Andreas Chandra
021147024
2019.1 / Jakarta
Universitas Terbuka
Mei – 2019
Serpong
I. PENDAHULUAN
Makanan merupakan bahan atau elemen yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang
apabila dikonsumsi akan menghasilkan energi dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Tanpa
makanan, sangat sulit bagi manusia untuk bisa melakukan aktivitas karena kekurangan energi.
Tubuh kita juga akan kekurangan nutrisi serta gizi yang dibutuhkan sehari – hari. Gizi tersebut
merupakan protein, karbohidrat dan lemak yang berasal dari makanan.
Dalam pangan, terdapat banyak gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan sebagainya. Umumnya, terdapat empat komponen utama yaitu air, karbohidrat,
lemak dan protein. Jumlah dan fungsi dari masing – masing komponen juga berbeda satu
dengan yang lainnya.
Selain memiliki gizi, setiap bahan pangan pasti memiliki sifat fisik, sifat kimiawi, sifat
biologis, serta mampu menimbulkan selera dan manfaat untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu,
analisis pangan dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah-kaidah fisik, kimiawi, biologis,
indra atau sensorik, dan nutrisi atau gizi untukmengetahui kualitas dan kelayakan bahan
pangan tersebut untuk dikonsumsi oleh manusia.
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat
basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air
berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air
mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan
makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi
antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah
diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut
(Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah,
misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat basah. Berat bahan
kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga
beratnya tetap (konstan). Pada proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak
dapat seluruhnya diuapkan (Kusumah, dan Andarwulan, 1989).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan
dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat 5 penting pada bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar
air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut,
kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) secara langsung menggunakan
zat kimia yang spesifik terhadap protein dan 2) secara tidak 14 langsung dengan menghitung
jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan (Sudarmadji, 1989).
Metode Kjeldahl Sejak abad ke-19, metode kjeldahl telah dikenal dan diterima secara
universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk makanan dan
produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode kjeldahl merupakan metode tidak
langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar (Sumantri,
2013).
Prinsip metode kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan bereaksi dengan asam
pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana
reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang
dikonversi. Tahapan kerja pada metode kjeldahl dibagi tiga yaitu:
a. Tahap Destruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran
Na2SO4 dan HgO. Ammonium sulfat yang terbentuk dapat bereaksi dengan merkuri oksida
membetuk senyawa kompleks, maka sebelum proses destilasi Hg harus diendapkan lebih
dahulu dengan K2S atau dengan tiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-ammonia pecah
menjadi ammonium sulfat, menggunakan 15 K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan
katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga dekstruksi berjalan lebih
cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan 24 titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih. Penggunaan selenium lebih reaktif
dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium mempunyai kelemahan yaitu karena
sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang, reaksi yang terjadi pada
tahap dekstruksi adalah: (CHON) + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4 Gambar 2.3 Alat Dekstruksi
(Sudarmadji, 1984).
b. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia
(NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak
terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar
maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan
ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai dalam jumlah berlebihan. Agar kontak
antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah: (NH4)2SO4 + 2NaOH
2NH3 + Na2SO4 + 2H2O 2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 25 (Sudarmadji, 1989).
c. Tahap Titrasi Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah
larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai larutan
asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali sedangkan 16 jika dipakai
larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung. Pada metode titrasi kembali, larutan
asam standar yang berlebihan setelah bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan
standar NaOH. Titrasi ini disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan
ammonia tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh
karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi menggunakan
NaOH (Sumantri, 2013). Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut: H2SO4 +
2NaOH Na2SO4 + 2H2O. Kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: 26 % N =
ml NaOH (blanko – sampel) berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100% Pada metode
titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia bereaksi dengan asam borat
menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral parsial. Garam tersebut dapat dititrasi
dengan larutan asam standar. Jumlah larutan asam yang diperlukan adalah proporsional
dengan jumlah ammonia yang bereaksi dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak
langsung karena ammonia ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak
langsung dengan titrasi dari garam asam borat. Jika pada titrasi langsung, analit akan langsung
bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak dimasukkan
dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: NH3 +
H3BO3 H2BO3 - + NH4 + H2BO3 - + H+ H3BO3, kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung
dengan rumus: % N = ml HCl (sampel – blanko) berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x
100% Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan suatu
faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini 17 tergantung pada persentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji, 1989).
Keuntungan menggunakan metode kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua
jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan
merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi
sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kelemahan menggunakan metode kjeldahl ini
adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein,
waktu yang diperlukan relatif lebih lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang
lemah, pereaksi yang digunakan korosif (Sumantri, 2013).
Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Biasanya energi yang dihasilkan per gram
lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau 1 gram
protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori (kal). Lemak dalam makanan merupakan
campuran lemak heterogen yang sebagaian besar terdiri dari trigliserida. Trigliserida disebut
lemak jika pada suhu ruang berbentuk padatan, dan disebut minyak jika pada suhu ruang
berbentuk cairan. Trigliserida merupakan campuran asam-asam lemak, biasanya dengan
panjang rantai karbon sebanyak 12 sampai 22 dengan jumlah ikatan rangkap dari 0 sampai 4.
Lemak makanan juga terdapat sejumlah kecil fosfolipid, sfingolipid, kolesterol dan fitosterol
(Budianto, 2009).
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid. Suatu
sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid (termasuk 20 lemak dan minyak) adalah
kelarutannya dalam pelarut organik (pelarut non polar) dan sebaliknya ketidaklarutannya
dalam pelarut dan pelarut polar lainnya. Trigliserida merupakan kelompok lipid yang terdapat
paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil
kondensasi dengan tiga molekul asam lemak. Secara umum, lemak diartikan sebagai triglierida
yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah
trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair (Sumantri, 2013).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Selain itu juga lemak dan minyak merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibanding denga karbohidrat dan protein. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang
disebut kolesterol. Sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992).
Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan
membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan,
telur, susu, kacang tanah dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang
biasanya termakan bersama bahan tersebut. Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak
tersembunyi. Sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan
nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (Winarno,
1992).
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat
pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu
garam organik dan anorganik. Garam organik misalnya garam-garam asam mallat, 28 oksalat,
asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
khlorida, sulfat dan nitrat (Sudarmadji,1984).
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen yang tidak
mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada
pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Nurilmala, 2006).
Semakin rendah kadar abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi
rendahnya kadar abu suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang
berbeda pada sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada
saat pembuatan (Sudarmaji, 1989).
Menurut Irawati (2008) penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan
yaitu sebagai berikut: 1. Menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan 2. Mengetahui
jenis bahan yang digunakan 3. Menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam
asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara analisis kimia sederhana
(Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Fraksi serat kasar
dapat diukur berdasarkan kelarutannya dalam larutan-larutan detergen, yaitu menggunakan
analisis Van Soest (Tillman et al., 1989). Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan
sistem analisis bahan makanan yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem
evaluasi nilai gizi hijauan.
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al., 1989). Bagi hewan
ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam rumen dan sebagai
bahan pengisi rumen, sedangkan bagi hewan-hewan monogastrik selulosa adalah komponen
yang tidak dapat dicerna. Meskipun bagi hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran
spesifik, namun keberadaannya penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap
pertambahan 1% serat kasar dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan
organiknya sekitar 0,7-1,0 unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).
III. METODE PRAKTIKUM
III.1.3. Analisis Kadar Lemak, Sifat Fisik Lemak, Bilangan Penyabunan dan Peroksida
a. Neraca analitik
b. Labu lemak 250 ml
c. Alat soxhlet
d. Pemanas listrik
e. Oven listrik 105 ° C
f. Penangas air
g. Kertas saring
h. Labu didih
i. Hexana
j. Pipa – pipa destilasi dan perangkat destilasi
k. Sampel (meses cokelat)
l. Sampel (minyak zaitun)
m. Erlenmeyer 300 ml
n. Pipet volume 25 ml
o. Buret 50 ml
p. Pendingin tegak
q. Penangas air
r. Gelas ukur 100 ml
s. Corong, pengaduk, botol timbang dan labu ukur 100 ml
t. KOH – Alkohol 0,5N, HCl 0,5N, Indikator PP
u. Larutan asetat, alcohol dan kloroform (20 : 20 : 55)
v. Larutan KI jenuh
w. Aqua dest
x. Larutan Natrium tiosulfat
y. Sampel (minyak jelantah)
a. Kompor listrik
b. Timbangan
c. Cawan tertutup
d. Desikator
e. Penjepit panas
f. Sampel (tahu)
a. Reagen kimia (Larutan Luff Schroll, Larutan KI 20%, Asam Sulfat 25%,
NaTiosulfat 0,1N, Indikator amilum 1%, Larutan HCL 3%, NaOH 30%)
b. Tabung reaksi
c. Erlenmeyer
d. Gelas ukur 500 ml
e. Neraca analitik
f. Pipet ukur 10 ml
g. Biuret
h. Hot plate
i. Corong
j. Sampel (sirup orange)
Perhitungan :
Destilasi
Perhitungan :
Ekstraksi
Didinginkan
Bobot Lemak
Kadar Lemak = x 100%
Bobot Sample
Perhitungan :
Perhitungan :
Perhitungan :
Perhitungan :
Cari endapan yang terdapat pada kertas saring berturut – turut dengan
H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%
Mengangkat kertas saring beserta isinya dan keringkan dalam oven pada
suhu 105oC lebih kurang 1,5 jam dan mendinginkannya dalam desikator
kemudian timbang sampai bobot konstan
Perhitungan :
Bobot Residu
Kadar Serat Kasar = x 100%
Bobot Sampel
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar air tertinggi dimiliki oleh tahu sebesar 81,005%, lalu diikuti oleh sosis sebesar
76,85% dan yang terakhir adalah bakso dengan 65,47%.
Kadar protein tertinggi dimiliki oleh sosis sebesar 8,81%, lalu diikuti bakso sebesar 0,69%.
Tahu tidak dapat dihitung karena pengaruh formalin di dalamnya.
Lemak yang paling sedikit berada di telur ayam kampung karena memiliki tinggi buih
sebesar 1 cm, lalu diikuti telur ayam ras dengan 0,75 cm dan yang terakhir adalah telur bebek
dengan 0,5 cm. Semakin tinggi/banyak buih, semakin sedikit lemak yang dihasilkan.
Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh mentega sebesar 84,37%, lalu diikuti kacang tanah
sebesar 45,92% dan yang terakhir adalah meses cokelat dengan 16,89%.
Sifat fisik lemak yang paling baik adalah minyak zaitun, diikuti minyak sawit segar dan yang
terakhir adalah VCO.
Bilangan penyabunan tertinggi dimiliki oleh minyak zaitun sebesar 168,5 lalu diikuti minyak
sawit segar sebesar 171,743 dan yang terakhir adalah VCO dengan 220,9.
Bilangan peroksida tertinggi dimiliki oleh minyak jelantah dengan 49,68 lalu diikuti minyak
sawit segar dengan 5,98 dan yang terakhir adalah minyak goreng sekali pakai dengan nilai 0.
Kadar abu tertinggi dimiliki oleh bakso dengan 1,015%, lalu diikuti oleh tahu dengan
0,805% dan yang terakhir adalah sosis dengan 0,3%.
Gula pereduksi paling tinggi dimiliki oleh sirup orange dengan 38,78 mg, lalu diikuti oleh
sirup merah dengan 12,5 mg dan yang terakhir adalah madu dengan 4,8 mg.
V.1.10. Analisis Serat Kasar
Serat kasar paling tinggi dimiliki oleh nanas dengan 1,34% lalu diikuti sayur sawi hijau
dengan 0,82% dan yang terakhir adalah wortel dengan 0,23%.
https://id.wikipedia.org/wiki/Makanan
http://eprints.ung.ac.id/3180/3/2012-1-1002-612309025-bab2-10082012043452.pdf
http://eprints.umm.ac.id/35368/3/jiptummpp-gdl-wiwikpurwa-48893-3-babii.pdf
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/59957/5/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka
.pdf
http://tentangpangan01.blogspot.com/2013/05/telur-dan-pengocokan.html
VII. LAMPIRAN