Anda di halaman 1dari 12

MISI RADEN BATHORO KATONG DALAM MENYEBARKAN AJARAN ISLAM

DI WILAYAH PONOROGO TAHUN 1486-1496 MASEHI

Oleh:
Dika Rizka Fadhila
18040284049

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Islam di Ponorogo tidak terlepas dari peran Raden Bathoro Katong.
Bathoro Katong adalah pendiri dan adipati pertama Kabupaten Ponorogo yang membawa
pengaruh cukup besar bagi perkembangan Ponorogo. Bathoro Katong memiliki nama asli
Lembu Kanigoro yang merupakan adik Raden Fatah dari Kerajaan Demak. Bathoro
Katong atau yang biasa disebut Raden Katong ini ialah anak Raden Brawijaya V dari Ibu
yang merupakan selir bernama Putri Bagelen1. Peran Bathoro Katong di Ponorogo
berkaitan dengan berdirinya Kerajaan Demak. Pada abad ke 15 Masehi merupakan puncak
kekuasaan Islam di Jawa, sehingga Demak terus melakukan pengislamisasian di berbagai
wilayah. Kerajaan Demak sebagai pusat Agama Islam yang menjadi kesultanan Islam
pertama di Pulau Jawa ingin menyebarkan Agama Islam di beberapa penjuru daerah, tidak
terkecuali wilayah kekuasaan Majapahit, dengan masyarakat yang menganut Agama Hindu
dan Budha pada masa itu. Dengan beberapa usaha memperluas penyebaran Islam, Raden
Fatah mencoba melakukan penyebaran secara terus menerus untuk mengislamkan
masyarakat Demak dan Jawa secara keseluruhan, termasuk Wengker dalam kekuasaan
Majapahit. Setelah Majapahit berhasil dikuasai Demak, wilayah Majapahit dibagi menjadi
beberapa wilayah sesuai dengan wilayah kerajaan masa Majapahit, yaitu Trowulan, Daha,
Blambangan, Mataram, Tumapel, Kahuripan, Lasem, Wengker, dan Pajang. Raden Patah
mengutus adiknya, Raden Katong yang sudah memeluk agama Islam untuk turut
menjalankan misinya dalam menyebarkan agama Islam di Kerajaan Wengker, yang
sekarang menjadi wilayah Ponorogo.2 Dakwah Islam yang dilakukan Raden Katong
berorientasi pada ajaran para wali dengan penanaman Islam disesuaikan berdasarkan
kondisi kebudayaan yang diyakini masyarakat sekitar dengan cara damai dan tidak
menghilangkan kebudayaan asal.

1
Muh Fajar Pramono, Raden Bathoro Katong Bapak-e Wong Ponorogo (Ponorogo: Lembaga Penelitian
Pemberdayaan Birokrasi dan Masyarakat Ponorogo, 2006), hlm 3.
2
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo (Yogyakarta: Trans Pustaka, 2012), hlm 108.
Wilayah Ponorogo sebelumnya dipimpin oleh Ki Ageng Kutu yang merupakan
bawahan dari Kerajaan Majapahit yang menganut nilai-nilai Hindu Budha dan terkenal
akan kesaktian ilmu-ilmu yang dimilikinya. Di bawah kekuasaan Ki Ageng Kutu,
masyarakat Ponorogo menganut nilai-nilai Hindu Budha dan tunduk dalam kekuasaan
Majapahit. Dalam proses Islamisasi oleh Bathoro Katong, akhirnya terjadi perseteruan
antara Ki Ageng Kutu yang kemudian dalam prosesnya terdapat beberapa pengaruh
terhadap perkembangan Ponorogo di Era sekarang, baik dalam segi social, kebudayaan,
maupun agama masyarakat Ponorogo. Peran Bathoro Katong dalam dakwah agama Islam
di Ponorogo melalui beberapa peristiwa yang sebaiknya dipelajari dan dipahami oleh
generasi penerus. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian mengenai tema penyebaran
Agama Islam oleh Bathoro Katong di wilayah Ponorogo ini. Dengan demikian, Raden
Katong yang merupakan ulama pertama di Ponorogo sekaligus adipati babat alas Ponorogo
adalah tokoh penting yang tidak hanya dikenal dalam sejarah saja, melainkan kiprahnya
yang cukup berpengaruh di wilayah Ponorogo perlu untuk diteliti dan dijadikan
pembelajaran bagi generasi penerus, terutama masyarakat Ponorogo. Dalam realitanya,
masih banyak masyarakat Ponorogo sendiri yang kurang memahami bagaimana masuknya
agama Islam yang dianut mayoritas warga Ponorogo saat ini. Bahkan tidak sedikit yang
belum mengetahui siapa Bathoro Katong yang makamnya selalui dikunjungi oleh para
petinggi Ponorogo dan sesepuh pada hari-hari besar tersebut. Oleh karena itu kiprah
perjalanan Bathoro Katong dalam menjalankan misi dakwahnya juga sebagai tokoh yang
membabat alas, dan sebagai penguasa, serta pendiri Kadipaten Ponorogo perlu
dikembangkan melalui tulisan maupun penelitian agar dapat diketahui masyarakat secara
luas, menambah semangat para masyarakat Ponorogo untuk selalu menjalankan syariat
Islam sesuai dengan dakwah Raden Katong dan perkembangan modern, memahami
kondisi sosiopolitik dan agama dalam sejarah Ponorogo sebelum maupun sesudah
kedatangan Bathoro Katong, serta mengembangkan maupun melestarikan tradisi budaya
yang telah diakulturasi dan dikembangkan oleh Bathoro Katong.
Dalam penelitian dengan pembahasan sama yang telah ada sebelumnya, halangan-
halangan yang ditemui Bathoro katong dalam proses penyebaran Islam pada babad
Ponorogo belum cukup diuraikan dan dibahas secara luas. Kondisi sosio politik dalam
strategi dakwah yang dilakukan belum dikaji secara mendalam. Dengan adanya hal
tersebut, pada penelitian ini penyusun akan mengkaji proses islamisasi Bathoro Kathong
beserta babad Ponorogo dengan lebih memberikan gambaran mengenai ondisi sosio politik
disertai halangan rintangan, dan bentuk strategi yang digunakan dalam mengembangkan
agama Islam di Ponorogo. Selain itu, dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai tokoh-
tokoh yang juga berperan penting mendampingi dan membantu misi Bathoro Kathong
menyebarkan Islam di Ponorogo.

B. Batasan Masalah
Dalam suatu penelitian perlu adanya focus penelitian atau batasan-batasan terhadap
pembahasan yang akan dikaji. Hal ini bertujuan agar permasalahan yang diteliti terfokus
pada pada pembahasan yang akan diuraikan. Pada penelitian ini, pembahasan yang dikaji
terletak pada focus waktu, tempat, dan kajian penelitian itu sendiri. Penelitian yang akan
dilakukan berdasarkan kejadian sejarah pada tahun 1486 hingga 1496. Dimulai pada 1486
karena pada saat itu dimulainya Bathoro Katong membabat alas (hutan) di Wengker, yang
kemudian dijadikannya menjadi wilayah Ponorogo sekarang. Fokus waktu hingga tahun
1496, dimana Bathoro Katong berhasil menduduki posisi Adipati pertama di Kadipaten
Ponorogo, sekaligus dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Ponorogo. Fokus tempat
terletak di Kabupaten Ponorogo yang dulunya merupakan bagian dari kekuasaan Majapahit
dalam Kerajaan yang bernama Wengker. Fokus kajian dalam penelitian mengacu pada misi
Bathoro Katong dalam mengemban tugas yang merupakan utusan Sultan Demak untuk
menyebarkan ajaran Islam dalam kaitannya dengan Babad Ponorogo, serta latar belakang
dan dampak di bidang sosio politik Wilayah Ponorogo.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan focus kajian, maka terdapat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi kedatangan Bathoro Kathong di Ponorogo?
2. Apa saja upaya yang dilakukan Bathoro Katong dalam penyebaran Islam di
Ponorogo?
3. Bagaimana bentuk strategi yang digunakan Bathoro Katong dalam menjalankan misi
dakwahnya di Ponorogo?
4. Bagaimana kondisi sosio politik Ponorogo setelah kedatangan Bathoro Katong?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka diperoleh tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang dari kedatangan Bathoro Kathong di wilayah
Ponorogo.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya Bathoro Katong dalam proses Islamisasi di wilayah
Ponorogo.
3. Untuk mengetahui strategi dakwah dalam perkembangan Islam dan babad di
Ponorogo oleh Bathoro Katong.
4. Untuk mengetahui dampak kehidupan sosio politik di Ponorogo setelah kedatangan
Bathoro Katong.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian dengan mengacu rumusan masalah dan tujuan penelitian,


diharapkan penelitian akan memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan mengenai masuknya ajaran Islam di wilayah Ponorogo yang dibawa
oleh tokoh Babad Ponorogo yaitu Bathoro Katong.

2. Manfaat Praktis
- Bagi lembaga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai
dokumen referensi untuk penelitian dengan tema yang serupa atau yang berkaitan.
- Bagi guru sejarah diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran di
sekolah.
- Bagi penyusun, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman
dalam melakukan observasi sejarah local dan menambah khasanah keilmuan.

F. Kajian Pustaka
1. Definisi Konseptual
Tinjauan pustaka merupakan langkah untuk meninjau kembali hasil dari penelitian-
penelitian terdahulu yang memiliki topic dan tema yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Studi kepustakaan berhubungan dengan kajian teoritis maupun
referensi lain yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. 3 Tinjauan pustaka
disini akan menggunakan sumber-sumber yang diperoleh dari jurnal, buku, dan
skripsi. Sumber yang akan digunakan mencakup segala materi yang memiliki
keterkaitan dengan topic pembahasan mengenai misi dan peran Bathoro Katong.
Bathoro Katong adalah pendiri dan adipati pertama Kabupaten Ponorogo yang
membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan Ponorogo. Raden Katong yang
diberi mandat oleh Raden Patah untuk menjalankan misinya dalam menyebarkan
agama Islam di Kerajaan Wengker, yang sekarang menjadi wilayah Ponorogo.
Dengan demikianlah Raden Bathoro Katong membabad alas untuk pembukaan
Kadipaten Ponorogo, menjalankan misinya untuk menyebarkan ajaran Islam di
Ponorogo, serta memberikan banyak pengaruh lain bagi perkembangan wilayah
Ponorogo. Tinjauan pustaka dari sumber-sumber yang didapatkan akan direview dan
dikaji keterkaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Misi
Raden Bathoro Katong dalam Menyebarkan Ajaran Islam di Wilayah Ponorogo
Tahun 1486-1496 Masehi”.

2. Penelitian Terdahulu
Tinjuan pustaka pertama diambil dari penelitian oleh Achmad Choirul Rofiq
dengan judul Dakwah Kultural Bathoro Katong di Ponorogo. Dalam penelitian
tersebut menjelaskan mengenai metode-metode yang digunakan oleh Bathoro Katong
dalam menyebarkan agama Islam di Ponorogo. Isi dari jurnal menunjukkan bahwa

3
Sugiyono, Metode Penelitian (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2016), hlm 291.
dalam penyebarannya, Bathoro Katong melakukan beberapa lngkah dakwah secara
persuasive dan kultural di Ponorogo, seperti menikahi Niken Gandini yang
merupakan putri dari orang yang berpengaruh di Ponorogo, mendirikan Masjid untuk
melakukan dakwah awalnya dalam memikat para jamaah, memodifikasi kesenian
reyog yang telah ada sejak zaman Kerajaan Wengker menjadi kesenian yang
bernuansa dan memiliki filosofi dalam Islam, dan dengan mengajarkan agama Islam
secara damai dengan menggabungkan unsur-unsur budaya local masyarakat
Ponorogo dengan ajaran Islam4. Sumber data yang didapatkan dari penelitian dalam
jurnal ini sangat membantu peneliti untuk merancang penelitian yang akan
dilakukan. Dalam jurnal ini, dalam memberika data-data mengenai halangan
rintangan dalam penyebaran agama Islam oleh Bathoro Katong kurang begitu
mendalam, sehingga masih perlu adanya penelitian selanjutnya untuk memperjelas
dan memperdalam pembahasan.
Skripsi Idham Wahyu Kurniawan dengan judul Bathoro Katong dan Perannya
dalam Pengembangan Agama Islam di Ponorogo Menurut Babad Ponorogo ini
menjelaskan mengenai kajian yang berfokus pada riwayat hidup Bathoro Katong
dengan pokok bahasan mengenai laar belakang dan keluarga, kemudian sejarah
masuk dan berkembangnya ajaran Islam di Ponorogo, dan peranan dari Bathoro
Katong dalam perngembangan Agama Islam di Ponorogo. Dalam focus kajian
tersebut, dalam skripsi mencakup bahasan dari mulai berdirinya Kabupaten Ponorogo
oleh Bathoro Katong yang mengalahkan Wengker, riwayat hidup Bathoro Katong
dimulai dari silsilah dan perannya dalam perkembangan Agama Islam di Ponorogo,
sejarah berdirinya Kabupaten Ponorogo, kondisi geografis Ponorogo, awal mula
masuknya Islam dan perkembangannya di wilayah Ponorogo, serta tokoh-tokoh yang
ikut serta menyebarkan agama Islam di Ponorogo.5
Skripsi oleh Elfa Lusiana Tyas dengan judul Peran Peranan Bathoro Katong
dalam Penyebaran Agama Islam di Ponorogo pada Abad ke XV Masehi tahun 2018
dari Universitas Jember. Skripsi ini menjelaskan mengenai fokusnya terhadap
4
Ahmad Choirul Rofiq, “Dakwah Kultural Bathoro Katong di Ponorogo”. Islamuna. Vol. 4 No. 2, Desember 2017.
Hlm 304-315.
5
Idham Wahyu Kurniawan, Bathoro Katong dan Pranannya dalam Pengembangan Agama Islam di Ponorogo
menurut Babad Ponorogo. (Surabaya: Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), hlm 2-66.
kondisi sosio budaya masyarakat Ponorogo sebelum kedatangan Bathoro Katong,
upaya-upaya yang dilakukan oleh Bathoro Katong dalam penyebaran agama Islam di
Ponorogo, kemudian dampak dari kedatangan Bathoro Katong di wilayah Ponorogo,
serta proses penyebarannya dalam berbagai bidang kehidupan pada saat itu,
diantaranya bidang politik, ekonomi, social, perkawinan, pendidikan, seni, dan
budaya. Tujuan dari penelitian ini seperti yang telah tercantum, yaitu untuk mengkaji
kondisi sosio budaya masyarakat Ponorogo sebelum datangnya Raden Bathoro
Katong, mengkaji usaha-usaha Bathoro Katong dalam penyebaran agama Islam, serta
mengkaji dampak sosio budaya setelah kedatangan Bathoro Katong di Ponorogo6.
Dari beberapa peninjauan terhadap penelitian terdahulu tersebut, topik
mengenai peranan Bathoro Katong dalam perkembangan Islam dan pendirian
Ponorogo sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut karena mengandung kajian
historis dan penanaman nilai-nilai baik dari segi agama, social, budaya, dan politik.
Dalam penelitian sebelumnya masih belum memberikan pembahasan secara lanjut
mengenai nilai-nilai sosio politik pada perkembangan Islam oleh Bathoro Katong.
Dalam penelitian ini, akan dibahas lebih mendalam mengenai kondisi sosio politik di
Ponorogo sebelum dan sesudah kedatangan Bathoro Katong.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam suatu penelitian yang dilakukan merupakan landasan untuk
menentukan arah jalannya pelaksanaan penelitian. Penggunaan metode dalam penelitian
merupakan metode kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistic, kompleks, dinamis
dan penuh makna.7 Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah
berdasarkan fakta dalam data-data. Data-data yang akan dikaji dalam penelitian
berdasarkan perisiwa sejarah yang benar terjadi menurut sumber-sumber yang kredibel.
Metode penelitian dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut:

1. Heuristik

6
Elfa Lusyana Tyas, Peran Peranan Bathoro Katong dalam Penyebaran Agama Islam di Ponorogo pada Abad ke XV
Masehi. (Jember: Skripsi Universitas Jember, 2018), hlm 1-62.
7
Sugiyono, op. cit., hlm. 292.
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan sumber-sumber data yang akan digunakan
dalam proses penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Pada tahap
heuristic, sumber-sumber berupa bahan-bahan untuk mencari kebenaran sejarah yang
mencakup segala macam evidensi yang telah menunjukkan segala bukti aktivitas
mereka di masa lalu, baik berupa bukti tertulis maupun kata-kata secara lisan. Dalam
penelitian ini, sumber yang akan digunakan berupa hasil dari wawancara dengan juru
kunci makam Bathoro Katong, sesepuh atau pengurus yang mengetahui sejarah
secara turun-temurun secara detail, dan warga sekitar. Kemudian peneliti akan
mencari dan mengumpulkan sumber seperti arsip-arsip dan dokumen. Untuk sumber
sekunder, peneliti akan mengumpulkan literature berupa jurnal, skripsi, penelitian
terdahulu, dan buku yang berkaitan dengan topic penelitian mengenai tokoh Bathoro
Katong beserta kiprahnya di Ponorogo.

Adapun pengertian dan jenis sumber dalam sebuah penelitian dibagi menjadi dua,
yaitu:

a. Sumber Primer
Sumber primer atau sumber asli yang berasal dari bukti yang sezaman dengan
peristiwa sejarah yang berkaitan. Sumber primer yang akan digunakan dalam
berupa yang sezaman mengenai topic penelitian.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder merupakan sumber yang bersumber dari literature-literatur
yang berkaitan dengan topic penelitian yang akan dilakukan. Sumber-sumber
sekunder yang akan digunakan dalam referensi penulisan yaitu: Buku dengan
judul Babad Ponorogo (Puwowijoyo), buku dengan judul Atlas Wali Songo
(Agus Sunyoto), buku dengan judul Raden Bathoro Katong Bapak-e Wong
Ponorogo (Muh Fajar Pramono), serta jurnal-jurnal penelitian dengan topik
terkait.

2. Kritik Sumber
Setelah tahap pengumpulan sumber, langkah selanjutnya yaitu kritik atau
verifikasi sumber. Dalam tahap ini dilakukan suatu penyaringan sumber secara kritis
berdasarkan evidensi yang telah ditemukan agar terpilih sebuah fakta. Kritik sumber
dilakukan terhadap sumber pertama dengan pengujian mengenai kebenaran atau
ketepatan (akurasi) sumber yang didapat. Untuk melakukan tahap ini, terdapat kritik
eksternal dan internal.
a. Kritik eksternal
Merupakan suatu pengujian terhadap sumber terhadap aspek-aspek luar dari
suatu sumber sejarah. Fungsi dari kritik eksternal untuk memeriksa suatu
sumber sejarah tersebut, apakah memenuhi integritas dan otentisitas dari
sumber itu sendiri untuk penelitian yang akan dilakukan8.
b. Kritik Internal
Kritik internal merupakan pengujian terhadap sumber-sumber sejarah dalam
penelitian yang menekankan pada aspek dalam (isi) dari sumber. Pada kritik
internal pengujian difokuskan pada kredibilitas kesaksian sumber.9

3. Interpretasi

Tahap selanjutnya berupa penafsiran dari fakta sejarah yang berasal dari sumber-
sumber didapat. Dengan beberapa sumber yang telah didapatkan peneliti, kemudian
antara satu sumber dengan yang lainnya dilakukan suatu penafsiran untuk mencari
berbagai hal yang berkaitan satu sama lain, kemudian dapat dilakukan suatu
rancangan penulisan fakta yang logis. Tahap ini akan mempermudah peneliti untuk
melanjutkan langah penulisan laporan sejarah selanjutnya.

4. Historiografi
Historiografi merupakan langkah akhir dari kegiatan penelitian sejarah setelah
dipilihnya tema yang akan dikaji, sumber dikumpulkan dan informasi yang
terkandung di dalamnya ditafsirkan. Menurut Paul Veyne dalam buku Metodologi
Sejarah Helius Sjamsuddin, penulisan sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual

8
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm 104-109.
9
Ibid., hlm. 112.
dan merupakan suatu cara untuk memahami sejarah. 10 Historiografi merupakan
langkah akhir yang dilakukan dalam suatu penulisan penelitian sejarah, dengan
menyampaikan hasil yang diperoleh melalui penelitian. Dalam langkah ini, peneliti
menyusun tulisan hasil dari penelitiannya dengan mengacu pada langkah-langkah
sebelumnya dimulai dari pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi, kemudian
hasil dari langkah-langkah tersebut dituangkan dalam bentuk penulisan laporan
sejarah (historiografi).

H. Sistematika Pembahasan
Proposal penelitian ini akan disusun dalam lima bab, yaitu:
a. Bab Pertama adalah Pendahuluan, yang berisi Latar belakang penelitian, focus
kajian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
b. Bab Kedua berisi tentang riwayat hidup, silsilah da nasal-usul keluarga Bathoro
Katong, serta latar belakang Bathoro Katong datang ke wilayah Ponorogo.
c. Bab Ketiga berisi tentang perkembangan pendirian kadipaten Ponorogo beserta
upaya-upaya yang dilakukan Bathoro Katong dalam mengatasi halangan dan
rintangan dalam prosesnya.
d. Bab Keempat berisi tentang strategi dakwah Bathoro Katong dalam menyebarkan
Islam di Ponorogo.
e. Bab Kelima adalah penutup, yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
10
Ibid., hlm. 121.
Abror, Lutfi Zainal. “Masuknya dan Bekembangnya Islam di Ponorogo 1486- 1517”. (Skripsi:
Sejarah dan Pendidikan Islam, Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2011).

Fitriana, Kurnia Enggar. “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Penyebaran Agama Islam Raden
Bathoro Katong di Ponorogo dalam Babad Ponorogo”. (Skripsi: Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Ponorogo, 2020).

Kurniawan, Idham Wahyu. “Bathoro Katong dan Peranannya dalam Pengembangan Agama
Islam di Ponorogo menurut Babad Ponorogo”. (Skripsi: Sejarah Peradaban Islam, Fakultas
Adab dan Humaniora, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019).

Pramono, M, F. 2006. Raden Bathoro Katong Bapak-e Wong Ponorogo. Ponorogo: Lembaga
Penelitian Pemberdayaan Birokrasi dan Masyarakat Ponorogo.

Rofiq, Achmad Choirul. (2017). Dakwah Kultural Bathoro Katong di Ponorogo. Islamuna, 4,
304-315.
https://www.researchgate.net/publication/332560823_DAKWAH_KULTURAL_BATHO
RO_KATONG_DI_PONOROGO/link/5cbdd85b299bf1209778bc5a/download. Diakses
pada 1 Januari 2021.

Sjamsuddin, H. 2012. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo. Yogyakarta: Trans Pustaka. 2012.

Tyas, Elfa Lusiana. “Peranan Bathoro Katong dalam Penyebaran Agama Islam di Ponorogo
Abad ke XV Masehi”. (Skripsi: Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Jember, 2018).

Anda mungkin juga menyukai