Tugas Makalah Uji Impak - Eriko Bagas Setyawan - 20508334002 - D4 Teknik Mesin
Tugas Makalah Uji Impak - Eriko Bagas Setyawan - 20508334002 - D4 Teknik Mesin
Disusun Oleh:
ERIKO BAGAS SETYAWAN
20508334002
D4 Teknik Mesin
Dosen:
Bapak Arianto Leman Soemowidagdo M.T.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dari masa ke masa semakin maju, kemajuan teknologi sangat
membantu manusia dan memberikan kemudahan dalam melakukan segala sesuatunya.
Berbagai bidang kehidupan manusia sangat bergantung pada teknologi seperti transportasi,
komunikasi, bangunan dan peralatan elektronik rumah tangga. Suatu teknologi akan
berfungsi dengan baik dan maksimal apabila terbuat dari bahan atau material yang baik pula.
Produk produk elektronik, alat transportasi dan bahan bangunan akan memiliki fungsi baik
apabila bahan penyusunnya merupakan bahan dengan sifat mekanik yang baik.
Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan material menentukan
fungsinya ketika digunakan. Tingkat kegetasan material terpengaruh oleh beberapa hal,
seperti beban kejut, tekikan, suhu dan lain-lain. Untuk mengetahui keuletan daripada suatu
material perlu dilakukan suatu pengujian bahan. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
keuletan material adalah pengujian impak. Pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau
spesimen dari suatu jenis material. Pengujian impak dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu dengan metode charpy dan metode izzod. Metode charpy banyak dilakukan di Amerika
Serikat, sedangkan metode izzod banyak dilakukan di Eropa. Dengan mengetahui sifat suatu
material melalui pengujian, maka dapat meminimalisir resiko kegagalan fungsi dari produk
yang diciptakan dari material tersebut. Keuletan material dapat diketahui apabila terjadi
perpatahan. Ada dua golongan patahan yaitu patah getas danpatah ulet. Maka daripada itu,
praktikum pengujian impak ini sangat diperlukan oleh mahasiswa agar mengetahui cara
melakukan pengujian keuletan material dan mengetahui cara melakukan perhitungan tingkat
keuletan material.
A. Tujuan
Adapun tujuan dai melakukan praktikum pengujian impak ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban
impak seperti kekuatan, keuletan atau kegetasan dan ketangguhan bahan
2) Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan keuletan suatu
material
3) Untuk memahami pengujian impak dengan metode charpy
4) Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat
perpatahan berdasarkan patahan melalui pengujian impak
5) Mengerti tentang grafik hasil pengujian impak
BAB 2
DASAR TEORI
A. Dasar Teori
Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat
dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Pengujian impak
menggunakan batang spesimen bertakik yang sudah distandarisasi. Berbagai jenis
pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan
benda untuk bersifat getas. Dengan pengujian impak dapat diketahui perbedaan sifat
benda yang tidak teramati dalam uji tarik. (Anrinal, 2013)
WS =(2.1)
Keterangan:
A = Penampang patah
W = Kerja tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan kerja.
Sifat material yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk menyebabkan
patahan dinamakan ketangguhan dan tergantung pada tipe pembebanan. Walaupun
demikian, tingkat dimana energi diserap dengan nyata dapat mempengaruhi sifat material
dan ukuran ketangguhan yang berbeda mungkin didapat dari beban impak.
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar
yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izzod
yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
1) Metoda Charpy
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm)
dengan panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45 o,
dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Pada pengujian kegetasan bahan
dengan cara impact charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari
batang uji.
Gambar 2.2 Peletakan spesimen metoda charpy
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)
a) Kelebihan :
1. Hasil pengujian lebih akurat.
2. Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
3. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
4. Harga alat lebih murah.
5. Waktu pengujian lebih singkat.
b) Kekurangan :
1. Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3. Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4. Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan
karena level tegangan yang diberikan tidak rata.
2) Metoda Izzod
Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang digunakan.
Benda uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan
bertakik v didekat ujung yang dijepit. Pada pengujian impak cara izzod, pukulan
pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada
pendulum.
Gambar 2.3 Peletakan spesimen metoda izzod
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)
a) Kelebihan :
1. Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak
mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
2. Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.
b) Kerugian :
1. Biaya pengujian yang lebih mahal.
2. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik.
3. Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar.
4. Hasil perpatahan yang kurang baik.
5. Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang
banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
6. Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10.000 ton.
Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada semua
permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
C. Mesin Uji Impak
Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu beban yang
diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk konstruksi mesin uji
bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional sampai dengan sistem digital
yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar deformasi
yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan laju regangan
beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi.
