Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penambangan merupakan kegiatan penyediaan bahan galian yang bermanfaat
untuk kebutuhan hidup manusia. Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang padat
modal, padat teknologi dan memiliki resiko sangat besar, sehingga dalam melakukan
kegiatan penambangan diperlukan perencanaan yang sangat matang agar tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan tersebut dapat terarah dan terlaksana dengan sebaik-
baiknya.
Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk
mencegah masuknya aliran air ke dalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan
air tersebut. Pada kegiatan penambangan terbuka, air memiliki pengaruh besar
terhadap produktivitas tambang. Air yang masuk ke dalam pit terutama disebabkan
oleh air hujan dan rembesan air yang berasal dari bawah tanah dapat menurunkan
produktivitas tambang karena bahan galian yang akan ditambang terendam oleh air.
Kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar efeknya terhadap aktifitas
penambangan. Masalah yang sering dihadapi pada metode penambangan seperti ini
adalah tingginya curah hujan yang dapat menghambat kegiatan operasional
penambangan. Pada waktu musim penghujan, sering terjadi air limpasan dengan debit
yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan genangan air. Dengan adanya genangan air
ini, kegiatan penambangan akan terganggu yang pada akhirnya akan mengakibatkan
penurunan produksi batubara.
Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu sistem penyaliran tambang untuk
mengendalikan aliran air yang masuk ke dalam lokasi penambangan. Untuk itu perlu
adanya sistem penyaliran pada lokasi penambangan, sebagai salah satu kegiatan
penunjang yang dilakukan pada aktivitas penambangan, sehingga kegiatan operasional
penambangan yang telah direncanakan tidak terganggu.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menganalisis data curah hujan untuk PT. PANCA LOGAM NUSANTARA?
2. Bagaimana rancangan sistem penyaliran yang sesuai untuk PT. PANCA LOGAM
NUSANTARA?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis data curah hujan di PT. PANCA LOGAM NUSANTARA.
2. Untuk mengetahui rancangan sistem penyaliran yang sesuai untuk PT. PANCA
LOGAM NUSANTARA.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian yang penulis lakukan,
adalah sebagai berikut:
1. Mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di bangku perkuliahan, serta
menambah pengetahuan praktis mengenai kegiatan penambangan terutama
mengenai perencanaan dan perancangan tambang khususnya pada sistem
penyaliran tambang sebagai bekal di dunia kerja nantinya.
2. Memberikan masukan kepada perusahaan tentang rancangan sistem penyaliran
tambang yang baik dan benar sesuai dengan lokasi penelitian, sehingga
penanganan masalah air di lokasi penambangan nantinya akan dapat dilakukan
dengan baik dan kegiatan penambangan dapat berlangsung dengan aman dan
lancar.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Siklus Hidrologi


Secara umum, kondisi sistem hidrologi di suatu daerah dapat ditinjau dari
kajian Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan suatu bentang alam yang dibatasi
oleh pemisah alami berupa topografi perbukitan/pegunungan dan berfungsi
mengumpulkan, menyimpan dan mengalirkan air, sedimen dan unsur hara ke sungai
utama yang akhirnya bermuara pada satu outlet tunggal.
Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan
menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan dahan ke
permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke
dalam tanah (inflitrasi). Bagian lain akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah,
kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan
akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalirkan tiba ke laut. Dalam
perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang
masuk ke dalam tanah keluar kembali dan segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra
= interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater)
yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan
tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air
tanah). (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

3
2.2 Sistem Penyaliran Tambang
Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang
terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan penyaliran tambang
adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah,
mengeringkan dan mengeluarkan air yang masuk di daerah penambangan agar tidak
mengganggu aktivitas penambangan.
Sumber air yang muncul di daerah penambangan dapat berasal dari air
permukaan maupun air bawah tanah. Air permukaan meliputi air limpasan permukaan,
air sungai, rawa, danau, air buangan, dan mata air. Sedangkan air bawah tanah
meliputi air tanah dan air rembesan.
a. Saluran Penyaliran
Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk
penampungan saluran, umumnya dipilih berdasarkan debit total air yang mengalir, tipe
material serta kemudahan dalam pembuatannya dan harus dapat menampung debit
air limpasan maksimum selama periode ulang hujan yang terjadi.
Berbagai bentuk rancangan saluran penyaliran diantaranya adalah persegi
panjang, segitiga, atau trapesium. Bentuk saluran penyaliran ini disesuai dengan
beberapa faktor, yaitu jenis tanah, kekekaran tanah, kemampuan menampung debit
air limpasan, dinding saluran harus kuat agar tidak terjadi penggerusan akibat aliran
air.
b. Pemompaan
Pompa dalam penyaliran berfungsi untuk memindahkan atau mengeluarkan air
dari tambangke kolam penampungan kemudian disalurkan keluar tambang menuju
settling pond.
Pada umumnya jenis pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal karena
fluida yang dialirkan adalah air yang bercampur dengan lumpur, dimana pompa
tersebut bisa beroperasi dengan head yang tinggi.Pompa ini bekerja berdasarkan
putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk akan diputar oleh impeller, akibat
gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan dengan kuat ke arah lubang
pengeluaran pompa.

4
c. Head Pompa
Dalam pemompaan dikenal dengan istilah julang (head), yaitu energi yang
diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit
air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut.
d. Debit Pompa
Untuk memperkirakan debit pemompaan menggunakan cara perhitungan
volume parit aliran yang berbentuk persegi panjang, dengan perhitungan panjang rata-
rata persegi panjang, lebar rata-rata persegi panjang, dan kedalaman rata-rata pada
parit aliran. Sehingga didapatkan volume air keluar yang digunakan untuk menghitung
debit pengeluaran pada pompa, setelah itu menguji kecepatan aliran pada parit
penyaliran menggunakan pelampung yang dibatasi dengan jarak dan waktu tempuh.
Debit pengeluaran pompa menggunakan rumus :
Vrata-rata = P × L × T
Keterangan :
Vrata-rata = Volume rata-rata parit aliran (m3)
P = Panjang rata-rata parit aliran (m)
L = Lebar rata-rata parit aliran (m)
T = Kedalaman rata-rata parit aliran (m)
Setelah menghitung volume rata-rata, maka debit pengeluaran pompa dapat
dihitung menggunakan rumus :
Volume rata−rata
Q=
waktu rata−rata(t )
Keterangan :
Q = Debit pemasukan air tanah (m3/dtk)
t = Waktu tempuh (detik) (Yustinus Hendra W. 2014)
Air tambang yang tidak ditanggulangi dengan baik, dapat mengganggu operasi
penambangan. Salah satu kegiatan tambahan pada usaha penambangan adalah
penyaliran yang berfungsi untuk mencegah masuknya air (Mine Drainage) dan
mengeluarkan air yang telah masuk daerah penambangan (Mine Dewatering).
Kemajuan tambang menyebabkan sistem penyaliran ikut berubah dan debit air yang

5
harus ditanggulangi semakin besar, sehingga jumlah pompa yang harus dioperasikan
menjadi bertambah. Minimalisasi jumlah pompa dapat dilakukan dengan
memaksimalkan upaya pencegahan terhadap air tambang yang berasal dari air
permukaan tanah. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan penambahan
pembuatan saluran terbuka (Prayuditha, M.F., 2013)
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penyaliran pada
tambang terbuka adalah:
1. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas,
dinyatakan dalam milimeter. Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar
hujan. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan
air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah
yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Perhitungan curah
hujan menggunakan persamaan Gumbel, sebagai berikut:
S
Xt = X + Sn (Yt – Yn)

Keterangan:
Xt = Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm/hari)
∑ CH = Jumlah curah hujan maksimum (mm/hari)
n = Banyak data

X = Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)


Xn = Curah hujan maksimum (mm/hari)
S = Simpangan baku (standart deviation)
Sn = Standar deviasi dari reduced variate, nilai tergantung dari jumlah data
Yt = Nilai reduced variate dari variabel pada periode ulang tertentu
Yn = Koreksi rata-rata (reduce mean)
2. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit dan mm/detik. Besar curah hujan 1
(satu) jam dihitung dengan cara partial series, yaitu data curah hujan dalam satu jam.
Intensitas curah hujan merupakan fungsi dari besarnya curah hujan yang terjadi dan
berbanding terbalik dengan waktu kejadiannya. Satuan milimeter dalam pengukuran

6
curah hujan adalah banyaknya curah hujan yang tertampung pada luasan 1 m 2 dengan
ketinggian 1 mm.
Metode perhitungan untuk menetukan intensitas hujan menggunakan metode
Mononobe sebagai berikut:
R 22 24 23
I= ( ¿
24 t
Keterangan: R₂₄ = Curah hujan perhari (24 jam)
T = Waktu Konsentrasi (jam)
3. Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah suatu area ataupun daerah
yang batas wilayah tangkapan hujan ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi yang
mengelilinginya sehingga membentuk suatu poligon tertutup, dengan pola yang
disesuaikan menurut kondisi topografi dan mengikuti arah aliran air.
4. Debit Limpasan
Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang bergerak dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah sebelum mencapai saluran.
Debit limpasan yang akan masuk ke pit dihitung dengan menggunakan parameter
waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, koefisien air limpasan dan catchment area.
Untuk mengetahui besarnya debit air limpasan maka perhitungan debit air limpasan
menggunakan persamaan rasional.
Q = 0,278 × C × I × A
Keterangan: Q = Debit air limpasan maksimum (m 3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km²)
5. Debit Air Tanah
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan air
tanah yang sulit diatasi. Untuk menghitung debit air tanah adalah sebagai berikut:
L
Q=h×
∆H
Keterangan: Q = Debit air tanah (m3/s)
h = Kenaikan permukaan air tanah (m)
L = Luas permukaan (m2)

7
∆H = Waktu pengamatan perubahan air (jam)
6. Saluran Penyaliran
Menurut asalnya saluran dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: saluran penyaliran
alami dan saluran penyaliran buatan. Untuk menghitung dimensi saluran adalah
dengan rumus Robert Manning:
1
𝑄= × 𝑅2/3 × 𝑆1/2 × 𝐴
n
Keterangan: Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik = A/P (m)
S = Gardien (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran Manning
7. Head (julang) Pemompaan
Head (julang) adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah
air seperti yang direncanakan. Head total pompa ditentukan dari kondisi instalasi yang
akan dilayani oleh pompa tersebut.
Head Total = Hs + Hv + Hf1+ Hf2)
Keterangan:Ht = Head total (m)
Hs = Head statis (m)
Hv = Head kecepatan (m)
Hf1 = Head gesekan (m)
Hf2 = Head belokan (m)
8. Pompa
Pompa adalah peralatan mekanis untuk mengubah energi mekanik dari mesin
penggerak pompa menjadi energi tekan fluida yang dapat membantu memindahkan
fluida ke tempat yang lebih tinggi elevasinya. Untuk menghitung debit aktual pompa
dapat menggunakan persamaan Xray berikut:
d2 X
𝑄 = 3,14 × ×
4 √2 Y / g
Keterangan:Q = Debit pompa (m3/det)
X = Panjang stick horizontal (cm)
Y = Tinggi stick vertikal (cm)
g = Gravitasi (9,8 m/s2)

8
d = Diameter pipa (cm) (Rahmadi Siahaan, dkk. 2017)

2.3 Air Limpasan


Limpasan (runoff) adalah semua air yang mengalir akibat dari hujan yang
bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah, tanpa memperhatikan
asal atau jalan yang ditempuh oleh air tersebut (Putri Y.E., 2014).
Limpasan permukaan adalah kelebihan air dari kecepatan infiltrasi dan
tampungan permukaan. Volume air ini yaitu aliran langsung (direct runoff ). Besarnya
volume aliran ini tergantung pada intensitas hujan yang berlangsung. Semakin besar
intensitas hujan maka akan semakin besar pula volume aliran pada suatu saluran
(Agustianto, D.A., 2014). Debit air limpasan dapat dihitung dengan persamaan
rasional yaitu (Praja, S.A.,2013):
Q = 0,278 x C x I x A
Keterangan : Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Menurut (Putri Y.E., 2014) dalam penggunaan persamaan di atas ada beberapa asumsi
yaitu:
a) Frekuensi hujan sama dengan frekuensi limpasan
b) Hujan terdistribusi secara merata ke seluruh daerah catchment area
c) Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercatat pada akhir waktu
konsentrasi.
Koefisien limpasan permukaan atau sering disingkat C adalah bilangan yang
menunjukkan perbandingan antara besarnya limpasan permukaan terhadap besarnya
curah hujan. Misalnya C untuk hutan adalah 0,10 artinya 10 persen dari total curah
hujan akan menjadi limpasan permukaan. Secara matematis, koefisien limpasan
permukaan dapat dijabarkan sebagai berikut (Sudarto, dkk., 2015):
limpasan permukaan(mm)
Koefisien limpasan permukaan (C) =
cura h h ujan( mm)

9
Putri Y.E., 2014 mengungkapkan bahwa dalam penentuan koefisien limpasan,
beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah :
1)Kerapatan Vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil,
karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenan tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi nilai C
yang besar.
2)Tata Guna Lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil
daripada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya
padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya
menjadi limpasan permukaan.
3)Kemiringan Tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C yang
kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam untuk
keadaan yang sama.
Tabel 2.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan

Kemiringan Kegunaan Lahan Nilai C


-Persawahan, Rawa-Rawa 0.2
< 3% -Hutan, Perkebunan 0.3
-Perumahan 0.4
-Hutan, Perkebunan 0.4
-Perumahan 0.5
3% - 15%
-Vegetasi ringan 0.6
-Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.7
-Hutan, Perkebunan 0.6
-Perumahan 0.7
> 15%
-Vegetasi ringan 0.8
-Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.9
Sumber : Gautama R.S. 1999 dalam Purwaningsih D.A, dan Suhariyanto, 2015
Rancangan saluran terbuka dibuat berdasarkan pada topografi daerah
penambangan dengan memperhatikan perbedaan ketinggian supaya aliran air bias
terjadi secara alamiah. Dimensi saluran disesuaikan dengan debit air limpasan,
semakin besar debit limpasan maka dimensinya makin besar (Wibawa, F.S., 2015)

10
Saluran terbuka berfungsi sebagai wadah untuk mengalirkan fluida atau air
limpasan yang jatuh ke permukaan tanah menuju ke suatu tempat tertentu. Kapasitas
debit saluran terbuka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning yaitu:
(Subiakto, dkk., 2016)
Q = 1/n × R2/3 × S1/2 × A
Keterangan : Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning
Tabel 2.2 Koefisien Kekasaran Dinding Saluran untuk Persamaan Manning
Bahan dinding saluran Koefesien Manning (n)
Besi tulang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran betin 0.013
Bata dilapis mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,040
Sumber : Triatmodjo B., 1996

2.4 Kolam Pengendap


Kolam pengendap merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menampung
atau menyimpan sementara air yang berasal dari saluran sebelum disalurkan kembali
ke sungai atau digunakan untuk kebutuhan perusahaan, air yang ditampung harus
didiamkan sampai nilai baku mutu dari air sudah mendekati netral sehingga tidak
berbahaya bila digunakan oleh mahluk hidup. Ukuran dari kolam pengendap harus
disesuaikan dengan jumlah air yang akan ditampung sehingga air yang berasal dari pit
penambangan dapat teratasi (Jafar, N., dkk., 2016)
Kolam pengendap biasanya ditempatkan pada awal dalam rangkaian
penanganan air, tetapi dapat juga digunakan sebagai kolam terakhir dalam sebuah
sistem penyaliran. Rancangan kolam pengendap diharapkan dapat membantu
pengontrolan sedimen sebelum dilepaskan di anak sungai (McNaughton, N.,dkk, 2011)

11
BAB III
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Kondisi Umum Perusahaan


3.1.1 Keadaan Iklim
Lokasi IUP bahan galian emas PT. Panca Logam Nusantara Desa
Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, secara klimatologi masuk kedalam Stasiun
Hukaea. Perubahan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pertambangan ini hanya
pada iklim mikro. Kondisi iklim mikro ini meliputi temperatur, kelembaban dan
evapotranspirasi yang kesemuanya dipengaruhi oleh curah hujan, hari hujan dan
kecepatan angin. Berdasarkan hasil perhitungan data CH pada Stasiun Hukaea
didapatkan curah hujan tahunan di Kecamatan Rarowatu Utara sebesar 743,1
mm/tahun, dan jumlah hari hujan sebesar 78,4 hari. Berdasarkan data curah hujan
pada Satsiun Hukaea maka diperoleh curah hujan yang paling tertinggi terdapat pada
bulan juni dengan rata-rata curah hujan 111,6 mm/bulan dan curah hujan yang
terendah terdapat pada bulan oktober dengan rata-rata curah hujan sebesar 15,4
mm/bulan. Kondisi temperatur udara di Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten
Bombana berkisar antara 23-27,3˚C dengan kelembaban relatif bulanan selam 10
tahun terakhir berkisar 71,5-86,5 %. Evapotranspirasi berkisar 2,5-4,9 mm/hari.
Kecepatan angin berkisar antara 4,6-7,7.
3.1.2 Keadaan Lingkungan
Topografi daerah penyelidikan merupakan perbukitan bergelombang dengan
ketinggian sekitar 60 sampai 228 mdpl. Daerah ini dialiri oleh sungai-sungai utama
berupa Aaala Ewbululu.
3.1.3 Geologi Umum
a. Morfologi
Uraian geomorfologi bertujuan untuk memahami keadaan bentang alam yang
ada sekarang serta perkembangannya, faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti
litologi, struktur geologi, atau proses geologi muda. Dari semua data tersebut
selanjutnya digunakan untuk membantu memahami keadaan geologi secara
interpretatif.

12
Pembahasan mengenai geomorfologi daerah penyelidikan meliputi penjelasan
pembagian satuan geomorfologi; uraian tentang sungai pada daerah penyelidikan
termasuk jenis pola aliran sungai, klasifikasi sungai, tipe genetik dan stadia sungai.
Pembentukan bentang alam dari suatu daerah merupakan hasil akhir proses-
proses geomorfologi yang bekerja. Proses tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan, baik secara fisik maupun secara kimia pada permukaan bumi. Bentuk
bentangalam yang dihasilkan akan bervariasi, yang kemudian dapat diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik hasil bentukan dari proses geomorfologinya.
Pada dasarnya pembagian satuan geomorfologi digunakan untuk
mengelompokkan kesamaan aspek pada suatu lahan yang memiliki kesamaan cirri fisik
tertentu.
Pengelompokkan bentang alam menjadi satuan-satuan geomorfologi
berdasarkan beberapa faktor melalui tiga pendekatan yaitu : pendekatan genetik,
bentuk dan parametris.
Pendekatan genetik yaitu berdasarkan asal usul pembentukan atau proses yang
membentuk bentangalam di permukaan bumi, dengan proses pembentukan yang
dikontrol oleh proses eksogen, proses endogen serta proses ekstra terrestrial.
Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan genetik dikemukakan dalam Van
Zuidam, 1985 dalam sistem klasifikasi ITC (International Terrain Classification).
Adapun klasifikasi dari berdasarkan genetik tersebut adalah:
Tabel 3.1 Klasifikasi satuan bentangalam berdasarkan genetik pada sistem ITC (Van
Zuidam, 1985)
No Bentuk Warna
1 Struktural ungu
2 Vulkanik Merah
Denudasion
3 Coklat
al
4 Marine Hijau
5 Fluvial Biiru
6 Glasial Tua
Biru
7 Karst Muda
Orange
8 Eolian Kuning

13
Pendekatan bentuk yaitu didasarkan pada bentuk permukaan bumi yang
dijumpai di lapangan yakni berupa topograpi pedataran, bergelombang, perbukitan
dan pegunungan. Adapun aspek bentuk ini perlu memperhatikan parameter dari
setiap topografi seperti bentuk puncak, bentuk lereng, bentuk lembah. Pendekatan
parametris yaitu didasarkan pada beberapa parameter geomorfologi yang bisa diukur.
Unsur tersebut terdiri atas ketinggian, luas, relief, sudut lereng, kerapatan sungai,
tingkat erosi dan sebagainya. Pendekatan parametris yang digunakan untuk penentuan
satuan bentang alam yaitu persentase kemiringan lereng dan beda tinggi. Klasifikasi
kemiringan lereng yang digunakan yaitu menurut Van Zuidam, 1985. Adapun klasifikasi
tersebut dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.2 Klasifikasi satuan bentang alam berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi
(Van Zuidam ,1985)
Sudut lereng Beda Tinggi
Satuan Relief
(%) (meter)
Datar atau hampir datar 0-2 <5
Bergelombang/ miring landai 3–7 5 – 50
Bergelombang/ miring 8 – 13 51 – 75
Berbukit bergelombang/ miring 14 – 20 76 – 200
Berbukit tersayat tajam/ terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan tersayat tajam/ sangat 55 – 140 500 – 1000
tajam
Pegunungan/ sangat curam > 140 > 1000

Adapun dasar penamaan satuan bentang alam daerah penelitian didasarkan


atas dua aspek pendekatan yaitu pendekatan bentuk dan pendekatan parametris.
Maka pembagian satuan bentang alam daerah peneltitian terdiri atas :
1. Satuan bentang alam perbukitan curam
Satuan ini menempati bagian selatan dari daerah penyelidikan memiliki
pelamparan sekitar 20% dengan ketinggian antara 100 sampai 300 meter di atas
permukaan laut dengan kemiringan rata-rata 35-55˚. Batuan penyusun batuan ini
berupa batuan resisten dari batuan metamorfik.
2. Satuan perbukitan landai
Satuan ini menempati bagian timur laut daerah penelitian melampar sekitar
80% dengan ketinggian antara 60 sampai 80 mdpl, memiliki kemiringan rata-rata
sekitar 5-10˚. Satuan ini tersusun oleh batuan-batuan yang kurang resisten dari
endapan Kuarter.

