Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MATERI TENTANG PEMBAHASAN UJI IMPAK

Disusun Oleh:
ERIKO BAGAS SETYAWAN
20508334002
D4 Teknik Mesin

Dosen:
Bapak Arianto Leman Soemowidagdo M.T.

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


FAKULTAS TEKNIK

BAB I
PENDAHULUAN
 Latar Belakang

Perkembangan teknologi dari masa ke masa semakin maju, kemajuan teknologi sangat
membantu manusia dan memberikan kemudahan dalam melakukan segala sesuatunya.
Berbagai bidang kehidupan manusia sangat bergantung pada teknologi seperti transportasi,
komunikasi, bangunan dan peralatan elektronik rumah tangga. Suatu teknologi akan
berfungsi dengan baik dan maksimal apabila terbuat dari bahan atau material yang baik pula.
Produk produk elektronik, alat transportasi dan bahan bangunan akan memiliki fungsi baik
apabila bahan penyusunnya merupakan bahan dengan sifat mekanik yang baik.

Salah satu sifat mekanik material adalah keuletannya, tingkat keuletan material menentukan
fungsinya ketika digunakan. Tingkat kegetasan material terpengaruh oleh beberapa hal,
seperti beban kejut, tekikan, suhu dan lain-lain. Untuk mengetahui keuletan daripada suatu
material perlu dilakukan suatu pengujian bahan. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
keuletan material adalah pengujian impak. Pengujian dilakukan pada beberapa sampel atau
spesimen dari suatu jenis material. Pengujian impak dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu dengan metode charpy dan metode izzod. Metode charpy banyak dilakukan di Amerika
Serikat, sedangkan metode izzod banyak dilakukan di Eropa. Dengan mengetahui sifat suatu
material melalui pengujian, maka dapat meminimalisir resiko kegagalan fungsi dari produk
yang diciptakan dari material tersebut. Keuletan material dapat diketahui apabila terjadi
perpatahan. Ada dua golongan patahan yaitu patah getas danpatah ulet. Maka daripada itu,
praktikum pengujian impak ini sangat diperlukan oleh mahasiswa agar mengetahui cara
melakukan pengujian keuletan material dan mengetahui cara melakukan perhitungan tingkat
keuletan material.
A. Tujuan

Adapun tujuan dai melakukan praktikum pengujian impak ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui sifat-sifat material yang berpangaruh terhadap beban
impak seperti kekuatan, keuletan atau kegetasan dan ketangguhan bahan
2) Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi tingkat kegetasan dan keuletan suatu
material
3) Untuk memahami pengujian impak dengan metode charpy
4) Untuk memahami nilai harga impak (HI), energi impak dan sifat
perpatahan berdasarkan patahan melalui pengujian impak
5) Mengerti tentang grafik hasil pengujian impak
BAB 2

DASAR TEORI

A. Dasar Teori

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat
dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Pengujian impak
menggunakan batang spesimen bertakik yang sudah distandarisasi. Berbagai jenis
pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan
benda untuk bersifat getas. Dengan pengujian impak dapat diketahui perbedaan sifat
benda yang tidak teramati dalam uji tarik. (Anrinal, 2013)

Gambar 2.1 Ilustrasi pengujian impak


(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang
berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji
mengalami deformasi atau patahan. Pada proses tumbukan, dapat dihitung kerja
tumbukan yang diterima W, yakni kerja karena perubahan bentuk dari benda uji sampai
mencapai munculnya kepatahan. Kekuatan tumbukan dimana,

WS =(2.1)

Keterangan:
A = Penampang patah
W = Kerja tumbukan
WS = Besaran yang mengontrol karakteristik bahan kerja.

Sifat material yang berhubungan dengan kerja yang dibutuhkan untuk menyebabkan
patahan dinamakan ketangguhan dan tergantung pada tipe pembebanan. Walaupun
demikian, tingkat dimana energi diserap dengan nyata dapat mempengaruhi sifat material
dan ukuran ketangguhan yang berbeda mungkin didapat dari beban impak.

