Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI FEKAL (DIARE)

DISUSUN OLEH :

Nama : Lee

NIM : 212200

Dosen Pembimbing :Marwan Riki Ginanjar, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2020/2021
1. KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

Eliminasi fekal adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus, makanan
yang sudah di cerna kemudian sisanya akan di keluarkan dalam bentuk fases. Sisten
pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam
proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta
bercampur dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara
mengunyah, menelan dan mencampur menjadi zat-zat gizi.

B. ETIOLOGI

a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna :

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya


selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan


yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan darichyme

c. Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit


tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi
orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.

d. Kurang aktifitas, kurang olahraga, berbaring lama

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan
dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan
terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.

e. Obat – obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi
yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar
dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan
codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-
obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare.

f. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya.
Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami
perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung.
Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang
dapat berdampak pada proses defekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal


cord dan tumor.

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien
untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan
toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau
seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya
fungsi dari spinkter ani.

C. MANIFESTASI KLINIS

a. Konstipasi

1) Menurunnya frekuensi BAB

2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan

3) Nyeri rektum

b. Impaction

1) Tidak BAB
2) Anoreksia

3) Kembung / kram

4) Nyeri rektum

c. Diare

1) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk

2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat

3) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan


meningkatkan sekresi mukosa.

4) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan
BAB.

d. Inkontinensia fekal

1) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus

2) BAB encer dan jumlahnya banyak

3) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord


dan tumor spingter anal eksternal

e. Flatulens

1) Hh Menumpuknya gas pada lumen intestinal

2) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.

3) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)

f. Hemorrhoid

1) Pembengkakan vena pada dinding rectum

2) Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang


3) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi

4) Nyeri

D. KOMPLIKASI

Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal
sebagai berikut.

a. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan
(input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme


lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya
penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme
yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
ke dalam cairan intraseluler.

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih sering pada
anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini
terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam
hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 % pada anak– anak.

d. Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh
makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan sering
tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.

e. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.

Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan
terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan
gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia,
gangguan sirkulasi darah.

E. IMPLEMENTASI

a. Pemberian Cairan

1) Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa.

2) Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.

a) Dehidrasi ringan.

Jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral


b) Dehidrasi sedang.

1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari

c) Dehidrasi berat.

Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg

1. 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set


1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.

2. 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit (infus set


1 ml = 20 tetes).

3. 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau


minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes
/ kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.

1. 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit (infus set


1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes / kg BB / menit (1 ml = 20 tetes).

2. 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau


minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit
atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.

1. 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (infus set


1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

b. Diatetik

Pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan


penyembuhan dan menjaga kesehatan seperti memberikan bahan makanan yang
mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat – obatan

Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya


dan keadaan umum:

1) Obat anti sekresi

2) Obat anti spasmolitik dan Obat antibiotik

F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY

Hiperparatiroid

Merangsang reabsorpsi Merangsang absorpsi Merangsang pelepasan


kalsium di ginjal kalsium dan fosfat diusus kalsium dan fosfat dari
tulang

Hiperkalsemia

Mempengaruhi kontraksi Hipermetabolisme


saluran cerna
Aktivitas gastrointestinal meningkat
Absorsi cairan meningkat

Feses menjadi keras Penyerapan air menurun

Resiko Konstipasi Air keluar bersama feces

Diare

Terjadinya hiperparatiroid merangsang reabsorpsi kalsium di ginjal, pelepasan kalsium dan


fosfat dari tulang dan absorpsi kalsium dan fosfat diusus. Absorpsi kalsium dan fosfat diusus
menyebabkan terjadinya Hiperkalsemia. Hiperkalsemia menyebabkan hipermetabolisme yang
menganggu aktivitas gastrointestinal sehingga terjadi peningkatan yang menyebabkan
penyerapan air menurun kemudian air keluar bersama feses dan terjadilah diare.
Hiperklamesia juga Mempengaruhi kontraksi saluran cerna yang meningkatkan absorsi cairan
meningkat sehingga feses keras dan beresiko konstipasi.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien

1) Nama

2) Umur
3) Jenis kelamin

4) Alamat

5) No rekam medis

6) Diagnose medis

b. Riwayat Keperawatan

1) Riwayat kesehatan masa lalu

2) Riwayat kesehatan saat ini

c. Pemeriksaan Fisik Abdomen

1) Inpeksi

2) Palpasi

3) Perkusi

4) Auskultasi

d. Karakteristik Feses

1) Warna

2) Bau

3) Konsistensi

4) Frekuensi

5) Pemeriksaan Laboratorium

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Diare berhubungan dengan malabsorpasi ditandai dengan .defekasi feses cair
>3 dalam 24 jam

b. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus


gastrointestinal

3. ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Diare Label : Eliminasi Usus Label : 1. Dengan
berhubungan mengetahui
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Diare
dengan factor penyebab
keperawatan selama ... x 24
malabsorpasi 1. Identifikasi dapat
jam, diharapkan BAB klien
ditandai dengan factor penyebab menghindarkan
normal dengan kriteria hasil :
.defekasi feses diare klien dari diare
cair >3 dalam 24 yang lebih
2. Ajarkan klien
jam parah
Indikator A T untuk
Pola eliminasi 2 4 menggunakan 2. Untuk
obat anti diare membantu
Feses lembut 2 4
dan berbentuk penghentian
3. Instruksikan
diare
Warna feses 2 4 pada
Diare 2 4 pasien/keluarg 3. Menunjukka
untuk mencatat perkembangan
warna, jumlah, selama
Skala : frekuensi, dan perawatan
1. Sangat terganggu konsistensi
4. Mengobservasi
2. Banyak terganggu feces
jumlah makanan
3. Cukup terganggu 4. Evaluasi intake yang dapat

4. Sedikit terganggu makanan yang dikonsumsi dan


5. Tidak terganggu masuk dicerna

5. Observasi 5. Untuk
turgor kulit menentukkan
secara rutin status dehidrasi

6. Monitor kulit 6. Diare dapat


disekitar menyebabkan
anus/perianal kerusakan
integritas kulit
7. Instruksikan
prianal
klien agar
menghindari 7. -
penggunaan
8. Dengan
laksatif
relaksasi dapat
8. Ajarkan klien membantu
teknik menurunkan
menurunkan tingkat
stress kecemasan klien
2 Resiko Konstipasi Label : Eliminasi usus Label : 1. Untuk
berhubungan mengetahui ada
Setelah dilakukan asuhan Manajemen
dengan penurunan atau tidaknya
keperawatan selama ... x 24 Konstipasi
motilitas traktus tanda-tanda
jam, diharapkan konstipasi
gastrointestinal 1. Monitor tanda – konstipasi
klien dapat teratasi dengan
tanda konstipasi
kriteria hasil : 2. Menunjukkan
2. Instruksikan perkembangan
pasien atau selama
Indikator A T keluarga untuk perawatan
Pola eliminasi 2 4 mencatat
karakteristik
Kemudahan 2 4
fese yang
BAB
Konstipasi 2 4 keluar ( warna,
volume,
konsistensi,
Skala :
frekuensi)
1. Sangat terganggu

2. Banyak terganggu

3. Cukup terganggu

4. Sedikit terganggu

5. Tidak terganggu

DAFTAR PUSTAKA

Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United


States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC,
1997.

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.

Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC,


2009.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan.Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai