Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

GEOGRAFI POLITIK

“ISU-ISU KONTEMPORER DALAM PEREBUTAN PENGARUH DUNIA

DOSEN PENGAMPU

ALMEGI, S.Pd. M.Si

DI SUSUN OLEH :

TIARA OLIVIA (

TRISNA LEVIA (11811223439)

PENDIDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
panjatkan puja dan puji syukur kehadiran-NYA yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-NYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Kelompok Geografi
Politik ini dengan lancar. Shalawat serta salam tak lupa pula kita panjatkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW yang menjauhkan kita dari jalan kegelapan hingga menuju jalan yang terang.

Tugas ini dengan berjudul “Isu-Isu Kontemporer Dalam Perebutan Pengaruh Dunia”
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Geografi Politik jurusan Pendidikan
Geografi. Adapun tugas ini telah kami usahakan semaksimal mungkin.

Pekanbaru, 12 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A. Perang Sebagai Pemersatu Dan Pemecah Negara................................ 3


B. Terorisme.............................................................................................. 7
C. Penguasaan Wilayah Dan Pengaruhnya............................................... 15

BAB III PENUTUP......................................................................................... 17

A. Kesimpulan........................................................................................... 17
B. Saran..................................................................................................... 17

Daftar Pustaka................................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah bangsa Indonesia telah memberikan pelajaran berharga bagaimana bangsa
ini sekuat tenaga menjaga keutuhan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara.Sejak
Indonesia merdeka, berbagai peristiwa yang memecah belah persatuan dan kesatuan
terjadi silih berganti.Beberapa di antaranya dilakukan dengan latar belakang kepentingan
kelompok tertentu.Kita pernah mendengar kelompok komunis dengan pemberontakan
Madiun dan Peristiwa G-30-S/PKI, kelompok PRRI-Permesta dengan tokoh-tokoh
Masyumi di belakangnya, dan pemberontakan Rakyat Maluku Selatan.
Peristiwa ini menimbulkan kerugian melebihi harta benda, dampak sosial-
ekonomi, yaitu nyawa.Selain peristiwa berlatar belakang politik, bangsa Indonesia juga
mempunyai pengalaman peristiwa-peristiwa separatisme kedaerahan, misalnya
pemberontakan GAM di DI Aceh, perlawanan bersenjata Gerakan Papua Merdeka di
Papua, pendirian PRRI di Sumatra Barat dan Sumatra Bagian Selatan.Ketidakstabilan
politik dan pemerintahan juga pernah terjadi pada masa Indonesia kembali menjadi
negara kesatuan.
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan
perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan
yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta sering kali merupakan warga
sipil.
Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan secara phisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir, belajar,
dan dari pengalaman selama masa hidupnya. Ini menggambarkan Kemampuan, dapat
di artikan adalah sesuatu yang di miliki oleh seseorang, kelompok maupun organisasi.
Robert R. Menyampaikan bahwa ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk
mendukung seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil
yang maksimal, yaitu Kemampuan Teknis (Technical Skill), yaitu pengetahuan dan
penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang

1
menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja kemudian Kemampuan bersifat manusiawi
(Human Skill) merupakan kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana di mana
organisasi merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah dan yang terakhir
adalah Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill) adalah kemampuan seorang
decision maker dalam menganalisis dan merumuskan tugas-tugas yang diembannya
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perang sebagai pemersatu bangsa dan pemecahan negara ?
2. Apa yang dimaksud dengan Terorisme ?
3. Bagaimana penguasaan wilayah dan pengaruhnya ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perang sebagai pemersatu bangsa dan pemecahan
negara.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan terorisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana penguasaan wilayah dan pengaruhnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perang Sebagai Pemersatu Dan Pemecahan Negara


Sejarah bangsa Indonesia telah memberikan pelajaran berharga bagaimana bangsa ini
sekuat tenaga menjaga keutuhan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara.Sejak
Indonesia merdeka, berbagai peristiwa yang memecah belah persatuan dan kesatuan
terjadi silih berganti.Beberapa di antaranya dilakukan dengan latar belakang kepentingan
kelompok tertentu.Kita pernah mendengar kelompok komunis dengan pemberontakan
Madiun dan Peristiwa G-30-S/PKI, kelompok PRRI-Permesta dengan tokoh-tokoh
Masyumi di belakangnya, dan pemberontakan Rakyat Maluku Selatan.
Peristiwa ini menimbulkan kerugian melebihi harta benda, dampak sosial-ekonomi,
yaitu nyawa.Selain peristiwa berlatar belakang politik, bangsa Indonesia juga mempunyai
pengalaman peristiwa-peristiwa separatisme kedaerahan, misalnya pemberontakan GAM
di DI Aceh, perlawanan bersenjata Gerakan Papua Merdeka di Papua, pendirian PRRI di
Sumatra Barat dan Sumatra Bagian Selatan.Ketidakstabilan politik dan pemerintahan
juga pernah terjadi pada masa Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Dilakukannya
perubahan mendasar dalam menjalankan pemerintahan pada masa itu, seperti sistem
pemerintahan menjadi demokrasi parlementer, dominasi peranan partai politik, peranan
pemerintah pusat yang sentralistis dan kuat, restrukturisasi personel dalam angkatan
perang, menyebabkan ketidakstabilan politik, kurangnya perhatian dalam pembangunan
daerah, terjadinya perpecahan Dwitunggal Soekarno-Hatta, dan kekecewaan di kalangan
militer.Keadaan ini menyebabkan timbulnya beberapa pemberontakan dari kelompok
militer, seperti yang dilakukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Kahar Muzakar, dan
peristiwa 17 September 1952.Sejarah terpecahnya bangsa juga pernah diwarnai kalangan
birokrasi negara.
Kelompok birokrasi juga pernah menjadi aktor di belakang pemberontakan bersifat
kedaerahan, antara lain kelompok birokrasi di bawah Daud Beureueh (mantan Gubernur
Militer DI Aceh) yang melakukan perlawanan setelah DI Aceh dilebur dengan Provinsi
Sumatra Timur, dan kelompok birokrasi di bawah R Soumokil (mantan Perdana Menteri
Negara Bagian Maluku) yang memberontak dan mendirikan Republik Maluku Selatan

3
setelah dihapusnya Negara Republik Indonesia Serikat.Kelompok-kelompok dengan
pembentukan berlatar belakang agama juga pernah menimbulkan peristiwa yang
menggoyahkan persatuan bangsa, antara lain tentara Hisbullah di bawah Karto Suwiryo,
kelompok Imron dan Warman, dan kelompok Jamaah Islamiyah di bawah trio Abdulah
Sungkar, Abu Bakar Ba'asyir, dan Ajengan Masduki.
Pemersatu bangsa Sejak membentuk negara Indonesia, bangsa ini bertekad untuk
berada dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang wilayahnya
tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Kepulauan Sangir Talaud hingga Kepulauan
Rote Ndao.Keteguhan memegang bentuk negara unitaris dapat dilihat ketika RIS tidak
berlaku lama karena melalui mosi integral yang dipelopori Mohammad Natsir didukung
banyak fraksi di parlemen, akhirnya kembali mengantarkan Indonesia menjadi negara
kesatuan sejak 17 Agustus 1950.
Kemudian, hasil amendemen UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan
bahwa, "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik," dan Pasal
37 ayat (5) menegaskan bahwa,"Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan."Dalam prinsip dasar pengelolaan bangsa dan
negara, peran dari berbagai komponen bangsa sebagai alat pemersatu menjadi
penting.Komponen bangsa yang strategis untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara, antara lain aparatur militer dan keamanan, birokrasi, politik, kedaerahan, dan
agama.Dalam kehidupan negara yang menganut sistem demokrasi, kelompok aparatur
militer dan keamanan punya peran sangat strategis karena mereka ialah warga negara
yang dipersenjatai oleh negara dan diberikan hak istimewa demi menjaga dan
mewujudkan keamanan.Mereka punya kemampuan dan kewenangan untuk melakukan
deteksi, pencegahan, dan penindakan untuk mempertahankan negara dan menciptakan
keamanan.Kelompok ini terdiri dari unsur TNI (AD, AU, dan AL), serta kepolisian
negara harus dibangun kesiapsiagaannya, jiwa kejuangannya, pengabdiannya, kerelaan
untuk berkorban, soliditas, dan solidaritasnya.
Kelompok ini harus punya kedudukan yang netral dan berada di atas semua
kepentingan dan golongan.Mereka harus melayani semua kepentingan masyarakat dan
negara.Kewenangan yang luar biasa berat dan besar ini harus selalu berada di bawah
kontrol dan komando dari pemerintahan yang sah yang dipilih oleh rakyat.Peran pelayan

4
publik Berperan sebagai pilar kedua pemersatu bangsa, yaitu kelompok birokrasi yang
diawaki aparatur sipil negara (ASN).ASN yang saat ini berjumlah 4,5 juta orang
merupakan aparatur negara yang menjalankan fungsi pemerintahan dari tingkat pusat
sampai kelurahan/desa.Selain itu, ASN adalah aparatur negara yang diberi tugas
melakukan pelayanan publik kepada masyarakat, diberi tanggung jawab merencanakan
dan melaksanakan pembangunan, dan panutan, serta teladan bagi setiap warga
bangsa.ASN harus menjadi alat pemersatu bangsa yang strategis, yakni mereka tidak
boleh berpihak pada kepentingan politik dan kelompok tertentu.Mereka harus netral dari
pengaruh dan intervensi politik, loyal kepada pemerintahan yang sah, mempunyai
soliditas, dan solidaritas antaranggota.Mereka juga harus mampu membangun koordinasi
dan mengintegrasikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
publik dari tingkat pusat sampai daerah sehingga mengurangi terjadinya kesenjangan dan
ketidakadilan.Hanya saja dalam menjalankan sistem demokrasi, kita tidak bisa lepas dari
adanya kekuatan kelompok politik, yakni proses seleksi kepemimpinan dari tingkat pusat
sampai daerah ditentukan.Pengalaman sejarah bangsa menunjukkan adanya kelompok-
kelompok politik yang menyebabkan terjadinya perpecahan dan pemberontakan.
Oleh karena itu, kelompok politik harus punya kebajikan sebagai negarawan yang
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok
politiknya.Alat pemersatu lain yang tidak boleh diabaikan ialah para pemimpin daerah,
para tokoh masyarakat (agama, adat, dan organisasi masyarakat), dan para tokoh
pemuda.Mereka merupakan kelompok kedaerahan yang mewarnai kehidupan di daerah
dan hubungan antara pusat dan daerah, penyelenggaraan pelayanan publik, dan
penyelenggaraan pembangunan di daerah.Tokoh agama Kita ketahui bersama bahwa
Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula sebagai negara yang berdasarkan
ideologi suatu agama, melainkan negara yang berdasarkan ideologi Pancasila yang
mengakui atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan berbagai agama dan kepercayaan yang
hidup berdampingan di dalamnya.Dalam sejarah kenegaraan banyak kelompok agama
yang selalu berusaha untuk membangun negara berdasarkan kepada ajaran agama
tertentu.Dalam rangka mencegah terjadinya perpecahan yang disebabkan kelompok ini,
peran kelompok agama yang moderat dan nasionalistik sebagai alat pemersatu bangsa
menjadi krusial.

5
Pemerintah harus bertindak tegas terhadap kelompok-kelompok radikal yang
membawa kepentingan kelompoknya melebihi kepentingan bangsa.Kita menyadari
Indonesia sebagai bangsa majemuk yang terdiri dari beragam adat, budaya, dan agama
memiliki keunikannya tersendiri.Oleh karena itu, kolaborasi antarkomponen untuk
bersinergi merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa sangat dibutuhkan.1
1. Alasan Berperang
Secara spesifik dan wilayah filosofis, perang merupakan turunan sifat dasar
manusia yang tetap sampai sekarang memelihara dominasi dan persaingan sebagai
sarana memperkuat eksistensi diri dengan cara menundukkan kehendak pihak yang
dimusuhi. Dengan mulai secara psikologis dan fisik. Dengan melibatkan diri sendiri
dan orang lain, baik secara kelompok atau bukan. Perang dapat mengakibatkan
kesedihan dan kemiskinan yang berkepanjangan. sebagai contoh perang dunia yang
mengakibatkan hilangnya nyawa beratus-ratus orang di Jepang dan tentu saja hal ini
mengakibatkan kesedihan mendalam dalam diri masyarakat Jepang. Penyebab
terjadinya perang di antaranya adalah :
a) Perbedaan ideologi
b) Keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan
c) Perbedaan kepentingan
d) Perampasan sumber daya alam (minyak, hasil pertanian, dll)

Islam membolehkan umatnya untuk maju berperang. "Telah diizinkan


berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka.
(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan
yang benar, tak lain karena perkataan mereka, 'Tuhan kami hanyalah Allah.'" (QS
All-Hajj: 39-40). Alquran mengizinkan Muslimin berperang saat mereka terlebih
dahulu diserang.

Menurut riwayat yang dikutip Martin Lings dalam bukunya, Muhammad,


Rasulullah SAW menerima wahyu tersebut tak lama setelah berada di Madinah.
Firman Allah SWT itu memberikan izin atau memerintahkan kepada Nabi SAW
1
https://m.mediaindonesia.com/opini/33198/persatuan-bangsa-belajar-dari-sejarah

6
dan kaum Muslimin untuk berperang melawan kaum musyrikin Quraisy.
Peralihan keimanan sebagian orang Quraisy ternyata menjadikan hidup mereka
pahit. Ya, Muslimin itu diusir dari tanah airnya, Makkah, hanya karena berkata,
"Tuhan kami hanyalah Allah." Padahal, dalam kebiasaan masyarakat Arab,
pengusiran dari suku sendiri termasuk tindakan semena-mena, bahkan melanggar
ikatan suku yang dijunjung bersama. Meskipun memberikan izin melakukan
perlawanan, Alquran juga mengimbau agar kaum Muslimin tidak melakukan
penyerangan terlebih dahulu. Sebab, tindakan itu mengakibatkan permusuhan
yang panjang

2. Perkembangan Teknologi Perang


Perkembangan teknologi persenjataan mengalami peningkatan yang signifikan
selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Munculnya Revolusi Industri di Eropa
menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan senjata masa Perang Dunia.
Pada masa Perang Dunia, perkembangan persenjataan dikuasai oleh negara-negara
industri seperti, Jerman, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Perancis. Beberapa
teknologi-teknologi persenjataan masa Perang Dunia, sebagai berikut :
a) Tank
b) Kapal Selam
c) Kapal Perusak
d) Pesawat Pengebom
e) Bom Atom
f) Senapan Otomatis
g) Senapan jarak jauh (Sniper Rifle)
B. Terorisme
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan
perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan
yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta sering kali merupakan warga
sipil.
1. Bahaya Aksi Teror

7
Bahaya dari aksi teror bisa menimbulkan reaksi ketakutan yang sangat berbihan
terhadap korban dari pelaku aksi teror sehingga mengikuti semua keinginan dari
pelaku aksi teror (Teroris). Proses yang bekerja dalam aksi teror memilik tiga unsur
utama yaitu : tindakan/ancaman keresahan, reaksi emosional terhadap ketakutan yang
amat sangat dari pihak korban atau calon korban, dan dampak social yang mengikuti
kekerasan atau ancaman kekerasan dan rasa ketakutan yang muncul. Adapun
beberapa tujuan dari aksi teror yaitu :
2. Tujuan aksi teror
Menurut Mangindaan (2012) Tujuan aksi teror dapat diklasifikasikan dalam
empat kategori besar sebagai berikut :
a) Irrational terror
Adalah aksi teror yang dilakukan oleh orang atau sekelompok yang
tujuannya untuk kepentingan pribadi, untuk memuaskan keinginan sepihak, atau
tindakan-tindakan lainnya yang tidak masuk akal sehat.
b) Criminal terror
Adalah tindakan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok yang
tujuannya (Crime) untuk kepentingan kelompok mereka, misalnya Yakuza atau
sekte agama tertentu dapat dimasukkan kedalam kategori ini.
c) State (sponsored) terror
Adalah aksiteror yang dilakukan oleh penguasa suatu Negara terhadap
rakyatnya, yang tujuannya adalah membentuk perilaku segenap lapisan
masyarakat sesuai keinginan penguasa, atau ditujukan kepada Negara atau pihak
lainnya.
d) Political terror
Adalah kegiatan teror yang dilakukan kelompok atau jaringan tertentu
yang bertujuan politik. Kelompok inilah yang menjadi masalah dunia sampai
sekarang.2
3. Berdasarkantujuan dan karakteristiknya
Berdasarkan tujuan dan karakteristiknya aksi teror dikelompokkan kedalam empat
tipologi sebagai berikut :
https://www.jurnalilmiah-paxhumana.org/index.php/PH/article/download/4/7 RADIKALISME DAN TERORISME
2

DI INDONESIADiakses pada 27 Desember 2020

8
a) Terorisme epifenomenal (teror dari bawah)
Yaitu aksi teror tanpa tujuan khusus atau suatu hasil sampingan kekerasan
horizontal berskala besar yang tidak terencana rapi, dan secara umum terjadi
dalam konteks perjuangan yang sengit.
b) Terorisme revolusioner (teror dari bawah)
Yaitu aksi teror dalam revolusi atau perubahan radikal atas system yang
ada, dan seringkali merupakan fenomena kelompok, struktur kepemimpinan,
program, ideology, konspirasi, elemen para militer.
c) Terorisme subrevolusioner (teror dari bawah)
Yaitu aksi teror dengan motif politis yang menekan pemerintah untuk
mengubah kebijakan, perang politis dengan kelompok rival dan menyingkirkan
pejabat tertentu. Aksi teror ini dilakukan oleh kelompok kecil, individu, sulit
diprediksi, kadang sulit dibedakan sifatnya psikopatologi satau criminal.
d) Terorisme represif (teror dari atas/terorisme Negara)
Yaitu aksi teror dengan menindasi ndividu atau kelopok (oposis) yang tak
dikehendaki, dan seringkali berkembang menjadi teror massal.3
4. Berdasarkan skala aksi dan organisasi
Tujuan aksi teror berdasarkan skala aksi dan organisasi dapat diuraikan sebagai
berikut :
a) Terorisme intra-nasional
Adalah aksi teror yang jaringan organisasi dan aksi terbatas oleh teritorial
Negara tertentu.
b) Terorisme internasional
Adalah aksi teror yang ditujukan/diarahkan kepada orang-orang asing dan
aset-aset asing, diorganisasikan pemerintah atau organisasi yang lebih dari
pada satu Negara dan memiliki tujuan untuk mempengaruhi kebijakan-
kebijakan pemerintah asing.
c) Terorisme transnasional

https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/download/190/159 Radikalisme dan Terorisme


3

Agama, Sebab dan UpayaDiakses pada 27 Desember 2020

9
Adalah aksi teror yang memiliki jaringan global daalam mempersipkan
revolusi global untuk tatanan dunia baru (bagian dari terorisme internasional
yang menjadi radikal).

5. Terorisme didunia
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama
sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat
pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang
memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan
pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersial milik perusahaan
Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat
komersial milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara
kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon
sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban
utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita
dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton
reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan
teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak
kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para
penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah
pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke
World Trade Center merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun,
gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang
melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari
berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya
mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tetapi juga dunia. Amerika Serikat
menduga Osama bin Laden sebagai tersangka utama pelaku penyerangan tersebut.
Kejadian ini merupakan isu global yang memengaruhi kebijakan politik seluruh
negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi
Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah

10
mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti
terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror,
menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan
melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh
Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan
Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security
Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada
intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina
dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill.
6. Pemberantasan Terorisme Didunia
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak
Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai
akibat dari Tragedi Bali, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya
mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor
intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam
penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan perangkat hukum yang
mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme. Menyadari hal ini dan lebih didasarkan
pada peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak
Pidana Terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada
tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum
Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum
Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta karena :
Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat.
Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam
masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena

11
perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan
diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana.
Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan
norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk
perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu. Suatu
keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus
untuk segera menanganinya. Adanya suatu perbuatan yang khusus di mana apabila
dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada
akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003
mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari
asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ''(lex specialis
derogat lex generalis)''. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus
memenuhi kriteria : bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat
umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-
Undang bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus
tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang
dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari
perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui banyak cara, seperti : Melalui
sistem evolusi berupa amendemen terhadap pasal-pasal KUHP, Melalui sistem global
melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP termasuk kekhususan hukum
acaranya. Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam KUHP
tentang kejahatan terorisme.
Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus dalam kejahatan
terhadap keamanan negara berarti penegak hukum mempunyai wewenang yang lebih
atau tanpa batas semata-mata untuk memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah
melakukan suatu kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi penyimpangan
tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan yang lebih besar lagi yaitu keamanan

12
negara yang harus dilindungi. Demikian pula susunan bab-bab yang ada dalam
peraturan khusus tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain ketentuan
tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan
bahwa semua aturan termasuk asas yang terdapat dalam buku I Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku pula bagi peraturan pidana di luar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selama peraturan di luar Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut tidak mengatur lain.
Hukum Pidana khusus, bukan hanya mengatur hukum pidana materielnya saja,
akan tetapi juga hukum acaranya, oleh karena itu harus diperhatikan bahwa aturan-
aturan tersebut seyogianya tetap memperhatikan asas-asas umum yang terdapat baik
dalam ketentuan umum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) bagi hukum pidana materielnya sedangkan untuk hukum pidana formilnya
harus tunduk terhadap ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana/KUHAP).
Sebagaimana pengertian tersebut di atas, maka pengaturan pasal 25 Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus Tindak Pidana Terorisme, hukum acara
yang berlaku adalah sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan Undang-Undang khusus ini tidak boleh
bertentangan dengan asas umum Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang telah
ada. Namun, pada kenyataannya, terdapat isi ketentuan beberapa pasal dalam
Undang-Undang tersebut yang merupakan penyimpangan asas umum Hukum Pidana
dan Hukum Acara Pidana. Penyimpangan tersebut mengurangi Hak Asasi Manusia,
apabila dibandingkan asas-asas yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP). Apabila memang diperlukan suatu penyimpangan, harus dicari apa
dasar penyimpangan tersebut, karena setiap perubahan akan selalu berkaitan erat
dengan Hak Asasi Manusia. Atau mungkin karena sifatnya sebagai Undang-Undang
yang khusus, maka bukan penyimpangan asas yang terjadi di sini, melainkan
pengkhususan asas yang sebenarnya menggunakan dasar asas umum, namun

13
dikhususkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang khusus sifatnya yang diatur
oleh Undang-Undang Khusus tersebut.
Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), penyelesaian suatu
perkara Tindak Pidana sebelum masuk dalam tahap beracara di pengadilan, dimulai
dari Penyelidikan dan Penyidikan, diikuti dengan penyerahan berkas penuntutan
kepada Jaksa Penuntut Umum. Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa perintah Penangkapan hanya dapat dilakukan
terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan Tindak Pidana berdasarkan
Bukti Permulaan yang cukup. Mengenai batasan dari pengertian Bukti Permulaan itu
sendiri, hingga kini belum ada ketentuan yang secara jelas mendefinisikannya dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar
pelaksanaan Hukum Pidana. Masih terdapat perbedaan pendapat di antara para
penegak hukum. Sedangkan mengenai Bukti Permulaan dalam pengaturannya pada
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, pasal 26 berbunyi : Untuk memperoleh Bukti Permulaan yang cukup,
penyidik dapat menggunakan setiap Laporan Intelijen. Penetapan bahwa sudah dapat
atau diperoleh Bukti Permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri.
Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara
tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya Bukti Permulaan yang cukup, maka
Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan Penyidikan.
Permasalahannya adalah masih terdapat kesimpang siuran tentang pengertian Bukti
Permulaan itu sendiri, sehingga sulit menentukan apakah yang dapat dikategorikan
sebagai Bukti Permulaan, termasuk pula Laporan Intelijen, apakah dapat dijadikan
Bukti Permulaan. Selanjutnya, menurut pasal 26 ayat 2, 3 dan 4 Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penetapan
suatu Laporan Intelijen sebagai Bukti Permulaan dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua
Pengadilan Negeri melalui suatu proses/mekanisme pemeriksaan (Hearing) secara
tertutup. Hal itu mengakibatkan pihak intelijen mempunyai dasar hukum yang kuat

14
untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang yang dianggap melakukan suatu
Tindak Pidana Terorisme, tanpa adanya pengawasan masyarakat atau pihak lain mana
pun. Padahal kontrol sosial sangat dibutuhkan terutama dalam hal-hal yang sangat
sensitif seperti perlindungan terhadap hak-hak setiap orang sebagai manusia yang
sifatnya asasi, tidak dapat diganggu gugat.
Oleh karena itu, untuk mencegah kesewenang-wenangan dan ketidakpastian
hukum, diperlukan adanya ketentuan yang pasti mengenai pengertian Bukti
Permulaan dan batasan mengenai Laporan Intelijen, apa saja yang dapat dimasukkan
ke dalam kategori Laporan Intelijen, serta bagaimana sebenarnya hakikat Laporan
Intelijen, sehingga dapat digunakan sebagai Bukti Permulaan. Terutama karena
ketentuan pasal 26 ayat (1) tersebut memberikan wewenang yang begitu luas kepada
penyidik untuk melakukan perampasan kemerdekaan yaitu penangkapan, terhadap
orang yang dicurigai telah melakukan Tindak Pidana Terorisme, maka kejelasan
mengenai hal tersebut sangatlah diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap
Hak Asasi Manusia dengan dilakukannya penangkapan secara sewenang-wenang oleh
aparat, dalam hal ini penyidik.4
C. Penguasaan Wilayah Dan Pengaruhnya
Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan secara phisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir, belajar,
dan dari pengalaman selama masa hidupnya5. Ini menggambarkan Kemampuan, dapat
di artikan adalah sesuatu yang di miliki oleh seseorang, kelompok maupun organisasi.
Robert R. Menyampaikan bahwa ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk
mendukung seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil
yang maksimal, yaitu Kemampuan Teknis (Technical Skill), yaitu pengetahuan dan
penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang
menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja kemudian Kemampuan bersifat manusiawi
(Human Skill) merupakan kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana di mana
organisasi merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah dan yang terakhir

4
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Terorisme

Soehardi, Esensi Perilalu Organisasional. Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi Sarjana wiyata Tamansiswa,
5

Yogyakarta. 2003. Hlm.44

15
adalah Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill) adalah kemampuan seorang
decision maker dalam menganalisis dan merumuskan tugas-tugas yang diembannya6.
Di hadapkan dengan beberapa definisi Kemampuan penguasaan wilayah
berdasarkan pemahaman teori dan para ahli sangat berbeda dengan konsep Kemampuan
Penguasaan Wilayah yang di miliki oleh TNI dalam hal pembinaan teritorial dimana
diantaranya menurut salah satu ahli yaitu Hsin Wu menjelaskan Penguasaan atas wilayah
dapat dilakukan dengan 5 Cara yaitu, okupasi, preskripsi, cessie, penambahan wilayah
(accretion), dan penaklukan (conquest by use of force).7
Sementara dalam pembinaan teritorial TNI penguasaan wilayah yang di kaitkan
dengan kemampuan TNI merupakan. Kemampuan TNI untuk mengenali secara
mendalam ciri-ciri potensi SDA, SDB dan SDM serta sarana dan prasarana suatu daerah,
sehingga dapat mengantisipasi hakekat ancaman yang mungkin timbul dan
perkembangannya, sertamampumerumuskan dan mengambil langkah/tindakan untuk
pencegahan dan penangkalannya dalam rangka menciptakan Ketahanan Wilayah.8
Dari beberapa penjelasan tentang kemampuan penguasaan wilayah di atas dapat
di konsepkan definisi kemampuan penguasaan wilayah yaitu kemampuan teknis,
kemampuan bersifat manusiawi dan kemampuan konseptual untuk mengenali secara
mendalam ciri-ciri potensi SDA, SDB dan SDM serta sarana dan prasarana suatu daerah,
dalam merumuskan dan mengambil langkah serta tindakan untuk pencegahan dan
penangkalan dalam mengantisipasi konflik sosial yang mungkin timbul serta
perkembangannya dalam rangka menciptakan Ketahananan Wilayah.

BAB III

PENUTUP
6
Moenir. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.2008. Hlm.67
7
Hsin Wu, A criticsm of Bourgeois International Law on the Question of State Territory, Princeton University
Press.Hlm.31
8
Pusdikter. Bujuknik Lima Kemampuan Ter. PT : Ter-04 .Jakarta.2008. Hlm.25

16
A. Kesimpulan
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan
perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan
yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta sering kali merupakan warga
sipil.
Kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan secara phisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir, belajar,
dan dari pengalaman selama masa hidupnya. Ini menggambarkan Kemampuan, dapat
di artikan adalah sesuatu yang di miliki oleh seseorang, kelompok maupun organisasi.
Robert R. Menyampaikan bahwa ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk
mendukung seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil
yang maksimal, yaitu Kemampuan Teknis (Technical Skill), yaitu pengetahuan dan
penguasaan kegiatan yang bersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang
menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja kemudian Kemampuan bersifat manusiawi
(Human Skill) merupakan kemampuan untuk bekerja dalam kelompok suasana di mana
organisasi merasa aman dan bebas untuk menyampaikan masalah dan yang terakhir
adalah Kemampuan Konseptual (Conceptual Skill) adalah kemampuan seorang
decision maker dalam menganalisis dan merumuskan tugas-tugas yang diembannya

B. Saran
Demikianlah pembahasan tentang materi ini, penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalah ini, baik itu dalam segi
penulisan hurufnya maupun dalam segi kata-katanya.Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun bagi penulis untuk kesempurnaan makalah ini.Semoga
makalah ini bisa bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan untuk penulis pada
khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi Sarjana wiyata Tamansiswa, Yogyakarta. 2003.

17
Hsin Wu, A criticsm of Bourgeois International Law on the Question of State Territory, Princeton University Press.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Terorisme

https://m.mediaindonesia.com/opini/33198/persatuan-bangsa-belajar-dari-sejarah

https://www.jurnalilmiah-paxhumana.org/index.php/PH/article/download/4/7

Moenir. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.2008.


Pusdikter. Bujuknik Lima Kemampuan Ter. PT : Ter-04 .Jakarta.2008.
RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIADiakses pada 27 Desember 2020

18

Anda mungkin juga menyukai