Anda di halaman 1dari 20

STUDI KASUS FARMASI PRAKTIS

“SWAMEDIKASI DIARE PADA ANAK”

Dosen Pengampu: apt. Jamilah Sarimanah, M.Si.

Kelas C4

Violita Munawaroh (2120414680)

PROFESI APOTEKER ANGKATAN 41


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Swamedikasi merupakan bagian upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri.
Pengobatan mandiri adalah kegiatan atau tindakan mengobati diri sendiri dengan obat
tanpa resep secara tepat dan bertanggung jawab (rasional). Obat yang digunakan dalam
swamedikasi adalah obat tanpa resep (OTR). Di Indonesia yang termasuk OTR meliputi
obat wajib apotek (OWA) atau obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter, obat bebas terbatas (obat yang akan aman dan manjur
apabila digunakan sesuai petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat pada label),
dan obat bebas (obat yang relatif aman digunakan tanpa pengawasan). Namun dalam
pelaksanaan swamedikasi masih banyak terjadi kesalahan-kesalahan pengobatan.
Kesalahan pengobatan (medication error) disebabkan karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat terhadap obat, penggunaan obat dan informasi obat (Depkes RI, 2010). Untuk
itu masyarakat berhak memperoleh informasi yang tepat, benar, lengkap, objektif dan
tidak menyesatkan. Oleh karena itu apoteker mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan swamedikasi (Zeenot, 2013). Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan,
apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada pelaksanaan swamedikasi.
Untuk menjamin kualitas layanan swamedikasi maka perlu dilaksanakan tahapan-tahapan
pelayanan swamedikasi.
Tahapan pelayanan swamedikasi meliputi patient assessment, penentuan
rekomendasi, penyerahan obat dan pemberian informasi terkait terapi pada pasien. Pada
pelayanan obat tanpa resep diperlukan kegiatan patient assessment agar dapat ditetapkan
rekomendasi terapi yang rasional (Chua et al., 2006). Pada pelaksanaan patient
assessment, sebagai tenaga kefarmasian harus memiliki kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan dalam usaha untuk mengumpulkan informasi tentang pasien (Blenkinsopp &
Paxton, 2002). Penggalian informasi bertujuan untuk menilai pasien yang meliputi
penilaian keamanan, ketepatan dan rasionalitas swamedikasi yang dilakukan oleh pasien.
Dalam melakukan penggalian informasi tersebut, farmasis dapat menggunakan beberapa
jenis mnemonics, seperti WWHAM, ASMETHOD, ENCORE, dan SITDOWNSIR.
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja dalam satu hari (24 jam). Penyebab diare
dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri,
virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-
sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah
diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.(Depkes RI, 2011). Sampai saat ini penyakit
diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang, hal ini
disebabkan karena kurangnya informasi atau terapi diare yang tidak efektif untuk
menjamin ketepatan, keamanan, dan rasionalitas swamedikasi. (Hasanah et al., 2013).
Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat diare. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Diare masih
menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian terbanyak untuk anak-anak dibawah
lima tahun. diperkirakan sebanyak 800.000 kematian dibawah lima tahun disebabkan oleh
diare pada tahun 2010, yang merupakan 11% dari total kematian dibawah lima tahun.
dengan sekitar 80% kematian ini terjadi di Afrika dan Asia tenggara (Kemenkes, 2011).
Hingga saat ini, Diare masih menempati posisi ketiga dengan jumlah kasus terbanyak
(Faure, 2013). Maka dengan adanya pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai hak-hak yang harus didapatkan tentang pemberian informasi obat
meliputi: nama obat, sediaan, dosis, cara pakai , penyimpanan, indikasi, kontra indikasi,
efek samping, dan interaksi obat. Selain itu juga dapat menjadi bahan masukan bagi
Apotek, agar meningkatkan kualitas pelayanan terutama pemberian informasi obat dan
edukasi kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Swamedikasi
Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah
swamedikasi. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan- keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi
alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada
pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan
penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat memberikan informasi yang
tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat
(drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya tahu
merk dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya.(Depkes RI, 2006).
The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi
atau self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu
atas inisiatifnya sendiri. Sedangkan definisi swamedikasi menurut WHO adalah
pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang
individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. (Nita et al., 2008).
Menurut APhA (American Pharmacist Association) klasifikasi swamedikasi:
a. Perilaku gaya hidup sehat merupakan suatu bentuk usaha seseorang untuk mencegah
timbulnya suatu penyakit dan meningkatkan kesehatan.
b. Perilaku swamedikasi medis berkaitan dengan gejala yang dialami seseorang dan
pengobatannya.
c. Perilaku yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sehari-
hari individu.
Penggolongan Obat untuk Swamedikasi Berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1996)
swamedikasi harus mencakup empat kriteria yaitu:
1) Tepat golongan
2) Tepat obat
3) Tepat dosis
4) Lama pengobatan terbatas.
Dalam swamedikasi penggunaan obat modern dibatasi hanya untuk penggunaan
obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Sedangkan yang dimaksud dengan
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek menurut Depkes 2008, yaitu:
a) Obat Bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dokter, tanda
pada kemasan warna hijau dengan garis tepi hitam.
b) Obat Bebas Terbatas merupakan obat keras yang diberi pada setiap takaran yang
digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dikenali oleh penderita sendiri.
Obat bebas terbatas juga tergolong obat yang masih dapat dibeli tanpa resep dokter
c) Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa
resep dokter. Obat keras mempunyai tanda pada kemasan berupa lingkaran bulat
merah dengan garis tepi warna hitam.

B. Diare pada Anak


1. Definisi diare
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja dalam satu hari (24 jam). Dua
kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan sering. Apabila buang air besar sehari
tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut diare, begitu juga apabila buang air
besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu bukan diare.
Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan
usus halus yang ditandai dengan muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan
dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Klasifikasi diare
Ada tiga jenis diare menurut lama terjadinya yaitu diare akut, diare persisten
dan diare kronik. Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu dapat dikelompokkan
menjadi:
a) Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare akut berlangsung kurang
dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan
banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare dapat
dibedakan dala empat kategori, yaitu:
1. Diare tanpa dehidrasi
2. Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yan hilang 2-5% dari berat
badan
3. Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8%
dari berat badan
4. Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
dari berat badan.
b) Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan
dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c) Diare kronis adalah diare yang hilang timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan
metabolism yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar
yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering
ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. (Depkes RI, 2011). Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih
besar dari normal menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan
dan garam lebih besar dari pada masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih
banyak cairan dan garam yang hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang
sering menyertai diare. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita. Bila tidak
diatasi lebih lanjut, diare akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian.
Berdasarkan penilaian dehidrasi pada balita, diare dapat dibagi menjadi 3
kategori (Setiabudi, 2015) yaitu:
a) Diare tanpa dehidrasi
Memiliki keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa (tidak
haus), dan cubitan kulit perut/turgor kembali segera.
b) Diare dehidrasi ringan/sedang
Memiliki keadaan umum gelisah dan rewel, mata cekung, ingin minum terus
(ada rasa haus), dan cubitan kulit perut/turgor kembali lambat.
c) Diare dehidrasi berat
Memiliki keadaan lesu, lunglai/tidak sadar, mata cekung, malas minum,
cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat (≥ 2 detik). Kategori ini sebaiknya
langsung dibawa ke Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
3. Epidemiologi diare
Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman enterik terutama yang berhubungan dengan
interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak
tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara
penuh pada bulan pertama kehidupan, memberikan susu formula dalam botol bayi,
penyimpanan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sebelum menyuapi
anak atau sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja tinja anak, dan tidak
membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja.

4. Penatalaksanaan diare pada anak


Prinsip tatalaksana diare pada balita menurut (Depkes RI, 2011) adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-
satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi
akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Program LINTAS DIARE
yaitu:
1) Oralit
Cara mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dengan
memberikan oralit osmolaritas rendah dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah
tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit yang beredar di pasaran
merupakan produk oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Pada bayi yang masih mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), ASI dapat diberikan.
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Depkes RI, 2011):
a. Diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB.
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas (200 mL) setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 - 1½ gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg/ bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.
Kasus diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-tanda syok,
diperlukan rehidrasi tambahan dengan cairan parenteral. Bayi dengan usia dapat
diulang bila denyut nadi masih terasa lemah. Apabila denyut nadi teraba adekuat,
maka ringer laktat dilanjutkan sebanyak 70 ml/KgBB dalam lima jam. Anak berusia
>1 tahun dengan dehidrasi berat, dapat diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30
ml/KgBB selama setengah sampai satu jam. Jika nadii teraba lemah maupun tidak
teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah kembali kuat, dapat
dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat (RL) sebanyak 70 ml/KgBB selama dua
setengah hingga tiga jam. Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam. Apanbila
status rehidrasi belum dapat dicapai, jumlah cairan intravena dapat ditingkatkan.
Oralit diberikan sebanyak 5 ml/KgBB/jam jika pasien sudah dapat mengkonsumsi
langsung. Bayi dilakukan evaluasi pada enam jam berikutnya, sementara usia anak-
anak dapat dievaluasii tiga jam berikutnya.
Sediian Oralit 200 4 g

 Indikasi: Pengganti elektrolit pada pasien muntah & diare, kolera.


 Komposisi: Glucose anhydrous 4 g, NaCl 0,7g, Na. bicarbonate 0,5 g, CaCl2 0,3 g.
 Dosis:
Dibawah 1 tahun : 3 jam pertama 1,5 gelas, selanjutnya 1/2 gelas tiap kali mencret.
Anak 1 - 5 tahun: 3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas tiap kali mencret.
Anak 5 - 12 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas tiap kali mencret.
Anak >12 tahun : 3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas tiap kali mencret.
 Aturan pakai:
Dilarutkan dengan air matang. Larutan ini tidak dapat digunakan apabila lebih
dari 24 jam. Jika terjadi muntah hentikan sementara, 2 sampai 5 menit, berikan oralit
dengan sendok sedikit demi sedikit.
 Kontra indikasi:
Penderita gangguan fungsi ginjal, malabsorpsi glukosa, serta dehidrasi parah.
 Perhatian:
Teruskan pemberian ASI, makan dan minuman selama diare, beri makanan
ekstra setelah sembuh. Bila keadaan memburuk atau dalam 2 hari tidak membaik
segera bawa ke RS/Puskesmas atau dokter dan oralit tetap diberikan .Jika terjadi
gelala kekurangan garam natrium dalam darah (hiponatremia), agar konsultasikan ke
dokter/ tenaga kesehatan terdekat. Hentikan Oralit jika diare berhenti dan pasien
mulai membaik.

2) Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc tablet pada balita:
 Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
 Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc: dilarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare dan untuk anak usia lebih besar dapat
diberikan dengan cara dikunyah (Depkes RI, 2011).
Pemberian zinc sulfat mampu menggantikan kandungan zinc sulfat alami
tubuh yang hilang dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc sulfat berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare. Zinc sulfat juga berperan meningkatkan kekebalan tubuh sehingga
mengurangi resiko kekambuhan diare selama 2-3 bulan ke depan.
Tablet ini dijual sebagai obat bebas, contohnya tersedia dalam merek
interzinc, L-zinc, orezinc, zanic, zincare, zinc, zincpro, zirea, zinkid, Zn-Diar.
Sediaan Zinc Tablet 20 mg

Sediaan Zinc Sirup 100 mL


 Indikasi: Sebagai pelengkap cairan rehidrasi oral (CRO) utk mengganti cairan tubuh dan
mencegah dehidrasi pd anak, & digunakan bersama dg cairan rehidrasi oral. Terapi pelengkap
untuk pengobatan diare pada anak-anak 5 tahun ke bawah.
 Komposisi: Zinc sulfate 54.9 mg setara dengan zinc 20 mg.
 Dosis dan aturan pakai:
Zic tablet:
Dewasa: 10-20 mg perhari selama 10 hari - 14 hari.
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari - 14 hari.
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari - 14 hari.
Zinc sirup:
Bayi 2-6 bulan: 1 sendok takar 5 ml sebanyak 1 kali/hari selama 10 hari.
Anak-anak 6 bulan-5 tahun: 1 sendok takar 10 ml sebanyak 1 kali/hari selama 10 hari.
 Kontra indikasi:
Hindari penggunaan pada penderita dengan defisiensi Tembaga (Copper)

3) Pemberian ASI/ makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Air Susu Ibu (ASI) harus lebih
sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit
lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan (Depkes RI,
2011).
Pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan yang sama saat anak sehat
diberikan guna mencegah penurunan berat badan dan digunakan untuk
menggantikan nutrisi yang hilang. Apabila terdapat perbaikan nafsu makan, dapat
dikatakan bahwa anak sedang dalam fase kesembuhan. Pasien tidak perlu untuk
puasa, makanan dapat diberikan sedikit demi sedikit namun jumlah pemerian lebih
sering (>6 kali/hari) dan rendah serat. Makanan sesuai gizi seimbang dan atau ASI
dapat diberikan sesegera mungkin apabila pasien sudah mengalami perbaikan.
Pemberian nutrisi ini dapat mencegah terjadinya gangguan gizi, menstimulasi
perbaikan usus, dan mengurangi derajat penyakit.
4) Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek colera
(Depkes RI, 2011).
Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisikondisi seperti:
 Patogen sumber merupakan kelompok bakteria
 Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan
Enteropathogenic E coli sebagai penyebab.
 Apabila patogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.
 Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki tambahan
diagnosis berupa penyakit sickle cell.
 Infeksii Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi peningkatan
temperatur tubuh (>37,50C) atau ditemukan kultur darah positif bakteri.

5) Edukasi Orang Tua


Orang tua diharpkan dapat memeriksakan anak dengan diare ke puskesmas
atau dokter keluarga bila didapatkan gejala seperti: demam, tinja berdarah, makan
dan atau minum sedikit, terlihat sangat kehausa, intensitas dan frekuensi diare
semakin sering, dan atau belum terjadi perbaikan dalam tiga hari. Orang tua maupun
pengasuh diberikan informasi mengenai cara menyiapkan oralit disertai langkah
promosi dan preventif yang sesuai dengan lintas diare. Pemberian obat-obatan
seperti antiemetik, antimotilitas, dan antidiare kurang bermanfaat dan kemungkinan
dapat menyebabkan komplikasi. Bayi dengan usia kurang dari tiga bulan, tidak
dianjurkan untuk menerima obat jenis antispasmolitik maupun antisekretorik. Obat
pengeras feses juga dikatakan tidak bermanfaat sehingga obat-obatan tersebut juga
tidak perlu diberikan. Efek samping berupa sedasi atau anoreksia dapat menurunkan
presentasi keberhasilan terapi rehidrasi oral.
Penanganan diare berikutnya adalah dengan pemberian probiotik dan
prebiotik. Probiotik adalah organisme hidup dengan dosis yang efektif untuk
menangani diare akut pada anak. Probiotik yang dapat digunakan dalam penanganan
diare oleh Rotavirus pada anak-anak adalah Lactobacillus GG, Sacharomyces
boulardi, dan Lactobacillus reuteri. Probiotik memberikan manfaat untuk
mengurangi durasi diare. Probiotik efektif untuk mengurangi durasi diare oleh virus
namun kurang efektif untuk mengurangii durasi diare yang disebabkan oleh bakteria
(Guandalini). Mekanisme probiotik sebagai tata laksana penangann diare adalah
melaluii produksi substansi antimicrobial, modifikasi dan toksin, mencegah
penempelan patogen pada saluran cerna, dan menstimulasi sistem imun.

5. Pencegahan diare
Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan tetapi
bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan diare dapat
dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Menurut WHO,
mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare
kurang lebih 40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan
maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang
paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Disamping mencuci
tangan pencegahan diare dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan
peningkatan sarana air bersih. Sebab 88% penyakit diare yang ada di dunia
disebabkan oleh air yang terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun
hygiene perorangan yang buruk. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
pencegahan diare pada anak, sebagai berikut:
1. Pemberian ASI Eksklusif.
2. Perbaiki cara pemberian makanan pendamping ASI.
3. Selalu gunakan air bersih.
4. Cuci tangan dengan sabun, terutama setelah BAB dan saat menyajikan
makanan.
5. Gunakan jamban dengan benar.
6. Buang tinja bayi dan anak-anak secara cepat.
7. Imunisasi campak.

BAB III
PEMBAHASAN

Kasus 1 Diare pada anak

Seorang Ibu pergi ke apotik dan ingin ketemu seorang apoteker. Dengan keluhan
anaknya yang berumur 2 tahun sudah sehari menderita diare sering buang air besar
sehari 6 kali dengan tektur feses seperti air, badan lemas, perut melilit, dikarenakan
minum susu yang baru dibeli di supermarket (ganti merk produk susu) bukan susu yang
biasa dikonsumsi.

IDENTITAS PASIEN
Nama : Andi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 2 Tahun
Alamat : Jl. Letjen Sutoyo No. 5, Solo
Tanggal pasien datang : 4 Maret 2021

Assesment pada pasien


Menggunakan WWHAM
Pertanyaan Jawaban
W – what is it for? Anaknya yang berusia 2 tahun.
Siapa yang sakit?
W – what are the symptoms? Dalam sehari sudah BAB 6 kali, tektur feses
Apa gejalanya? seperti air, badan lemas, perut melilit.
H – how long have the symptoms? Satu hari
Berapa lama gejala diderita?
A – ctions taken so far? Hanya diberikan air minum yanng banyak
Tindakan apa yang sudah dilakukan?
M – medications they are taking ? Tidak ada
Obat apa yang sudah digunakan?

Pilihkan terapi yang tepat untuk pasien


1. Pemberian oralit untuk rehidrasi
Untuk pasien yang belum menunjukkan gejala dehidrasi, oralit diberikan setiap
buang air besar sebanyak 200 ml (untuk usia 1-4 tahun) dengan tujuan mencegah
dehidrasi.
Untuk pasien yang telah menunjukkan gejala dehidrasi, oralit diberikan sebanyak
600 ml (untuk usia 1-4 tahun) selama 3 jam pertama sedangkan selanjutnya
diberikan 200 ml (untuk usia 1-4 tahun) setiap buang air besar untuk mengatasi
dehidrasi.

2. Pemberian suplemen Zinc


 Tablet zinc dapat diberikan sebanyak 10 mg (setengah tablet) per hari untuk
umur kurang dari 6 bulan dan 20 mg (1 tablet) per hari untuk umur lebih dari 6 bulan.
Tablet zinc diberikan dengan dikunyah atau dilarutkan dalam satu sendok air matang
atau asi. Tablet zinc harus tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare telah
berhenti. Tablet ini dijual sebagai obat bebas, contohnya tersedia dalam merek
interzinc, L-zinc, orezinc, zanic, zincare, zinc, zincpro, zirea, zirkum kid, Zn-Diar.
Sediaan Zinc Sirup untuk anak 2 tahun diberikan 2 sendok teh, 1 kali sehari
(10 mL), selama 10 hari berturut-turut walaupun diare telah berhenti.
DOKUMENTASI SWAMEDIKASI

Nama Pasien Andi


Jenis Kelamin P / L *)
Usia 2 Tahun
Alamat Jl. Letjen Sutoyo No. 5, Solo
Tanggal pasien datang 4 Maret 2021
Gejala yang diderita Keluhan : Sudah sehari menderita diare sering buang air besar sehari 6
kali dengan tektur feses seperti air badan lemas, perut melilit, dikarenakan
minum susu yang baru dibeli di supermarket (ganti merk produk susu)
bukan susu yang biasa dikonsumsi.

Pemeriksaan: Tektur feses seperti air, badan lemas, perut melilt.


Riwayat alergi -
Riwayat peyakit Ya / tidak*)
sebelumnya
OBAT YANG DIBERIKAN :
Nama Obat Dosis Cara No Batch Tanggal ED
pemakaian
1. Oralit 1 bungkus Peroral D051123 28 Februari 2022
dilarutkan dgn 200 (diminum)
mL air, beri setiap
kali setelah BAB
2. Zinckid Sirup 100 mL 1 x sehari 2 sendok Peroral A027180 25 Oktober 2022
teh (10 mL) (diminum)
selama 10 hari

REKOMENDASI dan SARAN


Rekomendasi; Pemberian oralit sebaiknya diberikan setiap buang air besar sebanyak 200 ml untuk
mencegah terjadinya dehidrasi karena kekurangan elektrolit dan kehilangan nutrisi.
Pemberian tablet zinc dapat diberikan sebanyak 20 mg 1 tablet per hari selama 10 hari walaupun
diare telah berhenti. Tablet zinc diberikan dengan dikunyah atau dilarutkan dalam satu sendok air
matang. Dapat juga dalam sediaan Zinc Sirup untuk anak 2 tahun diberikan 2 sendok teh, 1 kali
sehari (10 mL), selama 10 hari berturut-turut walaupun diare telah berhenti.

Saran: Sebaiknya pemberian susu (merk baru) yang di beli di supermarket dihentikan sampai diare
sembuh, lalu setelah sembuh disarankan agar menggunakan susu yang biasanya dikomsumsi saja,
karena susu (merk baru) memiliki kandungan yang tidak cocok untuk anak tersebut.
Apabila dalam dua hari diare belum sembuh dan semakin memburuk maka disarankan agar dibawa
dan dikonsultasikan ke dokter.
*) coret salah satu

Surakarta, 04 Maret 2021


Yang menyerahkan,

apt. Violita Munawaroh, S.Farm


Dialog swamedikasi

A: Apoteker (Violita)
P: Pasien (Ibu Andi)

Percakapan selama sesi swamedikasi pasien yang dilakukan oleh seorang apoteker
pada kekuarga pasien yang menderita diare adalah sebagai berikut:

A : Selamat pagi, bu
P : Pagi, mba
A : Perkenalkan, nama saya Violita, apoteker di Apotik Sehat. Apakah ada yang bisa
saya bantu bu?
P : Iya mba, saya mau beli obat diare
A : Iya bu, kalau boleh tau siapa yang sakit bu?
P : Anak saya mba
A : Anaknya namanya siapa bu dan umur berapa ya bu?
P : Nama anak saya Andi, umur 2 tahun mba
A : Berat badannya berapa bu?
P : Aduh saya sedikit lupa mba, kayaknya kemarin waktu penimbangan sekitar 12 kg.
A : Baik bu, untuk BAB nya sudah berapa kali bu? BAB nya cair atau terdapat
ampasnya bu?
P : Sehari ini sudah 6 kali BAB mba dan BAB nya cair
A : Selain itu, apakah ada keluhan lain bu?
P : Iya mba anak saya badannya jadi lemes, perut rasanya melilit gitu mba
A : Anaknya demam atau merasa mual tidak ya bu?
P : Tidak deman mba
A : Apakah sebelumnya anak ibu ada mengomsumsi makanan pedas atau asam bu?
P : Tidak mba, kemarin sepertinya dikarenakan minum susu merk yang baru dibeli di
supermarket, bukan susu yang biasa dikonsumsi mba
A : Sepertinya anak ibu tidak cocok dengan kandungan susu yang baru bu, sebaiknya
dihentikan untuk pemberian susu yang baru ya bu
P : Iya mba
A : Sudah berapa lama bu diarenya?
P : Sudah satu hari ini mba
A : Apakah sudah ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diarenya bu?
P : Hanya saya berikan air minum yang banyak mba
A : Baik bu, untuk pemberian air minum tetap dilanjutkan ya bu. Apakah sudah ada
obat yang telah digunakan bu?
P : Belum ada mba
A : Begini bu, kalau dilihat dari keterangan yang sudah ibu berikan tadi mengenai
diare yang dialami anak ibu. Ini di apotek ada rekomendasi obat Oralit bu untuk
pertolongan pertamanya. Obat ini untuk mengganti cairan elektrolit didalam
tubuhnya supaya anak ibu tidak lemas lagi
P : Ini cara minumnya bagaimana ya mba?
A : Untuk cara minumnya 1 bungkus dilarutkan dengan air minum hangat sekitar 1
gelas minum 200 mL bu, kemudian diminum setiap kali anak ibu sehabis BAB bu.
Untuk harga Oralit ini 1 bungkusnya Rp500 bu
P : Yasudah mba saya beli 6 bungkus saja. Terus mba untuk penyembuhan diarenya
dikasih apa ya?
A : Baik bu, untuk obat yang menunjang agar BAB nya berkurang dapat diberikan
suplemen Zinc, diminumnya jangan barengan dengan susu ya bu. Untuk Zinc ini
diminum 10 hari sampai habis meskipun diarenya sudah sembuh. Ini untuk Zinc nya
tersedia dalam bentuk tablet dan sirup, bisa di pilih bu.
P : Saya ambil yang sirup aja mba
A : Baik bu, untuk Zinc sirup ini harganya Rp38.000, nanti diminumnya sehari sekali 2
sendok teh ya bu
P : Baik mba
A : Baik bu, untuk terapi non farmakologinya bisa dengan menghindari pemberian
makanan yang padat atau keras ya bu, bisa diberikan bubur saja. Tadi kan penyebab
diarenya dikarenakan minum susu merk baru, sehingga bisa dihentikan untuk
pemberian susunya ya bu. Lalu rajin cuci tangan setelah BAB dan menjaga
kebersihan ya bu
P : Baik terimakasih mba
A : Iya bu, apakah ada pertanyaan lagi bu?
P : Sudah cukup mba
A : Baik, berarti sudah jelas ya bu untuk semua obat yang diberikan, untuk
memastikan kembali boleh ibu ulang sebentar untuk penggunnaan obat yang ibu
dapat.
P : Ini untuk Oralit 1 bungkus dilarutkan dengan air hamgat 1 gelas 200 mL, dan
untuk Zinc Sirup nya diminum sehari sekali 2 sendok teh selama 10 hari sampai
habis.
A : Ya sudah benar bu, untuk obatnya bisa di bayar ke kasir ya bu. Terimakasih atas
kunjungannya dan semoga anak ibu lekas sembuh. Nanti apabila diarenya tambah
parah segera konsultassikan ke dokter ya bu.
P : Baik mba sama-sama, terimakasih mba
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. 2007. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita di Indonesia. Jurnal
Makara Kesehatan 11:1–10.

Chua SS, Ramachandran CD, Paraidathathu TT. 2006. Response of Community


Pharmacists to The Presentation of Back Pain a Simulated Patient Study,
International Journal of Pharmacy Practice 14:171–178.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan


Lintas Diare. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana


Diare Balita. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Hasanah F, Puspitasari HP, Sukorini AI. 2013. Profil Penggalian Informasi Dan
Rekomendasi Pelayanan Swamedikasi Oleh Staf Apotek Terhadap Kasus
Diare Anak di Apotek Wilayah Surabaya. Farmasins: Mahasiswa Magister
Farmasi Klinik Universitas Indonesia 2:11-15.

Kemenkes. 2011. Pengendalian Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan.

Faure C. 2013. Role of Antidiarrhoeal Drugs as Adjunctive Therapies for Acute


Diarrhoea in Children. International Journal of Pediatrics.

Nita Y, Athijah U, Wijaya, Ilahi RK, Hermawati M. 2008. Kinerja Apotek dan
Harapan Pasien terhadap Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan
Swamedikasi di beberapa Apotek di Surabaya. Majalah Farmasi Komunitas:
Fak. Farmasi Unair 6:41–46.

Setiabudi FM. 2015. Pengaruh Edukasi Terhadap Pengetahuan Ibu-ibu Di Kecamatan


Patrang Dalam Penaganan Diare Pada Balita. Universitas Jember.

Zeenot S. 2013. Pengelolaan dan Penggunaan Obat Wajib Apotek. Yogyakarta: D-


Medika.

Anda mungkin juga menyukai