubahan ideologis
alam adalah suci dan sakral. Suwito terutama menghargai kualitas kehidupan dan bukan
berpegang pada standar hidup yang semakin tinggi;
berpendapat bahwa deep ecology dengan (8) Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya
berkewajiban secara langsung dan tidak langsung
beberapa variasi temuan lebih dekat untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan
yang perlu.
26
Keraf, Sonny. op. cit., 50.

48
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Adapun berdasarkan beberapa bahwa manusia yang mendominasi


perkembangan aliran pemikiran etika alam bumi adalah yang
lingkungan sampai pada ekosentrisme bertanggung jawab atas apa yang
dalam konteks deep ecology. Menurut terjadi terhadap lingkungan.
hemat penulis dapat ditarik beberapa asas Adapun konsep ini sudah mulai
dasar yang kemudian harus dianut dalam dianut dalam hukum lingkungan
merumuskan norma lingkungan hidup yang merumuskan adanya asas-asas
yakni: hukum seperti asas pencemar
a. Asas Penghormatan Alam membayar (polluter-pays principle)
(Respect for Nature). Pada dan asas tanggung jawab mutlak
dasarnya semua teori hukum (strict liability).
lingkungan mengakui bahwa alam c. Asas Peduli Lingkungan (Caring
semesta perlu untuk dihormati. for Nature). Asas ini tidak
Secara khusus sebagai spesies yang didasarkan pada pertimbangan
dominan, manusia mempunyai kepentingan pribadi, tetapi semata-
kewajiban moral untuk mata demi kepentingan alam.
menghormati kehidupan lain dalam Dengan semakin peduli terhadap
komunitas ekologis seluruhnya. alam, maka manusia menjadi
Asas ini merupakan akar dari semakin matang dengan identitas
kearifan lokal hukum-hukum adat yang kuat.
dan kaitannya dengan lingkungan d. Asas Tidak Boleh Merusak (No
hidup Harm). Terdapat kewajiban, sikap
b. Asas Tanggung Jawab solider dan kepedulian, paling tidak
Lingkungan (Moral Responsibility dengan tidak melakukan tindakan
for Nature). Manusia sebagai yang merugikan atau mengancam
bagian dari alam semesta eksistensi makhluk hidup lain di
bertanggungjawab pula untuk alam semesta ini (no harm). Jadi
menjaganya. Tanggung jawab ini kewajiban dan tanggung jawab
bukan saja bersifat individual tetapi moral dapat dinyatakan dengan
juga kolektif. Kelestarian dan merawat, melindungi, menjaga dan
kerusakan alam merupakan melestarikan alam, dan tidak
tanggungjawab bersama manusia. melakukan tindakan seperti
Maka penulis mengkonsepsikan

49
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

membakar hutan dan membuang terhormat serta memegang teguh


limbah sembarangan. prinsip-prinsip moral yang
e. Asas Hidup dan Selaras dengan mengamankan kepentingan publik,
Alam (Eco-life). Asas ini untuk menjamin kepentingan di
menekankan pada nilai, kualitas, bidang lingkungan.
cara hidup yang baik, bukan Adapun menurut hemat penulis
menekankan pada sikap rakus dan asas-asas yang dikembangkan etika
tamak. Ada batas untuk hidup lingkungan ini sangat penting diupayakan
secara layak sebagai manusia, yang dan diimplementasikan dalam kehidupan
selaras dengan alam. manusia karena krisis, persoalan ekologi
f. Asas Keadilan Lingkungan dan bencana aiam yang terjadi pada
(Environmental Justice). Asas ini dasarnya diakibatkan oleh pemahaman
menekankan bahwa terdapat akses yang salah. Yaitu bahwa alam adalah objek
yang sama bagi semua kelompok yang boleh diberlakukan dan dieksploitasi
dan anggota masyarakat untuk ikut sekehendak kita.Pola pembangunan yang
dalam menentukan kebijakan berlangsung saat ini perlu diubah dan
pengelolaan dan pelestarian serta diimplementasikan secara jelas. Aspek
pemanfaatan sumber daya alam. pembangunan tidak sematamata hanya
Dalam asas ini kita perlu pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi
memerhatikan kepentingan namun juga perlu memberikan bobot yang
masyarakat adat secara lebih setara pada aspek-aspek sosial, budaya dan
khusus, karena dalam segi lingkungan. Kerusakan yang terjadi pada
pemanfaatan sumber daya alam masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh
dibandingkan dengan masyarakat kita sekarang ini, namun juga akan
modern akan kalah dari segi dirasakan pula oleh generasi yang akan
permodalan, teknologi, informasi datang.
dan sebagainya, sehingga
kepentingan masyarakat sangat Arah Politik Hukum Lingkungan Dalam
rentan dan terancam; Perspektif Ekosentrisme
g. Asas Integritas Moral (Moral Persoalan lingkungan merupakan
Integrity). Asas ini terutama untuk dalam pespektif kebijakan hukum,
pejabat publik, agar mempunyai termasuk persoalan politik hukum.
sikap dan perilaku moral yang Rachmad K. Dwi Susilo menyatakan

50
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

bahwa membicarakan politik juga berarti seharusnya berlaku (Ius


membicarakan kekuasaan (power) dan constituendum). Sedangkan pengertian
kewenangan (authority). Kemudian, Politik hukum menurut Muchtar
membicarakan kedua-duanya akan sangat Kusumatmadja, adalah kebijakan hukum
terkait erat dengan apa yang disebut dan perundang-undangan dalam rangka
sebagai kebijakan (policy).31 Oleh karena pembaruan hukum. Proses pembentukan
itu persoalan kebijakan di bidang hukum harus dapat menampung semua hal
lingkungan hidup merupakan kebijakan yang relevan dengan bidang atau masalah
lingkungan hidup atau environmental yang hendak diatur dalam undang-undang
policy. Kerusakan lingkungan hidup di itu, apabila perundang-undangan itu
Indonesia lebih disebabkan oleh kesalahan merupakan suatu pengaturan hukum yang
kebijakan negara daripada ulah tangan efektif. 33 Adapun Padmo Wahjono
rakyat biasa. menggambarkan politik hukum sebagai
Menurut Utretch, politik hukum kebijakan penyelenggara negara yang
menyelidiki perubahan-perubahan apa bersifat mendasar dalam menentukan arah,
yang harus diadakan dalam hukum yang bentuk maupun isi dari hukum yang akan
sekarang berlaku supaya sesuai dengan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan
kenyataan sosial. Politik hukum membuat kriteria untuk menghukum sesuatu, dengan
suatu Ius constituendum (hukum yang akan kata lain politik hukum berkaitan dengan
berlaku) dan berusahan agar Ius hukum yang berlaku di masa mendatang
constituendum itu pada suatu hari berlaku (Ius constituendum).34
sebagai Ius constitutum (hukum yang Adapun Chalid Muhammad
berlaku yang baru). 32 Satjipto Rahardjo, berpandangan bahwa arah dari kebijakan
mengemukakan bahwa politik hukum hukum di bidang lingkungan hidup itu
adalah aktivitas memilih dan cara yang disebut dengan politik hukum
hendak dipakai untuk mencapai suatu lingkungan.35 Politik hukum lingkungan
tujuan sosial dan hukum tertentu dalam merupakan arah kebijakan hukum yang
masyarakat. Secara substansial politik ditetapkan oleh negara atau pemerintah
hukum diarahkan pada hukum yang untuk mencapai tujuan dan sasaran dari

31 33
Susilo, Rachmad K. Dwi. (2009). Ibid hlm. 24
34
Sosiologi Lingkungan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Imam Syaukani dan A. Ahsin Thoari,
Persada, hlm. 132. (2010), Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta: PT.
32
Abdul Latif dan Hasbih Ali, Raja Grafindo Persada, hlm. 26-27
35
(2011), Politik Hukum, Jakarta: PT. Sinar Grafika, Chalid Muhammad, “Pulihkan
hlm. 22-23. Indonesia!”, Harian Kompas, Senin, 6 Juni 2011.