Pengujian impact dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan
berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Mesin uji
impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini. (Ismail, 2012)
W1 = G × h1 (kg m)............................................(2.2)
W1 = G × λ(1 - cos α) (kg m).............................(2.3)
Keterangan :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :
W2 = G × h2 (kg m)).................................................(2.4)
W = W1 - W2 (kg m)...............................................(2.5)
W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)...............................(2.5)
Keterangan :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Gambar 2.5 Prinsip dasar mesin uji impak
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Pengujian yang dilakukan dengan metode Charpy akan menghasilkan harga impak yang
lebih valid dibandingkan bila dilakukan dengan metode Izod, karena energi yang
diserap penyangga tidak terlalu besar sehingga tidak banyak mempengaruhi harga
impak.
Praktikum ini menggunakan spesimen Charpy dengan takikan V. Selain harga impak,
pengujian ini juga dapat menentukan nilai temperatur transisi. Temperatur transisi adalah
jangkauan temperatur dimana suatu material mengalami perubahan jenis patahan dari
ulet menjadi getas. Temperatur transisi ditentukan dengan banyak cara. Pertama FATT
(Fracture Appearance Transition Temperature), yaitu temperatur dimana permukaan
patahan 50% getas dan 50% ulet. Kedua memperhatikan nilai FTP (Fracture Transiton
Plastic) dan NDT (Nil Ductile Temperature). FTP adalah temperatur dimana suatu
patahan dari ulet sempurna menjadi getas. Sedang NDT adalah temperatur saat tidak ada
lagi deformasi plastis lagi yang terjadi sehingga suatu material langsung mengalami
patah getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan NDT inilah yang disebut dengan
temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang
diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban
dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki enegi potensial, kemudian saat
menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen
akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung
pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet. Dengan membuat variasi
perubahan temperatur, maka dilihat bentuk patahan dan energi yang diserap oleh
spesimen, lalu dibuat suatu kurva yang menghubungkan antara temperatur dan energi
yang diserapnya. Selain mendapat kurva energi yang diserap-temperatur, dari praktikum
ini juga bisa mendapat Harga Impak. Harga Impak (HI) didapat dengan rumus :
HI =(2.6)
Keterangan :
HI = harga impak ( joule/mm2 )
E = energi impak ( joule )
A = luas penampang ( mm2 )
D. Perpatahan Impak
Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan
berpenampilan buram.
2) Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan
permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang
tinggi (mengkilat).
3) Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi
bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan
jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda beda. Pada
pengujian dengan temperatur yang berbeda beda maka akan terlihat bahwa pada
temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah
material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi
atom atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi
itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force
terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai
suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi
kejut atau impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi
mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan
benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif
sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih
rendah. (Zuchry, 2012)
Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
1) Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara
cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam
waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih
berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya
patah getas terjadi pada material berstruktur martensit, atau material yang memiliki
komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap
energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan.
Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan
lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja
murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah. (Dani,
2010)
1) Bentuk Takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut
yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa
jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi
impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi
menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a) Takikan Segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal
ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik
saja, yaitu pada ujung takikan.
b) Takikan Segi Empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena
tegangan terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
c) Takikan Setengah Lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada
setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.
2) Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang
dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini
diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya
yang sangat besar.
3) Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi
dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur
yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan
akan berkurang dengan sendirinya.
Suatu material dapat bertahan dari energi tekan dikarenakan energi tekan tidak melebihi
energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri
gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan
dihilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu
kita maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji ditarik maka aka ada
perubahan panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk
semula apa bila gaya tarik dihilangkan. Sedangkan pada deformasi plastis material yang
sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan
kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik dihilangkan. Seperti diperlihatkan dalam
grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength), untuk
deformasi elastis itu berada dibawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis
berada/melewati batas luluh suatu material, dimana untuk setiap material memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana
yield strength (SMYS) adalah 52.000 psi yang artinya karakter elastis pada material
tersebut adalah < 52.000 psi sedangkan plastisnya > 52.000 psi.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan
perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana
deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan
sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang
kita tarik. Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya
adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir
yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi
plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis
proporsional antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsional ini disebut
sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang
tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan,
sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan
ketika masih didaerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan
oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi, sehingga menghambat
pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi
sudah memotong batas butir. (Anrinal, 2013)
Beberapa peralatan pada otomotif dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api,
akan mengalami suatu beban kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan suatu
material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material
tersebut perlu diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek
yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor
lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu
bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan, Bandul yang mempunyai
ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial dari
bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap oleh
spesimen. (Anrinal, 2013)
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Furnace
2. Spesimen
4. Senter
6. Box
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan spesimen uji impak sesuai dengan standar.
2) Melakukan Heat Treatment terhadap sepesimen yang pertama dengan menggunakan
Furnace sampai tempratur austenisasi (850 oC), yang kedua didinginkan di box yang
berisi es batu.
3) Mengangkat batang pendulum pada posisi yang diinginkan dengan
menggunakan batang dari baja pada arm level dan meletakkan socket screw pada
holder.
4) Mengatur dial indikator jarum penunjuk energi (joule) ke posisi 150/300 J.
5) Meletakkan spesimen pada landasan uji dengan menggunakan penjepit, semua ini
dilakukan dengan cepat dan teliti dan dengan bantuan senter sebagai penerang
agar takikan pas ditengah.
6) Menarik lengan holder ke atas unntuk melepaskan socket screw sehiingga batang
pendulum jatuh dan menabrak spesimen.
7) Setelah spesimen patah, menggunakan handbrake untuk menyetop laju pendulum.
8) Kemudian mencatat besar beban impak yang terbaca dari dial indicator.
9) Mengulang langkah tiga sampai delapan dengan spesimen yang diberi
perlakuan panas (heat treatment).
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Setelah melaksanakan praktikum pengujian uji impak, praktikan dapat mengetahui cara
mencari nilai dari energi impak pada setiap spesimen yang diuji, Hasilnya dapat dilihat
pada tabel hasil praktikum di atas dengan hasil pengukuran tiap tiap dimensi spesimen
yang berbeda beda, dan nilai energi impak yang berbeda beda pula. Satuan energi
impak dalam joule, sedangkan satuan harga impak dalam joule per mm persegi ( J/mm2).
Setelah mendapatkan hasil data perhitungan mencari luas permukaan ( A ), maka kita
dapat mengetahui berapa besar harga impak (HI) tergantung dari hasil luas spesimen dan
energi impak yang telah diketahui seperti pada tabel di atas, karena setiap spesimen
energi impak (EI) dan luas permukaan nya berbeda – beda. Untuk mencari harga impak
yaitu dengan menggunakan rumus: HI=E/A
Grafik Hasil Percobaan
250
E
nerg
200
i
150
100
I
mpa 50
k
0
32⁰ 0⁰ 850⁰
Temperatur
Material A memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 32 oc,
serta menghasilkan energi impak 224 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui
perhitungan sebesar 0,407 J/mm2. Material B memiliki luas penampang sebesar 550 mm2
dan memiliki suhu sebesar 0 oc. serta menghasilkan energi impak 197 J, harga impak
yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,358 J/mm2. Material C memiliki
luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 850 oc, serta menghasilkan
energi impak 139 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar
0,252 J/mm2.
Melalui data yang diperoleh diatas dapat kita amati pengaruh daripada suhu spesimen
terhadap harga impak. Pada spesimen A, dengan suhu yang sama dengan suhu ruangan,
harga impak yang diperoleh cukup besar, dan merupakan harga impak terbesar dibanding
dua spesimen lainnya. Melalui gambar sebelum dan sesudah pengujian dibawah, dapat
diamati patahan yang terjadi berupa patahan getas. Dapat disimpulkan pada suhu ruang
logam spesimen yang digunakan bersifat getas.
Gambar 4.2 Spesimen Sebelum Dan Sesudah Pengujian Impak Dilakukan
Pada spesimen B dilakukan uji coba spesimen suhu rendah, sehingga spesimen disimpan
dahulu dalam kotak es, setelah beberapa lama pengujian impak dilakukan dan diperoleh
harga impak yang lebih kecil dari pada spesimen A. Pada gambar dibawah dapat diamati
patahan yang terjadi pada spesimen B terlihat lebih getas dari pada spesimen A. Hal ini
membuktikan bahwa suhu rendah mempengaruhi kegetasan suatu logam, semakin
rendah suhu suatu logam maka sifatnya semakin getas apabila terkena beban impak.
Temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji memberikan pengaruh yang cukup
membuat spesimen uji menjadi lebih getas dan bila temperatur yang diberikan kepada
spesimen uji semakin tinggi maka spesimen uji tersebut semakin ulet sesuai dengan
temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji. Berdasarkan uraian diatas diketahui
bahwa pengaruh temperatur terhadap energi impak menunjukan energi yang diserap oleh
spesimen uji semakin kecil jika temperaturnya dinaikan serta memberikan keuletan
terhadap spesimen uji sesuai temperatur yang diberikan. Semakin besar beban yang
diberikan, maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan
spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan
lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
Dari pengujian uji impak yang telah dilakukan maka didapat jenis atau klasifikasi
patahan, jenis patahan yang didapat pada pengujian impak kali ini adalah patahan getas
dan patahan ulet. Namun pada percobaan impak ini sebaiknya dilakukan pengukuran
takikan pada spesimen dengan mikroskop untuk mengetahui pengaruh ukuran takikan
terhadap harga impak. Kemudian setelah melakukan pengujian sebaiknya dilakukan
pengukuran menggunakan mikroskop sehingga dapat diamati perbedaan ukuran patahan
dari masing-masing spesimen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran