Anda di halaman 1dari 14

MATA KULIAH

ASPEK HUKUM DALAM


PEMBANGUNAN

DI KERJAKAN OLEH :
Nur’aini Djupanda /F111 15 029
Riska Amalia Putri /F111 16 040
Aclianus Kandola /F111 16 114

JURUSAN S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
BAB 6
Bagian Kedua
KEGAGALAN BANGUNAN
Pasal 60 – Pasal 67

Menurut Undang – undang dasar nomor 2 tahun 2017 Tentang kegagalan bangunan dimuat
dalam beberapa pasal yaitu, pasal 60 sampai pasal 67.
Dimana :
Pasal 60 : Berisi Penjelasan Secara Umum Tentang Jasa Konstruksi dan Kegagalan
Bangunan
Pasal 61 : Berisi Penjelasan Penilai Ahli tentang Syarat dan Tugasnya
Pasal 62 : Berisi Penjelasan Kerjasama dan Koordinasi Penilai Ahli
Pasal 63 : Berisi Penjelasan Kewajiban Penyedia Jasa
Pasal 64 : Berisi Penjelasan Siapa yang mengatur Ketentuan untuk Penilai ahli dan Penilai
Kegagalan Bangunan
Pasal 65 : Berisi Penjelasan tentang jangka waktu dan pertanggung jawaban bangunan
Pasal 66 : Berisi Penjelasan tentang Pelaporan kegagalan Bangunan
Pasal 67 : Berisi Penjelasan tentang Ganti Rugi kegagalan bangunan

PASAL 60
(1) Dalam hal penyelenggaraan Jasa Konstruksi tidak memenuhi Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,
Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap
Kegagalan Bangunan.
(2) Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh penilai ahli.
(3) Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
(4) Menteri harus menetapkan penilai ahli dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya Kegagalan Bangunan.

PASAL 61
(1) Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) harus: a. memiliki Sertifikat
Kompetensi Kerja pada jenjang jabatan ahli di bidang yang sesuai dengan klasifikasi produk
bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan; b. memiliki pengalaman sebagai
perencana, pelaksana, dan/atau pengawas pada Jasa Konstruksi sesuai dengan klasifikasi
produk bangunan yang mengalami Kegagalan Bangunan; dan c. terdaftar sebagai penilai ahli
di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang Jasa Konstruksi.
(2) Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas antara lain: a.
menetapkan tingkat kepatuhan terhadap Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; b. menetapkan penyebab terjadinya
Kegagalan Bangunan; c. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya
bangunan; d. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan; e.
melaporkan hasil penilaiannya kepada Menteri dan instansi yang mengeluarkan izin
membangun, paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
pelaksanaan tugas; dan f. memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri dalam rangka
pencegahan terjadinya Kegagalan Bangunan.
PASAL 62
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) penilai ahli
dapat berkoordinasi dengan pihak berwenang yang terkait.
(2) Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib bekerja secara profesional dan
tidak menjadi bagian dari salah satu pihak.
PASAL 63
Penyedia Jasa wajib mengganti atau memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) yang disebabkan kesalahan Penyedia Jasa.
PASAL 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilai ahli dan penilaian Kegagalan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 diatur dalam Peraturan Menteri.
PASAL 65
((1) Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu
yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi.

(2) Dalam hal rencana umur konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 10
(sepuluh) tahun, Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam
jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir
layanan Jasa Konstruksi.
(3) Pengguna Jasa bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan yang terjadi setelah jangka
waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Ketentuan jangka waktu pertanggungjawaban atas Kegagalan Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan pertanggungjawaban Penyedia Jasa atas
Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

PASAL 66
(1) Pengguna Jasa dan/atau pihak lain yang dirugikan akibat Kegagalan Bangunan dapat
melaporkan terjadinya suatu Kegagalan Bangunan kepada Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan terjadinya Kegagalan Bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
PASAL 67

(1) Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa wajib memberikan ganti kerugian dalam hal terjadi
Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
RESUME
DISKUSI KELAS :
DISKUSI KELOMPOK 1
Uu No. 2 Tahun 2017 Pasal 35
Tentang Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing Dan Usaha Perseorangan Jasa Kontruksi
Asing
- KLASIFIKASI BADAN USAHA
 Sertifikat Badan Usaha (SBU) adalah bukti otentik yang menunjukan kompetensi
badan usaha asing atau lokal memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan di
bidang jasa konstruksi. Sertifikat ini menjadi sangat penting bagi perusahaan karena
dibutuhkan sebagai persyaratan utama untuk mendapatkan Izin Usaha Jasa
Konstruksi (IUJK) sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia.
Penerbitan Sertifikat Badan Usaha
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yaitu LPJK adalah lembaga yang
berwenang mengeluarkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) dibidang jasa konstruksi
 LPJK adalah Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, yaitu Lembaga yang
melaksanakan pengembangan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
ayat (3) Undang – Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
 LPJK NASIONAL
Berwenang mengeluarkan Sertifikat Badan Usaha dengan kualifikasi Besar
 LPJK PROPINSI
Berwenang mengeluarkan Sertifikat Badan Usaha dengan kualifikasi Kecil dan
Menengah
- KLASIFIKASI BADAN USAHA
 Jasa kontruksi kecil 1, Jasa kontruksi kecil 2 dan Jasa kontruksi 3
 Jasa kontruksi menengah 1 dan Jasa kontruksi menengah 2
 Jasa Kontruksi besar 1 dan Jasa kontruksi 2
- SYARAT TENAGA KERJA INDONESIA DALAM JASA KONTRUKSI
 Dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 2 Tahun 2017 ditegaskan bahwa:
- Sertifikasi Kompetensi Kerja
 Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi wajib memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja.
 Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa wajib mempekerjakan tenaga kerja
konstruksi yang memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
 Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui
uji kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja.
- SKT (Sertifikat Keterampilan Kerja) adalah bukti kompetensi dan kemampuan profesi
keterampilan kerja bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (KONTRAKTOR) yang harus
dimiliki untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) perusahaan
dan atau sebagai Tenaga/Pelaksana Terampil  bidang kontruksi dengan kualifikasi:
- Tingkat I
- Tingkat II
- Tingkat III

DISKUSI KELOMPOK 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Jasa Konstruksi
Pasal 5.
Dengan adanya pengembangan system pemilihan penyedia jasa konstruksi seperti di
atas maka, semua penyedia jasa konstruksi memiliki rasa tanggung jawab lebih di dalam
pekerjaan konstruksi yang akan mereka kerjakan, sehingga/atau membuat pemberi jasa
konstruksi tidak khuatir tentang kejadian-kejadian yang tidak di inginkan
Peraturan ini juga sangat penting karna seiring berjalannya waktu, system atau
pengaruh lingkungan dapat mempengaruhi pekerjaan konstruksi, dengan adanya
pengembangan-pengembangan yang baik dan baru dari pemerintah di harapkan kejadian-
kejadian yang tidak di inginkan dapat di turunkan tingat persennya.
b. Mengembangkan kontrak kerja konstruksi yang menjamin kesetaraan hak dan kewajiban
antara pengguna jasa dan penyedia jasa
Tujuan di kembangkannya kontrak kerja konstruksi yang menjamin kesetaraan hak
dan kewajiban antara pengguna jasa dan penyedia jasa adalah bertujuan agar supaya si
pengguna jasa dapat merasa aman dalam menggunakan si penyedia jasa, seperti pada saat
pengguna jasa memberikan target atau rentan waktu yang akan di gunakan oleh si penyedia
jasa dapat di selesaikan tepat waktu. Begitu juga dengan si penyedia jasa dapat mempercayai
si pengguna jasa contohnya seperti pencairan dana konstruksi yang sesuai dengan SPK yang
ada sebelumnya
c. mendorong digunakannya alternatif penyelesaian sengketa penyelenggaraan Jasa
Konstruksi di luar pengadilan
Tujuannya karena pada dasarnya penyelesaian sengketa jasa konstruksi tidak dapat
diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat, diarahkan pada penyelesaian di luar
pengadlan dan bermuara pada penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase. Dalam hal kasus
sengketa yang bersifat kontraktual atau sengketa dimasa pelaksanaan pekerjaan sedang
belangsung, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat melalui jalur-jalur yaitu :
a) Jalur Konsultasi
b) Jalur Negosiasi
c) Jalur Mediasi
d) Jalur Konsiliasi
e) Jalur Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase
d. mengembangkan sistem kinerja penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
Tujuan di kembangkannya system kinerja penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi, sangat baik karna dengan adanya kebijakan atau pemikiran pemerintah untuk
membuat system kinerja penyedia jasa dalam penyelenggatraaan jasa konstruksi si penyedia
jasa dapat mengakses pekerjaan-pekerjaan konstruksi dengan sangat luas, contohnya
kebijakan dalam melihat Tender-Tender atau Penunjukan langsung yang dapat di akses
melalu internet atau website yang di berlakukan dalam aturan yang ada.

DISKUSI KELOMPOK 3
Paragraf 1 Umum Pasal 11
 Kualifikasi usaha bagi badan usaha yaitu:
a. kecil;
b. menengah; dan
c. besar.
 Penjelasannya:
Kualifikasi usaha jasa konstruksi merupakan bagian dari proses registrasi badan usaha
penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat/kedalaman kompetensi
dan kemampuan usaha. Kualifikasi dikelompokkan dalam usaha kecil, usaha
menengah dan usaha besar. Yang diperhitungkan dari pengalaman (kualifikasi tenaga
terampil/ahli yang dimiliki) memiliki dukungan keuangan yang sesuai.
 Berdasarkan Klasifikasi dan Kualifikasi di atas, maka setiap badan usaha memiliki
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan lingkup nilai sebagai berikut:
 Nilai Pekerjaan Yang Akan Diperoleh
 Kualifikasi Usaha Kecil (K) yaitu dapat menawar paket pekerjaan yang bernilai di
bawah Rp. 2,5 Miliar. SBU yang dipersyaratkan dalam pekerjaan ini adalah sesuai
dengan bidang pekerjaan yang diperlukan. Kualifikasi Usaha Menengah (M) yaitu
dapat menawar paket pekerjaan senilai Rp. 2,5 – 50 Miliar. SBU sesuai  dengan
klasifikasi dan sub-klasifikasi yang dipersyaratkan. Sub-kualifikasi untuk Usaha
Menengah terbagi menjadi M1 dan M2.
 Kualifikasi Usaha Besar (B) yaitu untuk menjalankan paket kegiatan yang bernilai
diatas Rp. 50 Miliar dengan SBU yang disesuaikan dengan klasifikasi dan sub-
klasifikasi yang dipersyaratkan. Usaha Besar dipilah menjadi B1 dan B2. Bagi kalian
yang ingin menjalankan usaha kualifikasi perusahaan di bidang penyediaan jasa
konstuksi ini dapat menentukan dari awal apakah akan membuat usaha dengan
kualifikasi Kecil (K), Menengah (M) atau Besar (B). Yang mana tergantung kepada
kemampuan modal yang dimiliki dan rencana strategis peroleh pekerjaan.
DISKUSI KELOMPOK 4
UU Jasa Konstruksi No. 2 Tahun 2017
terdiri dari 14 Bab dan 106 Pasal telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor
lain, seperti UU No 11/2014 tentang keinsinyuran, UU No 13/2003
tentang Ketenagakerjaan, dan aturan terkait lainnya.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, sifat, klasifikasi, layanan usaha, perubahan atas
klasifikasi dan layanan usaha, dan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan pasal 17 diatur dalam Peraturan Pemerintah.”
Pada dasarnya UU No 2 Tahun 2017 memiliki Peraturan turunan yang dapat menjelaskan
lebih lanjut mengenai UU tersebut. Jadi bisa disimpulkan bahwa penjelasan lebih lanjut pada
pasal 18 dimana ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah terdapat pada
peraturan turunan yang telah dibuat oleh pemerintah.