51
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

perlindungan dan pengelolaan lingkungan nuansa hijau masih sangat tipis (light green
hidup. Namun, dalam kenyataannya constitution).38
hukum lingkungan seolah tidak mampu Jimly Asshidiqie mengemukakan
menjalankan fungsinya dengan baik lebih lanjut hal tersebut dengan
39
dengan munculnya berbagai masalah menyatakan :
lingkungan hidup, salah satu penyebab “Meskipun lingkungan
hidup sudah dituangkan dalam
masalah-masalah lingkungan hidup
Undang-Undang (UU Nomor 32
menurut Muhammad Akib, belum Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan
dipahami, dilaksanakan, dan
Hidup), tetapi begitu bergaul
ditegakkannya prinsip dan norma hukum dengan UU Perdagangan,
Perindustrian, (bahkan) dengan
lingkungan secara komprehensif sesuai
UU Koperasi saja, pasti UU LH
dengan politik hukumnya.36 akan kalah dalam praktiknya.”
Maka dalam hal ini arah politik
Unsur-unsur kebijakan yang
hukum lingkungan terutama dalam
prolingkungan walaupun telah
penyelenggaraan pembangunan haruslah
diamanatkan dalam UUD 1945 dan
bersifat prolingkungan (eco-development)
dituangkan dalam peraturan perundang-
atau melindungi lingkungan hidup sesuai
undangan terkait perlindungan dan
dengan prinsip pembangunan
pengelolaan lingkungan hidup, namun
berkelanjutan (sustainable development)
Pemerintah sering melakukan
yang menjamin kelangsungan hidup dan
ketidakadilan lingkungan hidup
terpeliharanya daya dukung lingkungan
(environmental injustice), misalnya, dalam
untuk kehidupan generasi-generasi
penyelesaian dari masalah konflik industri
selanjutnya.37 Adanya unsur-unsur dalam
pertambangan. Tuntutan keadilan yang
kebijakan yang pada hakekatnya pro-
diajukan masyarakat terhadap industry
lingkungan sebagaimana Jimly Asshidiqie
pertambangan besar, selama ini selalu
sampaikan bahwa UUD 1945 sebagai salah
menemukan jalan buntu. Permasalahan ini
satu green constitution di dunia, meskipun
menjadi semakin rumit ketika pemerintah
justru menjawab tuntutan tersebut dengan
pernyataan kebijakan dan keluaran
36
Akib, Muhammad. (2013). Politik kebijakan yang mengedepankan sikap
Hukum Lingkungan: Dinamika dan Refleksinya
38
dalam Produk Hukum Otonomi Daerah, Jakarta: Ibid.
39
PT. RajaGrafindo Persada, hlm. ix. Asshidiqie, Jimly, “Sumber Daya Alam:
37
Asshidiqie, Jimly. (2010). Konstitusi Pertimbangan Ekonomi Lebih Diutamakan”, Harian
Ekonomi, Jakarta: Kompas, hlm. 283. Kompas, Selasa, 18 Oktober 2011.

