PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menganalisis data curah hujan untuk PT. PANCA LOGAM NUSANTARA?
2. Bagaimana rancangan sistem penyaliran yang sesuai untuk PT. PANCA LOGAM
NUSANTARA?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis data curah hujan di PT. PANCA LOGAM NUSANTARA.
2. Untuk mengetahui rancangan sistem penyaliran yang sesuai untuk PT. PANCA
LOGAM NUSANTARA.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian yang penulis lakukan,
adalah sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di bangku perkuliahan, serta
menambah pengetahuan praktis mengenai kegiatan penambangan terutama
mengenai perencanaan dan perancangan tambang khususnya pada sistem
penyaliran tambang sebagai bekal di dunia kerja nantinya.
2. Memberikan masukan kepada perusahaan tentang rancangan sistem penyaliran
tambang yang baik dan benar sesuai dengan lokasi penelitian, sehingga
penanganan masalah air di lokasi penambangan nantinya akan dapat dilakukan
dengan baik dan kegiatan penambangan dapat berlangsung dengan aman dan
lancar.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2.2 Sistem Penyaliran Tambang
Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang
terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan penyaliran tambang
adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah,
mengeringkan dan mengeluarkan air yang masuk di daerah penambangan agar tidak
mengganggu aktivitas penambangan.
Sumber air yang muncul di daerah penambangan dapat berasal dari air
permukaan maupun air bawah tanah. Air permukaan meliputi air limpasan permukaan,
air sungai, rawa, danau, air buangan, dan mata air. Sedangkan air bawah tanah
meliputi air tanah dan air rembesan.
a. Saluran Penyaliran
Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk
penampungan saluran, umumnya dipilih berdasarkan debit total air yang mengalir, tipe
material serta kemudahan dalam pembuatannya dan harus dapat menampung debit
air limpasan maksimum selama periode ulang hujan yang terjadi.
Berbagai bentuk rancangan saluran penyaliran diantaranya adalah persegi
panjang, segitiga, atau trapesium. Bentuk saluran penyaliran ini disesuai dengan
beberapa faktor, yaitu jenis tanah, kekekaran tanah, kemampuan menampung debit
air limpasan, dinding saluran harus kuat agar tidak terjadi penggerusan akibat aliran
air.
b. Pemompaan
Pompa dalam penyaliran berfungsi untuk memindahkan atau mengeluarkan air
dari tambangke kolam penampungan kemudian disalurkan keluar tambang menuju
settling pond.
Pada umumnya jenis pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal karena
fluida yang dialirkan adalah air yang bercampur dengan lumpur, dimana pompa
tersebut bisa beroperasi dengan head yang tinggi.Pompa ini bekerja berdasarkan
putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat
gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat ke arah lubang
pengeluaran pompa.
4
c. Head Pompa
Dalam pemompaan dikenal dengan istilah julang (head), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit
air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut.
d. Debit Pompa
Untuk memperkirakan debit pemompaan menggunakan cara perhitungan
volume parit aliran yang berbentuk persegi panjang, dengan perhitungan panjang rata-
rata persegi panjang, lebar rata-rata persegi panjang, dan kedalaman rata-rata pada
parit aliran. Sehingga didapatkan volume air keluar yang digunakan untuk menghitung
debit pengeluaran pada pompa, setelah itu menguji kecepatan aliran pada parit
penyaliran menggunakan pelampung yang dibatasi dengan jarak dan waktu tempuh.
Debit pengeluaran pompa menggunakan rumus :
Vrata-rata = P × L × T
Keterangan :
Vrata-rata = Volume rata-rata parit aliran (m3)
P = Panjang rata-rata parit aliran (m)
L = Lebar rata-rata parit aliran (m)
T = Kedalaman rata-rata parit aliran (m)
Setelah menghitung volume rata-rata, maka debit pengeluaran pompa dapat
dihitung menggunakan rumus :
Volume rata−rata
Q=
waktu rata−rata(t )
Keterangan :
Q = Debit pemasukan air tanah (m3/dtk)
t = Waktu tempuh (detik) (Yustinus Hendra W. 2014)
Air tambang yang tidak ditanggulangi dengan baik, dapat mengganggu operasi
penambangan. Salah satu kegiatan tambahan pada usaha penambangan adalah
penyaliran yang berfungsi untuk mencegah masuknya air (Mine Drainage) dan
mengeluarkan air yang telah masuk daerah penambangan (Mine Dewatering).
Kemajuan tambang menyebabkan sistem penyaliran ikut berubah dan debit air yang
5
harus ditanggulangi semakin besar, sehingga jumlah pompa yang harus dioperasikan
menjadi bertambah. Minimalisasi jumlah pompa dapat dilakukan dengan
memaksimalkan upaya pencegahan terhadap air tambang yang berasal dari air
permukaan tanah. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan penambahan
pembuatan saluran terbuka (Prayuditha, M.F., 2013)
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penyaliran pada
tambang terbuka adalah:
1. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas,
dinyatakan dalam milimeter. Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar
hujan. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan
air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah
yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Perhitungan curah
hujan menggunakan persamaan Gumbel, sebagai berikut:
S
Xt = X + Sn (Yt – Yn)
Keterangan:
Xt = Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm/hari)
∑ CH = Jumlah curah hujan maksimum (mm/hari)
n = Banyak data
6
curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m 2 dengan
ketinggian 1 mm.
Metode perhitungan untuk menetukan intensitas hujan menggunakan metode
Mononobe sebagai berikut:
R 22 24 23
I= ( ¿
24 t
Keterangan: R₂₄ = Curah hujan perhari (24 jam)
T = Waktu Konsentrasi (jam)
3. Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah suatu area ataupun daerah
yang batas wilayah tangkapan hujan ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi yang
mengelilinginya sehingga membentuk suatu poligon tertutup, dengan pola yang
disesuaikan menurut kondisi topografi dan mengikuti arah aliran air.
4. Debit Limpasan
Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang bergerak dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah sebelum mencapai saluran.
Debit limpasan yang akan masuk ke pit dihitung dengan menggunakan parameter
waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, koefisien air limpasan dan catchment area.
Untuk mengetahui besarnya debit air limpasan maka perhitungan debit air limpasan
menggunakan persamaan rasional.
Q = 0,278 × C × I × A
Keterangan: Q = Debit air limpasan maksimum (m 3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km²)
5. Debit Air Tanah
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan air
tanah yang sulit diatasi. Untuk menghitung debit air tanah adalah sebagai berikut:
L
Q=h×
∆H
Keterangan: Q = Debit air tanah (m3/s)
h = Kenaikan permukaan air tanah (m)
L = Luas permukaan (m2)
7
∆H = Waktu pengamatan perubahan air (jam)
6. Saluran Penyaliran
Menurut asalnya saluran dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: saluran penyaliran
alami dan saluran penyaliran buatan. Untuk menghitung dimensi saluran adalah
dengan rumus Robert Manning:
1
𝑄= × 𝑅2/3 × 𝑆1/2 × 𝐴
n
Keterangan: Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik = A/P (m)
S = Gardien (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran Manning
7. Head (julang) Pemompaan
Head (julang) adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah
air seperti yang direncanakan. Head total pompa ditentukan dari kondisi instalasi yang
akan dilayani oleh pompa tersebut.
Head Total = Hs + Hv + Hf1+ Hf2)
Keterangan:Ht = Head total (m)
Hs = Head statis (m)
Hv = Head kecepatan (m)
Hf1 = Head gesekan (m)
Hf2 = Head belokan (m)
8. Pompa
Pompa adalah peralatan mekanis untuk mengubah energi mekanik dari mesin
penggerak pompa menjadi energi tekan fluida yang dapat membantu memindahkan
fluida ke tempat yang lebih tinggi elevasinya. Untuk menghitung debit aktual pompa
dapat menggunakan persamaan Xray berikut:
d2 X
𝑄 = 3,14 × ×
4 √2 Y / g
Keterangan:Q = Debit pompa (m3/det)
X = Panjang stick horizontal (cm)
Y = Tinggi stick vertikal (cm)
g = Gravitasi (9,8 m/s2)
8
d = Diameter pipa (cm) (Rahmadi Siahaan, dkk. 2017)
9
Putri Y.E., 2014 mengungkapkan bahwa dalam penentuan koefisien limpasan,
beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah :
1)Kerapatan Vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil,
karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenan tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi nilai C
yang besar.
2)Tata Guna Lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya
padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya
menjadi limpasan permukaan.
3)Kemiringan Tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C yang
kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam untuk
keadaan yang sama.
Tabel 2.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan
10
Saluran terbuka berfungsi sebagai wadah untuk mengalirkan fluida atau air
limpasan yang jatuh ke permukaan tanah menuju ke suatu tempat tertentu. Kapasitas
debit saluran terbuka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning yaitu:
(Subiakto, dkk., 2016)
Q = 1/n × R2/3 × S1/2 × A
Keterangan : Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning
Tabel 2.2 Koefisien Kekasaran Dinding Saluran untuk Persamaan Manning
Bahan dinding saluran Koefesien Manning (n)
Besi tulang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran betin 0.013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,040
Sumber : Triatmodjo B., 1996
11
BAB III
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
12
Pembahasan mengenai geomorfologi daerah penyelidikan meliputi penjelasan
pembagian satuan geomorfologi; uraian tentang sungai pada daerah penyelidikan
termasuk jenis pola aliran sungai, klasifikasi sungai, tipe genetik dan stadia sungai.
Pembentukan bentang alam dari suatu daerah merupakan hasil akhir proses-
proses geomorfologi yang bekerja. Proses tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan, baik secara fisik maupun secara kimia pada permukaan bumi. Bentuk
bentangalam yang dihasilkan akan bervariasi, yang kemudian dapat diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik hasil bentukan dari proses geomorfologinya.
Pada dasarnya pembagian satuan geomorfologi digunakan untuk
mengelompokkan kesamaan aspek pada suatu lahan yang memiliki kesamaan cirri fisik
tertentu.
Pengelompokkan bentang alam menjadi satuan-satuan geomorfologi
berdasarkan beberapa faktor melalui tiga pendekatan yaitu : pendekatan genetik,
bentuk dan parametris.
Pendekatan genetik yaitu berdasarkan asal usul pembentukan atau proses yang
membentuk bentangalam di permukaan bumi, dengan proses pembentukan yang
dikontrol oleh proses eksogen, proses endogen serta proses ekstra terrestrial.
Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan genetik dikemukakan dalam Van
Zuidam, 1985 dalam sistem klasifikasi ITC (International Terrain Classification).
Adapun klasifikasi dari berdasarkan genetik tersebut adalah:
Tabel 3.1 Klasifikasi satuan bentangalam berdasarkan genetik pada sistem ITC (Van
Zuidam, 1985)
No Bentuk Warna
1 Struktural ungu
2 Vulkanik Merah
Denudasion
3 Coklat
al
4 Marine Hijau
5 Fluvial Biiru
6 Glasial Tua
Biru
7 Karst Muda
Orange
8 Eolian Kuning
13
Pendekatan bentuk yaitu didasarkan pada bentuk permukaan bumi yang
dijumpai di lapangan yakni berupa topograpi pedataran, bergelombang, perbukitan
dan pegunungan. Adapun aspek bentuk ini perlu memperhatikan parameter dari
setiap topografi seperti bentuk puncak, bentuk lereng, bentuk lembah. Pendekatan
parametris yaitu didasarkan pada beberapa parameter geomorfologi yang bisa diukur.
Unsur tersebut terdiri atas ketinggian, luas, relief, sudut lereng, kerapatan sungai,
tingkat erosi dan sebagainya. Pendekatan parametris yang digunakan untuk penentuan
satuan bentang alam yaitu persentase kemiringan lereng dan beda tinggi. Klasifikasi
kemiringan lereng yang digunakan yaitu menurut Van Zuidam, 1985. Adapun klasifikasi
tersebut dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.2 Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi
(Van Zuidam ,1985)
Sudut lereng Beda Tinggi
Satuan Relief
(%) (meter)
Datar atau hampir datar 0-2 <5
Bergelombang/ miring landai 3–7 5 – 50
Bergelombang/ miring 8 – 13 51 – 75
Berbukit bergelombang/ miring 14 – 20 76 – 200
Berbukit tersayat tajam/ terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan tersayat tajam/ sangat 55 – 140 500 – 1000
tajam
Pegunungan/ sangat curam > 140 > 1000
14
b. Stratigrafi
Pengelompokkan dan penamaan dari satuan batuan didasarkan atas
litostratigrafi tidak resmi dengan mengacu pada ciri fisik yang dapat diamati di
lapangan yang meliputi jenis batuan, dominasi batuan, keseragaman ciri litolog, posisi
stratigrafi dan hubungan antara satu batuan dengan satu batuan yang lain serta dapat
dipetakan pada skala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka daerah penyelidikan dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) satuan batuan dari yang termuda hingga yang tertua yaitu Satuan
lempung-pasir kerikilan, Satuan batulempung pasiran dan Satuan batuan metamorf.
1. Satuan Endapan Kuarter
Endapan ini terdiri dari endapan-endapan lepas lempung berpasir sampai pasir
berkerikil yang membentuk struktur berlapis dan bergradasi normal. Fragmen-
fragmen lepas berukuran kerakalberangkal dan dominan kerikil-pasir kasar berupa
fragmen kuarsit, batuan terkersikan, mineral kuarsa, mineral mika, mineral
hematit, ilmenit, titanit dan mineral logam berat lainnya yang mengambang di
dalam matriks berukuran pasir sedang – lempung berwarna coklat kehijauan.
Beberapa singkapan memperlihatkan ketebalan yang bervariasi antara 20 cm – 8
meter. Endapan ini diperkirakan merupakan hasil dari proses pengendapan aluvial
purba berarus kuat dengan arah relatif barat-timur. Endapan semacam ini sering
disebut paleoaluvial yang terbentuk pada Zaman Kuarter dan endapan aluvial
resen yang berada di sekitar sungai. Endapan paleoaluvial terbentuk karena
adanya arus transportasi yang kuat melewati penghalang berupa barisan
gelombang di perbukitan bagian barat dan selatan daerah penyelidikan telah
mengakibatkan fragmen-fragmen kerikil-berangkal pada bagian muka (front) dan
didominasi oleh endapan-endapan pasirkerikil pada bagian belakang (back) lensa
pengendapan. Arus kuat yang berakibat gaya turbulensi serta putaran memusat
menyebabkan mineral-mineral logam berat banyak terendapkan. Satuan ini
melampar ±60 % dari daerah penyelidikan.
2. Satuan batu lempung pasiran
Satuan ini dicirikan oleh sifat fisik berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu
gelap, bersifat lempungan, tekstur klastik, mud supported, sortasi baik, kemas
terbuka, berstruktur gradasi normal. Anggota satuan batuan ini merupakan
batulempung dengan susunan fragmen batupasir, kuarsa konglomeratan, dan
15
batulempung pasiran yang berukuran pasir sedang sampai kerikilan, bentuk butir
membundar tanggung sampai membundar, tersusun sehingga membentuk
struktur gradasi normal yang mengambang di dalam matriks lempung berwarna
abu-abu sampai abu-abu gelap. Satuan ini melampar ±20 % dari daerah
penyelidikan.
3. Satuan Batuan Metamorf
Satuan ini dicirikan oleh sifat fisik berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu
kehitaman, bersifat brittle dan dengan tekstur foliasi, berstruktur genesan sampai
sekisan, berukuran butir lempung sampai dengan pasir, tekstur foliasi, secara
dominan tersusun oleh mineral mika yang kadang memperlihatkan pola struktur
augen kuarsa berukuran kerikilan. Sebagian anggota pada satuan ini mengalami
proses pengersikan pada batuan induk. Pada bagian paling atas dari satuan ini
terdapat hornfels berwarna merah dengan urat-urat kuarsa warna putih susu yang
tidak termineralisasi. Satuan ini merupakan satuan batuan tertua pada daerah
penyelidikan yang berumur Pra Tersier. Satuan ini melampar ±20 % dari daerah
penyelidikan.
c. Struktur dan Tektonik
Daerah penyelidikan termasuk bagian dari sistem pola Struktur Patahan
Bungku yang memanjang arah relatif barat-barat laut – timurtenggara. Struktur
patahan ini membentuk Pola Antiklinorium Lemah Langkowala dengan orientasi Sumbu
antiklin-sinklin berarah relatif utara-selatan. Struktur geologi tersebut diketahui
berdasarkan pengamatan data lapangan.
Hal ini dapat dibuktikan di lapangan melalui perlapisan endapan Kuarter yang
membentuk arah perlapisan relatif utara-selatan. Pada bagian barat daerah
penyelidikan terlihat beberapa perlapisan dengan kemiringan lapisan yang landai atau
sekitar 10˚.
3.1.4 Hidrologi (Debit Air)
Daerah aliran sungai yang ada di sekitar wilayah Izin Usaha Pertambangan PT.
Panca Logam Nusantara terdiri atas sungai Watu-watu dengan sejumlah anak
sungainya dan Sungai Langkowala. Kedua sungai ini melintasi wilayah IUP PT. Panca
Logam Nusantara, sungai-sungai ini ditemukan dalam kondisi sudah tidak mengalir
karena adanya sedimen dan endapan lumpur dari hasil pendulangan emas oleh
pertambangan rakyat. Dalam musim kemarau kondisi debit air di sungai Lasangi dan
16
Watu-watu mengalami penurunan secara drastic dengan laju aliran relative kecil dan
hanya terjadi genangan-genangan pada daerah cekung dan bahkan sebagai besar
anak sungai disekitarnya mengalami kekeringan.
3.1.5 Keadaan Biofisik
Jenis flora yang ada di kawasan Izin Usaha Pertambangan PT. Panca Logam
Nusantara pada umumnya padang rumput yang didominasi oleh spesies alang-alang
yang menempati di bagian tengah kawasan. Sedangkan sebagian lainnya yaitu
merupakan hutan campuran yang tumbuh pada sekitar sungai. Jenis tumbuhan yang
ada antara lain terdiri dari spesies Akasia, Jambu mete, Longkida, Kalaube, Bambu,
Rumbia dan asam pada berbagai ukuran dan beberapa spesies tumbuhan bawah
antara lain Dodai. Jumlah individu setiap jenis juga relatif sedikit, kecuali alang-alang.
Komposisi vegetasi seperti ini menunjukkan bahwa kondisi habitat kurang mendukung
bagi pertumbuhan beragam spesies tumbuhan karena tingkat kesuburan yang rendah.
Fauna yang ada dilokasi adalah babi hutan, rusa, pipit, katak, ular, biawak dan
monyet. Daya dukung habitat terutama sebagai sumber makanan untuk berbagai
spesies fauna sangat kurang, sehingga spesies-spesies yang hidup sebagian besar
adalah pemakan rumput (alang-alang).
3.1.6 Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan emas dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu:
1. Tambang hidrolik/semprot
Material/ore dari front kerja digali oleh excavator dan dialirkan oleh pompa ke
bak penampungan. Dalam proses ini batu dan kayu terbuang, pasir dan kerikil menjadi
feed untuk phalong dan didapat produksi emas.
2. Kombinasi hidrolik dan tambang mekanik
Setelah stripping atau pengupasan material ore dari front kerja yang digali oleh
excavator dan ditransportasikan dengan truck untuk diolah/diproses pada alluvial plant.
17
3.2 Lokasi dan Kesampaian Perusahan
3.2.1 Lokasi Perusahaan
Kegiatan pertambangan bahan galian emas dilaksanakan oleh PT. PANCA
LOGAM NUSANTARA yang secara geografis daerah penyelidikan terletak pada
koordinat 04° 38’ 18.70”– 04° 38’ 55.10” Lintang Selatan dan 121° 53’ 7.30”–121° 54’
59.6” Bujur Timur. Secara administratif daerah penyelidikan terletak di bagian Selatan
Propinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya berada pada Desa Wumbubangka Kecamatan
Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 3.3. Batas-batas koordinat lokasi penyelidikan
No Bujur Timur Lintang Selatan
1 121˚51'41.0" 04˚36'32.0"
2 121˚55'04.9" 04˚36'32.0"
3 121˚55'04.9" 04˚38'53.9"
4 121˚54'40.6" 04˚38'53.9"
5 121˚54'40.6" 04˚38'17.3"
6 121˚53'06.3" 04˚38'17.3"
7 121˚53'06.3" 04˚38'03.2"
8 121˚51'42.0" 04˚38'03.2"
18
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penyelidikan
19
BAB IV
METODE ANALISIS
20
4.3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilanjutkan dengan pengolahan
dan analisis data untuk rancangan sistem penyaliran tambang di PT. Panca Logam
Nusantara Desa Wambubangka Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana.
Adapun langkah-langkah pengolahan dan analisis data, adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Debit Air Limpasan (Runoff)
Penentuan besarnya debit air limpasan. Untuk menentukannya, terdapat
beberapa hal yang ditentukan terlebih dahulu, antara lain sebagai berikut:
a. Intensitas Curah Hujan
Untuk menentukan intensitas curah hujan, maka perlu dilakukan analisis data
curah hujan terlebih dahulu. Analisis data curah hujan berupa penentuan data curah
hujan yang hilang, penentuan curah hujan rata-rata dan penentuan curah hujan
rencana dalam periode ulang tertentu. Dari hasil tersebut kemudian ditentukan
intensitas curah hujan.
b. Luas Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
c. Koefisien Limpasan
2. Rancangan Saluran
Rancangan dimensi saluran mengacu pada besarnya kapasitas debit saluran
yang dapat ditentukan.
3. Rancangan Kolam Pengendap
Rancangan kolam pengendap ditentukan berdasarkan volume air yang masuk
melalui saluran penyaliran dan kecepatan jatuh material sedimen.
21
4.4 Diagram Alir
MULAI
PENGUMPULAN DATA
DATA SEKUNDER
1. Peta topografi
2. Peta situasi tambang
3. Data curah hujan
PENGOLAHAN DATA
1. Perhitungan curah hujan rata-rata wilayah
menggunakan metode Thiessen
2. Perhitungan curah hujan rencana menggunakan
S
metode Gumbel (Xr = X + (Y-Yn))
Sn
3. Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan
R 24
rumus Mononobe ( I = ¿)
24
4. Perhitungan luas daerah tangkapan hujan
(catchment area)
5. Perhitungan debit air limpasan menggunakan
persamaan Rasional (Q = 0,278 x C x I x A)
ANALISIS
1. Penentuan dimensi drainase menggunakan
2 1
rumus Manning (Q = 1/n x R R 3 x S 2 x A)
2. Penentuan dimensi kolam pengendap
HASIL
1. Rancangan drainase SELESAI
2. Rancangan kolam pengendap
22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
Hasil perhitungan PUT menggunakan Metode Gumbel
YT- (YT-
N
PUT YN SN YT-YN YN/S S YN/SN) XT
O
X RAT YT N S
1 2 6.1 0.37 0.50 0.95 -0.13 -0.14 20.74 -2.81 3.34
15.0
2 5 6.1 0.50 0.95
0 14.51 15.28 20.74 316.89 323.04
22.5
3 10 6.1 0.50 0.95
1 22.01 23.18 20.74 480.84 486.98
29.7
4 15 6.1 0.50 0.95
1 29.21 30.76 20.74 638.07 644.22
31.9
5 25 6.1 0.50 0.95
9 31.50 33.17 20.74 687.96 694.11
39.0
6 50 6.1 0.50 0.95
3 38.53 40.58 20.74 841.61 847.76
46.0
7 100 6.1 0.50 0.95
1 45.52 47.93 20.74 994.16 1000.30
Tabel 5.1 hasil perhitungan PUT menggunakan Metode Gumbel
23
Grafik Intensitas Hujan Daerah Bombana
100.00
100 THN
80.00 50 THN
25 THN
60.00 15 THN
10 THN
40.00 5 THN
2 THN
20.00
0.00
5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 1440 2880
5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Data Curah Hujan
Data curah hujan merupakan salah satu data sekunder yang harus ada dalam
melakukan rancangan sistem penyaliran tambang. PT. PANCA LOGAM NUSANTARA
mempunyai alat penakar hujan di lokasi penambangannya. Data curah hujan yang
diperoleh dari PT. PANCA LOGAM NUSANTARA merupakan data curah hujan 7 bulan
terakhir dan pada hakekatnya untuk menganalisis data curah hujan diperlukan data
curah hujan minimal 10 tahun terakhir, sehingga untuk dapat melakukan analisis data
curah hujan perlu dilakukan pendekatan terhadap data curah hujan yang ada di sekitar
lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan berupa data curah hujan harian 10
tahun terakhir (2008-2017) pada beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang
terletak di sekitar lokasi penelitian. Data curah hujan tersebut berupa data curah hujan
harian dari pos hujan Rarowatu, Poleang Timur, Rarowatu Utara. Berdasarkan data
curah hujan dari ketiga pos hujan tersebut, maka diperoleh data curah hujan bulanan
pada masing-masing stasiun seperti pada tabel pada lampiran. Berdasarkan data curah
24
hujan bulanan pada lampiran tersebut, terlihat bahwa curah hujan pertahun terbesar
selama 10 tahun terakhir terletak pada pos hujan Poleang Timur dengan rata-rata
curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 47.3 mm. Nilai rata-rata curah
hujan selama 10 tahun terakhir pada pos hujan Poleang Timur memiliki selisih nilai
yang kecil dengan pos hujan Rarowatu yaitu sebesar 7.0 mm. Sedangkan nilai rata-
rata curah hujan selama 10 tahun terakhir pada pos hujan Rarowatu Utara memiliki
perbedaan yang cukup signifikan di antara kedua pos tersebut dengan nilai rata-rata
curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 26.8 mm.
Data curah hujan yang terdapat pada lampiran, terlihat bahwa ada beberapa
data yang hilang atau rusak pada pos hujan Rarowatu hujan. Data curah hujan yang
hilang atau rusak
1 tersebut dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya karena
kelalaian petugas yang sedang mengamati pada waktu tersebut, ataupun karena
tercecernya data yang telah diperoleh pada waktu tersebut. Data yang hilang atau
rusak tersebut dapat diestimasi dengan melihat data stasiun curah hujan yang terletak
di sekitaran atau berdekatan dengan stasiun yang datanya akan diestimasi. Untuk
mengestimasi data curah hujan yang hilang atau rusak, dapat dilakukan menggunakan
persamaan data curah hujan yang hilang.
Berdasarkan data curah hujan harian rata-rata wilayah yang telah diperoleh
diatas, terlihat bahwa curah hujan harian rata-rata wilayah selama 10 tahun terakhir
adalah sebesar 61.5 mm.
Data curah hujan harian rata-rata yang telah diperoleh, kemudian digunakan
untuk menentukan curah hujan rencana. Penentuan curah hujan rencana dilakukan
dengan menggunakan metode Gumbel yang didasarkan pada distribusi dan nilai
ekstrim. Beberapa nilai yang harus dihitung untuk mengetahui curah hujan rencana
menggunakan metode Gumbel, antara lain adalah nilai standar deviasi (S), nilai
variansi reduksi rata-rata (Yn), nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), dan nilai
variansireduksi(Y).
25
Nilai standar deviasi (S) yang dimaksud adalah nilai standar deviasi dari
data/sampel yang digunakan. Untuk mengetahui nilai standar deviasi, beberapa data
yang harus diketahui, antara lain adalah total curah hujan selama n tahun (x), dimana
n adalah banyaknya data yang digunakan. Dalam hal ini banyaknya data yang
dimaksud adalah banyaknya data curah hujan yang diperoleh yaitu 10 tahun, sehingga
n yang digunakan adalah 10.
Penentuan nilai variansi reduksi rata-rata/ reduced mean (Yn) dan nilai standar
deviasi dari variansi reduksi/reduced standard deviation (Sn) bergantung pada
banyaknya data yang digunakan (n). Penentuan nilai Yn dan Sn tersebut dapat dilihat
pada lampiran. Banyaknya data yang digunakan (n) adalah 10, sehingga berdasarkan
perhitungan di lampiran diperoleh nilai Yn adalah sebesar 0,4952 dan nilai Sn adalah
sebesar 0.9496.
Dengan mengetahui nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata-rata
(Yn) dan nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), maka penentuan nilai curah
hujan rencana (Xr) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan. Salah satu
contoh perhitungan nilai curah hujan rencana pada periode ulang 2 tahun adalah jika
diketahui nilai curah hujan rata-rata (X) adalah 95,856 mm dan nilai variansi reduksi
dari periode ulang 2 tahun adalah 0,366.
26
kemiringan ditentukan berdasarkan beda ketinggian daerah tangkapan hujan yang
terlihat pada peta topografi PT. PANCA LOGAM NUSANTARA dengan asumsi bahwa
belum ada perubahan kemiringan lereng selama proses pembersihan lahan
dilaksanakan. Berdasarkan luas daerah tangkapan hujan yang telah ditentukan, maka
rincian perhitungan besarnya debit air limpasan dapat dilihat pada tabel.
27
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh dimensi uran berupa
kedalaman penampang basah 0,25 m, tinggi saluran 0,60 m, tinggi gaan 0,35 m, lebar
dasar saluran 0,31 m, dan lebar permukaan saluran 0,6 m.
28
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk menganalisis data curah hujan diperlukan data 10 tahun terakhir, perhitungan
put (periode ulang tahun) menggunakan metode gumbel dan perhitungan intensitas
curah hujan, maka akan menghasilkan grafik intensitas hujan.
2. Perancangan saluran yang dibuat berbentuk trapesium dengan dimensi saluran
berdasarkan besarnya debit air limpasan dan umur perusahaan yang direncanakan.
Sehingga perancangan saluran dibuat berdasarkan debit air pada periode ulang 5
tahun yaitu sebesar 0,03977 m 3/s dengan dimensi berupa saluran tinggi saluran
basah 0,25 meter, tinggi saluran 0,60 meter, tinggi jagaan 0,35 meter, lebar dasar
saluran 0,31 meter, dan lebar permukaan saluran 0,6 meter.
6.2 Saran
1. Perlunya pembuatan dan perawatan sistem penyaliran berupa saluran
2. Pada saat musim hujan perlu adanya pengontrolan pada sistem drainasse sehinggan
sistem dapat berfungsi dengan baik.
3. Perlu dilakukan penjadwalan perawatan kolam pengendap secara rutin berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan
29
DAFTAR PUSTAKA
Jafar, N., Marwan, Widodo, S., 2016. Kajian Teknis Penirisan Tambang Nikel Laterit
Mengunakan Metode Mine Dewatering, Jurnal Geomine, Vol 4, No. 3,
Desember 2016, Halaman 106-110
McNaughton, N., Smith Jr, J.E., dan Stoll, S., 2011. Principles of Design and Operations
of Wastewater Treatment Pond Systems for Plant Operators, Engineers,
and Managers. USEPA : Ohio
Praja, S.A.,2013. Evaluasi Kapasitas Saluran Kali Belik Yogyakarta, Jurnal Bumi
Indonesia Volume 2, No. 3 Tahun 2013 Halaman 55-62
Prayuditha. M.F.,2013. Upaya Pencegahan Sumber Air Tambang dari Air Permukaan
Tanah untuk Meminimalkan Penggunaan Pompa di Tambang Batubara
Blok Bisa PT. Telen Orbit Prima, Jurnal Rekayasa Teknologi Industri dan
Informasi, Seminar Nasional Ke 8, 14 Desember 2013 Halaman 6-9
Putri Y.E., 2014. Analisa Penyaliran Air Tambang Batu Kapur PT. Semen Baturaja
(Persero) di Pabrik Baturaja, Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 2, No.
1, Januari 2014 Halaman 78-92
Rahmadi Siahaan, dkk. 2017. Evaluasi Teknis Sistem Penyaliran Tambang Studi Kasus:
PT. Bara Energi Lestari Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Universitas Syiah
Kuala: Banda Aceh
Sosrodarsono S., Takeda. K., 2003. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita :
Jakarta
Subiakto, Rosadi, P.E., dan Hartono. 2016. Kajian Teknis Sistem Penyaliran pada
Tambang Batubara PIT 1 Utara Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk. Tanjung Enim Sumatera Selatan, Jurnal Rekayasa Teknologi
Industri dan Informasi, Prosiding Seminar Nasional XI Tahun 2016
30
Sudarto, Alimin, M., dan Wicaksono, K.S. 2015. Estimasi Limpasan Permukaan DAS
Mikro Brantas Hulu Kecamatan Bumiaji Kota Batu Menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan Vol 2 No 2: 171-177, 2015
Wibawa, F.S. 2015. Rancangan Sump D1 Blok D1-D2 Pit Roto Selatan PT.
Pamapersada Nusantara Distrik Kideco Batu Kajang Kalimantan Timur,
Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode:
MaretAgustus 2015 Halaman 23-28
31
LAMPIRAN 1.DATA CURAH HUJAN BOMBANA
32
Rata-
BULAN Total
rata
Tahun
Agu okt
Jan feb mar apr mei juni juli sep nov des
s o
2008 2,3 3,3 2,5 2,7 2,7 5,4 3,0 0,6 0,0 0,0 2,0 2,0 26,6 2,2
2009 2,0 13,0 10,7 4,5 2,6 5,2 3,1 0,7 1,1 4,1 3,2 5,2 55,7 4,6
2010 4,3 3,9 2,7 4,9 8,1 5,5 7,2 3,1 2,1 3,6 3,5 2,4 51,3 4,3
2011 2,2 3,3 3,5 5,1 2,4 6 1,5 0 0 0 0,1 1,5 25,6 2,1
2012 3,5 1,2 2,3 2,2 3,2 3,3 5,3 1,4 0,2 0,3 1,8 2,5 27,2 2,3
2013 1,3 3,0 2,0 2,2 5,7 5,1 5,9 0,4 0,4 0,0 4,0 3,5 33,3 2,8
2014 1,0 2,3 2,6 3,4 1,9 3,8 2,3 1,8 0,0 0,0 0,1 0,7 19,9 1,7
2015 1,3 3,0 2,0 2,2 5,7 5,1 5,9 0,4 0,4 0,0 4,0 3,5 33,3 2,8
2016 1,2 6,6 2,8 3,9 0,4 2,7 2,1 0,3 0,3 1,1 0,9 0,4 22,7 1,9
2017 0,8 2 3,6 1,6 4,3 7,8 1,9 0 1,1 0,1 1,3 2,2 26,7 2,2
26,
Curah Huja Rata Rata Pertahun 8
33
TOTA RATA-
BULAN
L RATA
Tahun
Agu
Jan Feb mar apr mei juni juli sep okto nov des
s
10,
2008 91,8 7,7
8 10 2 14 8,7 9 11,9 3,4 1,4 1,2 4,6 9,4
2009 2,3 3,3 2,5 2,7 2,7 5,4 3 0,6 0 0 2 2 26,5 2,2
10, 10,
2010 70,3 5,9
9,3 1 8 12 10,2 6,5 1,2 0 0 0 0,6 9,6
10,
2011 55,4 4,6
2 13 7 4,5 2,6 5,2 3,1 0,7 1,1 4,1 3,2 5,2
2012 2,3 8 4,1 4,2 12,9 8,6 3,8 3,5 1,5 1,1 6,2 3 59,2 4,9
2013 7,9 2,3 1,3 5,7 12,4 0 13,4 0,8 0 1,3 9,4 9,5 64 5,3
11,
2014 59,8 5,0
2,2 4,3 8,2 10,1 14,1 3 2,1 0 0 0,3 0 7,2
2015 2,8 7 8,4 10,4 9 0 0 0 0 0 0 2,4 40 3,3
2016 6,1 11 5,6 3,7 7,5 3,6 1,4 2,5 4,2 6,2 3,4 0 55,2 4,6
2017 1,9 6,4 4,8 4,3 4,9 7,0 3,1 0,3 0,9 2,7 5,8 4,2 42,0 3,8
Curah Huja Rata Rata Pertahun 47,3
34
Tabel E. Analisis Frekuensi
CURAH
(Xi-
NO TAHUN HUJAN (Xi-Xrat) (Xi-Xrat)^4
Xrat)^3
MAX (Xi-Xrat)^2
1 2008 7,7 1,6 2,5 4,0 6,3
2 2009 6,3 0,1 0,0 0,0 0,0
3 2010 7,9 1,8 3,1 5,4 9,4
4 2011 5,3 -0,8 0,7 -0,6 0,5
5 2012 7,2 1,1 1,2 1,3 1,4
6 2013 6,5 0,3 0,1 0,0 0,0
7 2014 5,3 -0,9 0,8 -0,7 0,6
8 2015 5,1 -1,0 1,0 -1,0 1,0
9 2016 6,2 0,0 0,0 0,0 0,0
10 2017 3,9 -2,2 4,9 -10,7 23,7
RATA-RATA 6,1
JUMLAH 61,5 0,0 14,2 -2,3 42,8
STANDAR
DEVIASI 1,2551441
KOEFISIE
N VARIASI 0,2041649
CURAH
N
HUJAN PUH YTR YN SN K XT
O
TAHUN MAX
1 2008 7,7 2 0,4 0,4952 0,9496 -0,1 6,0
2 2009 6,3 5 1,5 0,4952 0,9496 1,1 7,5
3 2010 7,9 10 2,3 0,4952 0,9496 1,8 8,5
4 2011 5,3 15 2,7 0,4952 0,9496 2,3 9,0
5 2012 7,2 25 3,2 0,4952 0,9496 2,8 9,7
6 2013 6,5 50 3,9 0,4952 0,9496 3,6 10,7
7 2014 5,3 100 4,6 0,4952 0,9496 4,3 11,6
8 2015 5,1
9 2016 6,2
10 2017 3,9
RATA-RATA 6,1
STANDAR
1,3
DEVIASI
35
LAMPIRAN 2 PETA ADMINISTRASI
36
37