Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
karunia-Nya serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
Pancasila Sebagai Etika Politik ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki. Kami berterima kasih kepada Bapak Drs. H. MBM Munir, MH
selaku dosen mata kuliah pendidikan pancasila yang telah memberikan tugas ini.
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Nilai, Norma, Moral....................................................................3
B. Hubungan Antara Nilai, Norma, Moral........................................................7
C. Etika Politik...................................................................................................7
D. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik....................................11
E. Pelaksanaan Pancasila Sebagai Etika Politik..............................................13
F. Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Etika Politik.........................15
G. Faktor Terjadinya Penyimpangan Etika Politik..........................................17
H. Fungsi dan Etika Politik............................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, memegang peranan
penting dalam aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satunya
adalah Pancasila sebagai suatu sistem etika. Di dunia Internasional bangsa
Indonesia terkenal sebagai salah satu Negara yang memiliki etika yang
baik, rakyatnya yang ramah tamah, sopan santun yang dijunjung tinggi.
Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa
ini sehingga bangsa ini dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang
beradab di dunia. Kecenderungan menganggap hal yang tak penting akan
kehadiran Pancasila diharapkan dapat ditinggalkan. Karena bangsa yang
besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukanlah hal yang
mudah, karena berasal dari tingkah laku dan hati nurani.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan nilai, norma dan moral ?
2. Bagaimanakah hubungan antara nilai, norma dan politik?
3. Bagaimanakah Etika Politik itu ?
4. Bagaimanakah nilai – nilai Pancasila Sebagai Etika Politik ?
5. Bagaimanakah Pelakasanaan Pancasila Sebagai Etika Politik ?
6. Bagaimanakah Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Etika
Politik?
7. Bagaimanakah Penyimpangan terhadap Pancasila Sebagai Etika
Politik?
8. Bagaimanakah Fungsi dan Etika Politik?
9. Apa saja prinsip – prinsip etika politik berdasar Pancasila ?
10. Apa saja contoh pelanggaran dari etika politik ?
11. Bagaimanakah pandangan mengenai dimensi politis
manusia dari sudut pandang yang berbeda – beda ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 114
2
BFP, Rowland. 2013. Pancasila Sebagai Etika Politik.
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36631/bab-04-pancasila-sebagai-
etika-politik.pdf (diakses pada Hari Senin Tanggal 16 November 2018), hal. 41
3
b. Nilai dominan, nilai dominan dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.
Hal ini tampak pilihan yang dilakukan seseorang pada waktu berhadapan
dengan beberapa tindakan yang harus diambil.3
2. Norma
Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga
masyarakat atau kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, padanan dan
pengendali sikap dan tingkah laku manusia. Agar manusia mempunyai harga,
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat
kepribadian sangat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya, maka makna
moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang tercermin dari sikap dan
tingkah lakunya. Oleh karena itu, norma sebagai penuntun, panduan atau pengen-
dali sikap dan tingkah laku manusia.4
Dari segi sifatnya terdapat dua macam norma , yaitu norma teknis dan norma
umum. Norma teknis bersifat sementara, terbatas pada tempat, waktu, dan
orangnya, serta tujuannya. Contoh: Norma permainan sepak bola, norma ujian.
Norma umum bersifat tetap, dan tidak terbatas oleh tempat, waktu, dan orang,
sehingga berlaku di manapun, kapanpun, dan siapapun juga.5
Dalam pergaulan hidup dibedakan menjadi empat macam norma, yaitu:
1. Norma agama
Norma agama yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah,
larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Para pemeluk
agama mengakui dan berkeyakinan, bahwa peraturan - peraturan hidup itu berasal
dari Tuhan dan merupakan tuntunan hidup kearah jalan yang benar.
Pada abad pertengahan orang berpendapat, bahwa norma agama adalah satu -
satunya norma yang mengatur peribadatan yaitu kehidupan keagamaan dalam arti
sesungguhnya dan mengatur hubungan manusia dengan tuhan, tetapi juga memuat
peraturan-peraturan hidup yang bersifat kemasyarakatan, yaitu peraturan yang
3
M Taufik dkk. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Malang: Baskara Media, 2018),
hal. 95
4
BFP, Rowland. 2013. Pancasila Sebagai Etika Politik.
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36631/bab-04-pancasila-sebagai-
etika-politik.pdf (diakses pada Hari Senin Tanggal 16 November 2018), hal 40-41
5
Dwi Sulisworo dkk. Hibah Materi Pembelajaran Non Konvensional (Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan, 2012), hal. 14
4
mengatur hubungan antara manusia dan memberi perlindungan diri dan harta
bendanya.
2. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan yaitu peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati
sanubari manusia. peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara bathin yang
diakui dan di insyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan
perbuatan.
Dalam norma kesusilaan terdapat juga peraturan-peraturan hidup seperti
dalam norma agama, misalnya: Hormatilah orang tuamu agar engkau selamat di
akhirat dan jangan engkau membunuh sesamamu. Norma kesusilaan itu dapat juga
menetapkan baik buruknya suatu perbuatan manusia dan turut pula memelihara
ketertiban manusia dalam masyarakat. Norma kesusilaan juga bersifat umum dan
dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
3. Norma kesopanan
Norma kesopanan yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan
segolongan manusia. peraturan-peraturan hidup ini diikuti dan diataati sebagai
pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada di
sekitarnya.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi masyarakat seluruh dunia, melainkan
bersifat khusus dan setempat(regional) dan hanya berlaku bagi segolongan
masyarakat tertentu saja. Apa yang dianggap sopan bagi golongan masyarakat,
mungkin bagi masyarakat lain tidak demikian
4. Norma hukum
Norma hukum yaitu peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
penguasa Negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara.
Dari ke empat norma diatas, yang memiliki ke istimewaan adalah norma
hukum, karena bersifat memaksa, dengan sanksinya yang bermacam-macam. Alat
kekuasaan Negara berupaya agar peraturan-peraturan hukum dapat ditaati dan
dilaksanaan sesuai ketentuan yang berlaku.6
6
M Taufik dkk. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Malang: Baskara Media, 2018),
hal. 103-107
5
3. Moral
Moral berasal dari kata latin “mos” jamaknya “mores” yang berarti adat atau
cara hidup. Etika dan moral mengandung makna yang sama, tetapi dalam
penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan moralitas dipakai untuk
perbuatan yang sedang dinilai. Sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem
nilai yang ada.7
Moral merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun
tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar mnejadi
manusia yang lebih baik. Moral dengan etika hubungannya sangat erat, sebab
etika suatu pemikiran kritis dan mendasar tetang ajaran-ajaran dan pandangan
moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip
moralitas. Etika merupakan tingkah laku yang bersifat umum universal berwujud
teori dan bermuara ke moral, sedangkan moral bersifat tindakan lokal, berwujud
praktek dan berupa hasil buah dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami
dan mengerti bahwa mengapa dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut
norma-norma tertentu, inilah kelebihan etika dibandingkan dengan moral.
Kekurangan etika adalah tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang, sebab wewenang ini ada pada ajaran moral.8
Ada dua macam moral, yaitu moral keagamaan adalah moral yang selalu
bedasarkan pada ajaran iaslam, dan moral sekuler adalah moral yang tidak
berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata. Contoh moral
baik adalah seperti: bertutur kata yang baik kepada orang lain, hidup
berdampingan dengan berbagai suku, adat, ras, budaya dan agama tanpa saling
melecehkan, gotong-royong dalam setiap kegiatan sosial di lingkungan
maasyarakat dimna mereka tinggal, dll. Sedangkan contoh moral buruk adalah
seperti: kekeraasan dalam pendidikan, demo yang merusak fasilitas umum,
minum-minuman keras, judi, durhaka kepada orang tua, dll.9
7
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 114
8
BFP, Rowland. 2013. Pancasila Sebagai Etika Politik.
http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36631/bab-04-pancasila-sebagai-
etika-politik.pdf (diakses pada Hari Senin Tanggal 16 November 2018), hal 40
9
M Taufik dkk. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Malang: Baskara Media, 2018),
hal. 111
6
B. Hubungan Antara Nilai, Norma, Moral
Agar nilai menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka ia perlu lebih dikonkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih
objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah
laku. Wujud yang lebih konkret dari nilai adalah norma. Terdapat berbagai
macam norma. Dari berbagai macam norma tersebut norma hukumlah yang paling
kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh kekuatan eksternal seperti
penguasa atau penegak hukum.10
Agar nilai menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap perilaku manusia,
maka perlu lebih dikonkritkan serta diinformasikan secara obyektif sehingga
memudahkan menjabarkan dalam tingkah laku, yang dapat diwujudkan dalam
norma. Norma sebagaimana yang sudah diterangkan diatas ada bermacam-
macam, meliputi norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma
hukum.
Nilai dan norma memiliki hubungan yang erat dan senantiasa ada keterkaitan
dengan moral dan etika. Peraturan-peraturan hidup manusia tidak akan berjalan
secara signifikan manakala tidak didukung oleh nilai-nilai yang ada. Demikian
juga dengan moral dan etika terkait dengan nilai dan norma, karena tingkah laku
manusia merupakan cerminan moral manusia itu sendiri. Moral menunjukkan
integritas dan kepribadian seseorang atau tinggi rendahnya drajat seseorang di-
tentukan oleh moralnya.11
C. Etika Politik
1. Etika
Etika secara etimologi berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan
baik-buruk. Yang dapat dinilai baik atau buruk adalah sikap manusia yang
10
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 116
11
M Taufik dkk. Op. Cit., hal. 108
7
menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan sebagainya.
Sedangkan motif, watak, suara hati sulit untuk dinilai. Perbuatan atau tingkah laku
yang dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat dinilai, sedangkan yang
dikerjakan dengan tak sadar tidak dapat dinilai baik atau buruk.12
Etika adalah anak cabang dari filsafat. Masuk dalam kategori filsafat praktis.
Pembahasan-nya langsung mengarah pada tindakan dan bagaimana manusia harus
berbuat. Filsafat praktis ini diupayakan untuk memberi pemahaman pada manusia
dalam mengarahkan tindakannya. Begitulah etika sebagai bagian dari filsafat
praktis.13 Etika dalam hubungannya dengan perbuatan dan perilaku manusia dapat
dibagi menjadi berikut:
a. Etika umum, membicarakan perbuatan-perbuatan manusia sebagai manusia
secara umum dan tidak ada batas.
b. Etika khusus, membicarakan perbuatan-perbuatan menusia yang dihubungkan
dengan ber-bagai aspek kehudupan. Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu:
1) Etika individual adalah mencakup kewajiban manusia terhadap diri sendiri
2) Etika sosial adalah mencakup kewajiban-kewajiban manusia terhadap
sesama manusia.14
Ada tiga teori atau aliran-aliran besar tentang Etika, antara lain :
a. Etika Deontologi, aliran atau teori ini memandang bahwa, tindakan nilai baik
atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban, tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut. Kebaikan
adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Etika deon-tologi menekankan bahwa kebijakan atau tindakan harus didasari
oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih
apapun dari tindakan yang dilakukan.
b. Etika Etiologi, aliran ini memandang bahwa, baik buruk suatu tindakan dilihat
berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika ini di golongkan
menjadi dua yaitu, egoisme etis memandang bahwa, tindakan yang baik
adalah tindakan yang berakibat baik bagi pelakunya. Secara moral setiap
12
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 112
13
Dwi Yanto, Etika Politik Pancasila, Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan. Vol. 15 No. 27,
hal. 26
14
Iriyanto Widisuseno dkk. Buku Ajar Pendidikan Pancasila (Semarang:UNDIP, 2005), hal. 39
8
orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah
atau buruk bila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan. Kedua,
utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibat-nya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik
apabila mendatangkan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang.
c. Etika keutamakan, aliran ini tidak mempersoalkan suatu tindakan, tidak juga
mendasarkan pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral
universal, tetapi pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.15
2. Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau
Negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warga
negara, politika yang berarti pemerintahan Negara dan politikus yang berarti
kewarganegaraan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang
menyangkut peraturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada.
Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan dan jika perlu bersifat
paksaan. Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan
keinginan belaka. Politik merupakan upaya atau cara memperoleh sesuatu yang
dikehendaki, namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya
berkisaar dilingkungan kekuasaan Negara atau tindakan-tindakan yang
dilaksanakan oleh penguasa Negara.16
15
M Taufik dkk. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Malang: Baskara Media, 2018),
hal. 115-116
16
Ibid., hal. 117
9
melainkan juga hubungan kenegaraan, pemerintah yang menentukan dalam
pelaksanaan kebijakan pemerintahan yang tentang menyangkut berbagai hal
tentang kepentingan publik, serta kegiatan-kegiatan lain dari berbagai lembaga
sosial, partai politik dan organisasi keagamaan yang berkaitan langsung dengan
kehidupan kemasyarakatan dan pemerintahan dengan batasan sesuai dengan
konsep-konsep pemerintahan (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), pembagian (distribution), dan alokasi (allocation), pengertian
itu dapat diperluas lagi ke dalam tatanan manusia sebagai makhluk yang berpolitik
dan dapat disebutkan pula bahwa segala tindakan manusia atau bahkan manusia
itu sendiri tidak akan lepas dari orientasi dan praktik-praktik politik.17
Etika politik tidak langsung mencampuri urusan politik praktis. Tugas etika
politik ialah membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat
dijalankan secara objektif. Etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan
pe-gangan normatif bagi mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan
ke-hidupan politik dengan tolok ukur martabat manusia atau mempertanyakan
legiti-masi moral sebagai keputusan politik.18
Etika politik diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar
pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta anatar kelompok kepentingan
lainnya untuk mencapai kemajuan Bangsa dan Negara dengan mendahulukan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Etika politik mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk
bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki
keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti
melakukan kesalahan dan secara kebijakannya bertentangan dengan hukum dan
rasa keadilan masyarakat.19
10
kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu negara seharusnya sesuai dengan nilai-
nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan
negara. Asas kemanusiaan seharusnya merupakan prinsip dasar moralitas dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.20
Nilai-nilai pancasila bersifat universal dan dapat diterima oleh siapapun. Nilai
digali dari budaya bangsa Indonesia artinya apa yang sudah ada sekarang
merupakan warisan dari nenek moyang kita, berarti pancasila adalah miliki bangsa
Indo-nesia yang menjadikan bangsa Indonesia memiliki ciri khas dibanding
dengan bangsa lain. Nilai etika dalam pancasila bisa dijabarkan sebagai berikut:
20
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 118
29
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, Bumi Medika : Jakarta 13220, hal. 150
30
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, Bumi Medika : Jakarta 13220, hal. 151
11
secara sadar menjaga dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas
bangsa dalam satu bingkai kebangsaan.
4. Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari
keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah
kekuatan terbesar yang menentukan harapan dan cita – cita bangsa.
Pemerintah harus mengupayakan optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai
penopang keberlangsungan bangsa.
5. Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan yang dimaksud dalam sila ini adalah seluruh masyarakat
Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan. Keadilan social menjamin pemerataan pembangunan. Kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat merupakan prioritas utama kerja pemerintah.
Pembangunan yang diupayakan pemerintah harus dirasakan dan dinikmati
seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Melalui sila ini, pemerintah
memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya berdasarkan pada
kewajiban – kewajiban yang melekat didalamnya (Mulia Ardi, 2012)
12
Artinya, perilaku para penyelenggara Negara hanya untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan bukan perpecahan mengingat bangsa Indonesia terdiri
dari berbagai masam perbedaan dan perbedaan itu dimunculkan untuk mewu-
judkan persatuan.
4. Etika Politik yang berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Demokrasi yang menjadi inti dari perkembangan sila ini. Demokrasi yang
dilaksankan dengan baik akan menjadikan kehidupan politik di Indonesia akan
lebih baik pula.
5. Etika Politik yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Tindakan dan perilaku dari para penyelenggara Negara harus bisa kita
mewujudkan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Artinya, semua lapisan
masyarakat ikut menikmati keadilan itu. Penguasa tidak memihak satu masya-
rakat tertentu. Semua diperlakukan dan memiliki hak yang samaa untuk men-
dapatkan keadilan.21
Usaha untuk membuat sebuah rambu dan batasan dalam penilaian etika politik
Pancasila, sehingga dari titik tersebut dapat ditarik kesimpulan logis, yaitu hal-hal
mana saja yang dapat dipakai sebagai acuan penilaian yang lebih konkret. Rambu
dan batasan tersebut dimulai dengan cara menentukan nilai objektif, nilai inter-
subjektif dan pemaknaannya dalam tiap-tiap sila:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai objektif: Tuhan
Nilai intersubjektif: Ketuhanan
21
Iriyanto Suseno Dkk, Buku Ajar Pendidikan Pancasila (Semarang: UNDIP, 2005), hal. 41-44
22
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 118
13
Mengandung makna: keyakinan terhadap eksistensi Tuhan Yang Maha Esa
sebagai Causa Prima
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Nilai objektif: manusia
Nilai intersubjektif: Kemanusiaan
Mengandung makna: pengakuan terhadap adanya harkat dan martabat
manusia, pengakuan terhadap asas kesamaan dan kebebasan manusia
3. Sila Persatuan Indonesia
Nilai objektif: satu
Nilai intersubjektif: Persatuan
Mengandung makna: pengakuan terhadap perbedaan sebagai hakikat, dan pe-
ngakuan akan sifat ko-eksistensi manusia.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Per-
musyawaratan / Perwakilan
Nilai objektif: rakyat
Nilai intersubjektif: Kerakyatan
Mengandung makna: pengakuan bahwa kedaulatan negara di tangan rakyat,
musyawarah untuk mufakat dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat, pen-
jaminan tidak adanya tirani minoritas dan dominasi mayoritas.
5. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai objektif: adil
Nilai intersubjektif: Keadilan
Mengandung makna: pengakuan akan kesamaan hak dan kesempatan bagi
seluruh rakyat Indonesia di bidang agama, ekonomi, politik, sosial-budaya dan
pertahanan-keamanan.
Memperhatikan analisis singkat atas sila-sila di atas, etika politik Pancasila
dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik negara,
terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar salahnya sebuah
kebijakan serta baik buruknya tindakan pemerintah dengan cara meneliti
kesesuaian antara nilai objektif dengan nilai intersubjektifnya, kemudian
14
dilanjutkan dengan menelaah kesesuaian antara kebijakan, dan tindakan
pemerintah dengan makna dari sila-sila dalam Pancasila tersebut.23
Etika politik ini juga harus direlisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat
secara kongkrit dalam plaksanaan pemerintahan Negara. Para pejabar
eksekutif, anggota legislatif, maupun yudikatif, para pejabat Negara, anggota
DPR maupun MPR aparat peleksana dengan penegak hukum, harus
menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga
harus berdasarkan pada legitimasi moral. Misalnya ingin membangun gedung
baru anggota dewan harus sesuai dengan hukum, mengingat kondisi rakyat
Indonesia yang masih banyak untuk hidup layak, dananya bissa untuk bantu
masyarakat yang masih miskin secara moral (legitimasi moral).24
23
Surajiyo, Pancasila Sebagai Etika Politik Di Indonesia, Jurnal Ultima Humaniora. Vol. II No. 1,
2014, hal. 121-122
24
M Taufik dkk, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Malang: Baskara Media, 2018),
Hal. 120
15
berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia
seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik,
yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu
sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi
yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan
emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai
makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera.
Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain,
baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara
selaras, serasi, dan seimbang. Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk
mono-pluralis yang terdiri atas susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan
kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk
sosial dan makhluk individual. Keenam unsur manusia tersebut saling
melengkapi satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia
Indonesia menjadi pusat persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya
Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi, 2003: 17-18).
c. Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa
dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan,
serta machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian
Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan
Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu
Pengetahuan dan Pembangunan Nasional mengatakan sebagai berikut:
“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut
dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena
bangsa Indonesia tidak mengembangkan blueprint yang berakar pada sila
Ketuhanan Yang Maha Esa”.25
16
Hal-hal berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap
sistem etika Pancasila.
a. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa
sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam
penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal
tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan
semangat musyawarah untuk mufakat.
b. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait
dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan
penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial
karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir
orang atau kelompok tertentu.
c. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia
kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya,
munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnama-
kan kebebasan berdemokrasi.26
17
mengidentifikasi diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Hal ini berarti gagalnya proses sosialisasi sehingga cenderung menerapkan pola-
pola perilaku yang salah dan menyimpang.
Dalam penyimpangan etika politik hampir sama yaitu dipengaruhi oleh pola
perilaku manusia yang berlainan dalam memahami konsep etika dan politik
sendiri. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan
etika politik, yaitu :
1. Ketidakpahaman dan ketidakmampuan masyarakat memahami
Pancasila sebagai konsep etika politik
Ketidakpahaman masyarakat akan nilai-nilai Pancasila menjadi masalah utama
dalam mendasari perilaku-perilaku yang menyimpang di Indonesia. Setiap warga
negara mampu menyebutkan makna dari setiap butir Pancasila tetapi tidak mampu
mewujudkannya dalam kegiatan sehari-hari. Kurangnya kesadaran akan
pentingnya penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari serta kurangnya
usaha untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri masing-masing individu
meru-pakan penyebab awal generasi bangsa melakukan penyimpangan-
penyimpangan termasuk penyimpangan etika politik.
Etika politik yang seharusnya berdasarkan pada butir-butir sila Pancasila
semakin diabaikan dan kalah oleh keinginan serta kepentingan individu dalam
berpolitik. Perubahan pola pikir masyarakat yang semakin meninggalkan makna
dari Pancasila dipengaruhi oleh masuknya budaya barat yang menggerus rasa
nasiona-lisme bangsa. Hal ini menyebabkan masyarakat mengabaikan nilai-nilai
Pancasila yang seharusnya dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari - hari
terutama kegiatan politik yang bertujuan menciptakan keadilan dalam suatu
negara.
2. Krisis moral yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Indonesia
Dewasa ini moral masyarakat semakin luntur tergantikan oleh budaya-
budaya serta kebiasaan baru yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya
sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan
sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum
18
dan peraturan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam
mau-pun luar negeri.
Bermunculan sikap acuh tak acuh, tidak jujur dan selalu bertindak curang
selalu mewarnai kegiatan politik dewasa ini. Manusia seakan melupakan budaya
bangsa Indonesia yang selalu menjungjung tinggi moral dalam bersikap baik di
lingkungan masyarakat maupun bernegara. Kesadaran moral serta tanggung jawab
terhadap manusia lain atau masyarakat perlahan mulai hilang tergantikan oleh
sikap individualistik.
3. Longgarnya kepercayaan dan pemahaman individu terhadap agama
yang dianutnya
Longgarnya pegangan terhadap agama sudah menjadi tragedi di dunia maju,
dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga
keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol,
larangan-larangan dan perintah Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya
pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang
ada didalam dirinya. Sehingga manusia cenderung bersikap menyimpang karena
mereka sudah meninggalkan nilai-nilai agama yang dahulu pernah dipahami.
4. Tidak adanya pengawasan serta hukum yang tegas
Indonesia adalah negara hukum, segala sesuatu yang terjadi di dalam negara
telah diatur oleh Undang-Undang dan sesuai dengan Pancasila. Hukum berfungsi
mengatur serta menertibkan masyarakat suatu negara agar tunduk dan patuh terha-
dap peraturan negara tersebut. Pengawasan serta tindak hukum yang tegas penting
untuk diterapkan agar masyarakat suatu negara dapat patuh tanpa berbuat penyim-
pangan.
Hukum hanya bersifat normatif dan tidak secara efektif dan otomatis menja-
min agar setiap anggota masyarakat taat kepada norma-normanya. Oleh karena itu
yang secara efektif dapat menentukan kekuasaan masyarakat hanyalah yang mem-
punyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya, dan lembaga itu adalah
negara. Tetapi apabila seluruh aparat Negara atau aparat pemerintahan sen-diri
mempunyai niat untuk tidak mematuhi aturan yang berlaku maka sulit
mewujudkan hukum yang tegas.27
I Made Kartika. Nilai-Nilai Pancasila Dalam Membangun Etika Politik Di Indonesia. Jurnal
27
Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra, 2015, Hal. 6-7
19
H. Fungsi dan Etika Politik
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat
teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik (dukungan
masyarakat terhadap sistem politik dan pemerintah) secara bertanggung jawab dan
didasarkan pada aspek yang rasional, objektif dan argumentatif. Tugas etika
politik adalah membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat
dijalankan secara objektif dan sebagai pegangan normatif bagi mereka yang ingin
menilai kualitas tatanan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia
dan legitimasi moral.
28
20
I. Prinsip - prinsip Etika Politik Berdasar Pancasila
1. Pluralisme
21
Kebebasan menyampaikan pendapat seperti yang dijelaskan pada undang –
undang 1945 pasal 28.
Kebebasan berpikir dan mencari informasi dalam kehidupan politik
Indonesia.
Semua warga negara berhak menjadi figure pemimpin dan wakil rakyat
dengan memenuhi syarat – syarat yang berlaku.
Wakil rakyat harus berfungsi sebagai pembela dan pejuang hak – hak
rakyat yang diwakilinya.
3. Persatuan bangsa
4. Demokrasi
22
Asas demokrasi sesuai dengan pancasila sila keempat yang menjunjung
tinggi kerakyatan sebagai contoh perwujudan demokrasi di lingkungan bangsa
dan negara. Sebagai negara demokrasi, sudah barang wajib bagi Indonesia untuk
menerapkan demokrasi dalam sistem politiknya. Ditambah lagi dengan pancasila
sebagai sumber nilai penentuan etika, maka banyak sekali contoh pancasila
sebagai etika politik yang bisa kita temukan dalam sistem politik Indonesia.
Beberapa contoh dari pancasila sebagai etika politik dari sudut pandang
demokrasi adalah:
5. Keadilan sosial
23
Tidak ada diskriminasi menurut jenis kelamin untuk semua warga negara
yang mempunyai potensi untuk duduk di kursi kepemimpinan.
Semua warga negara mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh
fasilitas untuk mendukung kegiatan politisnya.
Hukum berlaku secara adil dan merata, tidak tumpul ke atas dan tajam ke
bawah.
Pemerintahan yang jauh dari tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Elit politik yang terjerat kasus, namun mendapat perlakuan khusus selama
proses peradilan dan menjalani masa hukuman.
Serangan fajar atau gratifikasi berkedok bakti sosial yang dilakukan oleh
calon pejabat politik.
24
hakikat sifat kodrat manusia, dari kaca mata yang berbeda – beda.
Paham indvidualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme,
memandang manusia sebagai makhluk individu yang bebas.
Konsekuensinya dalam kehidupan masyarakat, bangsa maupun Negara
dasar ontologis ini merupakan dasar moral politik Negara. Segala hak
dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan
kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat manusia sebagai
individu.
25
Dimensi politis manusia ini memiliki due segi fundamental, yaitu
pengertian dan kehendak untuk bertindak, sehingga due segi
fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakan moral
manusia. Pada tingkatan moralitas dalam kehidupan manusia sudah tidak
dapat dipenuhi oleh manusia dalam menghadapi hak orang lain dalam
masyarakat, maka harus dilakukan suatu pembatasan secara normatif.
Lembaga penata normatif masyarakat adalah hukum. Dalam suatu
kehidupan masyarakat hukumlah yang memberitahukan kepada semua
anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertindak. Hukum terdiri
atas norma-norma bagi kelakuan yang betul dan salah dalam masyarakat.
26
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
2931
https://guruppkn.com/contoh-pancasila-sebagai-etika-politik Dian Paramita Tuesday
02nd, January 2018
32
Prof. Dr. H. Kaelan, M, pendidikan pancasila, Paradigma Yogyakarta revisi kesebelas 2016 hal.
91
27
DAFTAR PUSTAKA
28