Anda di halaman 1dari 20

LEMBAR PANITIA

Nama Dosen : Setiawati S.kep., Ns.,M.Kep.,Sp. An.

Nama Mahasiswa :

1. King king RDK 15320015


2. Ari Yunita 16320002
3. Cindy Desmonika 16320005
4. Kodriyansah 16320016
5. Trio Subroto 16320029
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Subtanable development goals report menyebutkan bahwa angka penurunan
kematian balita telah tercapai 44% tahun 2015 namun diperkirakan masih 5,9
juta balita meninggal pada tahun 2015 sehingga januari 2016 perserikatan
bangsa bangsa menetapkan target pada tahun 2030 untuk memastikan
kesehatan dan kesejahteraan dengan meningkatkan kesehatan reproduksi,
kesehatan ibu, dan anak dan menurunkan angka kejadian penyakit menular.
Subtanable development goals report (2016)

Angka kematian balita diindonesia telah mengalami penurunan 44/1000


men jadi 40/1000 kelahiran hidup dari tahun 2015. Angka kematian balita
disebabkan oleh pneumonia dan diare (kemenkes, 2015). Saat ini salah satu
penyakit ispa yang perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit influenza,
karena penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menimbulkan wabah
sesuai dengan permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang jenis
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangan. Menurut profil kesehatan indonesia infeksi saluran
pernafasan akut (pneumonia) menjadi 15% penyebab kematian pada balita.
Angka kejadian tertinggi berada di bangka belitung sebesar 6,05 % dan
diprovinsi lampung angka kejadian sebesar 2,23% (kemenkes, 2016).

Berdasarkan profil kesehatan provinsi lampung dinyatakan bahwa


penderita pneumonia tertinggi yaitu dilampung timur (22,0%) dan pesisir
barat (22,2%) dan terendah yaitu kabupaten pringsewu (0,5%) sedangkan di
kota bandar lampung menempati peringkat ke-3 dengan presentase 12,9%.
(kemenkes,2015)
Ispa juga seringkali dijumpai dengan manifestasi ringan sampai berat,
yang dikelompokan menjadi ISPA bagian bawah. Hal ini berkaitan dengan
susunan anatomik saluran pernapasan manusia yang dibagi menjadi saluran
pernapasan bagian atas dan bawah. ISPA bagian atas antara lain batuk, pilek,
demam, faringitis, tonsilitis, dan otitis smedia. ISPA Bagian atas ini dapat
mengakibatkan kematian dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan
kecacatan, misalnya otitis media menyebabkan ketulian. Sedangkan ispa
bagian bawah antara lain epiglotis, laringitis, laringotrakeitis, bronkiolitis dan
pneumonia. (WHO,2003).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan pendidikan


kesehatan di posyandu anggrek 7 Puskesmas Kemiling, Bandar Lampung.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan


pengetahuan terhadap infeksi saluran pernafasan akut/ ISPA dikalangan
masyarakat yang diharapkan dapat menurunkan jumlah kasus ISPA kedepan
nya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi untuk


meningkatkan kualitas maupun kuantitas dalam perencanaan program
pencegahan dan penanggulangan ISPA.
1.4.2 Manfaat Aplikatif.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pustaka, bahan


bacaan, masukan serta untuk penelitian selanjutnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih sari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya.,
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura (Depkes RI, 2009).
ISPA adalah penyekit saluran pernafasan atas dengan perhatian khusus
pada radang paru (pneumonia, dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan
(Widyono, 2008).
Infeksi adalah masuknya uman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang sehingga menimbulkan gejala penyakit (Depkes,
2008)
ISPA adalah infeksi yang disebabkan mikroorganisme di struktur saluran
nafas atasyang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk ronga hidung,
faring, dan laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis atau
radang tenggorokan, laringitis, dan influenza.
2.2 Etiologi
Adapun etiologi ISPA sebagai berikut (Harton & Rahmawati, 2012) :
1. Agen Infeksius
Sistem pernafasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-macam
organisme terinfeksi. Banyak infeksi yang disebabkan oleh virus,
terutama respiratory synctial virus (RSV). Agen lain melakukan serangan
pertama atau kedua melibatka grup A β-hemolitik streptococis,
staphylococi, Haemophilus influenzae, clamydia trachomatis,
mycoplasma dan pneumonia (Harton & Rahmawati, 2012).
2. Umur
Menurut Harton & Rahmawati (2012) umur menjadi penyebab terjadinya
ISPA. Bayi umur dibawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yangg
rendah, karena fungsi perlindungan dari antibodi yang didapat dari ibu.
Dan infeksi akan berkurang frekuensinya ketika anak berumur 5 tahun
tetapi pengaruh infeksi mycoplasma peumoniae grup A β-hemolitik
streptococis angka meningkat. Jumlah jaringan limfa meningkat
seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang
meningkatkan kekebalan tubuh pada anak yang tumbuh dewasa (Harton
& Rahmawati, 2012).
3. Ukuran Anatomi
Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi pernafasan. Diameter
saluran pernafasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran
radang selaput lendir dan peningkatan produki sekret. Disamping itu
jarak antara struktur dalam sistem pernafasan mencakup secara luas.
Pembuluh eustachius relatif lebih pendek dan terbuka pada anak kecil
dan anak muda yang membuat patogen mudah masuk ke telinga bagian
bawah (Harton & Rahmawati, 2012).
4. Daya Tahan
Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak
faktor. Kekuurangan sistem kekebalan pada anak berisiko terinfeksi.
Kondisi lain mengurangi daya tahan adalah malnutrisi, anemia,
kelelahan. Kondisi yang melemahkan pertahanan pada sistem pernafasan
dan cenderung yang terinfeksi melibatkan alergi seperti asma, kelainan
jantung yang disebabkan penyumbatan paru-paru dan cyistic fibrosis
(Harton & Rahmawati, 2012).
2.3 Faktor Resiko
Menurut Depkes RI (2006) Secara umum terdapat 2 faktor resiko ISPA yaitu
faktor lingkungan (ekstrinsik) , faktor individu anak ( intrinsik) :
1. Faktor lingkungan
1) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan meteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m².
Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularann
penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukan ada
hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari
bronkopneumoniapada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi
udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang
tinggi pada faktor ini.
2) Ventilasi rumah
Berdasarkan Menteri Keehatan RI nomor 829/MENKES
/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas
penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%
dari luas lantai.
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.
3) Jenis lantai
Berdasarkan Menteri Keehatan RI nomor 829/MENKES
/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, lantai
rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan. Seperti diketahui
bahwa lantai yang tidak rapat air dan didukung dengan ventilasi
yang baik dapat menimbulkan peningkatan kelembapan dan
kepengapan yang akan memudahkan penularan penyakit
(Suhandayani, 2006).
4) Pencemaran udara dalam rumah
Aap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya
kurang dan dapur terletak didalam rumah, bersatu dengan kamar
tidur, ruang tempay bayi dan ana balita bermain.
5) Pengetahuan orang tua
Pengetahuan mempunyai peranan yang sangat besar dalam
mendukung perilaku seseorang. Pengetahuan atau informasi yang
cukup tentang ISPA akan sangat berperan pada sikap dalam
penanganan dan pencegahan penyakit ISPA.
6) Keberadaan anggota keluarga yang merokok
Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yag terhisap
mengaibatkan kadah COHb di dalam darah meningkat. Selain
berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang
mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada
disekitarny karena asapnya dapat terhisap. Semakin banyak
jumlah rokok yang dihisap oleh keluarganya semakin besar
memberikan resiko terhadap kejadian ISPA , khususnya apabila
merokok dilakukan oleh ibu bayi (Depkes RI,2008).

