Anda di halaman 1dari 10

Eliminasi Fekal

A. Pengertian
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Menurut (Tartowo & Wartonah, 2004) Eliminasi fekal adalah proses pembuangan
atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.
Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 
2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
B. Fisiologis pada eliminasi fekal
1) Mulut
Saluran ini secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang
sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa bolus
makanan mencapai daerah absorsi nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaan
kimiawi dan mekanis dimulai dimulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya
menjadi berukuran yang dapat ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti
ptialin, yang mengawali percernaan unsur – unsur makanan tertentu. Saliva
memcairkan dan melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah
ditelan.
2) Esophagus
Begitu makanan memasuki bagian atas esofagus, makanan berjalan melalui
sfringter esofagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara
memasuki esofagus dan makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali
ketenggorokan. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira – kira
25cm. Makanan didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang dihasilkan oleh
kontraksi invonter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian
esofagus berkontraksi diatas bolus makanan, otot silkular dibawah (atau didepan )
bolus berelaksasi. Konstraksi – relaksasi otot halus yang saling bergantian ini
mendorong makanan menuju gelombang.
Dalam 15 detik, lobus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai
spinter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara
esofagus dan lambung (Tortora, 1989 ). Faktor – faktor yang mempengaruhi tekakan
sfingter esofagus bagian bawah meliputi antacid, yang meminimalkan refluks, dan
nikotin serta makan berlemak, yang menigkatkan refluks.
3) Lambung
Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan
kimiawi dipecah untuk dicerna dan diabsorsi. Lambung menyekresi asam
hidroklorida (HCL), lendir, enzim pepsin, dan faktor intrinsic. Konsentrasi HCL
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan asam – basa tubuh. HCL
membantu mencampur dan mencegah makanan di lambung. Lendir melindungi
mukosa lambung dari keasaman dam aktifitas enzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak penvernaan yang berlangsung di lambung. Faktor instrinsik
adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk absropsi vitamin B12 di dalam usu
dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah darah normal. Kekurangan faktor
instrinsik ini mengakibatkan anemia pernisiosa.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semi
cair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorsi daripada maknan
padat. Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan
lambung yang cepat (seperti pada gastritis) dapat mengalami masalah pencernan yang
serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus.
4) Usus halus
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki
usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2,5cm dan
panjang 6 meter. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian: duodenum, jejenum, dan ileum.
Kimus bercampur dengan enzim – enzim pencernaan (misalnya empedu dan amylase)
saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot halus secara
bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicerna pada saat
kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga
memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usu halus untuk
memungkinkan absorpsi.
Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorpsi di dalam usus halus. Enzim dari
pancreas (misalnya empedu) dan empedu dari kandungan empedu dilepaskan ke
dalam empedu. Enzim di dalam usus halus memecahkan lemak,protein,dan
karbohidrat menjadi unsur-unsur dasar. Nutrisi hamper seluruhnya di diabsorpsi oleh
duodenum dan jejenum. Ileum mengabsorpsi vitamin-vitamin tertentu,zat besi,dan
garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu proses pencernaan akan mengalami
perubahan besar. Inflamsi,reseksi bedah atau obstruksi dapat menganggu
peristaltic,mengurangi area absorpsi,atau menghambat aliran kimus.
5) Usus besar
Saluran bagian bawah disebut usus besar (kolon) karena ukuran diameternya lebih
besar daripada usus halus. Namun panjangnya , yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih
pendek.usus dibagi menjadi sekum, kolon ,dan rectum. Usus besar merupakan organ
utama dalam eliminasi fekal.

6) Rectum dan Anus


Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum
dibangun oleh lipatan – lipatan jaringan vertical dan transversal.
Jika feses telah siap untuk dikeluarkan, maka individu akan mendapatkan
rangsangan untuk merasakan keinginan buang air besar, dan feses akan dikeluarkan
melalui anus.
C. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fekal adalah:
1) Usia
2) Diet
3) Asupan Cairan
4) Aktivitas fisik
5) Faktor psikologis
6) Kebiasaan pribadi
7) Posisi selama defekasi
8) Nyeri : hemoroid, bedah rectum,bedah abdomen atau bedah perut
9) Kehamilan pada trimester akhir à konstipasi
10) Obat-obatan
11) Anasthesy dan Surgery

D. Masalah-masalah yang terjadi pada eliminasi fekal


1) Konstipasi
Menurut (Potter & Perry, 2010), Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi,
yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya
mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila
motilitas usus halus melambat, massa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan
sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi.
Dengan ditandai, adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 minggu,
menunrunnya bising usus, adanya keluhan pada rectum, nyeri saat mengejan dan
defekasi, adanya perasaan masih ada sisa feses
2) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare juga sering disertai dengan
kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah.
Dengan ditandai, adanya pengeluaran feses cair, frekuensi lebih dari 3 kali sehari,
nyeri/kram abdomen dan bising usus meningkat.
3) Inkontinensia fekal
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas
dari anus. Kondisi fisik ini yang merusakkan fungsi atau control pada sfingter anus
dapat menyebabkan inkontinensia. Kondisi ini juga yang membuat seringnya
defekasi, feses encer, volumenya banyak, dan feses mengandung air. Inkontinensia
fekal merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi
normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan
inkontinensia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
Dengan ditandai, pengeluaran feses yang tidak dikehendaki.
4) Perut kembung
Kembung merupakan flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan
obat-obatan, mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas dapat berefek
ansietas.
5) Hemoroid atau Wasir
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran atau pembengkakan vena di
daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat
disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi, dan lain-lain.
E. Komplikasi eliminasi fekal
Komplikasi yang dapat terjadi pada eliminasi fekal adalah:
1) Dehidrasi, dimana kondisi jumlah cairan yang keluar dari tubuh lebih banyak dari
jumlah cairan yang masuk.
2) Renjatan hipovomelik, dimana kegawat daruratan medis yang terjadi karena
kehilangan cairan dengan cepat.
3) Malnutrisi, kurangnya asupan nutrisi ke dalam tubuh.
4) Bakterikimia
5) Kejang
6) Hipoglikimia
7) Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan yang dapat dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan feses : makroskopis pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi
gula (sugar intoleransi) biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji
resistensi terhadap berbagai anti biotika (pada diare persisten).
b. Pemeriksaan darah : pemeriksaan darah perifer lengkap, analisis gas darah dan
elektrolit (terutama natrium,kalsium,kalium dan protein serum pada diare yang
disrtai kejang). Dapat terjadi gangguan elektrolit dan gangguan asam basa,pH
asam, clinictest dapat (+) = diare osmotic. Leukosit >5 / LPB (birumetilen) =
disentri. Biakan dan tes sensitivitas untuk etiologi bakteri / terapi .ELISA (bila
memungkinkan untuk etiologi virus)
c. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan pH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup. d) Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui faal ginjal.
2) Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
G. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
a) Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama
defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6
kali/hari, sedangkan pada orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-
rata pembuangan per hari adalah 150 g.
b) Keadaan feses yg meliputi, warna, bau, konsistensi, bentuk dan jenis makanan apa
yg dikonsumsi sebelumnya.
c) Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lain yaitu perilaku atau
kebiasaan defekasi, diet (makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang
biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak,
cairan (jumlah dan jenis minuman/hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari), kegiatan
yang spesifik, penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stress, dan
pembedahan/penyakit menetap.
d) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi,
simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness.
Kemudian, pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya tanda
inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.
2) Diagnosa keperawatan
a) Gangguan Eliminasi BAB ; konstipasi (aktual/ resiko), adalah kondisi dimana
seseorang mengalami perubahan yang normal dalam berdefekasi dengan
karakteristik menurunnya frekuensi BAB dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Immobilisasi
b. Menurunnya aktivitas fisik
c. Illeus
d. Stress
e. Kurang privasi
f. Menurunnya mobilitas intestinal
g. Perubahan atau pembatasan
h. Diet

Kemungkinan ditandai dengan :

a. Menurunnya bising usus


b. Mual
c. Nyeri abdomen
d. Adanya massa pada abdomen bag kiri bawah
e. Perubahan konsistensi feses, frekuensi BAB
3) Intervensi keperawatan
a) Catat dan kaji warna, konsistensi, jml dan waktu BAB
b) Kaji dan catat pergerakan usus
c) Jika terjadi fecal impaction :
 Lakukan pengeluaran manual
 Lakukan gliserin klisma
d) Kolaborasi dengan dokter ttg :
 Pemberian laksatif
 Enema
 Pengobatan
e) Berikan cairan adekuat
f) Berikan diit tinggi serat, hindari makanan mengandung gas
g) Bantu klien untuk aktifitas Pasif & aktif, untuk meningkatkan pergerakan usus.
h) Berikan pendidikan kesehatan ttg :
 Personal Hygiene
 Kebiasaan diet
 Cairan & makanan yang mengandung gas
 Aktifitas
 Kebiasaan BAB
4) Implementasi keperawatan
a) Mempertahankan pola eliminasi normal
b) Laxatives
c) Enema
5) Evaluasi keperawatan
Pada tahap evaluasi adalah dilakukan pengukuran keberhasilan dari segala tindakan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Eliminasi Urine

A. Pengertian Eliminasi
Eliminasi urin adalah salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak
dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara
primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama
metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh
sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium /
keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun.
Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang
mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.

B. Gangguan Eleminasi Urin


Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami
gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan
selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan
urine.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
a) Respon keinginan awal untuk berkemih
b) Gaya hidup
c) Stress psikologi
d) Tingkat perkembangan
e) Kondisi Patologis
f) Obat-obatan
D. Masalah-masalah dalam Eliminasi Urine
a) Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih danketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. 
Tanda dan gejala:
a. Ketidak nyamanan daerah pubis.
b. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d. Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e. Ketidaksanggupan untuk berkemih
b) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
Tanda dan gejala:
a. Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
b. Pasien sering mengompol
c) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
Tanda dan gejala:
a. Mengompol diikuti rasa sakit saat berkemih
b. Rasa haus yang berlebihan
c. Mendengkur
d. Urine berwarna merah muda atau merah
d) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih
Tanda dan gejala:
a. Menimbulkan rasa nyeri saat berhubungan
b. Aroma urine tidak sedap
c. Pendarahan pada vagina
f) Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g) Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan eliminasi pengkajiannya meliputi:
a) Pola eliminasi
b) Gambaran urin dan perubahan yang terjadi
c) Masalah eliminasi
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
b. Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi urine meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi
2. Diagnose keperawatan
a. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi
urine,inkontinensi dan enuresis
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
c. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat
mengejan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
3. Intervensi keperawatan
a. Peningkatan kesehatan untuk memelihara serta melindungi fungsi sistem
kemih
b. Penyuluhan klien
c. Meningkatkan perkemihan normal
d. Menstimulasi reflek berkemih :
e. Mempertahankan kebiasaan eliminasi
f. Mempertahankan asupan cairan yg adekuat
g. Meningkatkan pengosongan kandung kemih scr lengkap.
h. Pencegahan infeksi
i. Pemeliharaan pirenium yg baik
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
a. Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala ggn
perkemihan
b. Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
c. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
d. Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi

Anda mungkin juga menyukai