B. Metoda Pengujian Impak

Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar
yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izzod
yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa.

1) Metoda Charpy

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm)
dengan panjang 55 mm2 dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45 o,
dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Pada pengujian kegetasan bahan
dengan cara impact charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari
batang uji.
Gambar 2.2 Peletakan spesimen metoda charpy
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)

Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode charpy adalah :

a) Kelebihan :
1. Hasil pengujian lebih akurat.
2. Pengerjaannya lebih mudah dipahami dan dilakukan.
3. Menghasilkan tegangan uniform di sepanjang penampang.
4. Harga alat lebih murah.
5. Waktu pengujian lebih singkat.

b) Kekurangan :
1. Hanya dapat dipasang pada posisi horizontal.
2. Spesimen dapat bergeser dari tumpuannya karena tidak dicekam.
3. Pengujian hanya dapat dilakukan pada specimen yang kecil.
4. Hasil pengujian kurang dapat atau tepat dimanfaatkan dalam perancangan
karena level tegangan yang diberikan tidak rata.

2) Metoda Izzod

Benda uji izzod lazim digunakan di Inggris, namun sekarang mulai jarang digunakan.
Benda uji izzod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dan
bertakik v didekat ujung yang dijepit. Pada pengujian impak cara izzod, pukulan
pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pada
pendulum.
Gambar 2.3 Peletakan spesimen metoda izzod
(http://faraland.files.wordpress.com/2010/11/untitled2.png)

 Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode izood adalah :

a) Kelebihan :
1. Tumbukan tepat pada takikan karena benda kerja dicekam dan spesimen tidak
mudah bergeser karena dicekam pada salah satu ujungnya.
2. Dapat menggunakan spesimen dengan ukuran yang lebih besar.

b) Kerugian :
1. Biaya pengujian yang lebih mahal.
2. Pembebanan yang dilakukan hanya pada satu ujungnya, sehingga hasil
yang diperoleh kurang baik.
3. Proses pengerjaan pengujiannya lebih sukar.
4. Hasil perpatahan yang kurang baik.
5. Waktu yang digunakan cukup banyak karena prosedur pengujiannya yang
banyak, mulai dari menjepit benda kerja sampai tahap pengujian.
6. Memerlukan mesin uji yang berkapasitas 10.000 ton.

Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada semua
permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.
C. Mesin Uji Impak

Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu beban yang
diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk konstruksi mesin uji
bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional sampai dengan sistem digital
yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar deformasi
yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan laju regangan
beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi.
Pengujian impact dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan
berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Mesin uji
impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini. (Ismail, 2012)

Gambar 2.4 Mesin uji impak metode charpy


(http://ujimaterial.weebly.com/uploads/orig.jpg)
Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,maka akan
mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang juga hampir sama
dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas. Pada mesin uji yang
baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram meter (kg m) pada saat
pendulum mencapai kedudukan 4 [5]. Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya
dan pendulum dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya
pendulum akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang
dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji
sampai patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:

W1 = G × h1 (kg m)............................................(2.2)
W1 = G × λ(1 - cos α) (kg m).............................(2.3)

Keterangan :
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :

W2 = G × h2 (kg m)).................................................(2.4)

W2 = G × λ(1 - cos β) (kg m)...................................(2.4)


Keterangan :
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui melalui
rumus sebagai berikut :

W = W1 - W2 (kg m)...............................................(2.5)
W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)...............................(2.5)

Keterangan :
W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)
W1 = usaha yang dilakukan (kg m)
W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)
G = berat pendulum (kg)
λ = jarak lengan pengayun (m)
cos λ = sudut posisi awal pendulum
cos β = sudut posisi akhir pendulum
Gambar 2.5 Prinsip dasar mesin uji impak
(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)

