Kelas C4
A. Latar Belakang
Swamedikasi merupakan bagian upaya masyarakat menjaga kesehatannya sendiri.
Pengobatan mandiri adalah kegiatan atau tindakan mengobati diri sendiri dengan obat
tanpa resep secara tepat dan bertanggung jawab (rasional). Obat yang digunakan dalam
swamedikasi adalah obat tanpa resep (OTR). Di Indonesia yang termasuk OTR meliputi
obat wajib apotek (OWA) atau obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter, obat bebas terbatas (obat yang akan aman dan manjur
apabila digunakan sesuai petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat pada label),
dan obat bebas (obat yang relatif aman digunakan tanpa pengawasan). Namun dalam
pelaksanaan swamedikasi masih banyak terjadi kesalahan-kesalahan pengobatan.
Kesalahan pengobatan (medication error) disebabkan karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat terhadap obat, penggunaan obat dan informasi obat (Depkes RI, 2010). Untuk
itu masyarakat berhak memperoleh informasi yang tepat, benar, lengkap, objektif dan
tidak menyesatkan. Oleh karena itu apoteker mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan swamedikasi (Zeenot, 2013). Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan,
apoteker memiliki peran dan tanggungjawab yang besar pada pelaksanaan swamedikasi.
Untuk menjamin kualitas layanan swamedikasi maka perlu dilaksanakan tahapan-tahapan
pelayanan swamedikasi.
Tahapan pelayanan swamedikasi meliputi patient assessment, penentuan
rekomendasi, penyerahan obat dan pemberian informasi terkait terapi pada pasien. Pada
pelayanan obat tanpa resep diperlukan kegiatan patient assessment agar dapat ditetapkan
rekomendasi terapi yang rasional (Chua et al., 2006). Pada pelaksanaan patient
assessment, sebagai tenaga kefarmasian harus memiliki kemampuan untuk mengajukan
pertanyaan dalam usaha untuk mengumpulkan informasi tentang pasien (Blenkinsopp &
Paxton, 2002). Penggalian informasi bertujuan untuk menilai pasien yang meliputi
penilaian keamanan, ketepatan dan rasionalitas swamedikasi yang dilakukan oleh pasien.
Dalam melakukan penggalian informasi tersebut, farmasis dapat menggunakan beberapa
jenis mnemonics, seperti WWHAM, ASMETHOD, ENCORE, dan SITDOWNSIR.
Diare adalah kejadian frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampur lendir dan darah atau lendir saja dalam satu hari (24 jam). Penyebab diare
dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri,
virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-
sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah
diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.(Depkes RI, 2011). Sampai saat ini penyakit
diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang, hal ini
disebabkan karena kurangnya informasi atau terapi diare yang tidak efektif untuk
menjamin ketepatan, keamanan, dan rasionalitas swamedikasi. (Hasanah et al., 2013).
Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian
akibat diare. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih
lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Diare masih
menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian terbanyak untuk anak-anak dibawah
lima tahun. diperkirakan sebanyak 800.000 kematian dibawah lima tahun disebabkan oleh
diare pada tahun 2010, yang merupakan 11% dari total kematian dibawah lima tahun.
dengan sekitar 80% kematian ini terjadi di Afrika dan Asia tenggara (Kemenkes, 2011).
Hingga saat ini, Diare masih menempati posisi ketiga dengan jumlah kasus terbanyak
(Faure, 2013). Maka dengan adanya pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai hak-hak yang harus didapatkan tentang pemberian informasi obat
meliputi: nama obat, sediaan, dosis, cara pakai , penyimpanan, indikasi, kontra indikasi,
efek samping, dan interaksi obat. Selain itu juga dapat menjadi bahan masukan bagi
Apotek, agar meningkatkan kualitas pelayanan terutama pemberian informasi obat dan
edukasi kepada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Swamedikasi
Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah
swamedikasi. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan- keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi
alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada
pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan
penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat memberikan informasi yang
tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat
(drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya tahu
merk dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya.(Depkes RI, 2006).
The International Pharmaceutical Federation (FIP) mendefinisikan swamedikasi
atau self-medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu
atas inisiatifnya sendiri. Sedangkan definisi swamedikasi menurut WHO adalah
pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang
individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit. (Nita et al., 2008).
Menurut APhA (American Pharmacist Association) klasifikasi swamedikasi:
a. Perilaku gaya hidup sehat merupakan suatu bentuk usaha seseorang untuk mencegah
timbulnya suatu penyakit dan meningkatkan kesehatan.
b. Perilaku swamedikasi medis berkaitan dengan gejala yang dialami seseorang dan
pengobatannya.
c. Perilaku yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sehari-
hari individu.
Penggolongan Obat untuk Swamedikasi Berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1996)
swamedikasi harus mencakup empat kriteria yaitu:
1) Tepat golongan
2) Tepat obat
3) Tepat dosis
4) Lama pengobatan terbatas.
Dalam swamedikasi penggunaan obat modern dibatasi hanya untuk penggunaan
obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek. Sedangkan yang dimaksud dengan
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek menurut Depkes 2008, yaitu:
a) Obat Bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dokter, tanda
pada kemasan warna hijau dengan garis tepi hitam.
b) Obat Bebas Terbatas merupakan obat keras yang diberi pada setiap takaran yang
digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dikenali oleh penderita sendiri.
Obat bebas terbatas juga tergolong obat yang masih dapat dibeli tanpa resep dokter
c) Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa
resep dokter. Obat keras mempunyai tanda pada kemasan berupa lingkaran bulat
merah dengan garis tepi warna hitam.
2) Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc tablet pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc: dilarutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare dan untuk anak usia lebih besar dapat
diberikan dengan cara dikunyah (Depkes RI, 2011).
Pemberian zinc sulfat mampu menggantikan kandungan zinc sulfat alami
tubuh yang hilang dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc sulfat berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
kejadian diare. Zinc sulfat juga berperan meningkatkan kekebalan tubuh sehingga
mengurangi resiko kekambuhan diare selama 2-3 bulan ke depan.
Tablet ini dijual sebagai obat bebas, contohnya tersedia dalam merek
interzinc, L-zinc, orezinc, zanic, zincare, zinc, zincpro, zirea, zinkid, Zn-Diar.
Sediaan Zinc Tablet 20 mg
5. Pencegahan diare
Pengobatan diare penting jika seseorang telah menderita diare. Akan tetapi
bagi anak yang masih sehat akan lebih bermakna jika pencegahan diare dapat
dilakukan. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati. Menurut WHO,
mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mengurangi kejadian penyakit diare
kurang lebih 40%. Mencuci tangan disini lebih ditekankan pada saat sebelum makan
maupun sesudah buang air besar. Cuci tangan menjadi salah satu intervensi yang
paling cost effective untuk mengurangi kejadian diare pada anak. Disamping mencuci
tangan pencegahan diare dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan
peningkatan sarana air bersih. Sebab 88% penyakit diare yang ada di dunia
disebabkan oleh air yang terkontaminasi tinja, sanitasi yang tidak memadai, maupun
hygiene perorangan yang buruk. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
pencegahan diare pada anak, sebagai berikut:
1. Pemberian ASI Eksklusif.
2. Perbaiki cara pemberian makanan pendamping ASI.
3. Selalu gunakan air bersih.
4. Cuci tangan dengan sabun, terutama setelah BAB dan saat menyajikan
makanan.
5. Gunakan jamban dengan benar.
6. Buang tinja bayi dan anak-anak secara cepat.
7. Imunisasi campak.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang Ibu pergi ke apotik dan ingin ketemu seorang apoteker. Dengan keluhan
anaknya yang berumur 2 tahun sudah sehari menderita diare sering buang air besar
sehari 6 kali dengan tektur feses seperti air, badan lemas, perut melilit, dikarenakan
minum susu yang baru dibeli di supermarket (ganti merk produk susu) bukan susu yang
biasa dikonsumsi.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Andi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 2 Tahun
Alamat : Jl. Letjen Sutoyo No. 5, Solo
Tanggal pasien datang : 4 Maret 2021
Saran: Sebaiknya pemberian susu (merk baru) yang di beli di supermarket dihentikan sampai diare
sembuh, lalu setelah sembuh disarankan agar menggunakan susu yang biasanya dikomsumsi saja,
karena susu (merk baru) memiliki kandungan yang tidak cocok untuk anak tersebut.
Apabila dalam dua hari diare belum sembuh dan semakin memburuk maka disarankan agar dibawa
dan dikonsultasikan ke dokter.
*) coret salah satu
A: Apoteker (Violita)
P: Pasien (Ibu Andi)
Percakapan selama sesi swamedikasi pasien yang dilakukan oleh seorang apoteker
pada kekuarga pasien yang menderita diare adalah sebagai berikut:
A : Selamat pagi, bu
P : Pagi, mba
A : Perkenalkan, nama saya Violita, apoteker di Apotik Sehat. Apakah ada yang bisa
saya bantu bu?
P : Iya mba, saya mau beli obat diare
A : Iya bu, kalau boleh tau siapa yang sakit bu?
P : Anak saya mba
A : Anaknya namanya siapa bu dan umur berapa ya bu?
P : Nama anak saya Andi, umur 2 tahun mba
A : Berat badannya berapa bu?
P : Aduh saya sedikit lupa mba, kayaknya kemarin waktu penimbangan sekitar 12 kg.
A : Baik bu, untuk BAB nya sudah berapa kali bu? BAB nya cair atau terdapat
ampasnya bu?
P : Sehari ini sudah 6 kali BAB mba dan BAB nya cair
A : Selain itu, apakah ada keluhan lain bu?
P : Iya mba anak saya badannya jadi lemes, perut rasanya melilit gitu mba
A : Anaknya demam atau merasa mual tidak ya bu?
P : Tidak deman mba
A : Apakah sebelumnya anak ibu ada mengomsumsi makanan pedas atau asam bu?
P : Tidak mba, kemarin sepertinya dikarenakan minum susu merk yang baru dibeli di
supermarket, bukan susu yang biasa dikonsumsi mba
A : Sepertinya anak ibu tidak cocok dengan kandungan susu yang baru bu, sebaiknya
dihentikan untuk pemberian susu yang baru ya bu
P : Iya mba
A : Sudah berapa lama bu diarenya?
P : Sudah satu hari ini mba
A : Apakah sudah ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diarenya bu?
P : Hanya saya berikan air minum yang banyak mba
A : Baik bu, untuk pemberian air minum tetap dilanjutkan ya bu. Apakah sudah ada
obat yang telah digunakan bu?
P : Belum ada mba
A : Begini bu, kalau dilihat dari keterangan yang sudah ibu berikan tadi mengenai
diare yang dialami anak ibu. Ini di apotek ada rekomendasi obat Oralit bu untuk
pertolongan pertamanya. Obat ini untuk mengganti cairan elektrolit didalam
tubuhnya supaya anak ibu tidak lemas lagi
P : Ini cara minumnya bagaimana ya mba?
A : Untuk cara minumnya 1 bungkus dilarutkan dengan air minum hangat sekitar 1
gelas minum 200 mL bu, kemudian diminum setiap kali anak ibu sehabis BAB bu.
Untuk harga Oralit ini 1 bungkusnya Rp500 bu
P : Yasudah mba saya beli 6 bungkus saja. Terus mba untuk penyembuhan diarenya
dikasih apa ya?
A : Baik bu, untuk obat yang menunjang agar BAB nya berkurang dapat diberikan
suplemen Zinc, diminumnya jangan barengan dengan susu ya bu. Untuk Zinc ini
diminum 10 hari sampai habis meskipun diarenya sudah sembuh. Ini untuk Zinc nya
tersedia dalam bentuk tablet dan sirup, bisa di pilih bu.
P : Saya ambil yang sirup aja mba
A : Baik bu, untuk Zinc sirup ini harganya Rp38.000, nanti diminumnya sehari sekali 2
sendok teh ya bu
P : Baik mba
A : Baik bu, untuk terapi non farmakologinya bisa dengan menghindari pemberian
makanan yang padat atau keras ya bu, bisa diberikan bubur saja. Tadi kan penyebab
diarenya dikarenakan minum susu merk baru, sehingga bisa dihentikan untuk
pemberian susunya ya bu. Lalu rajin cuci tangan setelah BAB dan menjaga
kebersihan ya bu
P : Baik terimakasih mba
A : Iya bu, apakah ada pertanyaan lagi bu?
P : Sudah cukup mba
A : Baik, berarti sudah jelas ya bu untuk semua obat yang diberikan, untuk
memastikan kembali boleh ibu ulang sebentar untuk penggunnaan obat yang ibu
dapat.
P : Ini untuk Oralit 1 bungkus dilarutkan dengan air hamgat 1 gelas 200 mL, dan
untuk Zinc Sirup nya diminum sehari sekali 2 sendok teh selama 10 hari sampai
habis.
A : Ya sudah benar bu, untuk obatnya bisa di bayar ke kasir ya bu. Terimakasih atas
kunjungannya dan semoga anak ibu lekas sembuh. Nanti apabila diarenya tambah
parah segera konsultassikan ke dokter ya bu.
P : Baik mba sama-sama, terimakasih mba
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W. 2007. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita di Indonesia. Jurnal
Makara Kesehatan 11:1–10.
Hasanah F, Puspitasari HP, Sukorini AI. 2013. Profil Penggalian Informasi Dan
Rekomendasi Pelayanan Swamedikasi Oleh Staf Apotek Terhadap Kasus
Diare Anak di Apotek Wilayah Surabaya. Farmasins: Mahasiswa Magister
Farmasi Klinik Universitas Indonesia 2:11-15.
Kemenkes. 2011. Pengendalian Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan.
Nita Y, Athijah U, Wijaya, Ilahi RK, Hermawati M. 2008. Kinerja Apotek dan
Harapan Pasien terhadap Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan
Swamedikasi di beberapa Apotek di Surabaya. Majalah Farmasi Komunitas:
Fak. Farmasi Unair 6:41–46.