2. Faktor Individu Anak


1) Umur
Penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan anak usia
dini. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan. Umur
mempunyai pengaruh besar terhadap ISPA dimana anak bayi
memberikan gambaran klinis yang lebih jelek bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Gambaran klinis yang jelek dan tampak
lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada
bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah
(Alasagaf & Mukti, 2008 dalam Saftari, 2009).
2) Berat Badan Lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) mempunyai rresiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada
bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkenapenyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran
nafas lainya.
3) Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik,
kondisi kesehatanya, kesehatan fisiologis pencernaanya,
tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri.
Penilaian status gizi yang dapat dilakukan antara lain berdasarkan
antopometri : bberat badan lahir, panjang badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai
faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Balita dengan
gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan
gizi. Pada keadaan gizi kurang , balita lebih mudah terserang
ISPA berat bahkan seranganya lebih lama.
4) Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai omplikasi
campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA
yang berkembangdari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan
cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasn ISPA. Untuk mengurangi faktor yangg
meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imuniasasi lengkap.
Bayi dengan status imunisasi lengkap diharapkan perkembangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
5) Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian
antibodi dan sel-sel imunkompeten ke permukaan saluran nafas
atas. Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit
mencret atau diare, ASI juga menurunkan kemungkinan bayi
terkena penyakit infeksi, telinga,batuk, pilek dan penyakit alergi.
Dan pada kenyataanya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih
sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif ( Depks RI,2006).
2.4 Gejala Klinis
Penyakit saluran nafas atas dapat memberikan gejala klinis yang beraga,
antara lain (Djojodibroto, 2009) :
1. Gejala korozia (koroozia syndrome), yaitu pengeluaran cairan
(discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata
berair,konjungtivis ringa. Sakit tenggorkan, rasa kering pada bagian
posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu
serta rasa kedinginan, demam jarang terjadi.
2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringann sampai berat.
Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang
dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering teradi, tetapi gejala
koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise , rasa sakit
di seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau.
3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal.
Gejala farringeal sering disusul oleh konjungtivis yang disertai fotofobia
dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadan-kadang
konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai
dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.
4. Geala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia
yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrostenal.
Keadaan ini dapat menjadi berat.
5. Gejla heparngia yang sering menyeran anak-anak, yaitu sakit beberapa
hari yang disebabkan oleh virus coxsackie A. Sering menimbulkan
vesikel faringeal, oral, dan gingval yang berubah menjadi ulkus.
6. Geala obstruksi laringotrakeobronkitis akut yaitu suatu kondisi serius
yang mengenai anak-anak diandai dengan batuk, dispnea, dan stridor
inspirasi yang disertai sianosis.

Menurut derajat keparahanya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu
(Subandita, 2009) :

1. Gejala ISPA ringan


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
gejalasebagai berikut :
a. Batuk
b. Suara Serak
c. Pilek
d. Panas atau Demam
2. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
a. Pernafasan lebihh dari 50 kali/menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 39ºC
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Imbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasann berbunyi seperti mencuit-cuit
g. Pernafasan berbunyi seperti mendekur
3. Gejala ISPA berat
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kmpis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.
c. Kesadaranya menurun
d. Pernafasanya berbunyi ngorok dan anak tampak gelisah
e. Pernfasan menciut dan anak tampak gelisah
f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas
g. Pernasfasna lebih dari 60x/menit dan nadi tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah.
2.5 Patofisiologi
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi
oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri, timbul
mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara dirongga hidung,
refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis.
Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat
melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi
didaerah daerah saluran pernafasan atas maupun bawah. (Fuad,2008)

2.6 Klasifikasi ISPA


Adapun klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut (Widiyono,2008)
1. Bukan Pneumonia

Tanda batuk bukan pneumonia adalah tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam, tidak ada nafas cepat ( <50x/menit pada anak
umur 2<12 bulan, dan <40x/menit pada anak umur 12 bulan - < 5 tahun).
Jangan memberikan antibiotik pada anak dengan batuk atau pilek tanpa
tanda-tanda pneumonia. Contoh ISPA bukan Pneumonia
a. Common Cold
Common cold (pilek,selesma ) adalah suatu reaksi inflamasi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh infeksi virus. Biasanya tidak berbahaya
dan dapat sembuh sendiri. Commond cold adalah suatu infeksi virus pada
selaput hidung, sinus dan saluran udara yang besar. Penyebabnya ialah
picornavirus, virus influenza, virus sinsial pernafasan. Ditularkan melalui
ludah yang dibatukan atau dibersihkan oleh penderita. Influenza adalah
infeksi spesifik pada manusia yang disebabkan oleh virus influenza dan
menimbulkan gejala-gejala seperti demam, radang sluran pernafasan atau
alat pencernaan. Pada Umumnya Penyakit Ini akan sembuh dengan
sendirinya. Penyebab influenza adalah virus tipe A,B dan C,yang
tergolong dalam mixovirus seperti hal nya virus-virus penyebab parotitis
(mumps virus ), virus newcastle penyebab konjungtivitis dan virus
parainfluenza (Hasan, 2012)
b. Faringitis
Biasanya terjadi pada anak-anak, ditandai dengan adanya rasa sakit waktu
menelan diikuti dengan demam, kelemahan tubuh, dengan gejala yang
diutamakan adalah tanda kemerahan yang muncul pada laring
(Hasan,2012)
c. Tonsilitis
Tonsilitis biasanya terjadi pada anak anak yang lebih besar, ditandai
dengan rasa sakit pada saat menelan diikuti dengan kelemahan tubuh,
disertai dengan tonsil yang membesar (Hasan, 2012)
2. Pneumonia

Adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan


mempunyai gejala batuk, sesak napas, ronchi dan infiltrate pada foto
rontgen Terjadinya Pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronchus yang disebut
broncopneumonia (Depkes, 2009). Berdasarkan pada adanya batuk dan
atau kesukaran bernafas disertai adanya nafas cepat sesuai umur. Batas
nafas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan sampai < 1 tahun
adalah 50 kali atau lebih permenit sedangkan anak usia 1 sampai dengan <
5 tahun adalah 40 atau lebih permenit. Adapun macam-macam pneumonia
adalah sebagai berikut. (Chin, 2009)

a. Pneumococal pneumonia
Merupakan infeksi bakteri akut ditandai dengan serangan mendadak
dengan demam menggigil, nyeri plural, dyspnea batuk produktif dengan
dahak kemerahan serta leukositosis. Pada bayi dan anak kecil dapat
ditemukan kejang dan demam dapat merupakan gejala awal penyakit.
Penyebab penyakit adalah streptococcus pneumonia (penumococcus).
b. Mycoplasma pneumonia
Umumnya menyerang saluran pernafasan bagian bawah dengan gejala
fibris, perjalanan penyakit berlangsung gradual berupa sakit kepala,
malaise batik biasanya paeoxymasl sakit tenggorokan, kadang kadang
sakit didada kemungkinan pleuritis. Penyebb penyakit adalah mycoplasma
pneumonia bakteri keluarga mycoplasma mataceae
c. Pneumocystis pneumonia
adalah penyakit paru mulai dari akut sampai subakut bahkan sering kali
fatal, khususnya menyerang bayi yang kurang gizi, sakit kronis, prematur
secara klinis didapatgejala dyspnea yang progresif, tachypnea dan
cyanosis, demam mungkin tidak muncul 60% penderita tanpa batuk
produktif penyebab penyakit ini adalah pneumocystis crani. Umumnya
dianggap sebagai protozoa.
d. Clamydal penumonias
Pneumonia ini dapat disebabkan oleh clamydial merupakan peyakit paru
yang bersifat menyerang neonatus yang ibunya menderita cervix uteri
secara klinis penyakit ini ditandai dengan serangan insidious, berupa batu (
khas staccato ) demam ringan, bercak-bercak infiltrate pada foto thorax
dengan hiperinfiltrasi, eisonohilia dan adanya peningkatan igM dan IgG.
Penyebab penyakit ini adalah clamydal trachomatis dari imunotipe D
sampai K
e. Pneumonia lain.
Diantara berbagai virus yang diketahui seperti adenovirus, virus syncitial
pernafasan, virus parainfluenza, dan mungkin virus yang belum
teridentifikasi.

2.7 Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI (2006 ) pencegahan ISPA antara lain :

1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik


Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
agar terhindar dari penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi
makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olahraga
dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga
badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus atau
bakteri penyakit yang akan masuk ketubuh kita.
2. Imunisasi
Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun
orang dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan
oleh virus atau penyakit.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaannya udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada didalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri
yang ditularkan seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara
yang tercemar dan masuk kedalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya
berupa virus/bakteri diudara yang umumnya berbentuk aerosol. Adapun
bentuk aerosol yakni droplet, nuclei, (sisa dari sekresi saluran pernafasan
tyang dikeluarkan daritubuh secara droplet dan melayang diudara). Yang
kedua duet ( campuran antara dua bibit penyakit ).
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Metode Kegiatan


Kegiatan ini dilakukan dengan metode penyuluhan. Sebelum dimulai
penyuluhan, terlebih dahulu menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan
pelaksana penyuluhan, dibuka dengan pretest, dilanjutkan dengan
penyampaian materi juga diskusi yang terarah berupa edukasi dan
penyuluhan.
Dalam penyuluham ini pemateri akan memberikan leaflet/selembaran yang
berisikan materi mengenai ISPA dengan tujuan agar masyarakat meengerti
dan memahami tentang ISPA.
Penyuluhan ini diakhiri dengan posttest dan demonstrasi tentang inhalasi
sederhana. Diharapkan dengan adanya pretest dan posttest dapat dinilai
keberhasilanya dalam penyampaian materi kepada sasaran sehingga setelah
diberikan pengetahuan sasaran memahami isi materi dan dapat
melaksanakanya.
Dalam pelaksanaan kegiatan digunakan media slide dan leaflet yang berisi
materi-materi yang akan disampaikan kepada sasaran. Materi-materi yang
disampaikan dalam kegiatan adalah penjelasan tentang ISPA yang terdiri dari,
pengertian, penyebab, faktor resiko, klasifikasi, gejala, penatalaksanaan, dan
pecegahan ISPA.

3.2 Tempat dan Waktu Kegiatan


Penyuluhan ini akan dilaksanakan di Gg.Mawar Kemiling, Bandar Lampung
pada Tanggal 16 November 2019
DAFTAR PUSTAKA

Chin . (2009) . Manual Pemberantasan Penyakit Menular Penerjemah: Dr.


I Nyiman Kandun CV.Infomesika: Jakarta

Depkes RI (2009) Survey Demografi dan kesehatan indonesia 2007.


BPS,BKKBN: Jakarta

Depkes RI (2009) Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007.


BKKBN : 2007

Harton & Rahmawati . (2012) . Gangguan Pernafasan pada Anak: ISPA .


Nuha Medika :Yogjakarta

Hasan . (2010) . faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA


pada balita di wilayah kerja UPTD Kesehatan Luwuk Timur . Skripsi FKM
Universitas Indonesia:Depok

Kemenkes RI (2016) Profil Kesehatan Indonesia.jakarta

Kemenkes RI (2015) Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun


2015-2019.Jakarta: Kementrian Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia.

WHO (2003) Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit kecil Negara
Berkembang. EGC:Jakarta

Widyono. (2008). penyakit tropis, epidemiologi, penularan, dan


pencegahan. Erlangga: Semarang

Anda mungkin juga menyukai