Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Hayati

A. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan


Pada sediaan perkutan meliputi faktor dari fisiologi yang mempengaruhi absorbsi sediaan
perkutan itu sendiri :
1. Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya
berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.Pada
keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum
corneum); dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka
permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn 1959, telah membukfkan bahwa kadar
hidrokortison yang melintasi kulit akan berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan
akan meningkat, pada kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan
bila kulit terbakar atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat pengikisan oleh
plester , maka kecepatan difusi air, hidrokortison dan sejumlah senyawa lain akan
meningkat secara nyata
2. Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan mengubah kecepatan
penembusan molekul. Pada sebahagian besar obat obatan, lapisan tanduk merupakan
faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk
menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun, bila kulit luka
atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif, maka jumlah zat aktif yang
menembus akan lebih banyak dan peranan debit darah merupakan faktor yang
menentukan. Demikian pula bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi
yang disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi peningkatan
penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah sebagai akibat pemakaian
setempat dari kortikosteroida akan mengurangi kapasitas alir dari darah, menyebabkan
pembentukan suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit dan akan mengganggu
penyerapan senyawa yang bersangkutan.
3. Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan berbeda dan
tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan: kulit dada, punggung, tangan
atau lengan. Perbedaan ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk
(stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9
pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin untuk kulit telapak tangan dan telapak
kaki.
4. Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk rendah, yaitu 5-15%, namun
dapat ditingkatkan sampai 50% dengan cara pengolesan pada permukaan kulit suatu
bahan pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu pembalut
impermeabel. Peranan kelembaban terhadap penyerapan perkutan telah dibuktikan
oleh Scheuplein R, J, dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai
afinitas yang sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam air atau dalam lipida.
Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel tanduk dan oleh benang-benang keratin
yang dapat mengembang dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di
sekitarnya. Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara
pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula meresap di antara
janngan jaringan, kemudian menembus ke dalam benang keratin, membentuk suatu
anyaman rangkap yang stabil pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar
yang kaya lipida.
Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan dalam absorbsi perkutan
dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari pembawa, kondisi dari kulit dan adanya
uap air. Walaupun sukar untuk diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada
kemungkinan yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi
konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan kulit
dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat yang
diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah
sebanding dengan bertambahnya kkonsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila bahan obat dipakai
pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada kulit dari
pada terhadap pembawa, supaya obat dapat meninggalkan pembawamenuju kulit.
5. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan mudah
menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan berlemak dan membawa
obat untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk absorbsi.
6. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit akan
meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama mengoleskan dengan
digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang diabsorbsi.
7. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan lapisan tanduk
yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian mungkin bersangkut paut
dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari kulit yang ada penebalannya atau tempat
yang tebal seperti telapak tangan dan kaki secara komparatif lebih lambat.

B. Faktor fisiko kimia


1. Tetapan difusi
Tetapan difusi suatu membran erat hubungannya dengan tahanan yang menunjukan
keadaan perpindahan. Bila dihubungkan dengan gerakan brown maka tegangan difusi
merupakan fungsi dari bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dengan konstituen
membran, selain itu juga tergantung pada kekentalan media serta suhu.
2. Konsentrasi Zat Aktif
Jumlah zat aktif yang diserap setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah
sebanding dengan konsntrasi senyawa dala media pembawa
3. Koefisien partisi
Koefisien partisi umumnya ditentuan dari percobaan dengnan memggunakan campuran
dua fase yaitu air dan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air contohnya
minyak tanaman, kloroform, eter. Koefisien partisi antara stratum corneum, ditentukan
dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai setelah kontak
yang lama antra stratum corneum dengan pembawa.

C. Evaluasi Ketersediaan Farmasi


Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati obat yang diberikan
melalui kulit :
1. Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan melalui kulit,
maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk sediaan, ketercampuran, pengawetan,
selanjutnya dilakukan uji pelepasan zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat
ditentukan bahan pembawa yang paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat
aktif di tempat pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan di antaranya
adalah
- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan
2. Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu penyerapan
sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit. Dengan cara in vitro dan in vivo
dapat dipastikan lintasan penembusan dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan
efektivitas dari berbagai bahan pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik
secara in vivo dengan mempergunakan senyawa radioaktif atau dengan tehnik in vitro
mempergunakan sayatan kulit manusia.
3. Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia
Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous dan disusun dalam
fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan difusi pasif molekul melalui total
barrier pada membran sangat diperlukan, dan hal ini tergantung pada pengaturan dan
rangkaian dari fase yang dialami selama proses transpor. Hukum difusi yang sebenamya
adalah bahwa molekul mengikuti lintasan yang bersifat diffusional resistance yang
paling sedikit. Lintasan yang bersifat diffusional resistance yang paling sedikit ini
ditentukan dari sifat fisiko kimia alamiah fase membran atau dengan densisitas,
viskositas dun, dimana terdapat protein dun makro molekul yang lain, keberadaan
ikatan silang dun susunan dari bahan polimer dalam masing masing fase, seluruh hal
diatas memberikan pengaruh terhadap kecepatan pergerakan difusi. Lintasan yang
bersifat sedikit resisten. juga dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap bahan
yang terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk distribusi internal dari
permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia dari komponen membran, dun oleh
volume relatip dari fase. Resistensi dari setiap fase yang terdapat dalam membran dapat
dikarakterisasikan dalam istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase,
terhadap seluruh variabel lengkap secara umum. Secara keseluruhan, membran mungkin
dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor) rangkaian antara 2 (dua) fase. Masing
masing fase membran menentukan aliran difusi melalui channel dalam elemen bahagian
sebelah dalam (interior) membran, yang menghasilkan masing masing resistensinya dan
pengaturannya.

Daftar Pustaka

1. Howard C., Ansel 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.
2. M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005, [USU
Repository©2006].

Anda mungkin juga menyukai