52
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

arogan yang cenderung memihak kepada tanpa kekuatan politik hukum yang
kepentingan usaha industri pertambangan signifikan dan luas, melibatkan berbagai
dan bersandar pada logika investasi, elemen atau komponen penting dalam
dibanding menanggapi realitas pemiskinan masyarakat, dan tentu saja didukung kaum
masyarakat di sekitar tambang. intelektual yang punya komitmen pada
Permasalahan lingkungan hidup pembaruan dengan memposisikan
seperti di atas dikemukakan pula oleh lingkungan pada arus utama.
Fritjof Capra dalam bukunya The Web of Krisis lingkungan hidup global
Life yang menyatakan bahwa seiring sekarang ini sebenarnya bersumber pada
dengan berakhirnya abad ke-20, masalah kesalahan fundamental-filosofis dalam
lingkungan menjadi hal yang utama. pemahaman atau cara pandang manusia
Serangkaian masalah-masalah global yang mengenai dirinya, alam, dan tempat
membahayakan biosfer dan kehidupan manusia dalam keseluruhan ekosistem,
manusia dalam bentuk-bentuk yang sangat yang dikenal dengan istilah pandangan
mengejutkan yang dalam waktu dekat akan dunia (worldview) yang diambil dari
segera menjadi tak dapat dikembalikan bahasa Jerman weltanschauung yang
lagi.40 berarti perspektif atau pandangan terhadap
Soal ketidakadilan lingkungan dunia.
hidup (environmental injustice) yang Pada gilirannya, kekeliruan cara
banyak terjadi di Indonesia telah menjelma pandang ini melahirkan perilaku yang
dari sebuah gagasan yang terkesan abstrak keliru terhadap alam. Manusia keliru
menuju sesuatu yang harus diperjuangkan, memandang alam dan keliru menempatkan
seperti ungkapan Sonny Keraf, keadilan diri pada konteks alam semesta seluruhnya,
memang harus direbut.41 Pada akhirnya seperti diungkapkan Albert Schweitzer
agenda perubahan keadilan lingkungan yang menyatakan, “Kesalahan terbesar
tidak akan dapat mungkin dilaksanakan semua etika sejauh ini adalah etika-etika
tersebut hanya berbicara mengenai
40
Capra menyebutkan pandangannya
bahwa “As the century draws to a close,
hubungan antara manusia dengan
environmental concern have become of paramount manusia.” Inilah awal bencana lingkungan
importance. We are faced with a whole series of
global problems that are harming the biosphere hidup dan karena itu, pembenahannya
and human life in alarming ways that may soon
become irreversible.”Capra, Fritjof. (1996). The harus pula menyangkut pembenahan cara
Web of Life: A New Scientific Understanding of
Living Systems, New York: Anchor Books, hlm. 3. pandang dan perilaku manusia dalam
41
Keraf, Sonny. (2010), Etika Lingkungan
Hidup, Jakarta: Kompas, hlm. 2
berinteraksi, baik dengan alam maupun

53
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

dengan manusia lain dalam keseluruhan yang bersifat mewajibkan dan kewajiban
ekosistem. itu disertai dengan sanksi hukum.
Karena pada hakekatnya persoalan Sementara etika juga berhubungan dengan
lingkungan hidup juga merupakan hukum, tetapi pelaksanaan atas hukum itu
persoalan moral, maka penyelesaian bukan karena kewajiban dari luar dan
persoalan lingkungan hidup tidak dapat sanksi hukum. Pelaksanaannya sungguh
hanya didekati secara teknis parsial. didasarkan pada kesadaran batiniah pribadi
Persoalan lingkungan hidup harus didekati (kebebasan pribadi), bahwa hukum dan
secara lebih komprehensif-holistik, peraturan itu baik bagi saya dan demi
42
termasuk dalam aspek moralitas. kebaikan saya sendiri. 45
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) Nilai etika menurut Emil Salim
menurut Bertens mempunyai arti yang mulanya dipengaruhi oleh pendalaman
pada dasarnya sama dengan “moral”, agama seseorang. Dalam perkembangan
hanya ada nada lebih abstrak. Moralitas hidup manusia terdapat faktor-faktor lain
adalah sifat moral atau keseluruhan asas yang turut mempengaruhi nilai-nilai moral
dan nilai yang berkenaan dengan baik dan manusia, yaitu kondisi lingkungan sosial
buruk.43 dan lingkungan alam dalam mana manusia
Moralitas menurut Lawrence M. tumbuh berkembang.46 Etika adalah filsafat
Friedman adalah kehendak untuk moral, atau ilmu yang membahas dan
mengikuti norma-norma, karena semua itu mengkaji secara kritis persoalan benar dan
adalah kehendak Tuhan, atau etika yang salah secara moral, tentang bagaimana
baik, atau kewajiban agama alih-alih harus bertindak dalam situasi konkret.
karena hal itu berguna bagi kita atau bagi Filsafat lingkungan merupakan filsafat
yang lainnya.44 K. Kebung memberikan baru yang diajukan oleh Henryk
pandangan terkait etika dan moral dalam Skolimowski dengan mempertimbangkan
hukum. Dalam moralitas, penilaian hubungan antara satu individu dengan yang
eksternal terasa penting, dan penilaian ini lain dan juga dengan lingkungan mereka,
justru memaksa orang untuk mematuhi
hukum. Jadi, yang penting adalah hukum

42 45
Ibid. Kebung, Konrad. (2008). Manusia
43
Bertens. (2011). Etika. Jakarta: Makhluk Sadar Lingkungan, Jakarta: Prestasi
Gramedia Pustaka Utama, hlm. 6. Pustakaraya, hlm. 39.
44 46
Friedman, Lawrence M. (2009). Sistem Salim, Emil (2000), Kembali Ke Jalan
Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Bandung: Nusa Lurus: Esai-esai 1966-1999, Jakarta: Alfabet,
Media, hlm. 146. hlm.190.

54
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

sebagai persandingan dengan filsafat mengakomodasi kepentingan masyarakat


kontemporer hasil modernisme.47 adat tersebut.49
Cara pandang dan perilaku manusia Maka berpegang pada pergeseran
dalam berinteraksi, baik dengan alam pandangan terhadap alam, selanjutnya
maupun dengan manusia lain dalam peneliti berpendapat bahwa pandangan
keseluruhan ekosistem, sesungguhnya Ekosentrisme merupakan jawaban dari
telah ada di dalam masyarakat tradisional permasalahan lingkungan di Indonesia.50
atau masyarakat adat dengan pengetahuan Ekosentrisme merupakan perkembangan
tradisional (traditional knowledge)-nya dari teori etika lingkungan hidup
yang dikenal pula dengan kearifan lokal biosentrisme. Ekosentrisme memusatkan
(local customs).48 Masyarakat tradisional etika pada seluruh komunitas ekologis,
atau masyarakat adat dengan pengetahuan baik yang hidup maupun tidak. Secara
tradisionalnya lebih mampu melestarikan ekologis, saling terkait satu sama lain.
lingkungan hidup dibandingkan dengan Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung
kehidupan modern. Masyarakat tradisional jawab moral tidak hanya dibatasi pada
memiliki pengetahuan yang luas dan makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung
mendalam dalam perlindungan dan jawab moral yang sama juga berlaku
pengelolaan lingkungan hidup atau terhadap semua realitas ekologis.51
alamnya masing-masing, yang digunakan Ekosentrisme dan Biosentrisme
untuk mengelola sumber daya dengan mendobrak pandangan Antroposentrisme
sebaik-baiknya. Namun, ternyata seiring yang membatasi keberlakuan etika hanya
perkembangan zaman, berbagai peraturan pada komunitas manusia. Keduanya
perundang-undangan pada umumnya tidak memperluas keberlakuan etika untuk
mencakup komunitas yang lebih luas. Pada
biosentrisme, etika diperluas untuk
mencakup komunitas biotis. Sementara
47
Diamond, Jared. (2011), Collapse: How
49
Societies Choose to Fail or Succeed, New Eko Nurmadiansyah, (2014), “Eco-
Hampshire: Marion Boyars Inc. sebagaimana Philosophy dan Implikasinya Dalam Politik Hukum
dikutip oleh Marison Guciano, “Bangsa Tanpa Visi Lingkungan Di Indonesia” Jurnal Melintas, Vol.30,
Ekologi”, Kompas, Jumat, 3 Februari 2012. No.1, 2014, hlm.70-104.
48 50
Ifrani, Fathul Achmadi Abby, Abdul Nurul Listiyani dan M.Yasir Said,
Halim Barkatullah, Yati Nurhayati dan M. Yasir “Political Law on the Environment: The Authority
Said, “Forest Management Based on Local Culture of the Government and Local Government to File
of Dayak Kotabaru in the Perspective of Customary Litigation in Law Number 32 Year 2009 on
Law for a Sustainable Future and Prosperity of the Environmental Protection and Management.”
Local Community”, Resources, (2019), 8, 78, Resources, (2018), 7, 77, hlm.8
51
hlm.1-17 Ibid., hlm.47.

55
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

pada ekosentrisme, etika diperluas untuk holisme itu menandaskan bahwa


setiap hal atau peristiwa itu
mencakup ekologis seluruhnya.52
memperoleh maknanya berkat
Etika ekosentris ini berakar dalam hubungannya dengan hal lain dan
berkat peranannya dalam
cara berpikir yang holistik, dan bukan
keseluruhan;
mekanistik, tentang seluruh kenyataan. 4. Proses lebih utama daripada
bagian-bagiannya. Suatu
Cara berpikir yang holistik (utuh-
keseluruhan tertentu, misalnya
menyeluruh) ini mempunyai 5 (lima) suatu sistem sosial atau biologis, itu
selalu bersifat terbuka serta
asumsi, sebagai berikut53:
dinamis, artinya senantiasa terdapat
1. Segala yang ada itu berhubungan pertukaran serta perputaran materi
satu sama lain hingga membentuk dan energi antara suatu sistem
satu keseluruhan. Keseluruhan dengan lingkungannya. Bagian-
(totalitas) itu mempengaruhi setiap bagian pembentuk suatu
bagian pembentuknya; dan keseluruhan tidaklah bersifat
sebaliknya, perubahan yang terjadi permanen, tetapi senantiasa
di dalam salah satu bagian akan berubah serta berganti berkat
ikut merubah bagian yang lainnya proses pertukaran dan perputaran
serta keseluruhan itu pula. Jadi, energi tadi. Akibatnya, selalu bisa
misalnya, dalam sebuah ekosistem timbul hal serta susunan
terjadi begitu banyak perubahan keseluruhan yang baru. Proses
dalam bagian-bagiannya, pada perubahan serta kreativitas itu
akhirnya seluruh ekosistem itu akan adalah ciri hakiki dari kenyataan;
ambruk; 5. Manusia dan lingkungan alam yang
2. Keseluruhan itu lebih besar bukan manusia itu membentuk satu
daripada sekadar jumlah bagian- kesatuan. Dalam holisme, tidak
bagian pembentuknya. Prinsip yang terdapat pertentangan dualistic di
mengatur suatu ekosistem bukanlah antara alam/kebudayaan. Manusia
prinsip identitas yang menyatakan dan alam dipandang sebagai dua
bahwa keseluruhan itu identic belahan dari satu sistem organisme
dengan jumlah total bagian- kosmik yang sama. Dengan kata
bagiannya, melainkan prinsip lain, holisme itu lebih
sinergi: penggabungan beberapa memperhatikan kesinambungan,
kekuatan menjadi satu kesatuan dan bukan pertentangan, di antara
akan menghasilkan daya serta manusia serta alam dan berusaha
dampak yang lebih besar daripada mempelajari pengaruh timbal balik
bila masingmasing kekuatan itu di antara manusia/masyarakat
bekerja sendiri; dengan lingkungan alamiahnya.
3. Makna itu tergantung dari konteks.
Berbeda dari mekanisme yang
Adapun melihat politik hukum
menandaskan bahwa setiap hal itu
bersifat mandiri dan bisa lingkungan sekarang ini (ius constitutum)
dimengerti secara terisolir, maka
baik di Indonesia maupun dalam perspektif
52
Ibid., hlm.92 Hukum Lingkungan Internasional sudah
53
Sugiharto, I. Bambang dan Agus
Rachmat, (2000), Wajah Baru Etika dan Agama, mulai masuk kearah etika lingkungan
Yogyakarta: Kanisius, hlm. 75-76.

56
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

berbasis ekosentrisme dengan dianutnya masyarakat adat dengan pengetahuan


suatu asas preventif yang disebut sebagai tradisional (traditional knowledge)-nya
Asas Pencemar Membayar (Polluter-Pays yang dikenal pula dengan kearifan lokal
Principle). Asas pencemar membayar (local customs).
menandakan bahwa adanya hak Kedua, dalam politik hukum
lingkungan untuk mendapat ganti rugi. Hal lingkungan ius constitutum adanya asas-
ini berarti sebagai perwujudan keadilan asas seperti asas pencemar membayar
korektif terhadap lingkungan hidup. menandakan bahwa adanya hak
Adapun lingkungan hidup menurut aliran lingkungan untuk mendapat ganti rugi.
ekosentrime apabila dikaitkan dengan teori Adapun lingkungan hidup menurut aliran
keadilan korektif oleh Aristoteles, dapat ekosentrime apabila dikaitkan dengan teori
dimaknai sebagai adanya suatu „hak‟ yang keadilan korektif oleh Aristoteles, dapat
diberikan kepada lingkungan hidup untuk dimaknai sebagai adanya suatu „hak‟ yang
dapat mempertahankan kelestariannya dan diberikan kepada lingkungan hidup untuk
memperoleh perbaikan atas pencemaran dapat mempertahankan kelestariannya dan
dan kerusakan yang disebabkan oleh memperoleh perbaikan. Sedangkan untuk
manusia atau perbuatan manusia yang menentukan arah ius constituendum hukum
mempengaruhi ekosistem alam. Sedangkan lingkungan Indonesia diperlukan fokus
untuk menentukan arah ius constituendum perbaikan budaya hukum daripada semata-
hukum lingkungan Indonesia diperlukan mata berkutat pada substansi hukum.
adanya kebijakan untuk menentukan arah
etika dan moral yang dikonkretkan pada Saran
fokus perbaikan budaya hukum (legal Pembangunan yang dilakukan
culture) daripada semata-mata berkutat harus merupakan pembangunan berbasis
pada substansi hukum (legal substance). lingkungan (eco-development) yang selalu
selaras dengan keseimbangan alam.
PENUTUP Pembangunan yang berkelanjutan dan
Kesimpulan berwawasan lingkungan. Dari beberapa
Secara singkat dapat disimpulkan pembahasan di atas, bahwa kita di tuntut
bahwa: Pertama, pemikiran etika untuk menjaga lingkungan. Dalam
lingkungan dalam perspektif ekosentrisme menjaga lingkungan, manusia harus
dan ekosufisme sesungguhnya telah ada di memiliki ”etika”. Etika lingkungan ini
dalam masyarakat tradisional atau adalah sikap kita dalam menjaga

57
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

kelestarian alam ini agar alam ini tidak Diamond, Jared. (2011), Collapse: How
Societies Choose to Fail or
rusak, baik ekosistem maupun habitatnya.
Succeed, New Hampshire:
Perlu kita sadari bahwa kita ini juga nagian Marion Boyars Inc.
dari alam ini. Maka kita harus menjaga
Danusaputro, Munadjat. (1986). Hukum
lingkungan ini dengan baik dengan norma- Lingkungan dalam
Pencemaran Lingkungan
norma etika lingkungan.
Melandasi Sistem Hukum
Pencemaran, Bandung: Bina
Cipta, hlm. 77.
DAFTAR PUSTAKA
Friedman, Lawrence M. (2009). Sistem
Buku Hukum Perspektif Ilmu Sosial,
Bandung: Nusa Media, hlm.
Akib, Muhammad. (2013). Politik Hukum 146.
Lingkungan: Dinamika dan
Refleksinya dalam Produk Fajar, Mukti dan Yulianto Ahmad, (2009),
Hukum Otonomi Daerah, Dualisme Penelitian Hukum:
Jakarta: PT. RajaGrafindo Normatif dan Empirirs,
Persada, hlm. ix. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
hlm. 33- 38
Abdul Latif dan Hasbih Ali, (2011), Politik
Hukum, Jakarta: PT. Sinar Imam Syaukani dan A. Ahsin Thoari,
Grafika, hlm. 22-23. (2010), Dasar-Dasar Politik
Hukum, Jakarta: PT. Raja
Asshidiqie, Jimly. (2010). Konstitusi Grafindo Persada, hlm. 26-27
Ekonomi, Jakarta: Kompas,
hlm. 283. J. Baird Callicott, “Menuju Suatu Etika
Bertens. (2011). Etika. Jakarta: Gramedia Lingkungan Global”, dalam
Pustaka Utama, hlm. 6. Sunarko dan A. Eddy
Kristiyanto (eds.), (2008),
Bambang Sugiharto, “Filsafat dan Menyapa Bumi Menyembah
Pengalaman”, Pengantar buku Hyang Ilahi: Tinjauan Teologis
Gaarder, Jostein. (1996), Dunia atas Lingkungan Hidup,
Sophie: Sebuah Novel Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
Bandung: Mizan, hlm. 14-15. hlm. 29.

Capra, Fritjof. (1996). The Web of Life: A Keraf, Sonny. (2010), Etika Lingkungan
New Scientific Understanding Hidup, Jakarta: Kompas, hlm.
of Living Systems, New York: 2
Anchor Books, hlm. 3.
Kebung, Konrad. (2008). Manusia
Daniel Callahan dalam Ginting. (2012). Makhluk Sadar Lingkungan,
Teori Etika Lingkungan, Bali: Jakarta: Prestasi Pustakaraya,
Udayana University Press, hlm. hlm. 39.
13.
Kattsoff, Louis O. (2004), Pengantar
Filsafat, Yogyakarta: Penerbit

58
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Tiara Wacana Yogya, hlm. RajaGrafindo Persada, hlm.


455. 132.

Salim, Emil (2000), Kembali Ke Jalan


Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Lurus: Esai-esai 1966-1999,
Penelitian Hukum, Jakarta: Jakarta: Alfabet, hlm.190.
Kencana., hlm. 35
Sugiharto, I. Bambang dan Agus Rachmat,
Roderick Nash, Frazier. (1989). The Rights (2000), Wajah Baru Etika dan
of Nature: A History of Agama, Yogyakarta: Kanisius,
Environmental Ethics, terbitan hlm. 75-76.
University of Wisconsin Press.
Jurnal dan Publikasi Ilmiah Lain
Suwito, (2011), Eko-Sufisme: Konsep,
Strategi, dan Dampak, Eko Nurmadiansyah, (2014), “Eco-
Purwokerto: STAIN Press & Philosophy dan Implikasinya
Yogyakarta: Buku Litera, Dalam Politik Hukum
hlm.viii Lingkungan Di Indonesia”
Jurnal Melintas, Vol.30, No.1,
Stewart, Richard and James E Krier. 2014, hlm.70-104.
(1978). Environmental Law
and Policy, New York: The
Ifrani, Fathul Achmadi Abby, Abdul Halim
Bobbs Merril Co. Indianapolis,
Barkatullah, Yati Nurhayati
hlm. 3-5.
dan M. Yasir Said, “Forest
Management Based on Local
Supariadi. (2008). Hukum Lingkungan
Culture of Dayak Kotabaru in
Indonesia Sebuah Pengantar,
the Perspective of Customary
Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 40.
Law for a Sustainable Future
and Prosperity of the Local
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,
Community”, Resources,
(1995), Penelitian Hukum
(2019), 8, 78, hlm.1-17
Normatif , Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: RajaGrafindo,
Nurul Listiyani dan M.Yasir Said,
hlm. 15.
“Political Law on the
Skolimowski, Henryk. (1981). Eco- Environment: The Authority of
philosophy: Designing New the Government and Local
Tactics for Living. New Government to File Litigation
Hampshire: Marion Boyars in Law Number 32 Year 2009
Inc.,hlm. 21. on Environmental Protection
and Management.” Resources,
Sugiharto, Bambang. (1996).
Postmodernisme: Tantangan (2018), 7, 77, hlm.8
Bagi Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius, hlm. 29. Yati Nurhayati, “Perdebatan Antara
Metode Normatif Dengan
Susilo, Rachmad K. Dwi. (2009). Sosiologi Metode Empirik Dalam
Lingkungan, Jakarta: PT. Penelitian Ilmu Hukum

59
Al’Adl, Volume XII Nomor 1, Januari 2020 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124

Ditinjau Dari Karakter, Fungsi,


dan Tujuan Ilmu Hukum”
Jurnal Al Adl, Vol 5, No 10
(2013), hlm.15

Media Massa dan Website

Asshidiqie, Jimly, “Sumber Daya Alam:


Pertimbangan Ekonomi Lebih
Diutamakan”, Harian Kompas,
Selasa, 18 Oktober 2011.

Chalid Muhammad, “Pulihkan Indonesia!”


Harian Kompas, Senin, 6 Juni
2011.

Erri Megantara, “Pendekatan


Pembangunan Antroposentris v
Ekosentris”, Koran Republika,
11 Januari 1997,
Marison Guciano, “Bangsa Tanpa Visi
Ekologi”, Kompas, Jumat, 3
Februari 2012.

60

Anda mungkin juga menyukai