DISKUSI KELOMPOK 5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017


Bab II
Asas Dan Tujuan
a. Asas kejujuran dan keadilan
b. Asas manfaat
c. Asas kesetaraan
d. Asas keserasian
e. Asas keseimbangan
f. Asas profesionalitas
g. Asas kemandirian
h. Asas keterbukaan
i. Asas kemitraan
j. Asas keamanan dan keselamatan
k. Asas kebebasan
l. Asas pembangunan berkelanjutan
m. Asas lingkungan

CONTOH :
a. Asas kesetaraan
Adanya nilai kesetaraan antara pihak pemberi kerja dan penerima kerja, maksudnya
adalah hak dan kewajiban artinya mengemukakan pendapat harus diimbangi dengan
kewajiban mengormati hak orang lain serta menaati aturan yang berlaku antara pihak yang
melakukan kesepakatan dalam berkontrak. (Bagian pembuka kontrak)
b. Asas Kemitraan
Berdasarkan ketentuan dalam kontrak kerja antara PT. Indonesia Asahan Alumunium
dan PT.Sankyu Indonesia Internasional terdapat ketentuan mengenai pengaturan kerja antara
para pihak. Pengaturan kerja ini dimaksudkan agar setiap proses kinerja dalam kontrak dapat
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak kerja dan menekan
tingkat wanprestasi yang mungkin dilakukan oleh kedua belah pihak.
c. Asas pembangunan berkelanjutan
Bank Sampah Bintang Sejahtera, proyek ini diinisiatif oleh organisasi lokal di NTB
dengan fokus utama dalam pengelola lingkungan , pengembangan sumber daya manusia serta
kewirausahaan sosial. Organisasi ini menyediakan pekerjaan dari pengelola limbah untuk
orang-orang di sekitar yang hidup dalam kemiskinan, terutama bagi ibu rumah tangga tidak
terampil dan tidak berpendidikan.
d. Asas Kebebasan
maksudanya adalah antara kedua belah pihak bebas untuk menyampaikan pendapat
masing-masing, yang ditujukan untuk melaksanakan kelancaran dalam melaksanakan kontrak
pihak-pihak tersebut. (Bagian Pembuka Kontrak)
e. Asas Keamanan dan Keselamatan
Adapun penerapan asas tersebut :
a).Kontraktor mematuhi semua peraturan pemberi kerja yang berlaku tentang keselamatan
lokasi proyek
b).Selama pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan serta perbaikan segala kerusakan di
dalamnya, kontraktor:
1)Memperhatikan sepenuhnya keselamatan semua ora ng yang berhak untuk berada di lokasi
proyek dan menjaga lokasi proyek (sejauh hal tersebut berada di bawah kendalinya).
2)Memberikan dan memelihara dengan biaya sendiri semua penerangan, penjaga, pagar tanda
peringatan dan pengawasan yang benar-benar diperlukan atau diwajibkan oleh pemberi kerja
atau oleh instasi mana pun yang berwenang, untuk melindungi pekerjaan atau untuk
keselamatan dan kenyamanan masyarakat dan pihak lain.
f. Asas Wawasan lingkungan
Dari waktu ke waktu ke waktu selama pelaksanaan pekerjaan, kontraktor harus
membersihkan dan menyingkirkan semua bahan lebih serta sampah. Begitu pekerjaan selesai,
kontraktor harus menyingkirkan semua peralatan kontraktor dan meninggalkan seluruh lokasi
proyek dan pekerjaan dalam keadaan bersih serta profesional, menurut kepuasan pemberi
kerja.
g. Asas Keterbukaan
yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang turut sertadalam pelaksanaan kontrak,
maksudnya adalah kedua pihak yang turut serta dalam pelasanaan kontrak harus teliti dan
berhati-hati dalam bertindak agar tidak terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian pada
pihak yang bersangkutan.
h. Asas Profesionalitas
Asas proporsionalitas mengandaikan pembagian hak dan kewajiban diwujudkan
dalam fase prokontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak (pre-
contractual, contractual, post contractual).Asas proporsionalitas sangat berorientasi pada
konteks hubungan dan kepentingan para pihak untuk menjaga kelangsungan agar berlangsung
kondusif dan adil.
i. Asas Keseimbangan
Pada kontrak kerja antara PT. Triputra Senamustika dengan Sena Tenoria Nomor
10.015/SP/VIII/2010 yang melakukan kontrak dasar perjanjian agar kedua hubungan kerja
sama terlindungi dan seimbang
Dasar perjanjian tersebut adalah:
(1) Kerangka Acuan Kerja (KAK) / Term of Reference (TOR);
(2) Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dengan Pengguna Jasa, tahun
2001, yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI);
(3) Surat Penawaran PIHAK KEDUA yang disetujui oleh PIHAK PERTAMA;
dan 143 Ibid., hal. 348.91
(4) Surat Perintah Kerja (SPK) PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA,
Hal ini sangat penting karena ke empat hal tersebut diatas merupakan
kesepakatan yang menjadi dasar bagi para pihak dan tidak bisa
dipisahkan dari dengan perjanjian kerja atara Arsitek dan Pengguna jasa.
j. Asas Keadilan Dan Kejujuran
PT PII akan menjamin kewajiban-kewajiban finansial Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama kepada pihak swasta atas terjadinya risiko infrastruktur yang menjadi tanggung
jawab pihak Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang dituangkan di dalam suatu
Perjanjian Penjaminan (Guarantee Agreement).
k. Asas Manfaat
kontrak kerja komersial antara PT.Indonesia Ashan Alumunium dengan PT. Sankyu
Indonesia Internasional ialah kontrak kerja yang bersifat permanent dan dapat ukuran
proporsionalitas dapat dilihat dari indikator berupa :
a. Kedua belah pihak membuat kontrak ini untuk dilaksanakan oleh bersama oleh perwakilan
yang berwenang sesuai dengan hari dan tahun pertama tertulis di atas.
b. Kontrak ini diputuskan dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan dibuat dalam 2
(dua) rangkap dibubuhi materai secukupnya, kedua belah pihak menyimpan masing-masing 1
rangkap yang telah ditandatangani dan mempunyai kekuatan hukum yang sama
l. Asas Kemandirian
Proyek JTB amat berperan dalam menegakkan kedaulatan energi nasional sebab gas
yang dihasilkan akan dialirkan melalui pipa transmisi Gresik-Semarang, yang dikelola PT
Pertamina Gas (Pertagas), anak perusahaan Pertamina lainnya, untuk menjadi andalan dalam
memenuhi permintaan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
m. Asas Keserasian
ITDC menyiapkan Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali (KKPK) sebagai acuan
dalam menyusun RPK di kemudian hari. KKPK berisi pedoman pokok, proses, dan
pengaturan organisasional yang akan diberlakukan dalam melakukan pembebasan lahan dan
pemukiman kembali. RPK akan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Gubernur
Nusa Tenggara Barat dan Presiden Direktur ITDC.
Tujuan dan Prinsip Sesuai dengan Standar Lingkungan Hidup Dan Sosial 2 (Environmental
and Social Standard 2/ESS2)
dari Bank, tujuan dan prinsip rencana pemukiman kembali adalah untuk:
1. menghindari sejauh mungkin atau paling tidak meminimumkan terjadinya
pemukiman kembali;
2. memastikan agar pemulihan mata pencaharian masyarakat terdampak paling tidak
sama
dengan taraf hidup sebelum pemukiman kembali;
3. memperbaiki status sosioekonomi kelompok rentan dan miskin secara keseluruhan
serta
menyediakan sumberdaya yang cukup agar mereka dapat ikut serta menikmati
manfaat
Proyek, dan
4. merencanakan serta melaksanakan kegiatan pemukiman kembali sebagai program
pembangunan berkelanjutan.
DISKUSI KELOMPOK 7
Kegagalan Bangunan
Pasal 60 – Pasal 67
 Perbedaan Kegagalan Bangunan & Kegagalan Konstruksi

Kegagalan Bangunan
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat 6
bahwa yang dimaksud dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang
setelah diserah-terimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak
berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang
menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia dan/atau pengguna jasa.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang


Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pasal 34 mendefinisikan kegagalan bangunan
adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik keseluruhan maupun sebagian
dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan
umum sebagai akibat kesalahan Penyedia dan/atau Pengguna setelah penyerahan
akhir pekerjaan konstruksi (FHO, Final Hand Over) 

Kegagalan Konstruksi
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, Pasal 31 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kegagalan konstruksi
adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian
maupun keseluruhan sebagai akibat dari kesalahan dari pengguna jasa atau penyedia
jasa

Analisis
Jelas bahwa kegagalan konstruksi ditinjau dari sisi waktu periodenya pada masa
kontrak yang diakibatkan karena adanya cidera janji yang dilakukan oleh para pihak
yang melakukan perjanjian.

Sedangkan kegagalan bangunan ditinjau dari sisi waktu periodenya setelah pekerjaan
konstruksi diserahterimakan untuk terakhir kalinya (FHO), bila ditinjau dari substansi
pekerjaan maka kegagalan bangunan telah terjadi ketidak-fungsian baik sebagian atau
seluruhnya atas hasil pekerjaan konstruksi dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja; ringkasnya waktunya setelah FHO, karena tidak berfungsinya hasil
pekerjaan konstruksi.

 Contoh Kegagalan Konstruksi


Gedung Baru DPRD Mulai Hancur, Kontraktor Harus Bertanggungjawab

Gedung   mewah DPRD Pekan baru yang belum sampai  satu  tahun lamanya, kini
tampak mulai  hancur  dan  retak-retak.  Padahal, pembangunan gedung itu telah
menghabiskan APBD Pekanbaru sebesar Rp46 miliar dan belum diserahkan kepada
pihak dewan. Pantauan Harian Detil di lapangan, terlihat di beberapa sudut bangunan
ditemukan keretakan. Seperti keretakan dinding gedung serta keramik lantai yang
sudah mulai menggelembung bergelombang. 
Kuat dugaan kondisi ini terjadi akibat kontruksi bangunan yang dikerjakan PT
Waskita Karya sudah tidak sesuai bestek dan diduga untuk menghemat biaya
pembangunan oleh kontraktor. Keretakan   gedung   mulai tampak di depan lift
tepatnya ruangan Fraksi Demokrasi Kebangsaan Raya (DKR) sepanjang 2 meter.
Kemudian di depan lift lantai 1 juga tampak keramik lantai yang   sudah mulai
menggelembung  sebanyak  20 keramik. Bahkan parahnya lagi, saat keramik dipijak
terasa berjalan di atas angin. 
Jika ini dibiarkan, dikhawatirkan akan patah dan serpihannya dapat melukai
seseorang. Gedung DPRD Pekanbaru baru saja selesai dibangun beberapa bulan.
Namun kondisinya sudah seperti itu. Untuk itu, di minta agar kontraktor Waskita
Karya untuk segera memperbaiki seluruh kerusakan yang terjadi. Hal ini terjadi
karena kurangnya analisis mengenai tapak atau site, sehingga terjadi kesalahan pada
perencanaannya, yang menyebabkan kurang kuatnya pondasi pada bangunan sehingga
menyebabkan keretakan pada dinding.

 Contoh Kegagalan Konstruksi


Bangunan Kelas SMKN 1 Malingping Banten.

Ambruknya atap 3 bangunan kelas SMKN 1 Malingping Banten pada tanggal 12


Desember 2008 sekitar pukul 09.00 WIB  diduga karena konstruksinya yang terbuat
dari rangka baja ringan tidak kuat menahan beban. Kejadian tersebut mengakibatkan
25 orang siswa luka, dua diantaranya masih dirawat di rumah sakit karena patah
tulang belakang.
Kegagalan bangunan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Pemilihan Lokasi yang beresiko, Seperti rawan gempa, angin kencang atau
perbedaan ketinggian tanah yang semuanya tidak diperhitungkan dengan tepat.
2. Ketentuan Proyek yang tidak jelas, Tidak terjadi komunikasi yang baik antara
penyedia jasa dan pengguna jasa sehingga tidak sesuai yang diinginkan.
3. Kesalahan Pemakaian, Beban hidup yang tidak sesuai pemakainya.
4. Material yang tidak bermutu serta kesalahan dari desainer dan pelaksana,
Dapat terjadi kecacatan pada material maupun gambar yang tidak lengkap dan
metode pelaksanaan yang tidak sesuai.

 Tanggung Jawab desainer atas kegagalan Bangunan Maupun Konstruksi

Perancang atau desainer adalah seseorang yang merancang sesuatu. Lalu Desainer
Bangunan adalah orang yang merancang bentuk dan konstruksi dari bangunan yang
akan dibuat sesuai dengan keinginan si pengguna jasa dengan mempertimbangkan
berbagai aspek yang ada dalam pembuatan suatu bangunan.
Desainer atau perencana konstruksi ini masuk kedalam bagian si penyedia jasa.
Dimana bagian lainnya adalah pelaksanan konstruksi dan pengawas konstruksi. Untuk
Tanggung Jawab atas kegagalan bangunan maupun kegagalan konstruksi Ke-3 nya
sama-sama memliki pertanggung jawaban yang sama terhadap bangunan tersebut.
Juga untuk umur pertanggung jawaban yang di syaratkan adalah sesuai ketentuan atas
kesepakatan dari kedua belah pihak , penyedia jasa dan pengguna jasa. Jika dalam hal
rencana umur konstruksi lebih dari 10 (sepuluh) tahun, maka Penyedia Jasa hanya
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung
sejak tanggal penyerahan akhir layanan jasa konstruksi.
DISKUSI KELOMPOK 9
Bab IX
Sistem Informasi Jasa Konstruksi
Pasal 83
1) Untuk menyediakan data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi dibentuk suatu sistem informasi yang terintegrasi.
2) Sistem informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data
dan informasi.
3) Setiap Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa serta institusi yang terkait dengan Jasa
Konstruksi harus memberikan data dan informasi dalam rangka tugas pembinaan dan
layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah
Pusat.
5) Pembiayaan yang diperlukan dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem
informasi yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada
anggaran pendapatan dan belanja negara.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi yang terintegrasi diatur dalam
Peraturan Menteri.
- Tugas pembinaan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah
Data dan informasi yang berkaitan dengan tugas pembinaan antara lain data tentang
berbagai kebijakan dalam pengembangan sumber daya manusia, usaha Jasa
Konstruksi, material dan teknologi konstruksi, penyelenggaraan jasa konstruksi,
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan, serta partisipasi
masyarakat.
- Tugas dan layanan di bidang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh masyarakat jasa
konstruksi
Data dan informasi yang berkaitan dengan tugas pembinaan antara lain data tentang
berbagai kebijakan dalam pengembangan sumber daya manusia, usaha Jasa
Konstruksi, material dan teknologi konstruksi, penyelenggaraan jasa konstruksi,
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan, serta partisipasi
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai