Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh pH pada Proses Reduksi Krom (VI) Menjadi Krom (III) Dengan Menggunakan Besi (II) Sulfat

(pH effect on Chrome (VI) Reduction To Chrome (III) With Iron (II) Sulphate)

Fransiska Firnindyta, Suhartana, Didik Setiyo Widodo


Kimia Anorganik, Jurusan Kimia Universitas Diponegoro, Semarang

Abstrak
Krom telah digunakan pada proses industri selama kurang lebih 200 tahun. Limbah krom
(VI) dapat berasal dari buangan laboratorium maupun dari limbah industri elektroplating, industri
penyamakan kulit, industri pigmen warna dan industri lainnya. Industri yang menghasilkan
limbah krom (VI) memerlukan penanganan khusus, diantaranya adalah dengan mereduksi krom
(VI) menjadi krom (III) sehingga tingkat toksisitasnya menjadi lebih rendah dan aman bagi
lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses reduksi krom (VI) dengan
besi (II) dan mengetahui pengaruh pH dan efektivitas pada reduksi krom (VI) menjadi krom (III).
Pengkajian reduksi krom (VI) menjadi krom (III) dilakukan dengan mencampurkan besi (II) sulfat
dan larutan kalium dikromat pada pH 2,3,4,5,6,7,8. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa besi
(II) sulfat dapat mereduksi krom (VI) menjadi krom (III) dalam suasana asam, netral maupun
basa, dan pH optimumnya adalah 3 dengan persentase rendemen 98,96% dan waktu reaksi
minimum selama 2 menit.
Kata kunci : Reduksi, krom, krom (VI), krom (III), besi (II) sulfat

I. PENDAHULUAN
Krom telah digunakan pada proses industri selama kurang lebih 200 tahun. Limbah krom
(VI) dapat berasal dari buangan laboratorium maupun dari limbah industri elektroplating, industri
penyamakan kulit, industri pigmen warna dan industri lainnya. Industri yang menghasilkan
limbah krom (VI) memerlukan penanganan khusus dalam proses pengolahannya, diantaranya
adalah dengan mereduksi krom (VI) menjadi krom (III) sehingga tingkat toksisitasnya menjadi
lebih rendah dan aman bagi lingkungan (Tzou et al, 2003)
Krom (VI) dikenal sebagai zat karsinogenik yang dapat merusak fungsi kerja DNA dalam
sel, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya mutasi pada makhluk hidup. Levina et al (2002)
menyatakan bahwa krom (VI) dapat diserap lewat mulut, kontak dengan kulit, dan pernapasan.
Krom (VI) dapat menyebabkan iritasi pada kult, kerusakan pada membran mukosa, ginjal,
saluran pencernaan dan hati. Sedangkan krom (III) memiliki toksisitas yang lebih rendah, dan
merupakan bentuk krom yang dibutuhkan tubuh (Arakawa et al, 2000).
Pengkajian reduksi krom (VI) menjadi krom (III) dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan besi (II) yang berasal dari besi (II) sulfat dan limbah krom (VI) diperoleh melalui
limbah artificial dari larutan kalium dikromat. Pada larutan kalium dikromat dilakukan
pengaturan pH 2,3,4,5,6,7,8 untuk mengetahui pengaruh pH pada proses reduksi yang terjadi.
Selanjutnya larutan kalium dikromat dan besi (II) sulfat dicampurkan dengan perbandingan
komposisi reaksi yang stoikiometris. Reaksi dilakukan dalam kondisi reaksi stoikiometris dengan
asumsi besi (II) akan mampu mereduksi semua krom (VI) menjadi krom (III) tanpa ada sisa,
sehingga akan diperoleh rendemen krom (III) yang besar.
Analisis krom (III) yang terbentuk dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan
metode spektrometri (Clesceri et al 1998). Pengukuran dilakukan dengan menambahkan indikator
diphenylcarbazide pada larutan kalium dikromat pH 2,3,4,5,6,7,8 dan nilai absorbansinya diukur
pada panjang gelombang maksimum 560 nm. Pengukuran dilakukan sebelum reaksi dan sesudah
reaksi. Selisih absorbansi sebelum dan sesudah reaksi menyatakan jumlah krom (VI) yang tidak
tereduksi dan nilainya sebanding dengan krom (III) yang terbentuk. Melalui variasi pengaturan
pH, dapat diketahui bagaimana pengaruh pH dan efektivitas pada proses reduksi krom (VI)
menjadi krom (III). Dari penelitian ini, diharapkan industri-industri yang menghasilkan limbah
krom (VI) akan mampu menangani pengolahan limbahnya dengan baik, sehingga tidak akan
mencemari lingkungan dan megakibatkan dampak terhadap kesehatan bagi makhluk hidup.

II. METODOLOGI

1. Proses reduksi krom (VI) menjadi krom (III)


Dua puluh mililiter larutan kalium dikromat 0,05 M diletakkan dalam gelas beker 250 mL,
kemudian diatur pHnya menjadi 2,3,4,5,6,7,8. Selanjutnya, sebanyak 120 mL larutan besi (II)
sulfat 0,05 M diletakkan dalam gelas beker 250 mL yang lain. Kemudian larutan besi (II) sulfat
dicampurkan ke dalam larutan kalium dikromat. Setelah itu dilakukan pengadukan dan pendiaman
selama 1 menit agar berlangsung proses reduksi. Kemudian ke dalam larutan itu dilakukan
penambahan 1 g natrium hidroksida yang telah dilarutkan dalam 13 mL akuades. Dilakukan
pendiaman selama 3 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan
endapannya. Kemudian filtrat dianalisis dengan spektrometri UV-VIS pada panjang gelombang
560 nm.

2. Penetapan konsentrasi krom


2.2.1 Pembuatan larutan standar krom
Sebanyak 141,4 mg kalium dikromat dilarutkan ke dalam 100 mL akuades. Kemudian dari
larutan induk ini dibuat menjadi konsentrasi 25 ppm, kemudian ditambah dengan 2 tetes asam
fosfat p.a dan asam sulfat p.a sampai pH nya mendekati 1, kemudian dilakukan penambahan 0,5
mL larutan diphenylcarbazide. Setelah itu dilakukan pendiaman selama 10 menit. Kemudian
larutan diencerkan menjadi konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, 4, 4,5, dan 5 ppm.

2.2.2 Penentuan panjang gelombang maksimum


Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi 25 mL
larutan standar krom 3 ppm yang telah ditambah dengan 2 tetes larutan asam fosfat p.a dan asam
sulfat p.a sampai pH nya mendekati 1. Kemudian dilakukan penambahan 0,5 mL larutan
diphenylcarbazide. Lalu dilakukan pendiaman selama 10 menit untuk proses pembentukan warna
yang tetap. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500, 510, 520, 530, 540,
550, 560, 570, dan 580 nm dengan menggunakan spektrometri UV-VIS. Data absorbansi yang
diperoleh kemudian dialurkan dalam kurva untuk melihat panjang gelombang maksimumnya.
Dari data absorbansi dan kurva, dapat diketahui bahwa panjang gelombang maksimumnya adalah
560 nm.

2.2.3 Pengukuran absorbansi larutan standar pada panjang gelombang maksimum


Sebanyak 25 mL larutan standar krom dengan konsentrasi 0,5, 1, 1,5, 2, 2,5, 3, 3,5, 4, 4,5,
dan 5 ppm masing-masing ditambah dengan 2 tetes asam fosfat p.a dan asam sulfat p.a sampai pH
nya mendekati 1. Kemudian dilakukan penambahan 0,5 mL larutan diphenylcarbazide. Lalu
dilakukan pendiaman selama 10 menit untuk proses pembentukan warna yang tetap. Kemudian
diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang maksimum, yaitu pada 560 nm menggunakan
spektrometri UV-VIS.

2.2.4 Penentuan konsentrasi krom (VI) awal


Satu mililiter larutan kalium dikromat 0,05 M yang telah diatur pH nya menjadi 2,3,4,5,6,7,8
diencerkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian dari labu takar ini, diambil 1 mL lagi, lalu
diencerkan ke dalam labu takar 50 mL. Selanjutnya dilakukan pengambilan sebanyak 25 mL dari
labu takar 50 mL untuk dianalisis. Kemudian dilakukan penambahan 2 tetes asam fosfat p.a dan
asam sulfat p.a sampai pH nya mendekati 1. Kemudian dilakukan penambahan 0,5 mL larutan
diphenylcarbazide. Lalu dilakukan pendiaman selama 10 menit untuk proses pembentukan warna
yang tetap. Selanjutnya larutan diukur dengan menggunakan spektrometri UV-VIS pada panjang
gelombang 560 nm.

5. Penentuan konsentrasi krom (VI) setelah bereaksi


Sebanyak 25 mL sampel pada pH 2,3,4,5,6,7,8 ditambah dengan 2 tetes asam fosfat p.a dan
asam sulfat p.a sampai pH nya mendekati 1. Kemudian dilakukan penambahan 0,5 mL larutan
diphenylcarbazide. Lalu dilakukan pendiaman selama 10 menit untuk proses pembentukan warna
yang tetap. Kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang maksimum, yaitu pada
560 nm dengan menggunakan spektrometri UV-VIS.
Penentuan prosentase rendemen dilakukan dengan mencari selisih antara krom (VI) awal
dengan krom (VI) yang tersisa kemudian dikalikan dengan 100%.
Dari data prosentase rendemen, akan dapat diketahui berapa pH optimum dalam reaksi reduksi
krom (VI) menjadi krom (III).

6. Penentuan waktu reaksi pada pH optimum


Dua puluh mililiter larutan kalium dikromat 0,05 M diletakkan dalam gelas beker 250 mL
kemudian diatur pH nya pada pH optimum. Selanjutnya, sebanyak 120 mL larutan besi (II) sulfat
0,05 M diletakkan dalam gelas beker 250 mL yang lain. Kemudian larutan besi (II) sulfat
dicampurkan ke dalam larutan kalium dikromat. Setelah itu dilakukan pengadukan dan pendiaman
selama 2 menit, 3 menit, 4 menit, dan 5 menit agar berlangsung proses reduksi. Kemudian ke
dalam larutan itu dilakukan penambahan 1 g NaOH yang telah dilarutkan dalam 13 mL akuades.
Dilakukan pendiaman selama 3 menit. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk memisahkan
filtrat dan endapannya. Kemudian filtrat dianalisis dengan spektrometri UV-VIS.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengkajian proses reduksi krom (VI) dalam penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan
krom (VI) dari larutan kalium dikromat dengan besi (II) dari larutan besi (II) sulfat. Penentuan
konsentrasi krom terdiri dari dua tahap, yaitu penentuan konsentrasi krom (VI) sebelum bereaksi,
dan penentuan konsentrasi krom (VI) setelah bereaksi.
3.1 Penentuan konsentrasi krom (VI) sebelum bereaksi
Tujuan dari penentuan konsentrasi krom (VI) sebelum bereaksi adalah untuk mengetahui
konsentrasi awal krom (VI) dalam larutan kalium dikromat dengan menggunakan metode
spektrometri (Clesceri et al, 1998). Metode spektrometri merupakan metode penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan berdasarkan intensitas warnanya dan instrumen yang digunakan
adalah spektrometri UV-Vis.
Menurut Svehla (1985) dan Clesceri et al (1998) senyawa yang bereaksi spesifik dengan
krom (VI) adalah diphenylcarbazide. Senyawa ini akan bereaksi dengan krom (VI) yang ada
dalam larutan kalium dikromat membentuk warna merah-ungu.
Sebelum dilakukan penambahan larutan diphenylcarbazide, larutan kalium dikromat
ditambah dengan 2 tetes asam fosfat p.a dan asam sulfat p.a sampai pH nya mendekati 1 . Fungsi
penambahan asam fosfat adalah untuk membentuk larutan buffer. Penambahan asam sulfat
p.a akan menyebabkan larutan bersifat asam (pH mendekati 1) dan dengan adanya larutan buffer,
meskipun dilakukan pengenceran berulangkali dalam proses pengamatan dengan menggunakan
spektrometri, tidak akan mempengaruhi pH secara signifikan. pH dijaga mendekati 1 karena
diphenylcarbazide bereaksi optimum pada pH mendekati satu.
Kemudian dilakukan penambahan 0,5 mL larutan diphenylcarbazide hingga terbentuk
kompleks yang berwarna merah-ungu, lalu dilakukan pendiaman selama 10 menit untuk
pembentukan warna yang sempurna. Nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 560 nm.
Untuk menentukan konsentrasi, pengolahan data-data pengukuran absorbansi larutan standar
dan sampel disajikan pada lampiran D.
Tabel 4.1: Data absorbansi larutan kalium dikromat awal
|pH |A1 |A2 |A rata-rata |
|2 |0,658 |0,663 |0,661 |
|3 |0,659 |0,661 |0,660 |
|4 |0,662 |0,663 |0,663 |
|5 |0,657 |0,661 |0,659 |
|6 |0,660 |0,658 |0,659 |
|7 |0,658 |0,663 |0,661 |
|8 |0,665 |0,664 |0,664 |

Keterangan:
A1 : Pengukuran absorbansi pertama
A2 : Pengukuran absorbansi kedua
Arata-rata : Pengukuran absorbansi rata-rata

Konsentrasi sampel sebelum dan sesudah perlakuan, ditentukan dengan persamaan yang diperoleh
sebagaimana disajikan dalam lampiran D, yaitu:
Y = 0,1719x – 0,0204 ................................................................................(15)
Persamaan 15 ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer pada persamaan 14 untuk
b = 1 cm. Dengan intrapolasi kurva standar, diperoleh pengukuran konsentrasi sampel-sampel,
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2: Konsentrasi krom sebelum bereaksi
|pH |A1 |A2 |A |C (ppm) |C x 5000 |
| | | |rata-rata | |(ppm) |
|2 |0,658 |0,663 |0,661 |3,724 |18618,383 |
|3 |0,659 |0,661 |0,660 |3,721 |18603,839 |
|4 |0,662 |0,663 |0,663 |3,735 |18676,556 |
|5 |0,657 |0,661 |0,659 |3,715 |18574,753 |
|6 |0,660 |0,658 |0,659 |3,715 |18574,753 |
|7 |0,658 |0,663 |0,661 |3,724 |18618,383 |
|8 |0,665 |0,664 |0,664 |3,749 |18749,273 |
Keterangan:
A1 : Pengukuran absorbansi pertama
A2 : Pengukuran absorbansi kedua
Arata-rata : Pengukuran absorbansi rata-rata
C : Konsentrasi krom yang dianalisis
C x 5000: Faktor pengali karena pengenceran sampel

3.2 Penentuan konsentrasi krom (VI) setelah bereaksi


Reaksi yang terjadi antara krom (VI) dengan besi (II) :

Cr2O72- + 6 e + 14 H+ 2Cr3+ + 7H2O E0 = + 1,33 V

6Fe2+ 6Fe3+ + 6e E0 = - 0,77 V

Cr2O72- + 14 H+ + 6Fe2+ > 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+ Esell = + 0,56 V


Dari reaksi diatas, didapatkan potensial sel yang berharga positif. Hal ini menunjukkan bahwa
reaksi bersifat spontan. Reaksi antara krom (VI) dengan besi (II) sulfat dilakukan dalam kondisi
stoikiometris (stoikiometric reaction). Tujuan pengkondisian ini adalah untuk mendapatkan
rendemen hasil yang besar.
Reaksi antara krom (VI) dengan besi (II) dilakukan selama 1 menit dan dihentikan dengan
penambahan larutan natrium hidroksida yang berlebih. Tujuan dari penambahan natrium
hidroksida adalah untuk mengendapkan Fe(III) dalam bentuk hidroksidanya, agar tidak
mengganggu pengamatan. Penambahan natrium hidroksida dibuat berlebih karena dalam
campuran terdapat ion krom (III) dan besi (III) yang semuanya akan mengendap setelah
penambahan natrium hidroksida. Menurut Svehla (1985), krom (III) akan mengendap pada pH 5,
sedangkan besi (III) akan mulai mengendap pada pada pH 3. Jadi dengan penambahan natrium
hidroksida yang berlebih, akan terjadi kompetisi reaksi pengendapan antara ion hidroksida dengan
krom (III) dan besi (III).
Reaksi:
Cr3+ + OH- > Cr(OH)3v Ksp= 2,9x10-29
Fe3+ + OH- > Fe(OH)3v Ksp= 3,8x10-38
Nilai Ksp besi (III) hidroksida jauh lebih kecil dibandingkan dengan krom (III) sehingga besi (III)
akan mengendap lebih dulu.
Tabel 4.3: Data absorbansi larutan kalium dikromat setelah bereaksi dengan pengenceran
sampel 1000 kali

|pH |A1 |A2 |A rata-rata |


|2 |0,252 |0,254 |0,253 |
|3 |0,224 |0,225 |0,225 |
|4 |0,321 |0,322 |0,322 |
|5 |0,467 |0,469 |0,468 |
|6 |0,543 |0,546 |0,545 |
|7 |0,614 |0,616 |0,615 |
|8 |0,748 |0,747 |0,748 |

Keterangan:
A1 : Pengukuran absorbansi pertama
A2 : Pengukuran absorbansi kedua
Arata-rata : Pengukuran absorbansi rata-rata

Berdasarkan data di atas, dapat diasumsikan bahwa semakin besar nilai absorbansi yang
terbaca, berarti sisa krom (VI) dalam campuran larutan krom (VI) dan besi (II) sulfat semakin
banyak. Hal ini disebabkan diphenilcarbazide hanya mampu mendeteksi keberadaan krom (VI).
Asumsi ini diperkuat dengan adanya perbedaan spektra UV-Vis dari diphenilcarbazide sebelum
dan sesudah bereaksi dengan krom (VI) yang terdapat pada lampiran F. Krom (VI) yang bereaksi
dengan diphenylcarbazide merupakan krom (VI) yang tidak tereduksi dalam proses reaksi reduksi-
oksidasi tersebut.
Untuk menentukan prosentase krom (VI) yang tereduksi, maka kita menggunakan rumus:

% rendemen= x 100%
Keterangan:
C awal = Konsentrasi krom (VI) awal
C akhir = Konsentrasi krom (VI) akhir

Tabel 4.4: Prosentase Rendemen krom (VI) yang tereduksi menjadi


krom (III)

|pH |Krom (VI) awal |Krom (VI) akhir |% Rendemen |


| |C x 5000 |C x 1000 | |
|2 |18618,383 |1353,112 |92,72 |
|3 |18603,839 |1187,318 |93,25 |
|4 |18676,556 |1751,599 |90,62 |
|5 |18574,753 |2603,839 |85,98 |
|6 |18574,753 |3048,866 |83,59 |
|7 |18618,383 |3458,988 |81,42 |
|8 |18749,273 |4229,785 |77,42 |

Keterangan:
C x 5000 dan C x 1000: Faktor pengali karena pengenceran sampel

Berikut ini adalah grafik hubungan antara pH dengan rendemen yang terbentuk:
Grafik 4.1: Grafik hubungan antara pH-rendemen
Dari grafik di atas, reduksi krom (VI) menjadi krom (III) paling baik terjadi pada pH 3.
Reaksi antara krom (VI) dengan besi (II):
Cr2O72- + 14 H+ + 6Fe2+ > 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+
Dari persamaan reaksi di atas, dapat diasumsikan bahwa semakin banyak jumlah H+ yang
berada dalam larutan tersebut, maka akan membuat reaksi lebih cepat bergeser ke arah
pembentukan krom (III). Tetapi pada penelitian ini, pH optimumnya terjadi pada pH 3, bukan
pada pH yang lebih asam, yaitu pH 2. Hal ini disebabkan karena semakin asam kondisi suatu
larutan, maka konsentrasi ion H+ dalam larutan itu akan semakin pekat dan hal itu akan
berpengaruh terhadap mobilitas ion H+ dalam larutan tersebut. Ion H+ yang ada dalam larutan
berasal dari disosiasi air dan disosiasi asam sulfat. Reaksi:

H2O H+ + OH-

H2SO4 2H+ + SO42-


Pada larutan yang sangat pekat, jumlah H+ yang ada dalam larutan lebih banyak
dibandingkan dengan larutan yang encer, akan tetapi karena jumlah ion H+ nya sangat besar,
justru akan membuat ion H+ itu menjadi tidak bebas bergerak dibandingkan dengan larutan yang
lebih encer.
Pada pH basa, reduksi krom (VI) dengan besi (II) dapat terjadi. Akan tetapi rendemen yang
dihasilkan tidak sebanyak pada pH asam. Hal ini disebabkan pada pH basa jumlah H+ yang
dihasilkan sangat sedikit, sehingga reaksi tidak berjalan dengan optimal.
Pengaruh waktu dalam reaksi reduksi krom (VI) menjadi krom (III) pada pH optimum, yaitu
pada pH 3 dapat dilihat dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5: Hubungan antara waktu pada pH optimum dengan prosentase rendemen yang
terbentuk

|t (menit) |A awal |C awal |A akhir |C akhir |% rendemen |


|1 |0,66 |18603,839|0,225 |1187,318 |93,25 |
|2 |0,66 |18603,839|0,683 |192,585 |98,96 |
|3 |0,66 |18603,839|0,246 |65,619 |99,65 |
|4 |0,66 |18603,839|0,216 |28,447 |99,84 |
|5 |0,66 |18603,839|0,106 |4,951 |99,99 |
|Keterangan: | |
|t = 1 menit, pengenceran |
|1000X |
|t = 2 menit, pengenceran 50X|
|t = 3 menit, pengenceran 50X|
|t = 4 menit, pengenceran 25X|
|t = 5 menit, tanpa |
|pengenceran |

Reaksi reduksi-oksidasi pada penelitian ini bersifat spontan, sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk terjadinya reaksi relatif singkat. Dari tabel di atas terlihat bahwa waktu
minimum reaksi reduksi krom (VI) menjadi krom (III) pada pH optimum adalah selama 2 menit.
Berikut ini adalah grafik hubungan antara waktu pada pH optimum dengan prosentase
rendemen yang terbentuk.
Grafik 4.2: Hubungan antara waktu pada pH optimum dengan prosentase rendemen
yang terbentuk

Pada grafik di atas, terjadi peningkatan yang cukup tajam sewaktu reaksi berjalan dari
waktu 1 menit ke 2 menit. Hal ini berkaitan dengan laju reaksi reduksi krom (VI) menjadi krom
(III). Ketika reaksi mulai berjalan menuju menit kedua, masih ada krom (VI) yang belum
tereduksi dalam larutan, sehingga besi (II) akan terus memberikan elektronnya kepada krom (VI)
agar dapat tereduksi menjadi krom (III). Namun pada menit ketiga, laju reaksinya menjadi lebih
lambat, karena hampir semua krom (VI) sudah tereduksi menjadi krom (III) dan besi (II) dalam
larutanpun sudah teroksidasi menjadi besi (III). Saat reaksi menuju menit keempat dan kelima,
reaksi reduksi krom (VI) menjadi krom (III) sudah berlangsung secara sempurna. Hal ini
ditunjukkan dengan perolehan rendemen yang mendekati 100 %.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Besi (II) sulfat dapat mereduksi krom (VI) menjadi krom (III) dalam suasana asam, netral
maupun basa.
2. pH optimum proses reduksi krom (VI) menjadi krom (III) dengan menggunakan besi (II)
sulfat adalah pH 3 dengan presentase rendemen 98,96% dan waktu minimal 2 menit.

V. DAFTAR PUSTAKA

Adeniji, A., 2004, “Bioremidiation Of Arsen, Chromium, Lead, and Mercury”, National Network
of Environmental Management Studies Follow
Ahmad, H., 1992, “Elektro Kimia & Kinetika Kimia”, Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Arakawa, H., Ahmad, R., Naoui, M., dan Heidar-Tajmir-Riahi, 2000, “A Comparative Study Of
Calf Thymus DNA Binding to Cr(III) and Cr(VI) Ions”, J. Biol Chem Vol 275, Issue 14,
10150-10153
Arsyad, M.N., 2001, “Kamus Kimia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Basset, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J., 1994, “Quantitative Inorganic Analysis
Including Elementary Instrumental Analysis Edisi ke-4”, London: Longman Group
Clark, J.,2003, “Chromium”, Diakses dari http://www.chemguide.book.co.uk.,
15 November 2007
Clesceri, L.S, Greeberg, A.E., dan Eaton A.D., 1998, “Standard Methods for The Examination of
Water And Waste Water 20th Edition”, American Public Health Association
Earry, L.E., dan Phanpat Ray, 1991, “Chromate Reduction By Subsurface Soils Under Acidic
Conditions”, Soil. Sci. Soc. Am. J. 55:676-683
Gunawan, Rahmanto, W.H., Suhartana, Haris, A., dan Sriyanti, 1996, “Pengolahan Limbah Krom
(VI) pada pabrik penyamakan kulit dengan menggunakan besi bekas”, Laporan Penelitian,
Semarang: Universitas Diponegoro
Khopkar, SM., 1994, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, Jakarta: UI Press
Levina A., Rachel, C., Carolyn, T., dan Petter, A., 2006, “Chromium In Biology: Toxycology and
Nutritional Aspect”, John Willey and Sons, Inc. ISBN 0-471-26534-9
Mulyono, HAM., 2006, “Kamus Kimia”, Jakarta: PT Bumi Aksara
Pudjaatmaka, AH., 2002, “Kamus Kimia”, Jakarta: Balai Pustaka
Reddy, R.K., dan Chintamreddy, S., 1999, “Electrokinetic Remidiations of Heavy Metal
Contaminated Soils Under Reducing Environment”, Waste Management 19, 269-282
Rivai, H., 1995, “Asas Pemeriksaan Kimia”, Jakarta: UI Press
Sastrohamidjojo, 2001, “Spektroskopi”, Liberty, Yogyakarta,
Sertifikat ISO 9001:2000 diakses dari http://www.caledonlabs.com /upload /msds
/75532_LC13655_1,5-Diphenylcarbazide.pdf, tanggal 30 Juli 2008
Suciu, D.F., Wikoff, P.M., Beller, J.M., dan Carpenter, C.J, 1998, “Process for Sodium
Sulfide/Ferrous Sulfate Treatment of Hexavalent Chromium and Other Heavy Metals”,
United States Patent 500859
Svehla, G., 1979, “Textbook Of Macro And Semimicro Qualitative Inorganic Analysis”, London:
Longman Group
Thomas, H.E, Chiachen, C., dan Samuel, J.T., 2007, “Inhibited Cr (VI) Reduction by Aqueous
Fe(II) under Hyperalkaline Conditions”, INIST-CNRS
Tzou, Y.M., Loeppert, R.H., dan Wang, M.K., 2003, “Light Catalized Chromium (VI) Reduction
by Organic Compounds and Soil Minerals”, J. Environ. Qual. 32:2076-2084

Anda mungkin juga menyukai