14
b. Stratigrafi
Pengelompokkan dan penamaan dari satuan batuan didasarkan atas
litostratigrafi tidak resmi dengan mengacu pada ciri fisik yang dapat diamati di
lapangan yang meliputi jenis batuan, dominasi batuan, keseragaman ciri litolog, posisi
stratigrafi dan hubungan antara satu batuan dengan satu batuan yang lain serta dapat
dipetakan pada skala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka daerah penyelidikan dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) satuan batuan dari yang termuda hingga yang tertua yaitu Satuan
lempung-pasir kerikilan, Satuan batulempung pasiran dan Satuan batuan metamorf.
1. Satuan Endapan Kuarter
Endapan ini terdiri dari endapan-endapan lepas lempung berpasir sampai pasir
berkerikil yang membentuk struktur berlapis dan bergradasi normal. Fragmen-
fragmen lepas berukuran kerakalberangkal dan dominan kerikil-pasir kasar berupa
fragmen kuarsit, batuan terkersikan, mineral kuarsa, mineral mika, mineral
hematit, ilmenit, titanit dan mineral logam berat lainnya yang mengambang di
dalam matriks berukuran pasir sedang – lempung berwarna coklat kehijauan.
Beberapa singkapan memperlihatkan ketebalan yang bervariasi antara 20 cm – 8
meter. Endapan ini diperkirakan merupakan hasil dari proses pengendapan aluvial
purba berarus kuat dengan arah relatif barat-timur. Endapan semacam ini sering
disebut paleoaluvial yang terbentuk pada Zaman Kuarter dan endapan aluvial
resen yang berada di sekitar sungai. Endapan paleoaluvial terbentuk karena
adanya arus transportasi yang kuat melewati penghalang berupa barisan
gelombang di perbukitan bagian barat dan selatan daerah penyelidikan telah
mengakibatkan fragmen-fragmen kerikil-berangkal pada bagian muka (front) dan
didominasi oleh endapan-endapan pasirkerikil pada bagian belakang (back) lensa
pengendapan. Arus kuat yang berakibat gaya turbulensi serta putaran memusat
menyebabkan mineral-mineral logam berat banyak terendapkan. Satuan ini
melampar ±60 % dari daerah penyelidikan.
2. Satuan batu lempung pasiran
Satuan ini dicirikan oleh sifat fisik berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu
gelap, bersifat lempungan, tekstur klastik, mud supported, sortasi baik, kemas
terbuka, berstruktur gradasi normal. Anggota satuan batuan ini merupakan
batulempung dengan susunan fragmen batupasir, kuarsa konglomeratan, dan

15
batulempung pasiran yang berukuran pasir sedang sampai kerikilan, bentuk butir
membundar tanggung sampai membundar, tersusun sehingga membentuk
struktur gradasi normal yang mengambang di dalam matriks lempung berwarna
abu-abu sampai abu-abu gelap. Satuan ini melampar ±20 % dari daerah
penyelidikan.
3. Satuan Batuan Metamorf
Satuan ini dicirikan oleh sifat fisik berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu
kehitaman, bersifat brittle dan dengan tekstur foliasi, berstruktur genesan sampai
sekisan, berukuran butir lempung sampai dengan pasir, tekstur foliasi, secara
dominan tersusun oleh mineral mika yang kadang memperlihatkan pola struktur
augen kuarsa berukuran kerikilan. Sebagian anggota pada satuan ini mengalami
proses pengersikan pada batuan induk. Pada bagian paling atas dari satuan ini
terdapat hornfels berwarna merah dengan urat-urat kuarsa warna putih susu yang
tidak termineralisasi. Satuan ini merupakan satuan batuan tertua pada daerah
penyelidikan yang berumur Pra Tersier. Satuan ini melampar ±20 % dari daerah
penyelidikan.
c. Struktur dan Tektonik
Daerah penyelidikan termasuk bagian dari sistem pola Struktur Patahan
Bungku yang memanjang arah relatif barat-barat laut – timurtenggara. Struktur
patahan ini membentuk Pola Antiklinorium Lemah Langkowala dengan orientasi Sumbu
antiklin-sinklin berarah relatif utara-selatan. Struktur geologi tersebut diketahui
berdasarkan pengamatan data lapangan.
Hal ini dapat dibuktikan di lapangan melalui perlapisan endapan Kuarter yang
membentuk arah perlapisan relatif utara-selatan. Pada bagian barat daerah
penyelidikan terlihat beberapa perlapisan dengan kemiringan lapisan yang landai atau
sekitar 10˚.
3.1.4 Hidrologi (Debit Air)
Daerah aliran sungai yang ada di sekitar wilayah Izin Usaha Pertambangan PT.
Panca Logam Nusantara terdiri atas sungai Watu-watu dengan sejumlah anak
sungainya dan Sungai Langkowala. Kedua sungai ini melintasi wilayah IUP PT. Panca
Logam Nusantara, sungai-sungai ini ditemukan dalam kondisi sudah tidak mengalir
karena adanya sedimen dan endapan lumpur dari hasil pendulangan emas oleh
pertambangan rakyat. Dalam musim kemarau kondisi debit air di sungai Lasangi dan

16
Watu-watu mengalami penurunan secara drastic dengan laju aliran relative kecil dan
hanya terjadi genangan-genangan pada daerah cekung dan bahkan sebagai besar
anak sungai disekitarnya mengalami kekeringan.
3.1.5 Keadaan Biofisik
Jenis flora yang ada di kawasan Izin Usaha Pertambangan PT. Panca Logam
Nusantara pada umumnya padang rumput yang didominasi oleh spesies alang-alang
yang menempati di bagian tengah kawasan. Sedangkan sebagian lainnya yaitu
merupakan hutan campuran yang tumbuh pada sekitar sungai. Jenis tumbuhan yang
ada antara lain terdiri dari spesies Akasia, Jambu mete, Longkida, Kalaube, Bambu,
Rumbia dan asam pada berbagai ukuran dan beberapa spesies tumbuhan bawah
antara lain Dodai. Jumlah individu setiap jenis juga relatif sedikit, kecuali alang-alang.
Komposisi vegetasi seperti ini menunjukkan bahwa kondisi habitat kurang mendukung
bagi pertumbuhan beragam spesies tumbuhan karena tingkat kesuburan yang rendah.
Fauna yang ada dilokasi adalah babi hutan, rusa, pipit, katak, ular, biawak dan
monyet. Daya dukung habitat terutama sebagai sumber makanan untuk berbagai
spesies fauna sangat kurang, sehingga spesies-spesies yang hidup sebagian besar
adalah pemakan rumput (alang-alang).
3.1.6 Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan emas dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu:
1. Tambang hidrolik/semprot
Material/ore dari front kerja digali oleh excavator dan dialirkan oleh pompa ke
bak penampungan. Dalam proses ini batu dan kayu terbuang, pasir dan kerikil menjadi
feed untuk phalong dan didapat produksi emas.
2. Kombinasi hidrolik dan tambang mekanik
Setelah stripping atau pengupasan material ore dari front kerja yang digali oleh
excavator dan ditransportasikan dengan truck untuk diolah/diproses pada alluvial plant.

17
3.2 Lokasi dan Kesampaian Perusahan
3.2.1 Lokasi Perusahaan
Kegiatan pertambangan bahan galian emas dilaksanakan oleh PT. PANCA
LOGAM NUSANTARA yang secara geografis daerah penyelidikan terletak pada
koordinat 04° 38’ 18.70”– 04° 38’ 55.10” Lintang Selatan dan 121° 53’ 7.30”–121° 54’
59.6” Bujur Timur. Secara administratif daerah penyelidikan terletak di bagian Selatan
Propinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya berada pada Desa Wumbubangka Kecamatan
Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Tabel 3.3. Batas-batas koordinat lokasi penyelidikan
No Bujur Timur Lintang Selatan
1 121˚51'41.0" 04˚36'32.0"
2 121˚55'04.9" 04˚36'32.0"
3 121˚55'04.9" 04˚38'53.9"
4 121˚54'40.6" 04˚38'53.9"
5 121˚54'40.6" 04˚38'17.3"
6 121˚53'06.3" 04˚38'17.3"
7 121˚53'06.3" 04˚38'03.2"
8 121˚51'42.0" 04˚38'03.2"

Luas wilayah keseluruhan mencapai 2000 Ha dengan jenis pembagian lahan


yang terdiri atas HPT (Hutan Produksi Terbatas), HP (Hutan Produksi) dan APL (Areal
Penggunaan Lain).

18
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penyelidikan

3.2.2 Kesampaian Perusahaan


Daerah penyelidikan ditempuh dengan menggunakan kendaraan beroda dua
atau beroda empat dengan jarak ± 20 km dari Kota Bombana dan waktu tempuh ±1
jam.

19
BAB IV
METODE ANALISIS

4.1 Jenis Data


Data yang diperoleh dalam penyusunan tugas ini adalah berupa data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi literatur untuk mendukung
data-data yang lain seperti peta topografi, peta situasi tambang, data curah hujan, dan
data pendukung lainnya.

4.2 Jenis Analisis


Penyusunan tugas ini dilakukan dengan menganalisis hasil dari pengolahan
data sekunder, kemudian dari hasil analisis tersebut mendapatkan bentuk rancangan
sistem penyaliran tambang yang sesuai untuk kondisi di lokasi perusahaan. Setelah itu
dapat disimpulkan rancangan sistem penyaliran yang sesuai untuk lokasi perusahaan
berdasarkan hasil analisis tersebut.

4.3 Tahapan Analisis


4.3.1 Studi Literatur
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan literatur-literatur
terkait dengan sistem penyaliran tambang khususnya pada penambangan emas.
Literatur-literatur tersebut dapat berupa data curah hujan di Kabupaten Bombana,
buku-buku terkait sistem penyaliran tambang, jurnal ilmiah, laporan penelitian dengan
masalah yang sama, wawancara dan sumber lainnya. Selain itu, literatur lain berupa
jenis tanah dan keadaan geologi sekitar perusahaan terkait baik secara regional
maupun geologi lokal sehubungan dengan penyebaran litologi dan kondisi morfologi.
4.3.2 Pengambilan dan Pengumpulan Data
Pengambilan dan pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan
pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran
umum daerah perusahaan seperti peta topografi, peta izin usaha pertambangan (IUP)
serta data curah hujan daerah Kabupaten Bombana yang diperoleh dari Balai Wilayah
Sungai (BWS) Sulawesi IV.

20
4.3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilanjutkan dengan pengolahan
dan analisis data untuk rancangan sistem penyaliran tambang di PT. Panca Logam
Nusantara Desa Wambubangka Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana.
Adapun langkah-langkah pengolahan dan analisis data, adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Debit Air Limpasan (Runoff)
Penentuan besarnya debit air limpasan. Untuk menentukannya, terdapat
beberapa hal yang ditentukan terlebih dahulu, antara lain sebagai berikut:
a. Intensitas Curah Hujan
Untuk menentukan intensitas curah hujan, maka perlu dilakukan analisis data
curah hujan terlebih dahulu. Analisis data curah hujan berupa penentuan data curah
hujan yang hilang, penentuan curah hujan rata-rata dan penentuan curah hujan
rencana dalam periode ulang tertentu. Dari hasil tersebut kemudian ditentukan
intensitas curah hujan.
b. Luas Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
c. Koefisien Limpasan
2. Rancangan Saluran
Rancangan dimensi saluran mengacu pada besarnya kapasitas debit saluran
yang dapat ditentukan.
3. Rancangan Kolam Pengendap
Rancangan kolam pengendap ditentukan berdasarkan volume air yang masuk
melalui saluran penyaliran dan kecepatan jatuh material sedimen.

21
4.4 Diagram Alir
MULAI

PENGUMPULAN DATA

DATA SEKUNDER
1. Peta topografi
2. Peta situasi tambang
3. Data curah hujan

PENGOLAHAN DATA
1. Perhitungan curah hujan rata-rata wilayah
menggunakan metode Thiessen
2. Perhitungan curah hujan rencana menggunakan
S
metode Gumbel (Xr = X + (Y-Yn))
Sn
3. Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan
R 24
rumus Mononobe ( I = ¿)
24
4. Perhitungan luas daerah tangkapan hujan
(catchment area)
5. Perhitungan debit air limpasan menggunakan
persamaan Rasional (Q = 0,278 x C x I x A)

ANALISIS
1. Penentuan dimensi drainase menggunakan
2 1
rumus Manning (Q = 1/n x R R 3 x S 2 x A)
2. Penentuan dimensi kolam pengendap

HASIL
1. Rancangan drainase SELESAI
2. Rancangan kolam pengendap

Gambar 4.1 Diagram alir penelitian

22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
Hasil perhitungan PUT menggunakan Metode Gumbel
YT- (YT-
N
PUT YN SN YT-YN YN/S S YN/SN) XT
O
X RAT YT N S
1 2 6.1 0.37 0.50 0.95 -0.13 -0.14 20.74 -2.81 3.34
15.0
2 5 6.1 0.50 0.95
0 14.51 15.28 20.74 316.89 323.04
22.5
3 10 6.1 0.50 0.95
1 22.01 23.18 20.74 480.84 486.98
29.7
4 15 6.1 0.50 0.95
1 29.21 30.76 20.74 638.07 644.22
31.9
5 25 6.1 0.50 0.95
9 31.50 33.17 20.74 687.96 694.11
39.0
6 50 6.1 0.50 0.95
3 38.53 40.58 20.74 841.61 847.76
46.0
7 100 6.1 0.50 0.95
1 45.52 47.93 20.74 994.16 1000.30
Tabel 5.1 hasil perhitungan PUT menggunakan Metode Gumbel

Hasil perhitungan intensitas curah hujan


2 TH 5TH 10 TH 15 TH 25 TH 50 TH 100 TH
No t (mnt) t (jam)
5.98 7.48 8.47 9.03 9.72 10.65 11.57
1 5 0.08 10.86 13.58 15.39 16.40 17.66 19.35 21.03
2 10 0.17 6.84 8.56 9.69 10.33 11.13 12.19 13.25
3 15 0.25 5.22 6.53 7.40 7.89 8.49 9.30 10.11
4 30 0.50 3.29 4.11 4.66 4.97 5.35 5.86 6.37
5 45 0.75 2.51 3.14 3.56 3.79 4.08 4.47 4.86
6 60 1.00 2.07 2.59 2.94 3.13 3.37 3.69 4.01
7 120 2.00 1.31 1.63 1.85 1.97 2.12 2.33 2.53
8 180 3.00 1.00 1.25 1.41 1.50 1.62 1.78 1.93
9 360 6.00 0.63 0.78 0.89 0.95 1.02 1.12 1.22
10 720 12.00 0.40 0.49 0.56 0.60 0.64 0.70 0.77
11 1440 24.00 0.25 0.31 0.35 0.38 0.41 0.44 0.48
12 2880 48.00 0.16 0.20 0.22 0.24 0.26 0.28 0.30
Tabel 5.2 hasil perhitungan intensitas curah hujan

23
Grafik Intensitas Hujan Daerah Bombana

GRAFIK INTENSITAS HUJAN DAERAH BOMBANA


120.00

100.00
100 THN
80.00 50 THN
25 THN
60.00 15 THN
10 THN
40.00 5 THN
2 THN
20.00

0.00
5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 1440 2880

Gambar 5.1 grafik intensitas hujan daerah bombana

5.2 Pembahasan
5.2.1 Analisis Data Curah Hujan
Data curah hujan merupakan salah satu data sekunder yang harus ada dalam
melakukan rancangan sistem penyaliran tambang. PT. PANCA LOGAM NUSANTARA
mempunyai alat penakar hujan di lokasi penambangannya. Data curah hujan yang
diperoleh dari PT. PANCA LOGAM NUSANTARA merupakan data curah hujan 7 bulan
terakhir dan pada hakekatnya untuk menganalisis data curah hujan diperlukan data
curah hujan minimal 10 tahun terakhir, sehingga untuk dapat melakukan analisis data
curah hujan perlu dilakukan pendekatan terhadap data curah hujan yang ada di sekitar
lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan berupa data curah hujan harian 10
tahun terakhir (2008-2017) pada beberapa stasiun pengamatan curah hujan yang
terletak di sekitar lokasi penelitian. Data curah hujan tersebut berupa data curah hujan
harian dari pos hujan Rarowatu, Poleang Timur, Rarowatu Utara. Berdasarkan data
curah hujan dari ketiga pos hujan tersebut, maka diperoleh data curah hujan bulanan
pada masing-masing stasiun seperti pada tabel pada lampiran. Berdasarkan data curah

24
hujan bulanan pada lampiran tersebut, terlihat bahwa curah hujan pertahun terbesar
selama 10 tahun terakhir terletak pada pos hujan Poleang Timur dengan rata-rata
curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 47.3 mm. Nilai rata-rata curah
hujan selama 10 tahun terakhir pada pos hujan Poleang Timur memiliki selisih nilai
yang kecil dengan pos hujan Rarowatu yaitu sebesar 7.0 mm. Sedangkan nilai rata-
rata curah hujan selama 10 tahun terakhir pada pos hujan Rarowatu Utara memiliki
perbedaan yang cukup signifikan di antara kedua pos tersebut dengan nilai rata-rata
curah hujan selama 10 tahun terakhir adalah sebesar 26.8 mm.
Data curah hujan yang terdapat pada lampiran, terlihat bahwa ada beberapa
data yang hilang atau rusak pada pos hujan Rarowatu hujan. Data curah hujan yang
hilang atau rusak
1 tersebut dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya karena
kelalaian petugas yang sedang mengamati pada waktu tersebut, ataupun karena
tercecernya data yang telah diperoleh pada waktu tersebut. Data yang hilang atau
rusak tersebut dapat diestimasi dengan melihat data stasiun curah hujan yang terletak
di sekitaran atau berdekatan dengan stasiun yang datanya akan diestimasi. Untuk
mengestimasi data curah hujan yang hilang atau rusak, dapat dilakukan menggunakan
persamaan data curah hujan yang hilang.
Berdasarkan data curah hujan harian rata-rata wilayah yang telah diperoleh
diatas, terlihat bahwa curah hujan harian rata-rata wilayah selama 10 tahun terakhir
adalah sebesar 61.5 mm.
Data curah hujan harian rata-rata yang telah diperoleh, kemudian digunakan
untuk menentukan curah hujan rencana. Penentuan curah hujan rencana dilakukan
dengan menggunakan metode Gumbel yang didasarkan pada distribusi dan nilai
ekstrim. Beberapa nilai yang harus dihitung untuk mengetahui curah hujan rencana
menggunakan metode Gumbel, antara lain adalah nilai standar deviasi (S), nilai
variansi reduksi rata-rata (Yn), nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), dan nilai
variansireduksi(Y).

25
Nilai standar deviasi (S) yang dimaksud adalah nilai standar deviasi dari
data/sampel yang digunakan. Untuk mengetahui nilai standar deviasi, beberapa data
yang harus diketahui, antara lain adalah total curah hujan selama n tahun (x), dimana
n adalah banyaknya data yang digunakan. Dalam hal ini banyaknya data yang
dimaksud adalah banyaknya data curah hujan yang diperoleh yaitu 10 tahun, sehingga
n yang digunakan adalah 10.
Penentuan nilai variansi reduksi rata-rata/ reduced mean (Yn) dan nilai standar
deviasi dari variansi reduksi/reduced standard deviation (Sn) bergantung pada
banyaknya data yang digunakan (n). Penentuan nilai Yn dan Sn tersebut dapat dilihat
pada lampiran. Banyaknya data yang digunakan (n) adalah 10, sehingga berdasarkan
perhitungan di lampiran diperoleh nilai Yn adalah sebesar 0,4952 dan nilai Sn adalah
sebesar 0.9496.
Dengan mengetahui nilai standar deviasi (S), nilai variansi reduksi rata-rata
(Yn) dan nilai standar deviasi dari variansi reduksi (Sn), maka penentuan nilai curah
hujan rencana (Xr) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan. Salah satu
contoh perhitungan nilai curah hujan rencana pada periode ulang 2 tahun adalah jika
diketahui nilai curah hujan rata-rata (X) adalah 95,856 mm dan nilai variansi reduksi
dari periode ulang 2 tahun adalah 0,366.

5.2.1 Debit Air Limpasan


Debit air limpasan merupakan salah satu parameter yang menjadi penentu
dalam merancang suatu saluran. Besarnya debit air limpasan dihitung dengan
menggunakan persamaan rasional. Perhitungan debit air limpasan dengan
menggunakan persamaan rasional disesuaikan dengan perkiraan tata guna lahan dan
umur tambang. Perhitungan debit air limpasan dengan periode ulang 2 tahun
diterapkan untuk kondisi perusahaan yang saat ini memiliki kondisi lahan hutan,
sehingga nilai koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,6 dengan total debit air
limpasan yaitu sebesar 0,01196 m3/s. Umur perusahaan yang diperkirakan 5 tahun
dengan asumsi terjadi perubahan kondisi lahan dari kondisi lahan yang awalnya hutan
menjadi lahan yang tanpa tumbuhan dikarenakan adanya pembersihan lahan, dalam
hal ini tahapan penambangan sedang berlangsung, sehingga periode ulang yang
digunakan adalah 5 tahun dengan koefisien limpasan yang digunakan adalah 0,9.
Maka perhitungan debit air limpasan yaitu sebesar 0,03977 m 3/s. Persentase

26
kemiringan ditentukan berdasarkan beda ketinggian daerah tangkapan hujan yang
terlihat pada peta topografi PT. PANCA LOGAM NUSANTARA dengan asumsi bahwa
belum ada perubahan kemiringan lereng selama proses pembersihan lahan
dilaksanakan. Berdasarkan luas daerah tangkapan hujan yang telah ditentukan, maka
rincian perhitungan besarnya debit air limpasan dapat dilihat pada tabel.

5.2.2 Saluran (Drainase)


Perancangan saluran dimaksudkan untuk menampung masuknya air limpasan
yang terjadi akibat adanya hujan, sehingga diharapkan dapat tehindar dari adanya
genangan air yang akan mengganggu aktivitas yang akan berlangsung di perusahaan.
Pembuatan saluran (drainase) dibuat di sepanjang jalan yang telah dirancang untuk
kegiatan penambangan pada perusahaan, dimana panjang jalan tersebut adalah
sekitar 1.088,398 m hingga sampai ke kolam pengendap. Dimensi drainase disesuaikan
dengan besarnya debit air limpasan dan umur perusahaan yang direncanakan.
Sehingga dimensi drainase mengacu pada debit air pada periode 5 tahun yaitu sebesar
0,03977 m3/s. Perancangan saluran yang dibuat berbentuk trapezium sebab ukuran
dalam bentuk tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menampung air yang
besar. Selain itu, saluran tersebut lebih mudah dalam proses buatan dan
pemeliharaannya serta telah menjadi bentukan saluran yang inan diterapkan di
perusahaan-perusahaan tambang lainnya. Saluran dibuat dari tanah asli sehingga nilai
koefisien kekasaran Manning

Gambar 5.2. Saluran penampang trapesium

27
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, maka diperoleh dimensi uran berupa
kedalaman penampang basah 0,25 m, tinggi saluran 0,60 m, tinggi gaan 0,35 m, lebar
dasar saluran 0,31 m, dan lebar permukaan saluran 0,6 m.

Gambar 5.3 Penampang saluran basah


Indikasi terjadinya pengendapan sedimen pada saluran yang dirancang dengan
debit air yang masuk sebesar 0,03977 m 3/s tersebut yaitu kecil mungkinan untuk
terjadi pengendapan, dimana secara perhitungan matematis lebih besar kecepatan
aliran air di saluran (V) yaitu 0,4264 m/s dari pada kecepatan tubuh sedimen (Vs)
yaitu 0,00243 m/s, sehingga dimensi yang terbawa bersama aliran air di saluran lebih
cepat waktunya untuk mengalir menuju kolam pengendap daripada untuk terendapkan
di saluran tersebut. Selain itu, lokasi jalan tambang yang menjadi rencana penempatan
saluran yang kondisinya relatif tidak datar, membuat aliran air di saluran akan
mengalami laju aliran yang lebih besar, sehingga kemungkinan untuk terjadi
pengendapan sedimen saluran itu relatif kecil. Tetapi dalam hal ini penjadwalan
perawatan saluran juga perlu dilakukan, guna untuk menjaga kestabilan dari bentukan
saluran yang telah ancang, sehingga air permukaan yang akan masuk ke saluran tidak
mengalami peluapan. Oleh karena itu, dalam perancangan saluran ini diasumsikan
seluruh pendapan sedimen terbawa bersama air menuju kolam pengendap tanpa
memperhitungkan banyaknya sedimen yang akan terendapkan di saluran tersebut.

28
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Untuk menganalisis data curah hujan diperlukan data 10 tahun terakhir, perhitungan
put (periode ulang tahun) menggunakan metode gumbel dan perhitungan intensitas
curah hujan, maka akan menghasilkan grafik intensitas hujan.
2. Perancangan saluran yang dibuat berbentuk trapesium dengan dimensi saluran
berdasarkan besarnya debit air limpasan dan umur perusahaan yang direncanakan.
Sehingga perancangan saluran dibuat berdasarkan debit air pada periode ulang 5
tahun yaitu sebesar 0,03977 m 3/s dengan dimensi berupa saluran tinggi saluran
basah 0,25 meter, tinggi saluran 0,60 meter, tinggi jagaan 0,35 meter, lebar dasar
saluran 0,31 meter, dan lebar permukaan saluran 0,6 meter.

6.2 Saran
1. Perlunya pembuatan dan perawatan sistem penyaliran berupa saluran
2. Pada saat musim hujan perlu adanya pengontrolan pada sistem drainasse sehinggan
sistem dapat berfungsi dengan baik.
3. Perlu dilakukan penjadwalan perawatan kolam pengendap secara rutin berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan

29
DAFTAR PUSTAKA

Jafar, N., Marwan, Widodo, S., 2016. Kajian Teknis Penirisan Tambang Nikel Laterit
Mengunakan Metode Mine Dewatering, Jurnal Geomine, Vol 4, No. 3,
Desember 2016, Halaman 106-110

McNaughton, N., Smith Jr, J.E., dan Stoll, S., 2011. Principles of Design and Operations
of Wastewater Treatment Pond Systems for Plant Operators, Engineers,
and Managers. USEPA : Ohio

Praja, S.A.,2013. Evaluasi Kapasitas Saluran Kali Belik Yogyakarta, Jurnal Bumi
Indonesia Volume 2, No. 3 Tahun 2013 Halaman 55-62

Prayuditha. M.F.,2013. Upaya Pencegahan Sumber Air Tambang dari Air Permukaan
Tanah untuk Meminimalkan Penggunaan Pompa di Tambang Batubara
Blok Bisa PT. Telen Orbit Prima, Jurnal Rekayasa Teknologi Industri dan
Informasi, Seminar Nasional Ke 8, 14 Desember 2013 Halaman 6-9

Putri Y.E., 2014. Analisa Penyaliran Air Tambang Batu Kapur PT. Semen Baturaja
(Persero) di Pabrik Baturaja, Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 2, No.
1, Januari 2014 Halaman 78-92

Rahmadi Siahaan, dkk. 2017. Evaluasi Teknis Sistem Penyaliran Tambang Studi Kasus:
PT. Bara Energi Lestari Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Universitas Syiah
Kuala: Banda Aceh

Sosrodarsono S., Takeda. K., 2003. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita :
Jakarta

Subiakto, Rosadi, P.E., dan Hartono. 2016. Kajian Teknis Sistem Penyaliran pada
Tambang Batubara PIT 1 Utara Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk. Tanjung Enim Sumatera Selatan, Jurnal Rekayasa Teknologi
Industri dan Informasi, Prosiding Seminar Nasional XI Tahun 2016

30
Sudarto, Alimin, M., dan Wicaksono, K.S. 2015. Estimasi Limpasan Permukaan DAS
Mikro Brantas Hulu Kecamatan Bumiaji Kota Batu Menggunakan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan Vol 2 No 2: 171-177, 2015

Wibawa, F.S. 2015. Rancangan Sump D1 Blok D1-D2 Pit Roto Selatan PT.
Pamapersada Nusantara Distrik Kideco Batu Kajang Kalimantan Timur,
Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 1 Periode:
MaretAgustus 2015 Halaman 23-28

31
LAMPIRAN 1.DATA CURAH HUJAN BOMBANA

Tabel A. Data Curah Hujan Bulanan Rarowatu Utara(mm)

32
Rata-
BULAN Total
rata
Tahun
Agu okt
Jan feb mar apr mei juni juli sep nov des
s o
2008 2,3 3,3 2,5 2,7 2,7 5,4 3,0 0,6 0,0 0,0 2,0 2,0 26,6 2,2
2009 2,0 13,0 10,7 4,5 2,6 5,2 3,1 0,7 1,1 4,1 3,2 5,2 55,7 4,6
2010 4,3 3,9 2,7 4,9 8,1 5,5 7,2 3,1 2,1 3,6 3,5 2,4 51,3 4,3
2011 2,2 3,3 3,5 5,1 2,4 6 1,5 0 0 0 0,1 1,5 25,6 2,1
2012 3,5 1,2 2,3 2,2 3,2 3,3 5,3 1,4 0,2 0,3 1,8 2,5 27,2 2,3
2013 1,3 3,0 2,0 2,2 5,7 5,1 5,9 0,4 0,4 0,0 4,0 3,5 33,3 2,8
2014 1,0 2,3 2,6 3,4 1,9 3,8 2,3 1,8 0,0 0,0 0,1 0,7 19,9 1,7
2015 1,3 3,0 2,0 2,2 5,7 5,1 5,9 0,4 0,4 0,0 4,0 3,5 33,3 2,8
2016 1,2 6,6 2,8 3,9 0,4 2,7 2,1 0,3 0,3 1,1 0,9 0,4 22,7 1,9
2017 0,8 2 3,6 1,6 4,3 7,8 1,9 0 1,1 0,1 1,3 2,2 26,7 2,2
26,
Curah Huja Rata Rata Pertahun 8

Tabel B. Data Curah Hujan Bulanan Rarowatu (mm)


Tota Rata-
BULAN
l rata
Tahun
Agu
Jan Feb mar apr mei juni Juli sep okto nov des
s
2008 1,5 5,4 5,6 4,3 6,0 10,0 0,2 0,0 0,0 0,0 2,0 2,0 37,0 3,1
2009 2,2 6,5 7,9 8,1 5,7 6,2 5,9 2,4 4,2 4,8 1,6 8,6 64,1 5,3
2010 3,9 8,8 6,4 6,8 10,9 9,5 0,9 3,8 3,6 1,1 4,4 3,5 63,6 5,3
2011 2,3 7,4 7,1 8,3 5,4 6,8 3 0,1 0,2 0,1 0,8 2,5 44,0 3,7
2012 3,6 4,1 6,2 6,2 9,5 9 19,6 0,1 1,3 1,3 1,3 8,8 71,0 5,9
5, 1, 5 1, 11, 7, 10, 1,1
2013 57,5 4,8
01 94 ,79 68 90 71 13 5 0,0 0,0 6,73 5,42
2014 1,7 4,5 4,2 3,7 1,5 6,0 1,3 3,1 0,0 0,0 0,0 3,2 29,1 2,4
2015 1,2 2,8 5,7 3,6 3,7 10,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,5 2,3 30,2 2,5
11,
2016 61,4 5,1
3,5 11,3 7 6,8 3,2 4,2 5,4 1,1 3,1 5,3 0,8 5,0
2017 0,8 2,0 3,6 1,6 4,3 7,8 1,9 0,0 1,1 0,1 1,3 2,2 26,8 2,2
Curah Huja Rata Rata Pertahun 40,4

Tabel C. Data Curah Hujan Bulanan Poleang Timur (mm)

33
TOTA RATA-
BULAN
L RATA
Tahun
Agu
Jan Feb mar apr mei juni juli sep okto nov des
s
10,
2008 91,8 7,7
8 10 2 14 8,7 9 11,9 3,4 1,4 1,2 4,6 9,4
2009 2,3 3,3 2,5 2,7 2,7 5,4 3 0,6 0 0 2 2 26,5 2,2
10, 10,
2010 70,3 5,9
9,3 1 8 12 10,2 6,5 1,2 0 0 0 0,6 9,6
10,
2011 55,4 4,6
2 13 7 4,5 2,6 5,2 3,1 0,7 1,1 4,1 3,2 5,2
2012 2,3 8 4,1 4,2 12,9 8,6 3,8 3,5 1,5 1,1 6,2 3 59,2 4,9
2013 7,9 2,3 1,3 5,7 12,4 0 13,4 0,8 0 1,3 9,4 9,5 64 5,3
11,
2014 59,8 5,0
2,2 4,3 8,2 10,1 14,1 3 2,1 0 0 0,3 0 7,2
2015 2,8 7 8,4 10,4 9 0 0 0 0 0 0 2,4 40 3,3
2016 6,1 11 5,6 3,7 7,5 3,6 1,4 2,5 4,2 6,2 3,4 0 55,2 4,6
2017 1,9 6,4 4,8 4,3 4,9 7,0 3,1 0,3 0,9 2,7 5,8 4,2 42,0 3,8
Curah Huja Rata Rata Pertahun 47,3

Tabel D. Data Curah Hujan Maximal Tahunan


Rerata
BULAN
max
Tahun
agu okt
Jan Feb mar apr mei juni Juli sep nov des
s o
10, 10, 14,
2008
8,0 0 2 0 8,7 10,0 11,9 3,4 1,4 1,2 4,6 9,4 7,7
13, 10,
2009
2,3 0 7 8,1 5,7 6,2 5,9 2,4 4,2 4,8 3,2 8,6 6,3
10, 10, 12,
2010
9,3 1 8 0 10,9 9,5 7,2 3,8 3,6 3,6 4,4 9,6 7,9
13, 10,
2011
2,3 0 7 8,3 5,4 6,8 3,1 0,7 1,1 4,1 3,2 5,2 5,3
2012 3,6 8,0 6,2 6,2 12,9 9,0 19,6 3,5 1,5 1,3 6,2 8,8 7,2
2013 7,9 3,0 5,8 5,7 12,4 7,7 13,4 1,1 0,4 1,3 9,4 9,5 6,5
10,
2014
2,2 4,5 8,2 1 14,1 11,3 2,3 3,1 0,0 0,3 0,1 7,2 5,3
10,
2015
2,8 7,0 8,4 4 9,0 10,0 5,9 0,4 0,4 0,0 4,0 3,5 5,1
11, 11,
2016
6,1 3 7 6,8 7,5 4,2 5,4 2,5 4,2 6,2 3,4 5,0 6,2
2017 1,9 6,4 4,8 4,3 4,9 7,8 3,1 0,3 1,1 2,7 5,8 4,2 3,9
Curah Huja Rata Rata Pertahun 61,5

34
Tabel E. Analisis Frekuensi

CURAH
(Xi-
NO TAHUN HUJAN (Xi-Xrat) (Xi-Xrat)^4
Xrat)^3
MAX (Xi-Xrat)^2
1 2008 7,7 1,6 2,5 4,0 6,3
2 2009 6,3 0,1 0,0 0,0 0,0
3 2010 7,9 1,8 3,1 5,4 9,4
4 2011 5,3 -0,8 0,7 -0,6 0,5
5 2012 7,2 1,1 1,2 1,3 1,4
6 2013 6,5 0,3 0,1 0,0 0,0
7 2014 5,3 -0,9 0,8 -0,7 0,6
8 2015 5,1 -1,0 1,0 -1,0 1,0
9 2016 6,2 0,0 0,0 0,0 0,0
10 2017 3,9 -2,2 4,9 -10,7 23,7
RATA-RATA 6,1        
JUMLAH 61,5 0,0 14,2 -2,3 42,8
STANDAR
     
DEVIASI 1,2551441    
KOEFISIE
     
N VARIASI 0,2041649    

Tabel F.Perhitungan Gumbel

CURAH
N
HUJAN PUH YTR YN SN K XT
O
TAHUN MAX
1 2008 7,7 2 0,4 0,4952 0,9496 -0,1 6,0
2 2009 6,3 5 1,5 0,4952 0,9496 1,1 7,5
3 2010 7,9 10 2,3 0,4952 0,9496 1,8 8,5
4 2011 5,3 15 2,7 0,4952 0,9496 2,3 9,0
5 2012 7,2 25 3,2 0,4952 0,9496 2,8 9,7
6 2013 6,5 50 3,9 0,4952 0,9496 3,6 10,7
7 2014 5,3 100 4,6 0,4952 0,9496 4,3 11,6
8 2015 5,1            
9 2016 6,2            
10 2017 3,9            
RATA-RATA 6,1            
STANDAR
1,3            
DEVIASI

35
LAMPIRAN 2 PETA ADMINISTRASI

Gambar A. Peta Administrasi Kabupaten Bombana

36
37

Anda mungkin juga menyukai