Pengujian yang dilakukan dengan metode Charpy akan menghasilkan harga impak yang
lebih valid dibandingkan bila dilakukan dengan metode Izod, karena energi yang
diserap penyangga tidak terlalu besar sehingga tidak banyak mempengaruhi harga
impak.
Praktikum ini menggunakan spesimen Charpy dengan takikan V. Selain harga impak,
pengujian ini juga dapat menentukan nilai temperatur transisi. Temperatur transisi adalah
jangkauan temperatur dimana suatu material mengalami perubahan jenis patahan dari
ulet menjadi getas. Temperatur transisi ditentukan dengan banyak cara. Pertama FATT
(Fracture Appearance Transition Temperature), yaitu temperatur dimana permukaan
patahan 50% getas dan 50% ulet. Kedua memperhatikan nilai FTP (Fracture Transiton
Plastic) dan NDT (Nil Ductile Temperature). FTP adalah temperatur dimana suatu
patahan dari ulet sempurna menjadi getas. Sedang NDT adalah temperatur saat tidak ada
lagi deformasi plastis lagi yang terjadi sehingga suatu material langsung mengalami
patah getas. Jangkauan temperatur antara FTP dan NDT inilah yang disebut dengan
temperatur transisi. Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang
diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban
dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki enegi potensial, kemudian saat
menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen
akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung
pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet. Dengan membuat variasi
perubahan temperatur, maka dilihat bentuk patahan dan energi yang diserap oleh
spesimen, lalu dibuat suatu kurva yang menghubungkan antara temperatur dan energi
yang diserapnya. Selain mendapat kurva energi yang diserap-temperatur, dari praktikum
ini juga bisa mendapat Harga Impak. Harga Impak (HI) didapat dengan rumus :

HI =(2.6)

Keterangan :
HI = harga impak ( joule/mm2 )
E = energi impak ( joule )
A = luas penampang ( mm2 )

D. Perpatahan Impak

Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan
berpenampilan buram.
2) Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan
permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang
tinggi (mengkilat).
3) Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan di atas.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi
bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan
jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda beda. Pada
pengujian dengan temperatur yang berbeda beda maka akan terlihat bahwa pada
temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah
material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi
atom atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi
itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila
temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force
terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai
suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi
kejut atau impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi
mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan
benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif
sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih
rendah. (Zuchry, 2012)

Gambar 2.6 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak material


(http://danidwikw.wordpress.com)
E. Patah Getas dan Patah Ulet

Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :
1) Patah Getas
Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara
cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam
waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih
berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya
patah getas terjadi pada material berstruktur martensit, atau material yang memiliki
komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:

a) Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan memantulkan cahaya.


b) Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak
tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.
c) Tempo terjadinya patah lebih cepat.
d) Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.
e) Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

Gambar 3. Spesimen Patah Getas


(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
2) Patah Ulet
Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada
material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini
ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar
di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous),
dan berwarna kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan
yang dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi
pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon
rendah. Ciri-cirinya seperti:

a) Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksia.


b) Tempo terjadinya patah lebih lama.
c) Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban.
d) Permukaan patahannya terdapat garis-
garis benang serabut (fibrosa), berserat, menyerap cahaya, dan penampilannya
buram. (Duta, 2012)

Gambar 4. Spesimen Patah ulet


(http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf)
F. Ketangguhan Bahan

Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap
energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan.
Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan
lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja
murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah. (Dani,
2010)

1) Bentuk Takikan

Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut
yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa
jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi
impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi
menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :

a) Takikan Segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal
ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik
saja, yaitu pada ujung takikan.
b) Takikan Segi Empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena
tegangan terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
c) Takikan Setengah Lingkaran
Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada
setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.
2) Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang
dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini
diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya
yang sangat besar.

3) Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi
dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur
yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan
akan berkurang dengan sendirinya.

4) Transisi Ulet Rapuh


Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah
ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi,
tergantung pada cara pengusiaannya

5) Efek Komposisi Ukuran Butir


Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin
halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin
rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.
6) Perlakuan Panas Dan Perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar
butir benda uji dan untuk menghaluskan butir.

7) Pengerasan Kerja Dan Pengerjaan Radiasi


Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil
pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan
sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah
G. Deformasi Plastis Dan Elastis

Suatu material dapat bertahan dari energi tekan dikarenakan energi tekan tidak melebihi
energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri
gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan
dihilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu
kita maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji ditarik maka aka ada
perubahan panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk
semula apa bila gaya tarik dihilangkan. Sedangkan pada deformasi plastis material yang
sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan
kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik dihilangkan. Seperti diperlihatkan dalam
grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength), untuk
deformasi elastis itu berada dibawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis
berada/melewati batas luluh suatu material, dimana untuk setiap material memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, misalnya saja pada pipa jenis API 5L X 52 di mana
yield strength (SMYS) adalah 52.000 psi yang artinya karakter elastis pada material
tersebut adalah < 52.000 psi sedangkan plastisnya > 52.000 psi.

Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan
perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana
deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan
sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang
kita tarik. Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya
adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir
yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi
plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan
terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis
proporsional antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsional ini disebut
sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang
tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan,
sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan
ketika masih didaerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan
oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi, sehingga menghambat
pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi
sudah memotong batas butir. (Anrinal, 2013)

H. Kegunaan Dilakukanya Uji Impek Pada Sepesimen

Beberapa peralatan pada otomotif dan transmisi serta bagian-bagian pada kereta api,
akan mengalami suatu beban kejutan dalam operasinya. Maka dari itu ketahanan suatu
material terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material
tersebut perlu diketahui dan diperhatikan. Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek
yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor
lainnya. Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu
bahan dalam menerima beban tumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan, Bandul yang mempunyai
ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi potensial dari
bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi yang diserap oleh
spesimen. (Anrinal, 2013)
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat Dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Furnace

Gambar 3.1. Mesin Pemanas Spesimen Hingga Tempratur Austenisasi

2. Spesimen

Gambar 3.2. Spesimen Yang Akan Diuji


3. Impact Tester

Gambar 3.3. Impact Tester

4. Senter

Gambar 3.4. Senter


5. Pinset Penjepit

Gambar 3.5. Penjepit Spesimen

6. Box

Gambar 3.6. Box Yang Berisi Es Batu


B. Prosedur Praktikum

Adapun prosedur percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan spesimen uji impak sesuai dengan standar.
2) Melakukan Heat Treatment terhadap sepesimen yang pertama dengan menggunakan
Furnace sampai tempratur austenisasi (850 oC), yang kedua didinginkan di box yang
berisi es batu.
3) Mengangkat batang pendulum pada posisi yang diinginkan dengan
menggunakan batang dari baja pada arm level dan meletakkan socket screw pada
holder.
4) Mengatur dial indikator jarum penunjuk energi (joule) ke posisi 150/300 J.
5) Meletakkan spesimen pada landasan uji dengan menggunakan penjepit, semua ini
dilakukan dengan cepat dan teliti dan dengan bantuan senter sebagai penerang
agar takikan pas ditengah.
6) Menarik lengan holder ke atas unntuk melepaskan socket screw sehiingga batang
pendulum jatuh dan menabrak spesimen.
7) Setelah spesimen patah, menggunakan handbrake untuk menyetop laju pendulum.
8) Kemudian mencatat besar beban impak yang terbaca dari dial indicator.
9) Mengulang langkah tiga sampai delapan dengan spesimen yang diberi
perlakuan panas (heat treatment).
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum Uji Impak

Tabel 1. Hasil pengujian dengan metode charpy

Material Luas Suhu Energi Harga Jenis


Penampang (oC) Impak (J) Impak Patahan
(mm2) (J/mm2)
A 550 32o 224 0,407 Getas
B 550 0o 197 0,358 Getas
C 550 850 o 139 0,252 Ulet

B. Pembahasan

Setelah melaksanakan praktikum pengujian uji impak, praktikan dapat mengetahui cara
mencari nilai dari energi impak pada setiap spesimen yang diuji, Hasilnya dapat dilihat
pada tabel hasil praktikum di atas dengan hasil pengukuran tiap tiap dimensi spesimen
yang berbeda beda, dan nilai energi impak yang berbeda beda pula. Satuan energi
impak dalam joule, sedangkan satuan harga impak dalam joule per mm persegi ( J/mm2).
Setelah mendapatkan hasil data perhitungan mencari luas permukaan ( A ), maka kita
dapat mengetahui berapa besar harga impak (HI) tergantung dari hasil luas spesimen dan
energi impak yang telah diketahui seperti pada tabel di atas, karena setiap spesimen
energi impak (EI) dan luas permukaan nya berbeda – beda. Untuk mencari harga impak
yaitu dengan menggunakan rumus: HI=E/A
Grafik Hasil Percobaan
250
E
nerg
200
i
150

100

I
mpa 50
k
0
32⁰ 0⁰ 850⁰

Temperatur

Gambar 4.1 Grafik Hasil Percobaan

Material A memiliki luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 32 oc,
serta menghasilkan energi impak 224 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui
perhitungan sebesar 0,407 J/mm2. Material B memiliki luas penampang sebesar 550 mm2
dan memiliki suhu sebesar 0 oc. serta menghasilkan energi impak 197 J, harga impak
yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar 0,358 J/mm2. Material C memiliki
luas penampang sebesar 550 mm2 dan memiliki suhu sebesar 850 oc, serta menghasilkan
energi impak 139 J, harga impak yang terjadi diperoleh melalui perhitungan sebesar
0,252 J/mm2.

Melalui data yang diperoleh diatas dapat kita amati pengaruh daripada suhu spesimen
terhadap harga impak. Pada spesimen A, dengan suhu yang sama dengan suhu ruangan,
harga impak yang diperoleh cukup besar, dan merupakan harga impak terbesar dibanding
dua spesimen lainnya. Melalui gambar sebelum dan sesudah pengujian dibawah, dapat
diamati patahan yang terjadi berupa patahan getas. Dapat disimpulkan pada suhu ruang
logam spesimen yang digunakan bersifat getas.
Gambar 4.2 Spesimen Sebelum Dan Sesudah Pengujian Impak Dilakukan

Pada spesimen B dilakukan uji coba spesimen suhu rendah, sehingga spesimen disimpan
dahulu dalam kotak es, setelah beberapa lama pengujian impak dilakukan dan diperoleh
harga impak yang lebih kecil dari pada spesimen A. Pada gambar dibawah dapat diamati
patahan yang terjadi pada spesimen B terlihat lebih getas dari pada spesimen A. Hal ini
membuktikan bahwa suhu rendah mempengaruhi kegetasan suatu logam, semakin
rendah suhu suatu logam maka sifatnya semakin getas apabila terkena beban impak.

Gambar 4.3 Spesimen Sebelum Dan Sesudah Pengujian Impak Dilakukan


Sedangkan untuk spesimen C dilakukan percobaan spesimen bersuhu tinggi, sehingga
spesimen dipanaskan terlebih dahulu dalam mesin furnace hingga mencapai suhu 850 oC.
Setelah dilakukan pengujian diperoleh harga impak yang lebih rendah dari pada kedua
spesimen lainnya dan pada gambar dibawah dapat diamati patahan yang terjadi berupa
patahan yang ulet. Spesimen tidak terlihat patah melainkan melengkung. Ini dikarenakan
semakin tinggi suhu spesimen membuat spesimen memiliki sifat yang lebih ulet.

Gambar 4.4 Spesimen Sebelum Dan Sesudah Pengujian Impak Dilakukan

Temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji memberikan pengaruh yang cukup
membuat spesimen uji menjadi lebih getas dan bila temperatur yang diberikan kepada
spesimen uji semakin tinggi maka spesimen uji tersebut semakin ulet sesuai dengan
temperatur yang diberikan terhadap spesimen uji. Berdasarkan uraian diatas diketahui
bahwa pengaruh temperatur terhadap energi impak menunjukan energi yang diserap oleh
spesimen uji semakin kecil jika temperaturnya dinaikan serta memberikan keuletan
terhadap spesimen uji sesuai temperatur yang diberikan. Semakin besar beban yang
diberikan, maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan
spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan
lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.
Dari pengujian uji impak yang telah dilakukan maka didapat jenis atau klasifikasi
patahan, jenis patahan yang didapat pada pengujian impak kali ini adalah patahan getas
dan patahan ulet. Namun pada percobaan impak ini sebaiknya dilakukan pengukuran
takikan pada spesimen dengan mikroskop untuk mengetahui pengaruh ukuran takikan
terhadap harga impak. Kemudian setelah melakukan pengujian sebaiknya dilakukan
pengukuran menggunakan mikroskop sehingga dapat diamati perbedaan ukuran patahan
dari masing-masing spesimen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah melakukan percobaan dalam praktikum pengujian impak dapat diambil


beberapa kesimpulan seperti berikut:
1. Harga impak yang diperoleh dari spesimen A sebesar 0,407 J/mm2, spesimen B
sebesar 0,358 J/mm2 dan spesimen C sebesar 0,252 J/mm2.
2. Harga impak yang diperoleh berbanding lurus dengan energi impak
dan berbanding terbalik dengan temperatur spesimen.
3. Temperatur spesimen sangat berpengaruh terhadap keuletan atau kegetasan suatu
logam. Semakin tinggi temperaturnya maka semakin ulet logam tersebut dan
sebaliknya.
4. Energi impak yang dibutuhkan dalam melakukan pengujian juga terpengaruh
suhu. Energi impak terbesar dibutuhkan untuk pengujian suhu ruang,
sedangkan suku rendah dan tinggi energi impak yang dibutuhkan lebih rendah.
5. Semakin rendah harga impak yang diperoleh maka semakin ulet perpatahan yang
terjadi pada spesimen.

B. Saran

Adapun saran yang diperlukan untuk menambah keakuratan dalam melakukan


praktikum pengujian impak adalah:
1. Penambahan mesin uji tipe Izod, agar setiap penguji dapat melakukan
pengujian dengan dua metode.
2. Penambahan alat ukur yang lebih canggih, agar pengukuran ke setiap spesimen
didapatkan hasil pengukuran yang lebih tepat. Pada spesimen pengujian lebih
baiknya spesimen yang diujikan memiliki jenis bahan material yang berbeda,
agar pada saat semua spesimen diujikan penguji dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan dalam tiap spesimen yang diujikan.
3. Penambahan alat pendingin pada ruang praktikum agar suhu ruangan dapat selalu
stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Zuchry M., 2012 “Mekanika Teknik” Universitas Tadulako, Palu.


http://www.academica.edu/2719429/Mekanika_Teknik. Diakses pada tanggal 15 Juni
2015 Pukul 12.00 WIB.

Ismail, 2012. “Rancang Bangun Mesin Uji Impak Charpy”.


http://eprints.undip.ac.id/38886/1/Alat_Uji_Impak_Charpy.pdf). Diakses pada tanggal
15 Juni 2015 Pukul 12.30 WIB.

Ramdan, 2012. “Laporan Praktikum Uji Tarik dan Uji Impak”.


https://www.academia.edu/8960096/laporan_praktikum_uji_tarik_dan_uji_impact_jur
usan_pendidikan_teknik_mesin. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 13.00 WIB.

Anrinal, 2013. “Bahan Ajar Metalurgi Fisik”.


http://sisfo.itp.ac.id/bahanajar/BahanAjar/Anrinal/Metalurgi%20Fisik/Materi%20Ajar
%20(Pdf-Version. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015 Pukul 14.00 WIB.

Dani, 2010. “Uji impak”.


http://danidwikw.wordpress.com/category/materi- teknik. Di akses pada tanggal 17
Juni 2015 pukul 20.00 WIB.

Duta, 2011. “Patah Getas, Patah Ulet & to Brittle Tension”.


http://blog.ub.ac.id/dutak/2011/12/29/patah-getas-patah-ulet-ductile-to-brittle-
tension/. Diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 20.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai