Metode istinbath hukum termasuk ke dalam pembahasan ushul fiqh yang mana terdapat pembahasan tentang dalil dan yang berkaitan dengannya. Mencakup apa saja yang dapat dijadikan sebagai dalil, baik yang disepakati maupun yang masih diperdebatkan. Pembahasan hukum dan yang berkaitan dengannya. Mencakup pembahasan pengertian hukum syariat, jenis-jenis hukum syariat, tujuan (maqashid) hukum syariat, rukun-rukun hukum mencakup al hâkim (siapa yang berhak menjadi sumber hukum), mahkum fih, dan mahkum alaih. Urgensitas dalam mempelajari Metode Istinbath Hukum ialah menangkap pesan-pesan yang disampaikan Allah melalui perantara Nya yaitu Al-Qur'an dan sunnah yang mana berhubungan dengan amaliyah kehidupan sehari-sehari , hubungan antara makhluk dengan sang Kholiq, dan bukan pada masalah aqidah . Manusia dengan potensi akal yang diberikan oleh Allah SWT, akan menemukan/mengkreasi hal-hal baru. Banyak permasalahan yang terjadi saat ini tidak terjadi pada masa Rasulullah, sehingga fenomena ini disebut dengan masalah kontemporer. Tentu saja umat Islam memerlukan jawaban konkrit terkait dengan permasalahan hukum yang sifatnya kontemporer artinya kasus atau peristiwa masa kini yang belum terdapat penjelasannya secara tegas dalam al Quran dan as-Sunnah serta belum dibahas status hukumnya olah para ulama di masa lalu . Adapun guna mempelajari Metode Istinbath Hukum adalah untuk mengetahui alasan-alasan terhadap hukum yang ditetapkan, Untuk mengetahui posisi hukum yang ditetapkan, Untuk mengetahui proses penetapan hukum, Untuk menelusuri metode istinbath yang dipakai oleh para ulama dalam menetapkan hukum, dan Sebagai solusi bagi persoalan-persoalan yang belum ada hukumnya.
URGENSI MEMPELAJARI PEMBAHASAN QATH'I DAN ZHANNI
Dalam perspektif ushuliyah konsep qath’iy dan zhanniy adalah salah satu perangkat untuk melihat dan memastikan sesuatu muatan hukum yang ditunjukkan oleh nash. Dalam pandangan ulama kedudukan urgensitas qath’iy dan zhanniy adalah untuk melihat segi eksistensi nash dan segi dilalahnya sebagai landasan penetapan hukum. Dari segi eksistensinya, semua nash al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir adalah digolongkan kepada Qath’iy al-tsubut atau qath’i al-wurud. Sementara hadits-hadits Ahad dan masyhur, karena ia tidak mencapai tingkat mutawatir, maka ia digolongkan kepada zhanniy al-wurud. Nash-Nash yang digolongkan kepada qath’i al-tsubut adalah nash yang keberadaannya pasti dan tidak boleh mengingkarinya. Sementara nash digolongkan kepada zhanniy al-wurud adalah nash-nash yang keberadaannya, boleh jadi, diperdebatkan oleh kalangan Ulama. Kemudian, nash dari segi dilalahnya dapat dibedakan kepada Qath’iy al dilalah dan zhanniy al-dilalah.