Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN

Praktikum Kimia dan Analisis Pangan / PANG4423

Andreas Chandra

021147024

2019.1 / Jakarta

Program Studi S1 Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Terbuka

Mei – 2019

Serpong
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Makanan merupakan bahan atau elemen yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang
apabila dikonsumsi akan menghasilkan energi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Tanpa
makanan, sangat sulit bagi manusia untuk bisa melakukan aktivitas karena kekurangan energi.
Tubuh kita juga akan kekurangan nutrisi serta gizi yang dibutuhkan sehari – hari. Gizi tersebut
merupakan protein, karbohidrat dan lemak yang berasal dari makanan.
Dalam pangan, terdapat banyak gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan sebagainya. Umumnya, terdapat empat komponen utama yaitu air, karbohidrat,
lemak dan protein. Jumlah dan fungsi dari masing – masing komponen juga berbeda satu
dengan yang lainnya.
Selain memiliki gizi, setiap bahan pangan pasti memiliki sifat fisik, sifat kimiawi, sifat
biologis, serta mampu menimbulkan selera dan manfaat untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu,
analisis pangan dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah fisik, kimiawi, biologis,
indra atau sensorik, dan nutrisi atau gizi untukmengetahui kualitas dan kelayakan bahan
pangan tersebut untuk dikonsumsi oleh manusia.

I.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:


 untuk mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan komponen – komponen
dalam bahan pangan
 menentukan kualitas komponen – komponen dalam bahan pangan
 menentukan ada tidaknya senyawa beracun dan bahan tambahan dalam pangan
 mengikuti perubahan yang terjadi selama pengolahan

I.3. Manfaat Praktikum

Dengan diadakannya penelitian ini, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan


manfaat untuk:
a. Bidang ilmu pendidikan, terutama pendidikan biologi dan kimia serta dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran laboratorium, terutama pembelajaran
analisis kimia.
b. Peneliti, dapat digunakan sebagai latihan dalam menyusun karya ilmiah lainnya.
c. Ilmu pengetahuan, dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
d. Masyarakat, memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahan-bahan yang
mengandung bahan tambahan atau senyawa beracun.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Analisis Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat
basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air
berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air
mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi
antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah
diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut
(Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah,
misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat basah. Berat bahan
kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga
beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak
dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, dan Andarwulan, 1989).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat 5 penting pada bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar
air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut,
kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

II.2. Analisis Kadar Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) secara langsung menggunakan
zat kimia yang spesifik terhadap protein dan 2) secara tidak 14 langsung dengan menghitung
jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan (Sudarmadji, 1989).
Metode Kjeldahl Sejak abad ke-19, metode kjeldahl telah dikenal dan diterima secara
universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk makanan dan
produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode kjeldahl merupakan metode tidak
langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar (Sumantri,
2013).
Prinsip metode kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam
pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana
reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang
dikonversi. Tahapan kerja pada metode kjeldahl dibagi tiga yaitu:
a. Tahap Destruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran
Na2SO4 dan HgO. Ammonium sulfat yang terbentuk dapat bereaksi dengan merkuri oksida
membetuk senyawa kompleks, maka sebelum proses destilasi Hg harus diendapkan lebih
dahulu dengan K2S atau dengan tiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-ammonia pecah
menjadi ammonium sulfat, menggunakan 15 K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan
katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga dekstruksi berjalan lebih
cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan 24 titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih. Penggunaan selenium lebih reaktif
dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium mempunyai kelemahan yaitu karena
sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang, reaksi yang terjadi pada
tahap dekstruksi adalah: (CHON) + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4 Gambar 2.3 Alat Dekstruksi
(Sudarmadji, 1984).
b. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak
terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar
maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan
ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai dalam jumlah berlebihan. Agar kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah: (NH4)2SO4 + 2NaOH
2NH3 + Na2SO4 + 2H2O 2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 25 (Sudarmadji, 1989).
c. Tahap Titrasi Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah
larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai larutan
asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali sedangkan 16 jika dipakai
larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung. Pada metode titrasi kembali, larutan
asam standar yang berlebihan setelah bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan
standar NaOH. Titrasi ini disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan
ammonia tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh
karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi menggunakan
NaOH (Sumantri, 2013). Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut: H2SO4 +
2NaOH Na2SO4 + 2H2O. Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: 26 % N =
ml NaOH (blanko – sampel) berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100% Pada metode
titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia bereaksi dengan asam borat
menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral parsial. Garam tersebut dapat dititrasi
dengan larutan asam standar. Jumlah larutan asam yang diperlukan adalah proporsional
dengan jumlah ammonia yang bereaksi dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak
langsung karena ammonia ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak
langsung dengan titrasi dari garam asam borat. Jika pada titrasi langsung, analit akan langsung
bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak dimasukkan
dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: NH3 +
H3BO3 H2BO3 - + NH4 + H2BO3 - + H+ H3BO3, kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung
dengan rumus: % N = ml HCl (sampel – blanko) berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x
100% Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan suatu
faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini 17 tergantung pada persentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji, 1989).
Keuntungan menggunakan metode kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua
jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan
merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi
sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kelemahan menggunakan metode kjeldahl ini
adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein,
waktu yang diperlukan relatif lebih lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang
lemah, pereaksi yang digunakan korosif (Sumantri, 2013).

II.3. Analisis Kadar Lemak

Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Biasanya energi yang dihasilkan per gram
lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau 1 gram
protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori (kal). Lemak dalam makanan merupakan
campuran lemak heterogen yang sebagaian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut
lemak jika pada suhu ruang berbentuk padatan, dan disebut minyak jika pada suhu ruang
berbentuk cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan
panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap dari 0 sampai 4.
Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolesterol dan fitosterol
(Budianto, 2009).
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid. Suatu
sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid (termasuk 20 lemak dan minyak) adalah
kelarutannya dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan sebaliknya ketidaklarutannya
dalam pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida merupakan kelompok lipid yang terdapat
paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil
kondensasi dengan tiga molekul asam lemak. Secara umum, lemak diartikan sebagai triglierida
yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah
trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Sumantri, 2013).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Selain itu juga lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibanding denga karbohidrat dan protein. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang
disebut kolesterol. Sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992).
Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan
membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan,
telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang
biasanya termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak
tersembunyi. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan
nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (Winarno,
1992).

II.4. Analisis Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat
pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu
garam organik dan anorganik. Garam organik misalnya garam-garam asam mallat, 28 oksalat,
asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji,1984).
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen yang tidak
mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada
pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Nurilmala, 2006).
Semakin rendah kadar abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi
rendahnya kadar abu suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang
berbeda pada sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada
saat pembuatan (Sudarmaji, 1989).
Menurut Irawati (2008) penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan
yaitu sebagai berikut: 1. Menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan 2. Mengetahui
jenis bahan yang digunakan 3. Menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam
asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.

II.5. Analisis Kadar Karbohidrat

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondenset


polimer-polimernya yang terbentuk. Berbagai analisa dilakukan terhadap karbohidrat, dalam
ilmu dan teknologi pangan analisa karbohidrat yang biasanya dilakukan misalnya penentuan
jumlah secara kuantitatif dalam menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat
fisis atau kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas
larutan dan tekstur hasil olahannya (Budianto, 2009).
Karbohidrat merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme
heterotroph, jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 kal (kkal).
Karbohidrat juga memiliki peranan penting dalam menentukan karateristik bahan makanan,
misalnya rasa, warna, tekstur, dan lainlain. Sedangkan dalam tubuh karbohidrat berguna untuk
mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral,
dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Karbohidrat banyak terdapat
dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat
dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya
karbohidrat dapat dikelompokan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida.
Monosakarida merupakan molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan
oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida 24
merupakan polimer yang terdiri lebih dari monomer monosakarida (Winarno, 1992).
Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai cadangan makanan,
pemberi rasa manis pada makanan, membantu pengeluaran feses dengan cara mengatur
peristaltik usus, penghemat protein karena bila karbohidrat makanan terpenuhi, protein
terutama akan digunakan sebagai zat pembangun. Karbohidrat juga berfungsi sebagai pengatur
metabolisme lemak karena karbohidrat mampu mencegah oksidasi lemak yang tidak sempurna.
Sebagai zat pembangun, apabila keadaan ini berlangsung terus menerus, maka keadaan
kekurangan enersi dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi. Membantu metabolisme lemak
dan protein dengan demikian dapat mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang
berlebihan. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik tertentu. Beberapa jenis
karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam tubuh. Laktosa rnisalnya berfungsi membantu
penyerapan kalsium. Ribosa merupakan merupakan komponen yang penting dalam asam
nukleat. Selain itu, beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, mengandung serat
(dietary fiber) berguna untuk pencernaan, memperlancar defekasi (Hutagalung, 2004).

II.6. Analisis Serat Kasar

Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara analisis kimia sederhana
(Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar
dapat diukur berdasarkan kelarutannya dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan
analisis Van Soest (Tillman et al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan
sistem analisis bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem
evaluasi nilai gizi hijauan.
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al., 1989). Bagi hewan
ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam rumen dan sebagai
bahan pengisi rumen, sedangkan bagi hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen
yang tidak dapat dicerna. Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran
spesifik, namun keberadaannya penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap
pertambahan 1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan
organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).
III. METODE PRAKTIKUM

III.1. Bahan dan Alat

III.1.1. Analisis Kadar Air


a. Cawan porselin
b. Desikator
c. Tang penjepit
d. Oven pengering
e. Timbangan analitik
f. Sample (tahu)

III.1.2. Analisis Kadar Protein dan Sifat Fungsional Protein


a. Spektrofotometer Visible (Labo) 1 unit
b. Tabung reaksi 8 buah
c. Tabung Kjeldahl 4 buah
d. Pemanas Kjeldahl 1 unit
e. Alat distilasi 1 unit
f. Buret 50 ml 1 buah
g. Neraca analitik
h. Erlenmeyer 250 ml 5 buah
i. Spatula 2 buah
j. Kertas timbang
k. Batu didih 15 buah
l. Gelas ukur 25 ml 1 buah
m. Pipet tetes 2 buah
n. Corong gelas 1 buah
o. Larutan H2SO4 pekat
p. Larutan Asam Borat
q. Larutan NaOH
r. Indikator PP
s. Larutan HCl
t. Aquadest
u. Sampel (tahu)
v. Mixer
w. Penggaris
x. Sampel (telur ayam kampung)

III.1.3. Analisis Kadar Lemak, Sifat Fisik Lemak, Bilangan Penyabunan dan Peroksida

a. Neraca analitik
b. Labu lemak 250 ml
c. Alat soxhlet
d. Pemanas listrik
e. Oven listrik 105 ° C
f. Penangas air
g. Kertas saring
h. Labu didih
i. Hexana
j. Pipa – pipa destilasi dan perangkat destilasi
k. Sampel (meses cokelat)
l. Sampel (minyak zaitun)
m. Erlenmeyer 300 ml
n. Pipet volume 25 ml
o. Buret 50 ml
p. Pendingin tegak
q. Penangas air
r. Gelas ukur 100 ml
s. Corong, pengaduk, botol timbang dan labu ukur 100 ml
t. KOH – Alkohol 0,5N, HCl 0,5N, Indikator PP
u. Larutan asetat, alcohol dan kloroform (20 : 20 : 55)
v. Larutan KI jenuh
w. Aqua dest
x. Larutan Natrium tiosulfat
y. Sampel (minyak jelantah)

III.1.4. Analisis Kadar Abu

a. Kompor listrik
b. Timbangan
c. Cawan tertutup
d. Desikator
e. Penjepit panas
f. Sampel (tahu)

III.1.5. Analisis Kadar Karbohidrat Gula Reduksi

a. Reagen kimia (Larutan Luff Schroll, Larutan KI 20%, Asam Sulfat 25%,
NaTiosulfat 0,1N, Indikator amilum 1%, Larutan HCL 3%, NaOH 30%)
b. Tabung reaksi
c. Erlenmeyer
d. Gelas ukur 500 ml
e. Neraca analitik
f. Pipet ukur 10 ml
g. Biuret
h. Hot plate
i. Corong
j. Sampel (sirup orange)

III.1.6. Analisis Serat Kasar


a. Neraca analitik
b. Spatula
c. Erlenmeyer 500 ml
d. Pipet volume 50 ml
e. Pendingin balik
f. Hot Plateaker glass
g. Batang pengaduk
h. Oven
i. Corong Buchner
j. Kertas saring
k. Pompa beaker glass
l. Cawan petri
m. Normal Hexane
n. H2SO4 1,25%
o. NaOH 3,25%
p. Etanol
q. Sampel (sayur sawi)

III.2. Tanggal Pelaksanaan Praktikum

Hari/Tanggal : Sabtu, 4 Mei 2019 – Minggu, 5 Mei 2019


: Sabtu, 11 Mei 2019 – Minggu, 12 Mei 2019
Waktu : 08.00 – 17.00 WIB
Tempat : Lab. Prodi TIP, ITI Serpong, Tangerang Selatan

III.3. Diagram Alir

III.3.1. Analisis Kadar Air

Sampel (tahu) ditimbang dalam cawan porselen yang


sudah diketahui bobot kosongnya

Panaskan dalam oven dengan suhu 105oC

Dinginkan cawan di dalam desikator

Timbang hingga didapatkan bobot tetap

Perhitungan :

Bobot Sampel Setelah Pemanasan


Kadar Air = x 100%
Bobot Sampel Sebelum Pemanasan
III.3.2. Analisis Kadar Protein

Sampel (tahu) + 12 ml H2SO4 pekat + 2 gr K2SO4 + 20


ml H2O

Destruksi hingga larutan bewarna jernih

Dinginkan lalu pindahkan ke labu takar

Tambahkan aqua dest sampai tanda tera

Pipet 10 ml larutan ke dalam erlenmeyer

Tambahkan 10 ml NaOH 50%

Destilasi

Destilat ditampung dalam 5 ml H3BO3 + 2 tetes


indicator metilen merah

Titrasi dengan HCl 0,02N

Perhitungan :

Volume Penitar x N HCl x 14 x 6,25 x faktor pengenceran


Kadar Protein = x 100%
Bobot Sampel
III.3.3. Analisis Sifat Fungsional Protein

Timbang telur ayam kampung sebelum dipecahkan

Pecahkan telur, lalu tuang dalam gelas beaker

Kocok menggunakan mixer selama 5 menit

Ukur berat telur setelah dikocok, dan ukur tinggi buih


yang dihasilkan dari permukaan telur

III.3.4. Analisis Kadar Lemak

Sampel (meses coklat) ditimbang dalam kertas saring


yang telah dibentuk menyerupai selongsong

Masukan ke dalam alat soxlet yang telah diisi pelarut


hexane dan disambungkan ke labu lemak yang telah
diketahui bobot kosongnya

Ekstraksi

Hasil ekstraksi kemudian didestilasi

Labu lemak dipanaskan dalam oven

Didinginkan

Ditimbang hingga bobot tetap


Perhitungan :

Bobot Lemak
Kadar Lemak = x 100%
Bobot Sample

III.3.5. Analisis Sifat Fisik Lemak

Sampel (minyak zaitun) dimasukan ke dalam gelas


lalu diletakan dalam freezer

Perhatikan berapa lama waktu sampel untuk


mengkristal dan membeku

III.3.6. Analisis Sifat Kimia Lemak (Bilangan Penyabunan)

Ditimbang 2 gram sampel minyak zaitun ke dalam


Erlenmeyer 300 ml

Ditambahkan 25 ml KOH - Alkohol

Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak

Dididihkan diatas penangas air selama 30 menit

Didinginkan dan dititar dengan HCl 0,5N dengan PP


sebagai indicator (a ml)

Blanko dikerjakan seperti pada contoh diatas (b ml)

Perhitungan :

(b−a)mL x N HCl x 56,1


Kadar Bilangan Penyabunan = x 100%
Bobot Sampel
III.3.7. Analisis Sifat Kimia Lemak (Bilangan Peroksida)

Timbang dengan seksama 5 gram contoh minyak


jelantah ke dalam erlenmeyer

Tambahkan 30 ml pelarut (asam asetat : kloroform),


kocok sampai semua contoh minyak terlarut

Tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, diamkan pada


tempat gelap selama 2 menit, sambil dikocok

Tambahkan 30 ml aquadest, kelebihan iod dititer


dengan Natrium tiosulfat dengan amilum sebagai
indikator

Dengan cara yang sama buatlah penetapan untuk


blanko

Perhitungan :

(b − a)mL x N HCl x 56,1


Kadar Bilangan Peroksida = x 100%
Bobot Sampel
III.3.8. Analisis Kadar Abu

Sampel (tahu) ditimbang dalam cawan porselen yang


telah diketahui bobot kosongnya

Pijarkan dalam tanur dengan suhu 500 – 600oC

Dinginkan cawan di dalam desikator

Timbang hingga didapatkan bobot tetap

Perhitungan :

Bobot Sisa Pijar


Kadar Abu = x 100%
Bobot Sample
III.3.9. Analisis Kadar Karbohidrat yang Dapat Dicerna (Gula Reduksi)

Sampel (sirup orange) + 50 ml aquadest + sedikit


K2SO4 lalu ditimbang dalam labu takar 500 ml

Tera dengan aquadest

Saring ke dalam labu takar 500 ml

Tambahkan Na2CO3 dengan aquadest hingga tanda


tera

Saring, lalu pipet 10 ml filtrat

Tambahkan 25 ml larutan Luff Schroll dengan 3 butir


batu didih lalu tutup pendingin balik

Panaskan 10 menit mendidih, lalu dinginkan segera di


air mengalir

Tambahkan 15 ml KI 20% dengan 25 ml H2SO4 25%


serta indicator pati 1%

Titrasi dengan Na2CO3 0,1N

Perhitungan :

Bobot sakarin x faktor pengenceran


Kadar Gula Pereduksi = x 100%
Bobot Sampel
III.3.10. Analisis Kadar Karbohidrat yang Tidak Dapat Dicerna (Serat Kasar)

Timbang 2 – 4 gram sampel (sayur sawi) jika memungkinkan cacah halus,


bebaskan dari lemak dengan cara mengekstraksinya dengan soxlet atau
mengaduknya dengan pelarut organic bisa menggunakan n-Hexane
sampai lemaknya larut menyatu dengan hexane

Keringkan sampel dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml

Keringkan sampel yang sudah bebas lemak dengan menggunakan kertas


saring dan masukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml

Tambahkan larutan H2SO4 1,25% dan mendidihkannya selama 3 menit


menggunakan pendingin tegak

Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan mendidihkannya lagi selama 30


menit

Saring larutan dalam kondisi panas dengan menggunakan corong


Buchner yang sudah berisi kertas saring yang telah diketahui berat
keringnya

Cari endapan yang terdapat pada kertas saring berturut – turut dengan
H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%

Mengangkat kertas saring beserta isinya dan keringkan dalam oven pada
suhu 105oC lebih kurang 1,5 jam dan mendinginkannya dalam desikator
kemudian timbang sampai bobot konstan

Perhitungan :

Bobot Residu
Kadar Serat Kasar = x 100%
Bobot Sampel
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1.1. Analisis Kadar Air


Hasil penetapan kadar air total pada tahu ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Bobot Sampel (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Air (%)
Simplo 2,0047 1,6285 81,23
Duplo 2,0531 1,6585 80,78
Rata-Rata - - 81,005
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kadar air total yang terdapat pada sampel
tahu adalah 81,005 %. Hal ini disebabkan oleh air yang terdapat dalam tahu saat proses
pembuatan menggunakan kacang kedelai. Penentuan kadar air ini dilakukan dua kali agar
diperoleh hasil yang akurat. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan acceptability,
kesegaran, dan sangat berpengaruh terhadap masa simpan bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi sifat-sifat fisik atau adanya perubahan-perubahan kimia seperti contoh,
kandungan air dalam makanan dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan cita rasa
makanan (Buckle. et al., 1987 ; Winarno, 1997).
Perbandingan dengan kelompok lain yang menggunakan sampel sosis dan bakso juga
sama pada intinya yaitu mempunyai kadar air yang tinggi meskipun nilainya dibawah dari
sampel tahu. Sampel pada sosis mempunyai kadar air sebesar 76,85% sedangkan pada bakso
mempunyai kadar air sebesar 65,47%. Bakso lebih sedikit nilai kadar airnya dibandingkan sampel
lain karena proses pembuatannya lebih sedikit menggunakan air dibandingkan sampel lainnya.
IV.1.2. Analisis Kadar Protein
Hasil penetapan kadar protein total pada tahu ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Bobot Sampel (gr) Vol. Blangko – Faktor Pengenceran Kadar Protein (%)
Vol. Penitar
Simplo 1,0167 -0,4 14,008 -
Kadar protein yang tidak dapat diperoleh karena volume titrasi blangko lebih kecil
dibandingkan volume titrasi sampel. Hal ini menyebabkan volume penitar bernilai negative
sehingga kadar protein tidak dapat dihitung. Faktor lainnya karena ditemukannya bahan
pengawet formalin di dalam sampel tahu tersebut. Pengujian formalin terhadap sampel
dilakukan karena setelah pengulangan analisis kadar protein sebanyak dua kali dengan sampel
yang sama, tetap saja nilai blangko lebih kecil ketimbang nilai titrasi sampel. Oleh sebab itu,
pengujian formalin dilakukan terhadap sampel untuk membuktikan bahwa formalin
mengganggu proses analisis kadar protein karena formalin menutupi kadar protein di dalam
sampel sehingga tidak dapat terdeteksi.
Perbandingan dengan kelompok yang menggunakan sampel sosis dan bakso yaitu kedua
sampel tersebut memiliki kadar nitrogen sebesar yaitu sebesar 1,41% dan 0,11%, lalu kadar
protein dari kedua sampel tersebut adalah 8,81% untuk sosis dan 0,69% untuk bakso. Protein
dalam sampel tersebut lebih sedikit dikarenakan karena ada komponen lain yang lebih tinggi
dari protein misalnya karbohidrat/gluten yang berasal dari tepung selama proses pembuatan
serta lemak yang dihasilkan dari bahan pangan tersebut.
IV.1.3. Analisis Sifat Fungsional Protein
Hasil penetapan sifat fungsional protein pada telur ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Tinggi sampel sebelum Tinggi sampel setelah
dikocok (cm) dikocok (cm)
Telur Bebek 2,5 3
Telur Ayam Ras 2 2,75
Telur Ayam Kampung 1,1 2,1
Komponen telur yang dapat mengalami pembuihan adalah putih telur dengan protein
yang berperan penting adalah ovomucin.
Pengocokan yang sangat kuat pada putih telur akan menambahkan gelembung -
gelembung udara sehingga terbentuk busa yang akan mempertahankan strukturnya ketika
dipanggang. Busa putih telur yang banyak akan dapat diperoleh jika tidak ada lemak dalam
campuran itu. Kuning telur mengandung lemak atau lipida, sehingga pemisahan putih telur dari
kuningnya sangat penting. Mangkok atau alat lain dari plastik memiliki permukaan berpori
sehingga dimungkinkan mengandung lemak yang menempel meskipun telah dicuci. Sedangkan
permukaan gelas atau logam bebas lemak sehingga dapat menghasilkan busa yang cukup
banyak.
Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih telur dikocok sehingga gelembung
udara akan ditangkap oleh putih telur, dan terbentuklah buih. Selama pengocokan akan terjadi
peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara. Daya buih merupakan ukuran
kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam
persentase terhadap volume putih telur. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume
putih telur.
Daya buih putih telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan.
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur untuk bertahan kokoh
atau tidak mencair selama waktu tertentu. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari
putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari
putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak
dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
IV.1.4. Analisis Kadar Lemak
Hasil penetapan kadar lemak total pada meses cokelat ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Bobot Sampel (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Lemak (%)
Simplo 5 0,8445 16,89
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kadar lemak total yang terdapat pada
sampel meses cokelat adalah 16,89 %. Kadar lemak pada meses cokelat lebih sedikit ketimbang
kadar karbohidrat yang terkandung di dalamnya. Meses cokelat terasa manis karena gula yang
mengandung karbohidrat banyak terdapat pada meses cokelat dibandingkan lemak dan protein.
Perbandingan dengan kelompok lain yang menggunakan sampel kacang tanah dan
mentega menghasilkan kadar lemak sebesar 45,92% dan 84,37%. Mentega mempunyai kadar
lemak paling banyak dilanjutkan dengan kacang tanah lalu meses cokelat. Mentega lebih baik
dan harganya lebih mahal ketimbang margarin karena mengandung lemak baik yang banyak.
Sedangkan kacang tanah bagus untuk menurunkan kolestrol karena lemak baik yang terkandung
di dalamnya. Untuk meses cokelat bisa menambah nilai gizi dalam suatu bahan pangan seperti
roti, kue dan lain – lain yang bagus untuk pertumbuhan anak.
IV.1.5. Analisis Sifat Fisik Lemak
Hasil penetapan sifat fisik lemak pada minyak ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Lama waktu sampel membeku (jam)

Minyak Sawit Segar 2,267


VCO 0,75
Minyak Zaitun 6
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sifat fisik lemak yang terkandung dalam
minyak sawit segar, VCO dan minyak zaitun mempengaruhi lama waktu minyak – minyak
tersebut membeku. Minyak zaitun memiliki waktu yang paling lama untuk membeku. Hal ini
dikarenakan sulit mendapatkan suhu yang tepat bagi zaitun dan juga kadar asam oleat
mempengaruhi proses pembekuan minyak zaitun.
Perbandingan dengan kelompok lain yang menggunakan sampel minyak sawit segar dan
VCO menghasilkan waktu beku yang relative lebih singkat dibandingkan minyak zaitun.
Kandungan yang terdapat dari masing – masing sampel minyak sangat mempengaruhi kualitas,
mutu dan lama waktu membeku.
IV.1.6. Analisis Sifat Kimia Lemak (Bilangan Penyabunan)
Hasil penetapan bilangan penyabunan pada minyak ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Berat Sampel (gr) Vol. Blangko – N HCl Bilangan Penyabunan
Vol. Penitar
Minyak sawit segar 2,0250 12,4 0,5 171,743
VCO 2,019 15,9 0,5 220,9
Minyak Zaitun 2,0809 12,5 0,5 168,5
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bilangan penyabunan yang terdapat pada
minyak zaitun adalah 168,5. Hal ini membuktikan bahwa minyak zaitun memiliki kualitas yang
lebih baik daripada kedua sampel lain yang diuji yakni minyak sawit segar dan VCO karena
memiliki bilangan penyabunan yang rendah.
Bilangan penyabunan yang rendah berarti asam lemak semakin sedikit dan kualitas minyak
semakin bagus, sebaliknya jika bilangan penyabunan tinggi berarti asam lemak semakin banyak
dan kualitas minyak semakin tidak bagus.
IV.1.7. Analisis Sifat Kimia Lemak (Bilangan Peroksida)
Hasil penetapan bilangan peroksida pada minyak ditampilkan pada tabel berikut ini:
Sampel Berat Sampel (gr) Vol. Blangko – N Thio Bilangan Peroksida
Vol. Penitar
Minyak Sawit Segar 5,0161 0,3 0,1 5,98
Minyak Goreng 1x Pakai 5,012 0 0,1 0
Minyak Jelantah 5,0113 24,9 0,1 49,68
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa bilangan peroksida yang terdapat pada
sampel minyak jelantah adalah 49,68. Bilangan peroksida minyak jelantah paling tinggi karena
sudah seringkali dipakai atau digunakan sehingga menyebabkan bilangan peroksida sangat
tinggi. Minyak jelantah sudah banyak teroksidasi ataupun terpapar cahaya serta suhu tinggi
menyebabkan bilangan peroksida meningkat.
Perbandingan dengan kelompok lain yang menggunakan sampel minyak sawit segar dan
minyak goreng sekali pakai mempunyai bilangan peroksida yang rendah yaitu 5,98 dan juga 0.
Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya asam – asam jenuh pada minyak goreng baru dan yang
digunakan sekali.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hydrogen diambil dari
senyawa oleofin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam
proses pengambilan hydrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen
membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hydrogen dari molekul tak jenuh lain
menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meg peroksid/kg minyak
akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indicator bahwa minyak akan berbau tengik.
IV.1.8. Analisis Kadar Abu
Hasil penetapan kadar abu total pada sampel tahu ditampilkan pada tabel berikut :
Sampel Bobot Sampel (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Abu (%)
Simplo 3,0146 0,0238 0,79
Duplo 3,0282 0,0249 0,82
Rata-Rata - - 0,805
Kadar abu dalam sampel tahu berasal dari kacang kedelai. Bila kadar abu tahu terlalu
tinggi, berarti telah tercemar oleh kotoran, misalnya tanah, pasir yang mungkin disebabkan oleh
cara penggunaan batu tahu yang kurang benar. Garam (NaCl) termasuk dalam kelompok abu,
namun keberadaannya dalam produk tahu merupakan hal yang disengaja dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas, daya tahan dan cita rasa. Selain garam, kadar abu yang diperbolehkan
ada dalam tahu adalah 1% dari berat tahu.
Perbandingan dengan kelompok lain yang menggunakan sampel sosis dan bakso
dihasilkan kadar abu sebanyak 0,3% dan 1,015%. Hal ini menunjukkan sampel bakso kurang
aman untuk dikonsumsi karena sudah terkontaminasi kotoran. Terbukti dari hasil kadar abu
yang lebih besar dari 1%. Sedangkan sosis dan tahu masih dalam batas aman untuk dikonsumsi
karena hasil kadar abu yang dibawah 1% atau tidak melebihi 1%.
IV.1.9. Analisis Kadar Karbohidrat (Gula Reduksi)
Hasil penetapan kadar karbohodrat dengan metode Luff Schrool pada sampel sirup
orange ditampilkan pada Tabel berikut :
Volume Faktor Kadar Gula
Sample Vol Penitar Vol Blanko
Sample (ml) Pengenceran Reduksi (mg)
Simplo 5 38,90 54 0,1 38,78
Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi
maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah: Sebagai
sumber kalori atau energy, sebagai bahan pemanis dan pengawet, Sebagai bahan pengisi dan
pembentuk, sebagai bahan penstabil, sebagai sumber flavor (karamel), dan sebagai sumber
serat (Winarno 2007).
Karbohodrat dalam sirup orange berasal dari penambahan gula yang digunakan sebagai
pemberi cita rasa manis. Gula berfungsi sebagai pelembab, jika dalam bentuk cair atau sirup.
Jika berbentuk kristal atau bubuk, gula berfungsi sebagai pengering. Gula juga berfungsi sebagai
pengharum kue, misalnya madu, karamel, atau brown sugar. Gula kristal yang halus, remah kue
akan makin mudah hancur. Sedang jika gula kristal yang kasar, akan menjadikan kue semakin
crispy (garing).
Kadar karbohidrat atau gula reduksi dari sampel sirup orange dihasilkan sebesar 38,78
mg, sedangkan untuk sampel madu dan sirup merah sebesar 12,5 mg dan 4,8 mg. Dapat diambil
kesimpulan bahwa sirup orange sangat manis dibandingkan dengan madu dan sirup merah
karena nilai gula reduksi yang sangat tinggi. Kadar gula yang dihasilkan oleh sirup orange
dihasilkan dari pengurangan volume blangko terhadap penitar yang mendapatkan hasil 15,1 mg.
Lalu melihat table Luff Schorll sehingga didapatkan kadar gula reduksi sebanyak 38,78 mg. Gula
reduksi memiliki batas standar dari SNI tahun 2004 yakni antara 60 – 65 % b/b. Jika ketiga
sampel tersebut dikonsumsi tidak secara berlebihan, maka tidak akan berbahaya dan
menimbulkan penyakit bagi tubuh manusia.
IV.1.10. Analisis Serat Kasar
Hasil penetapan kadar serat kasar pada sampel sawi hijau ditampilkan pada Tabel berikut :
Sample Bobot Sample (gr) Bobot Susut (gr) Kadar Serat Kasar (%)
Simplo 2,0637 0,0169 0,82
Serat kasar mengandung senyawaan selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti, yang disebut serat kasar adalah senyawaan yang tidak dapat dicerna
dalam organ pencernaan manusia atau binatang. Dalam analisa penuntun serat kasar
diperhintungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan
kondisi tertentu.
Dalam praktikum kali ini diperoleh kadar serat kasar sebesar 0,82%. Nilai tersebut
seharusnya yang paling tinggi jika dibandingkan dengan dua sampel lain yakni nanas dan wortel
yang memiliki kadar serat kasar sebesar 1,34% dan 0,23%. Keadaan sawi yang memiliki nilai
kadar serat kasar yang rendah disebabkan oleh perbedaan tingkat kematangan sampel, sumber
unsur hara, dan cara pemupukan sampel sehingga kadar serat kasar yang terkandung pun
menjadi berbeda – beda.
V. KESIMPULAN

V.1.1. Analisis Kadar Air

Kadar air tertinggi dimiliki oleh tahu sebesar 81,005%, lalu diikuti oleh sosis sebesar
76,85% dan yang terakhir adalah bakso dengan 65,47%.

V.1.2. Analisis Kadar Protein

Kadar protein tertinggi dimiliki oleh sosis sebesar 8,81%, lalu diikuti bakso sebesar 0,69%.
Tahu tidak dapat dihitung karena pengaruh formalin di dalamnya.

V.1.3. Analisis Sifat Fungsional Protein

Lemak yang paling sedikit berada di telur ayam kampung karena memiliki tinggi buih
sebesar 1 cm, lalu diikuti telur ayam ras dengan 0,75 cm dan yang terakhir adalah telur bebek
dengan 0,5 cm. Semakin tinggi/banyak buih, semakin sedikit lemak yang dihasilkan.

V.1.4. Analisis Kadar Lemak

Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh mentega sebesar 84,37%, lalu diikuti kacang tanah
sebesar 45,92% dan yang terakhir adalah meses cokelat dengan 16,89%.

V.1.5. Analisis Sifat Fisik Lemak

Sifat fisik lemak yang paling baik adalah minyak zaitun, diikuti minyak sawit segar dan yang
terakhir adalah VCO.

V.1.6. Analisis Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan tertinggi dimiliki oleh minyak zaitun sebesar 168,5 lalu diikuti minyak
sawit segar sebesar 171,743 dan yang terakhir adalah VCO dengan 220,9.

V.1.7. Analisis Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida tertinggi dimiliki oleh minyak jelantah dengan 49,68 lalu diikuti minyak
sawit segar dengan 5,98 dan yang terakhir adalah minyak goreng sekali pakai dengan nilai 0.

V.1.8. Analisis Kadar Abu

Kadar abu tertinggi dimiliki oleh bakso dengan 1,015%, lalu diikuti oleh tahu dengan
0,805% dan yang terakhir adalah sosis dengan 0,3%.

V.1.9. Analisis Gula Pereduksi

Gula pereduksi paling tinggi dimiliki oleh sirup orange dengan 38,78 mg, lalu diikuti oleh
sirup merah dengan 12,5 mg dan yang terakhir adalah madu dengan 4,8 mg.
V.1.10. Analisis Serat Kasar

Serat kasar paling tinggi dimiliki oleh nanas dengan 1,34% lalu diikuti sayur sawi hijau
dengan 0,82% dan yang terakhir adalah wortel dengan 0,23%.

VI. DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Makanan

http://eprints.ung.ac.id/3180/3/2012-1-1002-612309025-bab2-10082012043452.pdf

http://eprints.umm.ac.id/35368/3/jiptummpp-gdl-wiwikpurwa-48893-3-babii.pdf

https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59957/5/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka
.pdf

http://tentangpangan01.blogspot.com/2013/05/telur-dan-pengocokan.html
VII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai