Anda di halaman 1dari 14

ASTHMA BRONKHIAL

DEFINISI

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas menyebabkan


terjadinya edema dan penyempitan jalan napas. Penyempitan jalan napas tersebut dapat
terjadi total maupun parsial. Pada asma juga terjadi peningkatan hiperesponsif atau
hiperreaktivitas jalan napas. Segala proses yang terjadi pada asma tersebut menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi (nafas berbunyi ngik-ngik), sesak nafas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversible dengan atau tanpa pengobatan. (pusat informasi asma)
Hiperreaktivitas adalah suatu keadaan dimana jalan napas atau bronchiolus menjadi
lebih sensitif terhadap alergen (pencetus spesifik) atau iritan (pencetus nonspesifik).
Hiperreaktivitas bronkial berbeda-beda pada setiap individu. Walaubagaimanapun juga,
sudah jelas bahwa orang dengan asthma dan alergi memiliki derajat hiperaktivitas
bronchiolus yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak asthma ataupun alergi.
Pada individu yang sensitif, bronchiolus lebih mudah untuk menjadi oedem dan menyempit
ketika terpapar oleh alergen seperti asap tembakau, ataupun latihan. Pada orang yang
asthma, beberapa diantaranya merupakan asthma yang ringan dan asimptomatik dan yang
lainnya merupakan asthma yang parah dengan gejala-gejala kronik.
Asthma mengenai setiap individu dengan berbeda-beda. Setiap individu berbeda
dalam hal derajat reaktivitas terhadap pencetus lingkungan. Hal ini mempengaruhi tipe dan
dosis pengobatan pada setiap individu.
http://www.medicinenet.com/asthma/page2.htm#tocb
Epidemiologi

Asma merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien


memerlukan perawatan di rumah sakit. Sejumlah 50% kasus asma berkembang sejak
masa kanak-kanak dan selebihnya pada usia dewasa sebelum usia 40 tahun. Asma dapat
dimulai pada segala usia tanpa kecuali dan dapat terjadi pada semua orang di semua
etnis. (zullies ikawati)
ETIOLOGI DAN FAKTOR PENCETUS
Belum diketahui dengan jelas mengapa seseorang dapat terkena asthma dan yang
lain tidak, tetapi kemungkinan hal itu disebabkan oleh kombinasi dari faktor lingkungan dan
genetik.
Pencetus asthma berbeda-beda pada setiap orang. Paparan dari sejumlah alergen
dan iritan dapat mencetuskan tanda dan gejal asthma, yaitu sebagai berikut :
1. Airborne allergens, seperti serbuk, debu rumah tangga, alergen hewan terutama
kucing dan anjing
2. Infeksi saluran napas
3. Aktivitas fisik (exercise-induced asthma), mereka yang timbul asmanya ketika
melakukan aktivitas fisik
4. Perubahan cuaca, udara dingin
5. Polutan dan iritan udara, seperti asap, parfum, bau-bauan yang merangsang
6. Obat-obatan, sperti beta blocker, aspirin, OAINS lainnya
7. Bahan-bahan makanan tertentu seperti bahan pengawet, bahan penyedap, pewarna
makanan
8. Emosi dan stress yang berat
9. Siklus menstruasi pada wanita
10. Menigkatnya usia kehamilan meningkatkan risiko terjadinya asthma
Mayoclinic, pusat informasi asma
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gejala exercise-induced bronchospasm (pada
orang dengan asthma ataupun atlet), antara lain sebagai berikut :
1. Paparan terhadap udaran kering dan dingin
2. Polutan lingkungan (sulfur, ozon)
3. Tingkat hiperreaktivitas bronchial
4. Tingkat kronisnya asthma dan terkontrolnya gejala-gejala asthma
5. Durasi dan intensitas latihan
6. Paparan alergen terhadap individu atopi
7. Adanya infeksi saluran pernapasan lainnya
emedicine
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi asthma sangat kompleks, meliputi komponen-komponen sebagai berikut :
1. Inflamasi saluran napas
2. Obstruksi aliran udara yang intermiten
3. Hiperresponsifitas bronchial
Mekanisme inflamasi pada asthma dapat terjadi akut, subakut atau kronik dan
adanya edema saluran napas dan sekresi mukus juga berkontribusi pada obstruksi aliran
udara dan reaktivitas bronchial. Infiltrasi eosinofil dan sel mononuklear, hipersekresi mukus,
deskuamasi epitel, hiperplasia otot dan remodelling saluran napas dapat terjadi.

Asthma treatment. Asthma causes


and symptoms. Antigen
presentation by the dendritic cell
with the lymphocyte and cytokine
response leading to airway
inflammation and asthma
symptoms.

Pada inflamasi saluran napas terdapat sel-sel seperti sel mast, eosinofil, sel epitel,
makrofag, dan limfosit T teraktivasi. Limfosit T berperan penting pada regulasi proes
inflamasi saluran napas dalam pelepasan sitokin-sitokin. Sel-selsaluran napas lainnya seperti
fibroblas, sel endotel, dan sel epitel berkontribusi pada kronisitas penyakit ini. Faktor
lainnya seperti molekul adhesi (selekti,integrin), juga berperan penting pada pengaturan
perubahan-perubahan saluran napas akibat proses inflamasi ini. Pada akhirnya, sel-sel
tersebut menjadi mediator-mediator yang mempengaruhi tonus otot dan memproduksi
perubahan struktus serta remodelling dari jalan napas.
Adanya hiperresponsivitas jalan napas atau hiperreaktivitas bronchial pada asthma
adalah sebagai respon terhadap berbagai stimulus-stimulus endogen dan eksogen.
Mekanisme meliputi stimulasi langsung pada otot saluran napas dan stimulasi tidak
langsung oleh substansi-substansi farmakologis aktif dari sel mediator-sekresi seperti sel
mast ataupun neiron sensori nonmyelinisasi. Derajat dari hiperresposivitas jalan napas
umumnya berhubungan dengan keparahn secara klinis dari asthma.
Obstruksi aliran udara dapat disebabkan oleh berbagai variasi perubahan-
perubahan.termasuk bronkokonstriksi akut, edema jalan napas, pembentukan mukus
kronik, dan remodelling jalan napas. Bronkokonstriksi akut adalah konsekuensi dari
keluarnya mediator immunoglobulin E-dependent selama paparan alergen udara dan
sebagai komponen primer dari respon asthmatic awal. Edema jalan napas muncul setelah 6-
24 jam alergen masuk dan ini disebut sebagai respon asthmatik lambat. Pembentukan
mukus mengandung eksudat dari protein serum dan debris sel yang membutuhkan waktu
beberapa minggu untuk resolve. Remodelling jalan napas berhubungan dengan perubahan
struktural yang disebabkan inflamasi yang kronik dan dapat secara mendalam
mempengaruhi reversibility dari obstruksi jalan napas.
Expert Panel 2007 melaporkan 3 kunci perbedaan-perbedaan baru pada patofisiologi dari
asthma, yaitu :
 The critical role of inflammation has been further substantiated, but evidence is
emerging for considerable variability in the pattern of inflammation, thus indicating
phenotypic differences that may influence treatment responses.
 Of the environmental factors, allergic reactions remain important. Evidence also
suggests a key and expanding role for viral respiratory infections in these processes.
 The onset of asthma for most patients begins early in life, with the pattern of disease
persistence determined by early, recognizable risk factors including atopic disease,
recurrent wheezing, and a parental history of asthma.
 Current asthma treatment with anti-inflammatory therapy does not appear to
prevent progression of the underlying disease severity.
Patogenesis dari exercise-induced bronkospasme masih kontroversial. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh kehilangan air dari jalan napas, kehilangan panas dari jalan napas atau
kombinasi keduanya. Saluran napas atas didisain untuk menjaga udara inspirasi pada
kelembapan 100% dan suhu tubuh pada 37°C. The nose is unable to condition the increased
amount of air required for exercise, particularly in athletes who breathe through their
mouths.
Panas yang abnormal dan aliran air pada cabang bronkial menyebabkan bronkokonstriksi,
yang muncul dalam hitungan menit pada latihan. Results from bronchoalveolar lavage
studies have not demonstrated an increase in inflammatory mediators. These patients
generally develop a refractory period, during which a second exercise challenge does not
cause a significant degree of bronchoconstriction.
Emedicine

FAKTOR RISIKO
Asthma sangat banyak terjadi, mengenai jutaan orang dewasa dan anak-anak. Jumlah orang
yang didiagnosis penyakit ini semakin menignkat setiap tahunnya, tetapi belum diketahui
alsannya. Banyak faktor yang telah dipikirkan dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
dapat terkena asthma. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memiliki orangtua atau saudara kandung dengan asthma
2. Memiliki faktor alergi lainnya seperti dermatitis atopi ataupun rinitis alergi
3. Berat badan berlebih
4. Perokok
5. Perokok pasif
6. Memiliki ibu yang merokok saat hamil
7. Paparan terhadap polusi
8. Paparan terhadap pencetus pada pekerjaan seperti bahan kimia dalam
pertanian, penata rambut
9. Berat badan lahir rendah
10. Paparan terhadap alergen, memiliki infeksi bakteri ataupun virus
Mayoclinic

MANIFESTASI KLINIS
Gejala asthma sangat bervariasi dari masing-masing individu. Perlu diingat juga bahwa
gejala yang muncul pada asthma dapat mirip dengan gejala-gejala pada kondisi penyakit
lainnya. Gejala-gejala yang sama pada asthma dapat ditemukan juga pada kondisi gangguan
respirasi lainnya atau bahkan pada gangguan jantung. Empat gejala mayor yang terjadi pada
asthma adalah :
1. Sesak napas, terutama pada malam hari
2. Wheezing/mengi
3. Batuk kronik, terutama pada malam hari dan pagi hari, serta setelah aktivitas dan
pada udara dingin ataupunudara kering
4. Nyeri dada, dapat muncul sendiri ataupun bersamaan dengan adanya gejala-gejala
diatas
http://www.medicinenet.com/asthma/page6.htm#tocm
Pada anak yang masih muda, tambahan tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya
asthma adalah sebagai berikut :
1. Bernapas lebih keras dan lebih cepat dari yang normal. Pada neonatus 30-60 kali per
menit, balita 20-40 kali per menit
2. Batuk yang sering ataupun batuk pada saat bermain dengan aktif
3. Batuk pilek dengan mukus jernih dan encer yang disebabkan rinitis alergi
Mayoclinic
Klasifikasi

Untuk mengklasifikasikan keparahan asma, harus dapat digali informasi tentang gejala yang
muncul, seperti seberapa sering serangan asma terjadi ataupun seberapa berat serangan
asma terjadi, selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan fisik dan tes diagnostik lainnya.
Mengetahui derajat keparahan asma penting dalam memilih terapi terbaik untuk masing-
masing pasien. Keparahan asma dapat berubah seiring berjalannya waktu, sesuai dengan
tatalaksana yang dijalankan.

Derajat klasifikasi Gejala Gejala Malam Faal Paru


asma
Intermitten Bulanan ≤2x/bulan APE >80%
-gejala <1x/minggu VEP1 ≥ 80% nilai
-tanpa gejala di luar prediksi
serangan APE ≥*80% nilai
-serangan singkat terbaik
Variabiliti APE <20%
Persisten Ringan Mingguan >2x/bulan APE >80%
-gejala >1x/minggu, VEP1≥80% nlai
tetapi <1x/hari prediksi
-serangan dapat APE ≥80% nilai
mengganggu terbaik
aktivitas dan tidur Variabiliti APE 20-
30%
Persisten Sedang Harian >1x/minggu APE 60-80%
-gejala setiap hari VEP1 60-80% nilai
-serangan prediksi
mengganggu APE 60-80% nilai
aktivitas dan tidur terbaik
-membutuhkan Variabiliti APE >30%
bronkodilator setiap
hari
Persisten Berat Kontinu Sering APE <60%
-gejala terus VEP1 ≤60% nilai
menerus prediksi
-sering kambuh APE ≤60% nilai
-aktivitas fisik terbaik
terbatas Variabiliti APE>30%

Diagnosis

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

Riwayat penyakit / gejala:

 Bersifat episodik, seringkali reveribel dengan atau tanpa pengobatan


 Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
 Gejala timbul / memburuk terutama malam / dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respons terhadap pemberian bronkodilator
 Yang perlu dipertimbangkan:
- Riwayat keluarga / atopi
- Riwayat alergi / atopi
- Penyakit lain yang memberatkan
- Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Fisik

 Gejala bervariasi sepanjang hari (pada pemeriksaan bisa normal)


 Mengi / wheezing pada auskultasi
 Sesak napas
 Sianosis
 Gelisah
 Sukar bicara
 Takikardi
 Hiperinflasi
 Penggunaan oto bantu napas

Pemeriksaan faal paru

 Spirometri
- Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1
<80% nilai prediksi
- Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator atau setelah pemberian bronkodilator oral 10014 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
- Menilai derajat berat asma
 APE (Arus Puncak Ekspirasi)
- Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator) atau bronkodilator oral 10-14 hari atau respon terapi
krtikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
- Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat menilai derajat berat
penyakit

Peran pemeriksaan lain untuk diagnosis

 Uji provokasi bronkus


- Dilakukan pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal
- Sensitivitas tinggi tapi spesifisitas rendah  hasil (-) dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tapi nilai (+) tidak selalu berarti bahwa penderita
tersebut asma
 Pengukuran status alergi
- Uji kulit  prick test
- Pemeriksaan kadar IgE (tidak punya nilai dalam diagnosis alergi / atopi)

Penatalaksanaan Asma

 Tujuan penatalaksanaan asma:


o Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
o Mencegah eksaserbasi akut
o Meningkatkan danmempertahankan faal paru seoptimal mungkin
o Mengupayakan aktivitas normal temasuk olahraga
o Menghindari efek samping obat
o Mencegah keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
o Mencegah kematian karena asma
 Komponen penatalaksanaan asma:
o Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, menjaga
penderita agar tetap masuk sekolah/kerja dan mengurangi biaya pengobatan.
Edukasi kepada penderita dan keluarga sebagai mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma sehingga meningkatkan pemahaman tentang penyakit
asma, meningkatkan keterampilan penanganan asma, meningkatkan
kepuasan diri, meningkatkan rasa percaya diri dan meningkatkan kepatuhan
penanganan diri.
o Menilai dan monitor berat asma secara berkala
 Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
Penilaian bisa dengan menanyakan keadaan asma pasien membaik
atau memburuk dibandingkan kunjungan terakhir
 Pemantauan tanda dan gejala yang meliputi 3 hal:
 Gejala asma sehari-hari
 Asma malam
 Gejala asma pada dini hari yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah 15 menit dengan pengobatan agonis beta-2 kerja
singkat
 Pemeriksaan faal paru
 Spirometri
 Pemantauan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow
Meter  penting untuk menilai berat asma, derajat variasi
diurnal, respon pengobatan saat serangan akut, deteksi
perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius, respon
pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam
memberikan pengobatan dan identifikasi pencetus.
o Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
o Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Bertujuan untuk mengontrol penyakit sehingga disebut sebagai asma
terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu 1
bulan.
Faktor yang menjadi pertimbangan:
 Medikasi (obat-obat)
 Pengontrol
Adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan tiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma persisten
o Kortikosteroid inhalasi
o Kortikosteroid sistemik
o Sodium kromoglikat
o Nedokromil sodium
o Metilsantin
o Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
o Agonis beta-2 kerja lama, oral
o Leukotrien modifiers
o Antihistamin generasi 2 ( antagonis- H1 )
o Lain-lain
 Pelega
Prinsipnya dengan dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot
polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi
yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di
dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau
menurunkan hiperesponsif jalan napas.
o Agonis beta-2 kerja singkat
o Kostikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan
sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator
yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator
lain)
o Antikolinergik
o Aminofilin
o Adrenalin
 Rute pemberian medikasi
o Oral
o Parenteral
o Inhalasi
 Inhalasi Dosis Terukur (IDT/metered-dose
inhaler (MDI))
 IDT dengan alat bantu (spacer)
 Breath-actuated MDI
 Dry Powder Inhaler (DPI)
 Turbuhaler
 Nebuliser
 Tahapan pengobatan

Semua tahapan: ditambah agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,
tidak melebihi 3-4x / hari
Berat Asma Medikasi pengontrol Alternatif/pilihan lain Alternatif lain
harian
Asma Tidak perlu --- ---
Intermiten
Asma persisten Glukokortikosteroid -Teofilin lepas lambat
ringan inhalasi (200-400 ug -Kromolin
BD / hari atau -Leukotrien modifiers
ekivalennya0
Asma persisten Kombinasi inhalasi -Glukokortikosteroid -ditambah
sedang glukokosteroid inhalasi (400-800 ug BD agonis beta-2
9400-800 ug BD / atau ekivalennya) kerja lama
hari atau ditambah Teofilin lepas oral, atau
ekivalennya) dan lambat, atau -ditambah
agonis beta-2 kerja -Glukokortikosteroid teofilin lepas
lama inhalasi (400-800 ug BD lambat
atau ekivalennya)
ditambah agonis beta-2
kerja lama oral, atau
-Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800 ug BD atau
ekivalennya) atau
-Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Asma persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon / 
berat glukokortikosteroid metilprednisolon oral
(>800 ug BD atau selang sehari 10 mg
ekivalennya) dan ditambah agonis beta-2
agonis beta-2 kerja kerja lama oral,
lama, ditambah ≥1 ditambah teoflin lepas
dari: lambat
-teofilin lepas
lambat
-leukotriene
modifiers
-glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin
dengan kondisi asma tetap terkontrol

 Penanganan asma mandiri


Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami
kondisi kronik dan bervariasunya keadaan penyakit asma. Mengajak
penderita memantau kondisinya sendiri, identifikasi perburukan asma
sehari-hari, mengontrol gejala dan mengetahui kapan penderita
membutuhkan bantuan medis/dokter. Penderita diperkenalkan
kepada 3 zona; daerah zona merah,kuning dan hijau yang dianalogkan
sebagai lampu lalu lintas untuk memudahkan pengertian dan diingat
penderita. Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan
tersebut, maka diberikan nama pelangi asma.

Pelangi asma, monitoring keadaan asma secara mandiri


Hijau:
 Kondisi baik, asma terkontrol
 Tidak ada / minimal gejala
 APE: 80-100% nilai dugaan / terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan.
Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan
turunkan terapi.
Kuning:
 Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan
akut/eksaserbasi
 Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada
terasa berat saat aktivitas maupun istirahat) dan / atau APE 60-80%
prediksi/nilai terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah:
 Berbahaya
 Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari
 APE <60% nilai dugaan/terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan
yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada
respon, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit

o Menetapkan pengobatan pada serangan akut


Penilaian berat serangan merupakan kunci pertama dalam penanganan
serangan akut. Langkah berikutnya adalah memberikan pengobatan tepat,
selanjutnya menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami
tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita (pulang, observasi,
rawat inap, intubasi, butuh ventilator, ICU dan lain-lain)

SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT


PENGOBATAN
Ringan Terbaik: agonis beta-2 Rumah
Aktivitas relatif normal, Alternatif: kombinasi Praktek dokter
berbicara 1 kalimat dalam 1 oral agonis beta-2 dan Klinik
napas, nadi <100, APE teofilin Puskesmas
>80%
Sedang Terbaik: nebulisasi beta- Darurat gawat/RS
Jalan jarak jauh timbulkan 2 tiap 4jam Klinik
gejala, berbicara beberapa Alternatif: Praktek dokter
kata dalam satu napas, nadi - Agonis beta-2 SC Puskesmas
100-120, APE 60-80% - Aminofilin IV
- Adrenalin
1/1000 0,3ml SC
O2 bila mungkin
Kortikosteroid sistemik
Berat Terbaik: Nebulisasi Darurat gawat/RS
Sesak saat istirahat, agonis beta-2 tiap 4jam
berbicara kata perkata Alternatif:
dalam satu napas, nadi - Agonis beta-2
>120, APE <60% atau 100 SC/IV
l/dtk - Adrenalin
1/1000 0,3 ml SK
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
O2
Kortikosteroid IV
Mengancam Jiwa Seperti serangan akut Darurat gawat/RS
Kesadaran berat ICU
berubah/menurun,gelisah, Pertimbangkan intubasi
sianosis,gagal napas dan ventilasi mekanis

Penilaian Awal

Riwayat dan PF, AGDA dan pemeriksaan lain atas


indikasi.

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal:

- Oksigenasi dengan kanul nasal


- Inhalasi dengan agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi),
setiap 20 menit dalam 1 jam atau agonis beta-2 injeksi
(Terbutalin 0,5ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3ml
subkutan)
- Kortikosteroid sistemik:
o Serangan asma berat
o Tidak ada respons segera dengan
pgobatan bronkodilator
o Dalam kortikosteroid oral

Penilaian Ulang setelah 1jam (PF,saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respon Baik Respon tidak sempurna Respon buruk dalam1jam

- Respons baik dan - Resiko tinggi distress - Resiko tinggi


stabil dalam 60 - PF: gejala ringan- distress
menit sedang - PF: berat, gelisah,
- PF normal - APE >50% tapi <70% kesadaran menurun
- APE .70% - Saturasi O2 tidak - APE ,30%
prediksi/nilai terbaik perbaikan - PaCO2 > 45 mmHg
- Saturasi O2>90% - PaO2 <60 mmHg
(95% pada anak)

Pulang Rawat RS ICU

- Pengobatan - Inhalasi agonis beta-2 ± - Inhalasi agonis beta-2 ±


dilanjutkan dengan anti-kolinergik anti-kolinergik
inhalasi agonis beta-2 - Kortikosteroid sistemik - Kortikosteroid iv
- Kortikosteroid oral - Aminofilin drip - Pertimbangkan agonis
- Edukasi penderita - O2 dengan kanul beta-2 injeksi SC/IM/IV
- Pantau APE, saturasi - O2 dengan masker
O2, nadi, kadar teofilin venturi
- Aminofilin drip
- Mungkin perlu intubasi
dan ventilasi mekanik

Perbaikan Tidak perbaikan


Pulang ICU

Bila APE >60% prediksi/terbaik. Tetap Bila tidak ada perbaikan 6-


berikan pengobatan oral atau inhalasi 12jam

o Kontrol secara teratur


Dokter sebaiknya menganjurkan penderita untuk kontrol tidak hanya bila
terjadi serangan akut tetapi kontrol teratur terjadwal, interval berkisar 1-6
bulan bergantung pada keadaan asma. Hal tersebut untuk meyakinkan
bahwa asma tetap terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi
seminimal mungkin
o Pola hidup sehat
 Meningkatkan kebugaran fisik
 Berhenti atau jangan pernah merokok
 Lingkungan kerja yang kondusif

Anda mungkin juga menyukai